Anda di halaman 1dari 31

Higene Perusahaan adalah spesialisasi dalam imu Higene beserta prateknya dengan mengadakan

penilaian pada faktor-faktor penyebab penyakit secara kualitatif da kuantitas dalam lingkungan
kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan sebagai dasar tindakan
korektif terhadap lingkungan tersebut serta bila diperlukan juga dapat digunakan sebagai bentuk
pencegahan agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat
kerja serta dapat mencapa derajat kesehatan setinggi-tingginya. Secara umum, sifat-sifat Higene
Perusaah ada dua, yakni:

1. Sasarannya adalah lingkungan kerja


2. Bersifat teknik

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan Kedokteran beserta praktiknya
yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-
tingginya baik fisik atau mentak, maupun sosial dengan usaha preventif dan kuratif, terhadap
penyakit–penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan
dan lingkungan kerja. Serta terhadap penyakit-penyakit umum. Secara umum, sifat Kesehatan
Kerja ialah sebagai berikut :

1. Sasarannya dalah manusia


2. Bersifat medis

Pengabungan kedua istilah Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja dalam satu kesatuan
berarti kemampuan dua “discipline” medis dan teknik secara serasi, sehingga terbukalah
kemungkinan sebesar-besarnya, bahwa kedua golongan menurut keahlian yang sangat berlainan
itu bercampur dan bekerja sama yang sehingga menjadi “conditio sine qua non” untuk
kesempurnaan penyelenggaraan Higene Perusaahn dan Kesehatan Kerja. Secara pendek dapatlah
dipakai semboyan : “Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah kerjasama antara stetoskop
da garis hitung.”

Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu istilah yang memiliki satu kesatuan
pengertian erupakan terjemahan resmi dari “Occuptional Health” yang cenderung diartikan
sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi problematik kesehatan secara menyeluruh dari para
tenaga kerja. Menyeluruh berarti usaha-usaha kuratif, preventif, penyesuaianfaktor manusiawi
terhadap pekerjaannya dan higene dan lain-lain. Istilah Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
tertulis secara resmi dari kekuatan perundang-undangan dalam Undang-undang Nomor 14 tahun
1969 tentang Ketentuan-ketentuan Poko mengenai Tenaga Kerja (pasal 9 dan 10), yang
dimaksud dengan Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja dalama undang-undang tersebut adala
lapangan kesehatan yang ditujuan kepada pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan
tenaga kerja, yang dilakukan dengan mengatur pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja
yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara-cara dan syarat yang memenuhi norma-norma
hogene perusahaan dan kesehatan kerja untuk mencegah penyakit, baik akibat pekerjaan maupun
penyakit umum serta menetapkan syarat-syarat kesehatan bagi perumahan tenaga kerja.

TUJUAN UTAMA

Hakekat Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja terbagi menjadi dua hal:

a. Sebagai alau untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja ang setinggi-tingginya baik
buruh, petani, nelayan, pegawai negeri atai pekerja-pekerja bebas, dengan demikian
ditujukan untuk kesejahteraan tenaga kerja
b. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan kepada meningginya
effisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi. Oleh karena hakikat
tersebut selalu sesuai dengan maksud dan tujua pembangunan di dalam sutau egara, maka
Higene Perusaan dan Kesehatan Kerja harus selalu diikut sertakan dalam pembagunan
tersebut.

Tujuan utama tersebut dapat diperinci lebih lanjut sebagai berikut:

Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja,


pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi
efesiensi dan daya dukung produktivitas tenaga manusia , pemberantasan kelelahan kerja dan
peningkatan semangat kerja, perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahan agar
terhindar dari bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-bahan dari perusaan yang bersangkutan dan
perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya ang mungkin ditimbulkan oleh prosuk-produk
industri.

Tujuan utama dari Gigene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah mencipakan tenaga kerja
yang sehata dan produktif. Tujuan tersebut kemungkinan dapat dicapai dengan adanya korelasi
diantara dejarata kesehatan yang tinggi terhadapa produkvitas kerja atau perusahaan yang
didasarkan ada kenyataan sebagai berikut:

1. Untuk efesiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya. Pekerjaan harus dilakukan
dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memnuhi syarat-syarat kesehatan.
Lingkungan dan cara yang dimaksud meliputi diantaranya tekanan padas, penerangan di
tempat kerja, debu di ruang kerja, sikap badan, penyesuaian manusia dan mesin,
pengekonomisan upaya. Cara dan lingkungan tersebut perlu disesuaikan dengan tingkat
kesehatan dan keadaan gizi tenaga kerja yang bersangkutan.
2. Biaya dari kecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja, serta penyakit umum yang
meningkat jumlahnya karena bahaya yang timbul lingkungan kerja adalah sangat mahal
dibandingkan dengan biaya untuk pencegahannya. Biaya-biaya kuratif yang mahal seperti
itu meliputi pengobatan, perawatan di ruma sakit, rehabilitasi, absenteisme, kerusakan
mesin, peralatan dan bahan akibat kecelakan, terganggunya pekerjaan dan cacat yang
menetap.

KONDISI-KONDISI KESEHATAN YANG MENYEBABKAN RENDAHNYA


PRODUKTIVITAS KERJA

Lembaga Nasional Higene Perusahaan dan Kesahatan Kerja, Departemen Tenaga Kerja
telah mencoba mengumpulkan data-data kesehatan yang berhubungan dengan produktivitas
kerja, oleh karena luasnya Indonesia dan tersebarnya tenaga kerja di seluruh tanah air serta
berbagai sektor kegiatan ekonomi, maka tidak dapay disajikan data menyeluruh, melainkan data-
data dari survey-survey terbatas dan pengamatan di berbagai tempat dan sektor kerja. Namun
demikian, sangat jelas terlihat adanya kondisi-kondisi kesehatan yang ditinjau dari sudt
produktivitas tenaga kerja sangat tidak menguntungkan. Adapun kondisi tersebut diantaranya:

1. Penyakit umum
Biasanya terjadi baik pada sektor pertanian, pertambangan, industri dan lain sebagainya.
Penyakit yang paling banyak ialah penyakit infeksi, penyakit endemik dan penyakit
parasit.
2. Penyakit akibat kerja
Penyakit seperti pneumoconiosis, dermatosis akibat kerja, keracunan baan kimima,
gangguan mental psikologis akibat kerja dan lain lain. Penyakit-penyakit tersebut
khususnya di Indonesia kurang nampak di depan umum, hal ini terjadi karena tidak
adanya laporan, tidak dibuatnya diagnosa ke arah penyakit tersebut atau dikarenakan
labour turnover yang tinggi dan belum cukupnya fullempployment.
3. Keadaan gizi para tenaga kerja masih kurang, hal ini disebabkan karena penyakit-
penyakit endemis dan parasitis, kurangnya pengertian tentang gizi, kemampuan
pengupahan yang rendah, dan beban pada suasana panas dan berdebu di lingkungan
kerja. Kurangnya pemenuhan gizi dapat menurunkan berat badan sehingga menurunkan
produktivitas tenaga kerja.
4. Lingkungan kerja sering kurang membantu untuk produktivtas optimal tenaga kerja.
Keadaan suhu, kelembaban, dan gerak udara memberikan suhu efektif di luar semangat
kerja. Hal ini akan mempengaruhi kenyamanan pekerja dalam beraktivitas dan dalam
kondisi lingkungan kerja yang cenderung ekstrim dapat mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan serta produktivitas pekerja.
5. Ketidaksesuaian antara manusia dengan mesin yang digunakan. Biasanya mesin yang
digunakan merupakan mesin import dari luar negeri sehingga tidak jarang ukuran-kuran
mesin atau peralatan kerja tidak sesuai dengan ukuran tenaga kera, sehingga untuk
meningkatkan kesehatan kerja yang optimal pemilihan mesin juga akan mempengaruhi
produktivitas pekerja.
6. Kondisi lapangan kerja akan sangat mempengaruhi kondisi psikologis tenaga kerja.
Utamanya terkait dengan hubungan antar rekan kerja dan sikap tenaga kerja dalam
lingkungan kerja.
7. Fasilitas kesehatan di lingkungan kerja juga akan mempengaruhi keoptimalan kesehatan
kerja. Bilaterjadi suatu kasus kecelakaan akibat kerja, harus ada penanganan pertama
untuk kecelakaan tersebut sebelum selanjutnya dirujuk kepada perawatan yang lebih baik
di rumah sakit.
8. Elah banyak perundang-undangan mengenai higene, kesehatan dan keselamatan kerja,
tetapi implementasinya sering mengalami kesulitan. Sehingga diperlukan pengawasan
lebih dalam penerapan higene, kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan kerja.

