Anda di halaman 1dari 12

Makalah

PERKEMBANGAN MORAL DAN AGAMA ANAK


Makalah ini di tujukan untuk memenuhi salah satu tugas Perkembangan Peserta Didik

Dosen pengampu :ika wulandari utamining tias M.Pd

DISUSUN OLEH

NAMA

NINA WULANSARI 16 135 0013

AGUSTINA WULANDARI 16 135 0002

SEMESTER 2

PGSD KELAS (A)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP METRO LAMPUNG)

TA 2017/2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai ,dan saya ucapakan banyak terima kasih
kepada semua pihak atas bantuan nya dalam menyelesaikan makalah ini ,makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas remedial filsafat pendidikan

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca,serta dapat diterima untuk memenuhi tugas remedi,dan untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya,saya yakin masih banyak


kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Metro, juni 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................
A.latar belakang.............................................................................
B.Rumusan masalah.......................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................
A.Perkembangan moral,sikap dan agama pada anak......................
B.Tahapan dan tingkat perkembangan moralitas pada anak...........
C.Perkembangan agama pada anak................................................

BAB II PENUTUP.................................................................................
A.Kesimpulan..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan moral anak terkait dengan perkembangan cara berpikir (kognitif) anak.
Artinya, semakin tinggi tingkat perkembangan berpikir anak, semakin besar pula potensi
anak mencapai tingkat perkembangan moral yang lebih baik. Meskipun demikian, belum
tentu anak yang mempunyai kecerdasan tinggi akan dengan sendirinya memiliki tingkat
perkembangan moral yang baik pula. Masih harus pula ditambahkan bahwa tidak berarti anak
yang mempunyai konsep moral tinggi akan mempunyai perilaku moral yang baik pula. Jadi,
anak yang tahu bahwa berlaku licik itu tidak baik tidak dengan sendirinya akan lurus terus
tindakannya.
Namun paling tidak, anak yang kepekaan moralnya tinggi akan mempunyai potensi
lebih besar untuk bertindak dengan prinsip etis yang lebih jelas, konsisten, dan bermutu.
Selain itu, yang penting diingat adalah bahwa dasar dari moral kita adalah pengenalan yang
benar akan hakekat Allah. Sekalipun kita tidak mungkin dapat mengenal Allah sampai
sedalam-dalamnya, paling sedikit kita perlu membaca penyataan Diri Tuhan di dalam Alkitab
sedemikian rupa sehingga kita mengenal lebih banyak hakekat kesucian, keadilan, dan
kemahakuasaan Allah.
Dari sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi
urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap
kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan
untuk menopang harapan-harapannya.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah tahapan dan tingkat perkembangan moralitas anak?
2) Bagaimana perkembangan pemahaman tentang agama anak?

B. Tujuan
1) Untuk memahami tahapan dan tingkat perkembangan moralitas anak
2) Untuk memahami perkembangan pemahaman tentang agama anak
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan moral,sikap dan agama anak


Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan
konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan
orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya
terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, dalam pengalamannya
berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara, teman sebaya, atau guru), anak
belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku
yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan. Perkembangan moral menurut Piaget terjadi dalam
dua tahapan yang jelas. Tahap pertama disebut tahap realisme moral atau moralitas oleh
pembatasan dan tahap kedua disebut tahap moralitas otonomi atau moralitas oleh
kerjasama atau hubungan timbal balik
Pada tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap
peraturan tanpa penalaran atau penilaian.Mereka menganggap orang tua dan semua orang
dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan anak mengikuti peraturan yang diberikan
oleh mereka tanpa mempertanyakankebenarannya.
Pada tahap kedua, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap
ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebuh.
Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran
moral..
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral anak adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
formal,yakni mulai mampu berfikir abstrak dan mulai mampu memecahkan masalah-masalah
yang bersifat hipotetis,maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya
terikat pada waktu,tempat,dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar
hidup mereka(Gunarsa,1988). Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai
tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena
dianggapnya sebagai suatu yang bernilai walau belum mampu mempertanggungjawabkannya
secara pribadi(Monks,1989). Perkembangan pemikiran moral remaja yang demikian ini,jika
meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap
konvensional. Pada akhir masa anak akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral
berikutnya yang disebut dengan tahap pasca konvensional/dimana orisinalitas pemikiran
moral anak sudah semakin tampak jelas. Pemikiran moral anak berkembang sebagai
pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata-pranata yang bersifat
konvensional.
Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja
adalah sikap menantang nilai-nilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya(Gunarsa
1988),apalagi kalau orang tua atau orang dewasa lainnya berusaha memaksakan nilai-nilai
yang dianutnya kepada remaja. Sikap menentang melawan pranata adat kebiasaan yang
ditunjukkan oleh para remaja ini merupakan gejala wajar yang terjadi sebagai unjuk
kemampuan berpikir kritis terhadap segala sesuatau yang dihadapi dalam realitas. Gejala
dikap menentang pada remaja itu hanya bersifat sementara dan akan berubah serta
berkembang kearah moralitas yang lebih matang dan mandiri.
Lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh anak menurut michael yaitu:
a. pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrae
b. keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan
c. penilaian moral menjadi semakin kognitif
d. penilaian moral menjadi kurang egoistik
e. penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal

Perkembangan sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif,
predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap
adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sikap seseorang terhadap
sesuatu obyek umumnya dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut dan melatarbelakangi
seseorang tersebut sebagai pengalaman hidupnya. Orang yang telah tertanam dan terkristal
nilai-nilai tertentu dalam mental atau kepribadiannya, tentunya dalam menghadapi dan
merespon sesuatu tersebut akan diwarnai oleh nilai-nilai yang diyakininya

B. Tahapan dan Tingkat Perkembangan Moralitas Anak


Pertama moral berkembang melalui adopsi terhadap norma-norma sosial. Dalam
pengertian ini anak mengambil norma yang dipakai oleh orang-orang di lingkungannya
menjadi norma dirinya sendiri dengan cara mencontoh. Oleh karena itu, sebagai seorang
pendidik hendaknya menjadi contoh pada muridnya untuk menanamkan norma yang sesuai.
Perkembangan moral dapat juga melalui pemahaman sosial, artinya pengalaman sosial dapat
meningkatkan pemahaman terhadap norma. Pengalaman sosial ini didapat melalui interaksi
dengan institusi sosial, sistem hukum yang berlaku dan hubungan interpersonal. Dalam
pembahasan ini, ada dua tokoh yang memperkenalkan teori perkembangan moral tersebut.
Menurut Piaget dalam teori perkembangan moral membagi menjadi dua tahap, yaitu:
1. Heteronomous Morality (5 sampai dengan 10 tahun)
Pada tahap perkembangan moral ini, anak memandang aturan-aturan sebagai otoritas
yang dimiliki oleh Tuhan, orang tua dan guru yang tidak dapat dirubah, dan harus dipatuhi
dengan sebaik-baiknya.
2. Autonomous Morality atau Morality of Cooperation (usia 10 tahun ke atas)
Moral tumbuh melalui kesadaran, bahwa orang dapat memilih pandangan yang berbeda
terhadap tindakan moral. Pengalaman ini akan tumbuh menjadi dasar penilaian anak terhadap
suatu tingkah laku. Dalam perkembangan selanjutnya, anak berusaha mengatasi konflik
dengan cara-cara yang paling menguntungkan, dan mulai menggunakan standar keadilan
terhadap orang lain.
Selain menurut Piaget tokoh lainnya yang membahas perkembangan moral adalah
Lawrence Kohlberg. Beliau seorang pakar dan praktisi dalam pendidikan moral mendasarkan
pandangannya dari penelitian yang dilakukan bertahap terhadap sekolompok anak selama dua
belas tahun. Dari penelitian ini dapat dikatakan secara singkat Bahwa perkembangan moral
manusia terjadi dalam tahapan yang bergerak maju dan tarafnya semakin meningkat atau
tinggi. Kolhberg membagi perkembangan moral seseorang dalam tiga tingkat, yaitu: tingkat
pra konvensional, tingkat konvensinal, tingkat pasca konvensional.
1) Tingkat Pra Konvensional ( usia 4-10 tahun)
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-
ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata
ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan,
pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap:
Tahap 1 : memperhatikan ketaatan dan hukum
Akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan
nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan
tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat baik, hal itu karena
anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena
rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan
otoritas. (anak menentukan keburukan perilaku berdasarkan tingkat hukuman akibat
keburukan tersebut, dan perilaku baik dihubungkan denga penghindaran dari hukuman).
Tahap 2 : memperhatikan pemuasan kebutuhan
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk
memuaskan kebutuhannya sendiri dan memperalat orang lain. Hubungan antar manusia
dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang
bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik
dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: jika engkau menggaruk
punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu. Jadi perbuatan baik tidaklah
didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan. (perilaku baik dihubungkan
dengan pemuasan keinginan dan kebutuhan tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain).
2. Tingkat Konvensional (umur10-13 tahun)
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak
memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat
yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata
tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan,
kecenderungan anak pada tahap ini adalah menyesuaikan aturan-aturan masyarakat dan
mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya.
Tingkatan ini memiliki dua tahap :
Tahap 3 : memperhatikan citra anak baik
Pada tahap ini orang berpandangan bahwa tingkah laku yang baik adalah yang
menyenangkan atau menolong orang lain serta diakui oleh orang lain. Orang cenderung
bertindak menurut harapan-harapan lingkungan sosialnya, hingga mendapat pengakuan
sebagai anak baik. Tujuan utamanya, demi hubungan sosial yang memuaskan, maka ia pun
harus berperan sesuai dengan harapan keluarga, masyarakat atu bangsanya. ( anak dan remaja
berperilaku sesuai dengan aturan dan patokan moral agar memperoleh persetujuan orang
dewasa, bukan untuk menghindari hukum).
Tahap 4 : memperhatikan hukum dan peraturan
Pada tahap ini tindakan seseorang didorong oleh keinginannya untuk menjaga tata
tertib. Orientasi seseorang adalah otoritas, peraturan-peraturan yang ketat dan ketertiban
sosial. Tingkah laku yang baik adalah memenuhi kewajiban, mematuhi hukum, menghormati
otoritas, dan menjaga tata tertib sosial merupakan tindakan moral yang pada dirinya. ( anak
remaja memiliki sikap pasti terhadap wewenang dan aturan dan hokum harus ditaati oleh
semua orang).
3. Tingkat Pasca-Konvensional (usia 13 keatas)
Pada tingkat ini, orang bertindak sebagai subjek hukum dengan mengatasi hukun yang
ada. Karena hukum merupakan kontrak sosial demi ketertiban dan kesejahteraan umum,
maka jika hukun tidak sesuai dengan martabat manusia hukum dapat dirumuskan kembali.
Tingkat ini terdiri dari 2 tahap, yaitu:
Tahap 5 : memperhatikan hak perseorangan
Remaja dan dewasa mengartikan perilaku baik dengan hak pribadi sesuai dengan
aturan dan patokan sosial, perubahan hukum dan aturan dapat diterima jika diperlukan untuk
mencapai hal-hal yang paling baik, dan pelanggaran hukun dan aturan dapat terjadi karena
alasan-alasan tertentu.
Tahap 6 :memperhatikan prinsip-prinsip etika
Keputusan mengenai perilaku sosial didasarkan atas prinsip-prisip moral pribadi yang
bersumber dari hukum universal yang selaras dengan kebaikan umum dan kepentingan orang
lain, keyakinan terhadap pribadi dan nilai-nilai tetap melekat, meskipun sewaktu-waktu
berlawanan dengan hukum yang dibuat untuk mengekalkan aturan sosial.
Contoh: seorang suami yang tak beruang boleh jadi akan mencuri obat untuk menyelamatkan
nyawa istrinya dengan keyakinan bahwa melestarikan kehidupan manusia itu merupakan
kewajiban moral yang lebih tinggi dari mencuri itu sendiri.