Pedoman dalam Higene Industri dan Kesehatan Kerja diantaranya:

1. Proses evaluasi gangguan kesehatan, sehingga gangguan efisiensi dapat dikendalikan.


2. Cara memutuskan proses atau mengendalikannya adalah dengan meniadakan atau
mengendalikan interaksi antara tenaga kerja, faktor penyebab dan lingkungan kerja.
3. Perlu kemampuan mendeteksi perubahan pada tenaga kerja seawal mungkin.
4. Pemeriksaan kesehatan berkala sangat penting dan jika perlu dilakukan lebih sering pada
suatu kasus khusus yang dianggap perlu.
5. Tindakan-tindakan didasarkan atas hasil terbesar dari masyarakat tenaga kerja, serta
dikelompokkan menurut jenis kelamin, umur, pekerjaan dan besarnya pengaruh dari sebb
dan lingkungan kerja.
6. Pemeriksaan dan usaha-usaha lanjutan perlu dilakuakn terhadap tenaga kerja yang
memperlihatkan keluhan-keluhan.
7. Perlu adanya pendidikan tentang potensi bahaya dan carapencegahan kepada pengusana
dan tenaga kerja.
8. Melakukan tindakan dini sebagai pencegahan terhadap pengambangan gangguan yang
lebih jauh.
9. Kemampuan melakukan kegiatan adinistrasi serta pengarsipan yang baik dan menarik
partisipasi masyarakat tenaga kerja.

TINGKAT DAN UPAYA PENCEGAHAN DALANHUBUNGAN GANGGUAN


KESEHATAN DAN EFISIENSI TENAGA KERJA

Sebelum proses gangguan


Gangguan dini Sakit Cacat

Peningkatan Perlindungan Diagnosa dan Pembatasan


Rehabilitasi
Kesehatan Khusus pengobatan dini terjadinya cacat

1. Pendidikan 1. Vaksinasi. 1. Mencari tenaga 1. Pengobatan 1. Latihan daan


dan 2. Higene kerja. kerja, yang tepat pendidikan untuk
penerangan. 3. Sanitasi perseorangan atau untuk penggunaan
2. Perbaikan lingkungan kerja. kelompok, untuk menghentkan maskimal
gizi. 4. Perlindungan diri kasus-kasus proses semampuan
3. Perkembanga dari potensi bahaya tertentu. penyakit dan tinggal.
n kejiawaan bahaya dari 2. Penyaringan. mencegah 2. Pendidikan
yang sehat. pekerjaan. 3. Pemeriksaan komplikasi masyarakat dan
4. Perumahan 5. Pengendalian selektif dengan dan cacat industri untuk
sehat. bahaya agar tujuan: menetap. tenaga cacat.
5. Rekreasi. dalam keadaan - Mengbati dan 2. Penyediaan 3. Bekerja secara
6. Tempat, car, aman. mencegah fasilitas untuk penuh.
lingkungan 6. Penggunaan proses penyakit membatasi 4. Penempatan
kerja sehat. bahan makanan - Mencegah cacat dan selektif .
7. Pemeriksaan khusus. penularan mencegahan 5. Terapi kerja di
sebelum 7. Perlindungan penyakit kematian. tumah sakit.
kerja. terhadap - Mencegah 6. Tempat kerja yang
8. Perhatikan karsinogen. komplikasi dilindungi
faktor 8. Menghindari atau cacat (“sheltered
keturunan. sebab-sebab menetap workshop”)
alergi. - Memperpendek
9. Peryesuaian cacat
manusia dan
mesin

GANGGUAN PADA KESEHATAN DAN DAYA KERJA

POKOK-POKOK PIKIRAN DAN PEMBATASAN

Agar seorang tenaga kerja ada dalam kesetimbangan yang berarti terjamin keadaan kesehatan
dan produktivitas kerja setinggi-tingginya, maka perlu kseimbangan yang menguntungkan dari
faktor :

a. Beban kerja.
b. Beban tambahan akibat dari lingkungan kerja.
c. Lapasitas kerja.

Beban kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang dimaksud mungkin fisik,
mental atau sosial. Seorang pekerja berat, seperti pekerja-pekerja bongkar muat barang di
pelabuhan, memikul lebih banyak beban fisk daripada beban mental atau sosial. Sebaliknya
seorang pengusaha, mungkin tanggung jawabnya merupakan beban mental yang relatif jauh
lebih besar. Adapun petugas sosial merekalebih menghadapi beban sosial.

Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendriri dalam hubungannya dengan beban
kerja. Mungkin diantara mereka lebh cocok untuk beban fisik, atau mental maupun sosial.
Namun sebagai persamaan yang umum, mereka hanya mampu memikul beban sampai suatu
berat tertentu. Bahkan ada beban yang dirasa optimal bagi sesorang. Inilah maksud dari
penempatan seorang tenga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Atau pemilihan tenaga
kerja tersehat untuk pekerjaan yang tersehat pula. Derajat tepat suatu penempatan meliputi
kecocokan pengalaman, ketrampilan, motivasi dan lain sebagainya. Higene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja membantu mengurangi beban kerja dengan modifikasi cara kerja atau
perencanaan mesin serta alat kerja.

Beban Tambahan Akibat Lingkungan Kerja

Suatu pekerjaan biasanya ilakuakn dalan suatu lingkungan atau situasi, jika dalam pekerjaan
terdapat beban tambahan akibat kerja yang sebenarnya maka akan berakibat pada tambahan
beban pada jasmani dan rohai tenaga kerja. Terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan, yakni :

1. Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara,
suara, vibrasi mekanis, radiasi, dan tekanan udara .
2. Faktor kimia, yaitu gas, uap, debu, kabut, “fume”, asap, awan, cairan dan benda padat.
3. Faktor biologi, baik dari golongan tumbuhan maupun hewan.
4. Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.
5. Faktor mental-psikologis, yaitu suasana kerja, hubungan diantara pekerja atau dengan
pengusaha, pemilihan kerja dan lain sebagainya.

Faktor-faktor tersebut dalam jumlah yang cukup mengganggu daya kerja seoran tenaga
kerja dapat mengakbatkan beberapa dampak, seperti penerangan yang kurang dapat
menyebabkan kelelahan mata, kegaduhan menurunkan daya ingat, konsetrasi pikiran dan
berakibat pada kelelahan psikologis. Gas dan debu dapat mengganggu kesehatan saluran
pernapasan serta parasit biologi dapat bersifat racun bagi tubuh. Apabila faktor-faktor tersebut
dikendalikan dengan menciptakan keserasian dengan memanfaatkan beberapa hal, diantaranya:

- Penggunaan musik di tempat kerja,


- Penerangan yang diatur intensitas dan penyebarannya,
- Dekorasi warna di tempat kerja,
- Bahan-nbahan yang beracun dalam keadaan dikendalikan bahayanya,
- Penggunaan suhu yang nyaman untuk bekerja,
- Perencanaan manusia dan mesin yang baik.

Kapasitas Kerja

Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda satu sama lain, tergantung ada
ketrampilan, kesesuaian minat dan pekerjaan, keadaan gizi, usia dan ukuran tubuh. Semakin
tinggi ketrampilan kerja yan dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa dalam bekerja, sehingga
beban kerja relatif sedikit. Tidaklah heran, apabila angka sakit dan mangkir kerja jarang ditemui
pada mereka yang memiliki ketrampilan tinggi, seangat kerja dan berdedikasi tinggi terhadap
pekerjaan.

Kebugaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting produktivitas seseoran dalam
kerjanya. Kebugaran tesebut dimulai dari sejak memasuki pekerjaan dan terus dipelihara selama
bekerja, bahkan sampai setelah berhenti bekerja. Tidak hanya mencermnkan kesehatan fisik dan
mental, kebugaran tubuh juga menggambarkan kesetimbagan seserang dengan pekerjaannya
yang banyak dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan yang
dimilikinya. Kebugaran tubuh juga akan dipengaruhi oleh pemenuhan gizi, makanan menjadi
sumber tenaga kerja dalam bekerja. Begitu pula dengan usia dan jenis kelamin, jika laki-lak lebih
mengedepankan fisik dalam bekerja,tidak demikian dengan perempuan, mereka lebih
menggunakan kemampuan sosial dan psikis untuk membuat nyaman dirinya saat bekerja.

Pencegahan Terhadap Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja

Gangguan-gangguan kesehatan dan daya kerja akibat berbagai faktor dalam pekerjaan
bisa dihindari sedini mungkn, asalkan pada pekerja dan pimpinan perusahaan ada kemauan baik
untuk mencegahnya. cara pengendalian sebagai bentuk pencegahan bayaha diantaranya ialah;
a. Substitusi, yaitu menggant bahan yang lebih berbaaya dengan bahan yang kurang
berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali, misalnya dengan mengganti carbon
tetrachlorida dengan trichor etilen atau mengganti sandblasting dengan “iroshot”.
b. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan uadara sebanyak menurut perhitungan kdalam ruang
kerja, agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini lebih
rendah dari kadar yang membahayakan, yaitu adar Nilai Ambang Batas (NAB). NAB
adalah kadar yang bila berada dibawahnya (NAB) saat pekerja menerima paparan selama
8 jam sehari, 5 hari dalam seminggu, tidak akan menimbulkan penyakit atau kelainan.
c. Ventilasi keluar setempat (local exhausters), ialah alat yang biasanya menghisap udara di
suatu tenpat kerja tertentu, agar bahan-bahan dari ruang atau tempat kerja tersebut yang
bersifat membahayakan dapat dihisap dan dialirka keluar.
d. Isolasi, yaitu mengisolasi operasi atau proses dalam perusaaan uang membahayakan,
misal isolasi mesin yang menghasilkan suara bisisng, agar kegaduhan yang dihasilkan
dapat diturunkan dan tidak mengganggu pekerja.
e. Pakaian pelindung (APD), misalnya dengan pemakaian masker, kacamata, sarung
tangan , sepatu, topi serta pakaian khusus.
f. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, yakni pemeriksaan kesehatan keapsa calon pekerja
untuk mengetahui apakah calon pekerja sesuai dengan pekerjaan yang akan diberikan
baik fisik maupun mental.
g. Pemeriksaan kesehatan berkala/ ulangan, untuk evaluas, apakah faktor-faktor penyebab
itu telah menimbulkan gangguan-gangguan atau kelain-kelainan kerja pada tubuh pekerja
atau tidak.
h. Penjelasan sebelua, agar pekerja mengethui dan mentaati peraturan dan agar merek lebih
berhati-hati saat bekerja.
i. Pendidikn tentang kesehatan dan keselamatan kerja kepada pekerja secara kontinyu, agar
pekerja-pekerja tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.

C. PENYAKIT AKIBAT KERJA

Dalam ruang atau tempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi sebab
terjadinya peyakit akibat kerja, diantaranya adalah:
1. Golongan fisik, seperti:
- Suara, yang bisa menyebabkan pekak atau tuli
- Radiasi sinar radioaktif yang menyebabkan penyakit kelainan susunan darah dan
kelainan kulit
- Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan “heat stroke”, “ heat cramps”, atau
“hyperpyrexia” sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan
“frostbile”.
- Tekanan yang tinggi menyebabkan “casion disease”.
- Penerangan lampu yang kurang baik menyebabkan kelainan kepada indera
penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

2. Golongan Chemis, yaitu:


- Debu yang menyebabkan pnemoconiosis diantaranya: silicosis, asbesitosis, dan
lainnya.
- Uap yang dapat menyebabkan “metal fume fever”, dermatitis atau keracunan.
- Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S, dan lainnya
- Larutan dapat menyebabkan dermatitis
- Awan atau kabut dapat menjadi racunbasi serangga (insektisida), racun jamur, dan
lainnyayang menimbulkan keracunan.
3. Golongan infeksi, misalnua oleh bibit penyakit anthrax atau brucella pada pekerja-
pekerja penyamak kulit.
4. Golongan fisiologis, yang disebabkan oeh kesalahan kontruksi mesin, seikap badan
kurang baik, salah prosedur pelaksanaa, yang menimbulkan kelelahan fisik bahkan
lambat laun merubah fisik tuh pekerja.
5. Golongan mental-psikologis, hal ini terlihat pada hubungan kera yang tidak baik sehingga
pekerja merasa kurang nyaman hingga mengalami kebosanan.

DIAGNOSA
Cara menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja berlainan dari pada diagnosa penyakit-
ptnyakit umum, oleh karena itu diperlukan adanya pemeriksaan klinis dan laboratorium, selin itu
perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap tempat, cara dan syarat-syarat kerja. Selain itu
sebagai tambahan kepada cara anamnesa yang biasa harus pula dipertanyakan riwayat pekerjaan
dari si sakit.

Dibawah ini merupakan langkah-langkah yang perlu diambil untuk menegakkan suatu
diagnosa penyakit akibat kerja:

1. Riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan


Untuk mengetahui adanya kemungkinan bahwa sakah satu faktor di tempat kerja atau
dalam pekerjaan yang bisa mengakibatkan penyakit. Riwayat penyakit meliputi
timbulnya gejala, gejala yang timbul sewaktu penyakit dini, perkembangan penyakit
selanjutnya, berhubungan dengan pekerjaan dan lain-lain.
2. Pemeriksaan klinis
Untuk menemukan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sesuai dengan suatu sindrom dari
suatu penyakit khusus akibat kerja. Misalnya pada keracunan timah menahun terdapat
gejala-gejala dan tanda-tanda seperti anemia, garis timah hitam digusi, kolik usus dan lain
sebagainya.
3. Pemeriksaan laboratorium
Untuk mencocokkan apakah benar adanya bahwa penyebab penyakit yang bersangkutan
ada dalam tubuh manusia. Selain itu pemeriksaan laboratorium juga dimaksudkan untuk
mengetahui apakah penyebab penyakit tersebut dapat menimbulkan kelainan pada
makhluk hidup. Pemeriksaan laboratorium bukan hanya untu memeriksa kualitas suatu
sampel namun juga dapat diketahui kuantitas atau kadar bahaya dari sampel yang
diperiksa.
4. Pemeriksaan Rontgen
Hal ini dilakukan karena kebanyakan pekerja merasakan gejala penyakit akibat kerja
ketika penyakit sudah parah akibat paparan yang terus menerus, sehingga diperlukan
pemeriksaan kualitas organ dengan rontgen.
5. Pemeriksaan ruang atau tempat kerja
Dimaksudnkan untuk mengukur adanya dan banyaknya faktor penyebab penyakit di
suatu tempat kerja. Hasil pengukuran yang bersifat kualitattif sangat diperlukan untuk
mengambil kesimpulan apakah kadar bahan penyebab penyakit cukup dosisnya atau
tidak.
6. Hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala penyakit
Pada umumnya gejala-gejala penyakit akibat kerja akan berkurang bahkan kadang hilang.
Apabila si penderita tidak masuk bekerja misal cuti, dan gejala-gejala sering timbul lahi
atau menjadi lebih berat apabila si pekerja kembali bekerja.

FAKTOR-FAKTOR FISIK

A. KEBISINGAN
1. Umum
Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran
melalui media rambat atau elastis dan kietika bunyi-bunyi tersebut tidak kehendaki
kehadirannta maka dinyatakan sebagai kebisingan.
Terdapat dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yakni frejuensi dan
intensintas bunyi. Frekuensi dinyatakan sebagai jumlah getaran perdetik dan disebut
dalam satuan Herzt (Hz), yaitu jumlah dari gelombang-gelombang bunyi yang sampai
ditelinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisisngan terdiri dari campuran sejumlah
gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Intensitas atau arus energi
persatuan luas dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut dengan desibel (dB)
dengan membandingkan dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm 2 yaitu kekuatan dari
suatu bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang dapat didengar telinga normal. Secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut:
P
dB=2010 log
Po
P = tegangan suara yang bersangkutan atau diukur
Po = tegangan suara standar (0,0002 dyne / cm2)

Sumber bising di rumah sakit :


Beberapa area atau lokasi yang memiliki intensitas bising yang dapat mengganggu
kenyamanan di lingkungan rumah sakit diantaranya :

- Ruang generator
- Mesin potong dan mesin gerinda di bengkel
- Ruang radiologi/MRI
- Ruang IPAL
- Ruang Dapur
2. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan di Rumah Sakit
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NO
1204/MENKES/SK/X/20004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
menyatakan bahwa nilai ambang batas kebisingan untuk masing-masing ruangan atau
unit ialah sebagai berikut:

No Ruangan / unit Maksimum kebisingan


(waktu paparan 8 jam)
(satuan dBA)
1 Ruang pasien
- Saat tidak tidur 45
- Saat tidur 40
2 Ruang operasi dan umum 45
3 Anestesi dan pemulihan 45
4 Endescopy dan Laboratorium 65
5 Radiologi 40
6 Koridor 40
7 Kantor / lobby 45
8 Ruang alat / gudang 45
9 Farmasi 45
10 Dapur 78
11 Ruang cuci 78
12 Ruang siolasi 40
13 Ruang poli gigi 80
14 Tangga 45

3. Pengukuran kebisingan
Tujuan dari pegukuran kebisingan adalah:
a. Memperoleh data kebisingan di suatu perusaan atau dimana saja
b. Mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan.
c. Pemilihan alat-alat khusus ditentukan oleh tipe dari kebisingan yang diukur. Jenis-
jenis kebisingan yang sering ditemui ialah:
i. Kebisingan yang bersifat kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady
state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar, dan
lain sebagainya.
ii. Kebisingan yang bersifat kontinu dengan spektrum frekuensi sempit ( steady
state, narrow band noise), misalnya gergaji sekuler, katup gas, dan lainnya.
iii. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya lalu lintas jalan, suara
pesawat di udara.
iv. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti pukulan, tembakan
meriam atai pistol, ledakan.
v. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan.

4. Efek kebisingan kepada daya kerja


Diterima secara luas bahwa kebisingan mempunyai efek merugikan terhadap daya
kerja. Pengaruh yang ditimbulkan diantaranya ialah:
a. Gangguan
Menurut istilah, kebisingan merupakan suara-suara yang tidak dikehendaki, maka
dari itu kebisingan sering mengganggu, walaupun terdapat variasi di antara
penerangan dalan besarnya gangguan atas jenis dan kekerasag suatu kebisingan.
Pada umumnya, kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, lebih-lebih bising
yang bersifat putus-putus atau yang datang tiba-tiba dan tak terduga, pengaruhnya
sangat terasa, apabila sumber kebisingan tersebut tidak dikehendaki .

b. Komunikasi atau pembicaraan


Sebagai pegangan, resiko potenisonal kepada pendengaran terjadi apabila
komunikasi pembicaraan harus dijalankan dengan berteriak. Gangguan komunikaso
ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalah terutama
peristiwa penggunaan tenaga baru.
c. Efek pada pekerjaan
Kebisingan mengganggu perhatian dan konsentrasi, karena biasanya perhatian
pekerja akan teralihkan dengan sumber bising yang diterima oleh telinga. Ada tenaga
kerja yang sangat peka terhadap kebisingan, terutama pada nad tinggi, salah satu
sebabnya mungkin reaksi psikologis, sehingga kebisingan tersebut membuatnya
menjadi cepat lelah. Sehingga sebaiknya untuk pekerja yang lebihbanyak melakukan
aktivitas berpikir dalam pekerjaannya lebih baik kebisingan dibuat serendah mungkin.
d. Reaksi masyarakat
Pengaruhnya akan besar apabila kebisingan tersebut sangat besar sehingga
mempengaruhi kenyamanan masyarakat sekitar. Intensitas kebisingan yang diterima
masyarakat setempat harus di tinjau dari berbagai faktor, yaitu: perbandingan
kebisingan akibat adanya sumber bising dengan keadaan normal sekitar masyarakat
ketika sumber bising pegamatan belum ada, jenis instalasi yang menjadi sumber
bising, keadaan masyarakat,waktu terjadinya kebisingan, dan musim yang tengah
berlangsung ketika menerima kebisingan.

5. Pengendalian kebisingan
Kebisingan dapat dikendalikan dengan beberapa cara, diantaranya ialah dengan:
a. Pengurangan kebisingan pada sumber
Penguarangan kebisingan pada umbernya daoat dilakuakan dengan menempatkan
peredam pada sumber getaran, tetapi umumnya halini dilakukan dengan penelitian
dan perencanaan mesin baru. Hal ini berkaitan dengan pengalaman yang
menunjukkan bahwa modifikasi mesin atau bangunan sangat mahal dan kurang
efektif, maka dari itu perlu adanya perencanaan sejak awal pembangunan.

b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi


Isolasi tenaga kerja atau mesin adalah usaha paling cepat dan efektif untuk
mengendalikan sumber kebisingan anpa adanya modifikasi mesin ataupun
perencanaan awal. Bahan yang digunakan sebagai penghalang harus mam[umenyerap
suara, dibuat cukup berat dan labisan dalam terbuat dari bahanyang menyerap sinar
agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat.
c. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga

B. TEMPERATUR DAN KELEMBABAN

Suhu nyaman sekitar 26-28oC dan kelembaban 70 % bagi orang Indonesia, suhu terlalu
dingin akan mengurangi efisiensi kerja dengan adanya kelhian kaku atau kurangnya koordinasi
otot. Sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan mengurangi semangat kerja dengan cenderung
malas bergerak lncah, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,
mengganggu kecermatan otak, mengganggu koordinasi syaraf dan motork serta mudah untuk
diperngaruhi dengan hal lain.

Kebanyakan untuk mengendalikan panas dari luar yang diterima dalam ruang dipasang
air conditining. Namun kadang kala terdapatkesalahan dalam pengaturan suhu ruang yang diatur
sangat dingin dengan tujuan untuk mengusir panas yang masuk kerungaan. Namun jika kondisi
dingin tersebut berlangsung cukup lama, hal ini akan menyebabkan pekerja kedinginan disertai
dengan keluhan dan kadang diikuti gejala penyakit pernapasan. Untuk itu perlu perhatikan
beberapa hal berikut ini:

i. Suhu diatur pada kisaran 25-26 C


ii. Penggunaan AC di tempat kerja perlu disertai dengan pemikiran tentang keadaa
pengaturan suhu di rumah
iii. Bila perbedaan suhu luar dan dalam ruangan lebih dari 5 C maka perlu suatu
kamar atau ruang adaptasi.

Untuk menilai hubungan antara cuaca kerja (suhu, kelembaban, radiasi) dan efek-efek
terhadap perorangan atau kelompok tenaga kerja, maka erlu memperhatikan seluruh faktor yang
meliputi faktor lingkungan, manusiawi, pekerjaan:

Faktor lingkungan Faktor manusia pekerjaan


Suhu Usia Kompleknya tugas
Kelembaban Jenis kelamin Lamanya tugas
Angin Kesegaran jasmani Beban fisik
Radiasi panas Ukuran tubuh Beban mental
Sinar matahari Kesehatan Beban dria
Debu Aklimatisasi Beban sendiri
Aerosol Gizi Kemampuan diisyaratkan
Gas Motivasi
Fume Pendidikan
Tekanan barometris Kemampuan fisik
pakaian Kemampuan mental
Kemantapan emosi
Sifat-sfat kebangsaan

Efek negatif dari panas bagi tubuh diantaranya ialah :

- Gangguan kenyamanan pada tenaga kerja san kekurangan cairan tubuh, seperti rasa
tidak enak/ serba salah, lelah, mual, mudah marah, dan suhu kulit panas/ basah karena
berkeringat/kering karena keringat terus menguap.
- Heat disorder yang merupakan gejala yang berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh
dan mengakibat kekurangan cairan tubuh, seperti “heat cramps”, “heat exhaustion”,
“heat stroke” dan miliaria.
- Gangguan perilaku akibat perasaan kepanasan dan gangguan sistem sara pusat.

C. PENCAHAYAAN

Pencahyaan yang seimbang di ruang kerja sangat diperlukan mengingat bahwa pekerja
memerlukan melihat dengan jelas kondisi operasional. Tugas penglhatan dangat variatif, kadang
harus eihat benda yang sangat kecil atau sangat besar, di ruang gelap atau terang,
bening/transparan atau buram, permukaan yang mengilat, kasar, dan harus dapat melihat kontur
dan lain sebagainya.

Kurang seimbangnya intensitas cahaya dapat mengakibatkan terjadinya kecelakan karena


silau. Adanya bayangan atau kelelahan mata yang parah.kecelakaa juga terjadi akibat tidak
cepatnya orang beradaptasi bila berjalan dari tempat teranng ke tempat gelap. Visus/ketajaman
penglihatan juga menjadi faktor penyebab kecelakaan. Mata yang lelah di Indonesia sering
terserang penyakit thracoma yang endemis karena didukung juga oleh malnutrisi yang prevalen.
Tujuan pencahayaan ialah memberikan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan mengurangi
kerugian akibat kinerja visual. Oleh kareanya, penting dilakukan analisis berbagai faktor yang
ikut menentukan penglihatan, yakni tugasnya, lingkungan kerjanya, dan pencahayaannya.

Pada umumnya, orang melihat karena adanya refleksi cahaya, transmisi dan
silhouette/bayangan hitam suatu benda. Silhouette meruapakan deteksi visual dari adanya suatu
benda hitan terhadap sekelilingnya. Transmisi memperlihatkan adanya detailasi benda karena
adanya variasi transmisi cahaya pada suatu benda atau perubahan warna yang menembus
berbagai material. Jadi, secara umum mata melihat karena adanya perbedaan refleksi cahaya,
dimana area hitam dan terang atau detailasi tampak karena adanya perbendaan refleksi, dan
menampakkan kontur tiga dimensi.

Viabilitas suatu obyek atau benda ditentukan oleh ukurannta, kontras, periode/lamanya
melihat, dan kecerahan/ brightness. Faktor-faktor ni saling memperngaruhi sehingga tidak
adanya satu faktor akan dikompensasi oleh faktor yang lain. Missal semakin besar suatu obyek,
semakin mudah dlihat, sebaliknya semakin kecil suatu obyek semakin sulit dilihat sehingga perlu
cahay yang lebih terang/cerah.

Agar suatu benda muda dilihat, detailasi benda harus berbeda warna atau kecerahannya.
Bila diskriminasi detailasi benda hanya bergantung pada kecerahan, penglihatan kana maksimum
apabila kontras antara benda dengan latar belakangnya paling besar. Di industry, kontras harus
tinggi agar benda dapat terlihat. Begitu pula di rumah sakit, pencahayaan menjadi sangat penting
bukan hanya untuk keselamatan pekerja namun juga keselamatan pasien. Utamanya ketika
memeriksa atau menangani pasien dalam kondisi darurat misalnya kegiatan operasi atau bedah.
Selain kagar pekerja dapa melihat benda dengan jelas, pencahayaan juga memperngaruhi
kecepatan seorang pekerja atau produktivitasnya.

Faktor-faktor penentu iluminansi yang baik


Pada hakikatnya, iluminansi yang baik ditentukan oleh dua kategori pencahayaan, yakni
(i) kuantitasnya dan (ii) kualitasnya. Kuantitas iluminansi diartikan sebagai intensitas kecerahan
sedangkan kualitasnya adalah distribusi kecerahan, warna, arah,difusi dan tingkat kesialuan.

Silau

Silau terjadi jika kecerahan dari suatu bagian dari interior jauh melebihi kecerahan dari
interior tersebut pada umumnya. Sumber silau yang paling umum adalah kecerahan yang
berlebihan dari armatur dan jendela, baik yang terlihat langsung atau melalui pantulan. Ada
dua macam silau, yaitu disability glare yang dapat mengurangi kemampuan melihat, dan
discomfort glare yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan. Kedua macam
silau ini dapat terjadi secara bersamaan atau sendiri-sendiri.

Disability Glare (Silau yang menyebabkan ketidak mampuan melihat).


Disability glare ini kebanyakan terjadi jika terdapat daerah yang dekat dengan medan
penglihatan yang mempunyai luminansi jauh diatas luminansi obyek yang dilihat. Oleh
karenanya terjadi penghamburan cahaya di dalam mata dan perubahan adaptasi sehingga
dapat menyebabkan pengurangan kontras obyek. Pengurangan kontras ini cukup dapat
membuat beberapa detail penting menjadi tidak terlihat sehingga kinerja tugas visual juga
akan terpengaruh. Sumber disability glare di dalam ruangan yang paling sering dijumpai
adalah cahaya matahari langsung atau langit yang terlihat melalui jendela, sehingga jendela
perlu diberi alat pengendali/pencegah silau (screening device).

Discomfort glare (Silau yang menyebabkan ketidaknyamanan melihat).


Ketidaknyamanan penglihatan terjadi jika beberapa elemen interior mempunyai luminansi
yang jauh diatas luminansi elemen interior lainnya. Respon ketidaknyamanan ini dapat
terjadi segera, tetapi adakalanya baru dirasakan setelah mata terpapar pada sumber silau
tersebut dalam waktu yang lebih lama. Tingkatan ketidaknyamanan ini tergantung pada
luminansi dan ukuran sumber silau, luminansi latar belakang, dan posisi sumber silau
terhadap medan penglihatan. Discomfort glare akan makin besar jika suatu sumber
mempunyai luminansi yang tinggi, ukuran yang luas, luminansi latar belakang yang rendah
dan posisi yang dekat dengan garis penglihatan. Perlu diperhatikan bahwa variabel
perancangan sistem tata cahaya dapat merubah lebih dari satu faktor. Sebagai contoh,
penggantian armatur untuk mengurangi luminansi ternyata juga akan menurunkan luminansi
latar belakang. Namun demikian, sebagai petunjuk umum, discomfort glare dapat dicegah
dengan pemilihan armatur dan perletakannya, dan dengan penggunaan nilai reflektansi
permukaan yang tinggi untuk langit-langit dan dinding bagian atas.
Ada dua alternatif sistem pengendalian discomfort glare, yaitu Sistem Pemilihan Armatur dan
Sistem Evaluasi Silau. Kedua sistem ini mempunyai karakteristik dan aplikasi yang berbeda.
Secara umum, Sistem Pemilihan Armatur dapat digunakan sebagai alternatif dari Sistem
Evaluasi Silau jika nilai Indeks Kesilauan yang direkomendasikan untuk aplikasi tertentu
adalah lebih besar dari 19. Indeks kesilauan adalah angka yang menunjukkan tingkat
kesilauan dari suatu sistem pencahayaan, dimana makin besar nilainya makin tinggi
pengaruh penyilauannnya. Berikut ini adalah tabel nilai Indeks Kesilauan maksimum yang
direkomendasikan untuk berbagai tugas visual atau jenis interior.

D. RADIASI

Pemencaran sinar atau gelombnag radiasiyang digunakan untuk kegiatan pemeriksaan


(radiodiagnostik ) maupun kegiatan untuk pengobatan (radioterapi). Di rumah sakit sinar radiasi
banyak digunakan oleh unit Radiologi dan Fisioterapi. Paparan secara langsung radiasi
sebenarnya tidak terlihat dan tidak dirasakan gejalanya secara langsung, namun efek yang
ditimbulkan akibat paparan sinar radiasi jauh lebih berbahaya jika terpapar terus menerus untuk
waktu yang lama. Diantara efek negatif yang ditimbulkan akibat paparan sinar radiasi ialah :

- Menimbulkan gangguan pada sistem tubuh seperti saraf pusat, hemopoetik dan
gastrointestinal
- Karsinogenik
- Gangguan mata dan kulit
- Leukimia

FAKTOR BIOLOGI

Bahaya bilogi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
mikroorganisme hidup seperti bakteri, jamur, riketsia, dan parasit.
Sumber bahaya biologi di rumah sakit

- Penyakit infeksi menular yang diseabkan bakteri, parasit, virus, atau jamur.
- Berbagai bahan yang berasal dari penderita/ apasien, misalnya darah, dahak, dan
tinja.
- Peralatan medis yang terkontaminasi oleh mkroorganisme.

Efek Negatif Faktor Biologi dan beberapa penyakit menular

1. Infeksi Nosokomial
Merupakan suatu keadaan infeksi yang diperoleh dari dalam lingkungan rumah sakit
akibat ruangan instalasi dalan rumah sakit yang tidak memenuhi persyaratan
miikrobiologis, kontaminasi oleh mikroorganisme dan adanya perubahan daya tubuh.
2. Tubercolasis Paru
Penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh yang
disebabkan kuman Mycobacterium tubercolasis.
3. Hepatitis B
Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV) yang penularannya dapat
melalui darah dan cairan tubuh lainnya. Sumber penularan adalah HBV dan HbsAG.
4. HIV/AIDS
Merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan
virus HIV yang penularannya dapat melalui darah, jaringan, sekreta dan ekskreta yang
mengandung virus.

FAKTOR BAHAYA ERGONOMI

FAKTOR BAHAYA KIMIA

- Gas anestesi: halotan, N2O


- Formaldehid/ formalin
- Ethylen oxide
- Debu
- Gas carbon monoksida
FAKTOR PSIKOSOSIAL

Masalah Psikososial yang berisiko terhadap gangguan keselamatan da kesehatan kerja adalah
stress, kerja bergilir (shift), penyalahgunaan obat-obatan, perokok berat dan pelecehan seksual.

1. Stress
Merupakan tekanan kondisi fisik dan psikis individu yang berasal dari faktor lingkungan
kerja. Keadaan di tempat kerja yang dapat menimbulkan stress yaitu, tuntutan dan beban
kerja yang berat, konflik kerja dengan rekan kerja atau atasan, tekanan waktu dan
tanggung jawab yang kurang atau lebih. Dampak negatif stress kerja pada kesehatan
berupa depresi, anxietas, sakit kepala, kelelahan dan kejenuhan, hilang nafsu makan dan
buang air tak teratur.
2. Kerja bergilir (shift)
Kerja bergikir adalah pekerjaan yang pada dasarnya dilakukan diuar jam kerja yang
biasa/ normal, dengan ciri adanya kontinuitas, pergantian gilir dan jadwal kerja khusus.
Kerja bergilir dikatakan mempunyai kontinuitas apabila dikerjakan selama 24 jam setiap
hari termasuk hari minggu dan hari lbur.
Dampak negatif kerja bergilir
- Perubahan irana Circadian tubuh
- Perubahan kebiasaan dan pola kehidupan sosial
- Gangguan gastrointestinak seperti Gastro duodenitis, pepticuler dan colitis
- Penyakit-penyakit kardiovaskuler
- Shift mal Adaption syndrom, yaitu ketidakmapuan tenaga kerja daam beradaptasi
dengan pekerjaan bergilir. Hal ini dapat menimbulkan insomnia, gangguan emosi,
kesalahan dalam bekerja yang pada akhirnya menimbulkan kecelakaan kerja,
absenteisme, dann timbulnya masalah keluarga/sosial.
- Diabetes melitus
- Gangguan jiwa

KECELAKAAN KERJA
Merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi secara tidak terduga dan berpotensi
mengganggu kegiatan operasional rumah sakit. Kecelkaan kerja yang terjadi di rumah dakit
dapat menimpa karyawan, pasien dan pengunjung dan kerusakan aset rumah sakit.

Potensi kecelakaan di rumah sakit:

a. Bahaya peledakan dan kebakaran


Misalnya ledakan pada boiler atau tabung gas di dapur, kebakaran konsetling listrik atau
peralatan kerja lainnya atau bahan kimia yang mudah terbakar
b. Terpeleset/jatuh
Disebabkan keadaan lantai yang licin, basah, berlubang atau penerangan yang buruk.
c. Tertimpa benda atau material
Pada pekerjaan menyuntik misalnya perawat dan dokter beresiko tertusuk jarum suntik
yang kemungkinan dapat menularkan virus HIV/AIDS atau virus Hepatits maupun
penyakit menulara lainnya.
d. Terluka/terpotong jari atau tangan akibat terkena benda-benda tajam saat bekerja,
misalnya terkena pisau dan gerinda.
e. Tersengat aliran listrik, hal ini dapat terjadi karena kecerobohan atau kurangnya
pemeliharaan terhadap peralatan listrik.

Bentuk-bentuk kecelakaan di rumah sakit :

- Kecelakaan medis, yaitu jika yang menjadi korban ialah pasien.


- Kecelakaan kerja, yaitu jika yang menjadi korban adalah pekerja rumah sakit itu sendiri.

Penyebab kecelakaan di rumah sakit

a. Penyebab langsung, terdiri atas:


Tindakan/perbuatan yang tidak aman (unsafe act):
- Menjalankan peralatan tanpa izin
- Salah memberikan tanda peringatan
- Tidak menggunakan alat keselamatan
- Menggunakan peralatan yang tidak semestinya
- Memuat dan menempatkan barang tidak benar
- Posisi kerja yang salah
- Bekerja sambil bersenda bergurau dengan teman kerja
- Dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan

Kondisi yang tidak aman (unsafe condition):

- Peralatan yang rusak


- Ruangan bekerja yang terbatas / sempit
- Kurang/tidak ada tanda-tanda petunjuk
- Tata ruang/ house keeping yang buruk
- Teperatur udara yang terlalu tinggi/rendah
- Penerangan yang buruk
- Ventilasi kurang/tidak ada

b. Penyebab Dasar
Faktor Perorangan:
- Kemampuan fisik, psikis/mental yang terbatas
- Kurangnya pengetahuan dan keterampilan
- Motivasi yang keliru
Faktor kerja :
- Kepemimpinan/ pengawasan yang kurang
- Kurangnya rekayasa
- Kurangnya peralatan dan standar kerja
- Penyalahgunaan

………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………..
FASILITAS DAN PERALATAN

A. Sistem komunikasi
Sistem komunikasi yang digunakan di RS yaitu:
- Telepon dengan menggunakan sistem PABX
- Handy Talky yang digunakan oleh Petuga Keamanan, Petugas Unit Pemeliharaan dan
Petugas Kebersihan
- Pangging yang dioperasikan oleh operator

B. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment)


Alat pelindung diri adalah alat yang digunakan untuk melindungi sebagian atau
keseluruhan tubuh tenaga kerja dar sumber bahaya yang ada di tempat kerja saat tenaga kerja
melakukan pekerjaannya.

B.2 Langkah-langkah dalam pemakaian alat pelindung diri pada tenaga kerja :

a. Analisa kebutuhan, merupakan lagkah awal. Terlebhi dahulu ditentukan jenis baaya
yang terdapat dalam pekerjaan dan bagaimana kondisi kerja yang ada serta peraturan
yang berlaku.
b. Pemilihan alat pelindung diri (APD). Berdasarkan analisa kebutuha, dapar ditentukan
jenis alat apa saja yang siperlukan. Selain itu, dalam pemilihan APD ini sudah
melalui proses pengujian dan memenuhi proses pengujian dan memenuhi standar
yang berlaku.
c. Komunikasi program. Hal ini diperlukan agar tenaga kerja mengerti dan merasa
diikutsertakan, tidak hanya instruksi berupa lisan atau tulisan. Perlu pula ditanamkan
pengertian akan pentingnya peranan pemakaian APD dalam mencegah cedera atau
mengurangi akibat suatu kecelakaan dan membangkitkan minat dan akhirnya merasa
membutuhkan pemakaian APD.
d. Latihan, diperlukan agar tenaga kerja mengetahui dalam keadaan apa saja APD harus
digunakan dan bagaimana cara pemeliharaannya. Latihan ini dapat diberikan secara
formal dan informal.
e. Menegakkan disiplin dalam pemakaian APD.

B.1 Jenis-jenis Alat Pelindung Diri

a. Alat pelindung kepala


Digunakan untuk melindungi kepada dari kejatuhan benda/ material keras seperti
batu, kayu atau besi. Contoh alat pelindung kepala: Topi pengaman (Safety Helmet).
b. Topi atau tudung
Untuk melindungi kepala dari zat-zat kimia, iklm kerja yang berubah-ubah dan
lainnya, harus terbuat dari bahan yang tak mempunyai celah atau lubang. Biasanya
terbuat dari asbes dan katun .
c. Penutup rambut
Penutup rambut ini biasanya terbuat dari katun atau bahan lain yang mudah dicuci.
Alatini erguna untuk mencegah rambut/kepala terkena kotoran/bahan kimia. Contoh:
penutup kepala yang dipergunakan perawat ruang bedah dan ICU.
d. Alat pelindung telinga
Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke
dalam telinga, alat ini terdiri dari 2 jenis, yaitu:
- Ear Plug (sumbat telinga), dapat mengurani intenstas suara 20-30 dB.
- Ear muff (tutup telinga), dapat juga untuk melindungi bagian luar telinga (dau
telinga). Alat ini lebih efektif dan dapat mengurangi intensitas bising 25-45
dB.
e. Alat pelindung pernapasan
Berguna untuk melindungi alat pernapsan terhadap gas, uap, debu atau udara yang
terkontaminasi kuman pathogen dan bahan kimia. Alat ini terbagi menjadi dua:
- Masker, digunakan untuk mengurangi debu/partiel-partikel yang lebih besar
dari kuman pathogen. Asker dapat terbuat dari kain. Terdiri dari Maker
Disposible dan Masket Non Disposible.
- Respirator, berguna untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap
logam, asap dan gas.
f. Alat pelindung mata dan muka
- Spectacles, berguna untuk melindungi mata dari partikel-partkel kecil, debu
dan radiasi gelombang elektromagnetik.
- Goggles, digunakan untuk melindungi mata dar gas, uap, debu dan percikan
larutan kimia.
g. Alat pelindung tangan
Berguna untuk eindungi tangan dari bahan dan benda-benda tajam, bahan-bahan
kimia, biologis (darah dan cairan tubuh pasien lainnya), benda panas/dingin.
Contohnya Hand Scound (sarung tangan karet), sarung tangan kain dan sarung tangan
tegangan tinggi untuk keperluan pengamanan pasa saat perbaikan elektrikal (panel
listrik yang bertegangan tinggi).
h. Alat pelindung kaki
Berguna untuk melindungi kaki dan bagian-bagian lainnya dari benda-benda yang
jatuh, benda tajam, larutan kimia dan kontak pada pada listrik.
i. Pakaian pelindung
Berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan bahan kimia,
biologis, panas dan sinar radiasi. Contohnya Apron, linen untuk operasi
j. Sabuk pengaman (Safety Belt)
Digunakan tenaga kerja untuk pekerjaan di tempat ketinggian.

B.3 Alat pelindung diri di Rumah sakit

Alat pelidung diri yang digunakan ooleh perugas rumah sakit dapat dikategorikan
berdasarkan tempat atau lokasi kerja, diantaranya ialah sebagai berikut:

No Jenis Alat Pelindung Diri Lokasi/ tempat kerja


1 Masker Disposible - Ruang ICU
- Ruang Operasi
- Ruang Laboratorium
- Ruang Poli Gigi
- Ruang Laundry
- Ruang Isolasi
- Ruang Emergency
- Ruang HCU
- Ruang Rawat Anak dan Dewasa
- Ruang dengan tindakan kontak
pasien
2 Masker Non Disposible (Goggle - Ruang bengkel las
Respiratory dengan filter sesuai jenis - Pengangkutan sampah medis
pekerjaan )
3 Kacamata Las - Bengkel Las
4 Kacamata Pb - Ruang Laboratorium
- Ruang Radiologi
5 Sarung Tangan Disposible - Ruang Emergency
- Ruang ICU
- Ruang HCU
- RUANG Operasi
- Ruang Laboratorium
- Ruang Rawat Anak ddan Dewasa
- Ruang Rawat Gigi
- Ruang dengan tindaan kontak
pasien
6 Sarung Tangan Non Disposibel - Ruang Perawatan
(Bahan Karet) - Ruang Panel
- IPAL
- Incinerator
7 Helm - Di dalam dan daerah renovasi
8 Apron - Ruang Laboratorium
- Ruang Radiologi
- Area IPAL
- Area WTP
- Incinerator
9 Sepatu Boot - Ruang plant room
- IPAL
- Bengkel
- Incinerator
- Ruang Dapur
10 Waerpack - Ruang Panel
- IPAL
- Bengkel
11 Ear plug/ Ear muff - Ruang Genset
- Ruang Gas
12 Safety Belt - Pada ketinggian/ bagian atas gedung

B.4 Perlengkapan Keamanan Pasien

Upaya penyembuhan pasien idak hanya faktor medis semata, melainkan faktor
pendukung lain yang membuat pasien merasa nyaman dan aman, sehingga pasien memiliki
motivasi lebih untuk sembuh. Ada beberapa jenis alat perlengkapan keamanan pasien di rumah
sakit, diantaranya:

a. Pegangan sepanjang tangga


Pegangan sepanjang tangga bertujuan untuk memudahkan pasien naik turun tangga
,sehingga pasien mampu menopang tubuh agar tidak jatuh. Ada beberapa persyaratan
pegangan tangga, diantaranya:
- Terbuat dari bahan yang tidak licin
- Permukaan pegangan todak kasar
- Dapat digenggam (tidak terlalu besar/kecil)
- Mudah dibersihkan
- Kokoh/tidak goyang
- Pegangan setinggi pinggang orang dewasa
- Jarak antara tiang pegangan tidak terlalu renggang
b. Toilet yangdilengkapi dengn pegangan dan bel
Adanya pegangan di toilet bertujuan untuk memudahkan pasien data berada dalam tolit,
selain itu pemasangan bel dimaksudkan agar apabila terjadi sesuatu/ hal yang bersifat
emergency. Bel dapat digunakan pasien untuk memanggil pertolongan. Namun kelayakan
pegangan dan bel harus rutin dikontrol agar tetap terpelihara dan dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
c. Pintu yang dapat dibuka dari arah luar
Pintu yang dimaksud merupakan pintu ruangan, baik ruang rawat inap, kamar mandi
(toilet) dan lainnya, pintu yang dapat dibuka dari luar bertujuan agar dalama keadaan
emergency pintu dapat dibuka dengan mudah dari arah luar oleh petugas, dimana cara
membukanya digerakkan atau dibuka mengarah keluar ruangan bukan ke dalam ruangan.
d. Tempat tidur dilengkapi dengan penahan pada tepinya
Hal ini sebagai bentuk pencegahan untuk menghindari pasien terjatuh dari tempat tidur.
Penahan tempat tidur sebaiknya mudah dinaik turunkan untuk mempermudah gerak
pasien untuk nauk dan turun tempat tidur.
e. Sumber lsitrik mempunyai penutup/ penahan
Sumber listrik atau stop kontak sebaiknya diletakkan di tempat yang jauh dari jangkauan
anak-anak, hal ini juga bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
f. Supply oksigen yang cukup
Ketersediaan oksigen di ruangan dalam jumlah yang cukup dan siap pakai merupakan
salah satu hal vial terutama bagi pasien jantung, karena kekurangan supply oksigen dapat
mengakibatkan kematian, leh karenanya supply oksigen harus benarbenar terpenuhi, baik
secara sentral maupun potable di seluruh unit/ ruangan perawatan. Untuk menjamin
ketersediaan dan keberlangsungan supply oksigen maka diperlukan pemeliharaan
terhadap seluruh jenis peralatan gas medis yang ada di rumah sakit sebagai berikut:
Lakukan pemeriksaan secara rutin kondisi ke tiga jenis sarana di atas, yaitu
- Tangka liquid oxygen
Dilakukan pemeriksaan rutin setiap hari dan setiap penerimaan gas medis oleh
petugas jaga dengan memperhatiikan kondisi manometer, katup gas buang,
kondisi tangka gas medis, volume gas medis dan pipa tangi gas medis.
- Tabung oksigen dan oxygen portable
Dilakuakan pemeriksaan rutin oleh petugas jaga kondisi manometer, kondisi
tabung dan oxygen portable dan volume gas medis dan dilakukan tera ulang
tabung gas secara rutin setiap statu tahun sekali untuk menghindari
kecelakaan.
g. Ketersediaan emergency suction
h. Emergency suction disediakan di setiap ruang perawatan agar dapat dengan mudah
dipergunakan pada saat dibutuhkan. Untuk ruang intensif dan semi intensif di sediakan
emergency suction di setiap tempat tidur sedangkan untuk ruang rawat biasa minimla
disediakan satu unit emergency suction dalam kondisi siap pakai.
i. Tenaga listrik pengganti si ruang dan peralatan medis yang vital
Tenaga listrik pengganti sangat diperlukan bila jaringan listrik utama yakni listrik PLN
tiba-tiba terputus, terutama di ruang-ruang dan pada peralatan medis yang bersifat vital,
dimana supply listrik pada alat tersebut tidak boleh terputus. Tenaga listrik pengganti
berupa UPS (Uninterruptable Power Supply )dan Genset, ketersediaanya harus
memenuhi syarat berikut:
- Memiliki kapasitas (KVA) yang memadai esuia dengan kebutuhan ruangan/ alat.
- Pemeliharaan dan pengecekan kondisi dilakukan secara rutn atau berkala.
- Ruangan harus memiliki tenaga listrik pengganti diantaranya adalah ruang ICU,
ruang bedah operasi, ruang emengency, ruang laboratorium, ruang radiologi,dan
SIRS

Anda mungkin juga menyukai