C. Perkembangan Pemahaman tentang Agama Anak


Seperti dalam halnya dalam pembahasan moral tadi, agama juga merupakan
fenomena kognitif. Oleh sebab itu, beberapa ahli psikologi perkembangan (seperti Seifert dan
Hoffnung) menempatkan pembahasan tentang agama dalam kelompok bidang perkembangan
kognitif. Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan,
sebagaimana dijelaskan oleh Adams dan Gullota (1983), agama memberikan sebuah
kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya.
Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa membarikan penjelasan mengapa dan untuk
apa seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama
bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah
mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika
mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person
yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah
konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan.
Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi
oleh perkembangan kognitifnya. Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah
diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami
kemajuan pada perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang
kebenaran, keyakinan agama mereka sendiri.
Dalam teri tentang perkembangan yang terkenal adalah teori theory of faith dari James
Fowler. Dalam toeri ini, Fowler mengusulkan enem tahap perkembangan agama yang
dihubungkan dengan teori-teori perkembangan Erikson, Piaget, Kohlberg.
TABEL
Tahap Perkembangan Agama Menurut Teori Fowler1
Tahap Usia Karakteristik
Tahap 1 Awal masa anak-anak 1 1. Gambaran intuitif dari kebaikan dan
kejahatan

2 2. Fantasi dan kenyataan adalah sama


1. Pemikiran lebih logis dan konkrit
Tahap 2 Akhir masa anak-anak
2. Kisah-kisah agama diinterpretasikan secara
harfiah, Tuhan digambarkan seperti figure
orang tua
1. Pemikiran lebih abstrak
Tahap 3 Awal masa remaja 2. Menyesuiakan diri dengan keyakinan agama
orang lain
1. Untuk pertama kali individu mampu memikul
tanggung jawab penuh terhadap keyakinan
Tahap 4 Akhir masa remaja
agama mereka
dan awal masa dewasa
2. Menjelajahi kedalaman pengalaman nilai-
nilai dan keyakinan agama seseorang
1. Lebih terbuka terhadap pandangan-
pandangan paradoks dan bertentangan

Tahap 5 Pertengahan masa dewasa 2. Berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan
pembatasan seseorang
1. System kepercayaan transendental untuk
dewasa mencapai perasaan ketuhanan
2. Peristiwa-peristiwa konflik tidak selamanya
Tahap 6 Akhir masa
dipandang sebagai paradok
BAB II

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas di simpulkan bahwa:


Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan
konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan
orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya
terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, dalam pengalamannya
berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara, teman sebaya, atau guru), anak
belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku
yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan. Perkembangan moral menurut Piaget terjadi dalam
dua tahapan yang jelas. Tahap pertama disebut tahap realisme moral atau moralitas oleh
pembatasan dan tahap kedua disebut tahap moralitas otonomi atau moralitas oleh
kerjasama atau hubungan timbal balik
Perkembangan sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif,
predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap
adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan
1. Penerapan pendidikan agama terhadap anak dalam keluarga secara dini memiliki tingkat
urgenitas yang sangat besar. Hal tersebut mengingat bahwa peranan yang dimainkan oleh
lembaga pendidikan formal tidak mampu menggantikan posisi lembaga keluarga dalam
penanaman nilai-nilai moral keagamaan. Fenomena tersebut menempatkan pendidikan dalam
lembaga keluarga menempati posisi strategis.
2. Penerapan pendidikan agama terhadap anak sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap
dan tingkah laku anak. Pemberian modal-modal keagamaan dalam keluarga, secara garis
besarnya dapat melahirkan implikasi-implikasi sebagai berikut: (a) anak memiliki
pengetahuan dasar-dasar keagamaan, (b) anak memiliki pengetahuan dasar akhlak, (c) anak
memiliki pengetahuan dasar sosial. Pengetahuan-pengetahuan dasar tersebut memiliki arti
penting untuk pencapaian tujuan asasi dari pendidikan Islam, yaitu penanaman iman dan
akhlaqul karimah.
3. Tahapan dan Tingkat Perkembangan Moralitas Anak
Tingkat Pra Konvensional ( usia 4-10 tahun)
. Tingkat Konvensional (umur10-13 tahun)
Tingkat Pasca-Konvensional (usia 13 keatas)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Alfinar. Psikologi Pendidikan. Departeman Agama Republik Indonesia. Jakarta. 2003.

Budiningsih, Asri. Pembelajaran Moral. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 2004.

Marat, Samsunuwiati. Psikologi Perkembangan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2006.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
2007.

Zuria, Nurul. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. PT. Bumi
Aksara. Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai