1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang
Widhi Wasa atas karunia-Nya sehingga usulan penelitian ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Proposal penelitian ini disusun mengikuti ujian MKDU PPDS-1 di
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Semoga usulan penelitian ini dapat memberi sumbangan ilmiah dalam masalah
kesehatan dan memberi manfaat bagi berbagai pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDULi
KATA PENGANTAR.ii
DAFTAR ISI..iii
DAFTAR TABELiv
DAFTAR GAMBAR.v
BAB 1 PENDAHULUAN....5
2.2 Hiperurisemia10
3
4.5 Variabel Penelitian...15
DAFTAR PUSTAKA
4
PENDAHULUAN
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat
sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik dan
stress psikososial. Hingga saat ini, hipertensi masih merupakan masalah kesehatan
serius di seluruh dunia.1 Penyebabnya antara lain prevalensi hipertensi yang semakin
meningkat. Menurut data WHO tahun 2010 menunjukkan 40 persen negara ekonomi
berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35 persen.
Kawasan Afrika memegang posisi puncak penderita hipertensi sebanyak 46 persen.
Sementara kawasan Amerika menempati posisi buncit dengan 35 persen. Di kawasan
Asia Tenggara, 36 persen orang dewasa menderita hipertensi1 Di Indonesia sendiri
prevalensi hipertensi cukup tinggi, menurut data DEPKES tahun 2008 prevalensinya
adalah 31,7%. Di Bali prevalensi hipertensi mencapai 29,1 % yang tersebar di
berbagai kabupaten pada tahun 2007. Sebagian besar penderita hipertensi di
Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak
menyadari kondisi penyakitnya. Padahal hipertensi merupakan penyebab utama
penyakit jantung, otak, syaraf, kerusakan hati, dan ginjal sehingga membutuhkan
biaya yang tidak sedikit. 2
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa peran hiperurisemia sebagai faktor risiko
hipertensi dan penyakit kardiovakuler masih merupakan kontroversi. Oleh karena itu,
5
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah memang terdapat hubungan di
antara keduanya. 4
Dari latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut : Apakah kadar asam urat berkorelasi dengan angka kejadian
Hipertensi ?
6
3. Dalam bidang penelitian, digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
penelitian berikutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
Hingga saat ini belum terdapat kesatuan pendapat mengenai definisi hipertensi. Oleh karena itu,
beberapa organisasi seperti JNC 7 (The Seventh Report of The Joint Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) dan ESH (European Society of
Hypertension) membuat klasifikasi hipertensi seperti yang tertera pada tabel di bawah ini. Akan
tetapi, pada umumnya digunakan klasifikasi JNC 7 (Siregar, 2003; Yogiantoro, 2006).1
8
2.1.2 Etiologi
Hipertensi jenis ini penyebabnya tidak diketahui dan mencakup 95% kasus hipertensi. Hipertensi
esensial merupakan penyakit multifaktorial yang timbul akibat interaksi beberapa faktor risiko.
Beberapa faktor risiko tersebut antara lain adalah:
a) Pola hidup seperti merokok, asupan garam berlebih, obesitas, aktivitas fisik, dan stres.
e) Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan dalam sistem renin, angiotensin, dan
aldosteron.
2) Hipertensi Sekunder1,9
Merupakan suatu keadaan dimana peningkatan tekanan darah yang terjadi disebabkan oleh
penyakit tertentu. Hipertensi jenis ini mencakup 5% kasus hipertensi. Beberapa penyebab
9
hipertensi sekunder antara lain penyakit ginjal seperti glomerulonefritis akut, nefritis kronis,
kelainan renovaskuler, dan Sindrom Gordon; penyakit endokrin seperti hipertiroid, serta kelainan
neurologi seperti tumor otak.
2.1.3 Epidemiologi
Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi yang terdiagnosis oleh
tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa
sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan
kesehatan (Kemenkes RI, 2013b). Insidensi hipertensi ditemukan sekitar 5% pada dewasa muda,
20% pada usia 50-60 tahun dan 50% pada usia 80 tahun. Insidensi ini meningkat pada penderita
diabetes mellitus dan insuffisiensi ginjal. Prevalensi hipertensi pada pria lebih banyak
dibandingkan wanita dengan perbandingan 7:6 pada usia 30 tahun. 12
2.1.4 Patofisiologi
Tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh interaksi berbagai faktor
seperti faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi dua variabel hemodinamik yaitu
curah jantung dan resistensi perifer total (Robbins dkk., 2007). Curah jantung merupakan faktor
yang menentukan nilai tekanan darah sistolik dan resistensi perifer total menentukan nilai
tekanan darah diastolik. Kenaikan tekanan darah dapat terjadi akibat kenaikan curah jantung
dan/atau kenaikan resistensi perifer total (Saseen dan Maclaughlin, 2008). Ginjal memiliki
peranan dalam mengendalikan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Mekanisme pengaturan tekanan darah oleh ginjal dapat dilihat pada gambar 1
10
Renin yang dihasilkan oleh sel justaglomerulus ginjal mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin-1, kemudian angiotensin-1 diubah menjadi angiotensin-2 oleh angiotensin
converting enzyme (ACE). Angiotensin-2 dapat berikatan dengan reseptor angiotensin-2 tipe 1
(AT1) atau reseptor angiotensin-2 tipe 2 (AT2). Stimulasi reseptor AT1 dapat meningkatkan
tekanan darah melalui efek pressor dan volume darah (Saseen dan Maclaughlin, 2008). Efek
pressor angiotensin-2 meliputi vasokonstriksi, stimulasi pelepasan katekolamin dari medula
adrenal, dan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik (Saseen dan Maclaughlin, 2008).
Selain itu, angiotensin-2 menstimulasi sintetis aldosteron dari korteks adrenal yang
menyebabkan retensi natrium dan air. Retensi natrium dan air ini mengakibatkan kenaikan
volume darah, kenaikan resistensi perifer total, dan akhirnya kenaikan tekanan darah (Saseen dan
Maclaughlin, 2008; Saseen, 2009). 10 Tekanan darah juga diregulasi oleh sistem saraf
adrenergik yang dapat menyebabkan terjadinya kontraksi dan relaksasi pembuluh darah.
Stimulasi reseptor -2 pada sistem saraf simpatik menyebabkan penurunan kerja saraf simpatik
yang dapat menurunkan tekanan darah. Stimulasi reseptor -1 pada perifer menyebabkan
terjadinya vasokonstriksi yang dapat meningkatkan tekanan darah. Stimulasi reseptor -1 pada
jantung menyebabkan kenaikan denyut jantung dan kontraktilitas, sedangkan stimulasi reseptor
11
-2 pada arteri dan vena menyebabkan terjadinya vasodilatasi (Saseen dan Maclaughlin, 2008;
Saseen, 2009).
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran. Diagnosis baru dapat
ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda kecuali terdapat
kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Penegakkan diagnosis hipertensi adalah dengan
melakukan anamnese terhadap keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. 9
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah setelah pasien beristirahat 5
menit. Posisi pasien adalah duduk bersandar dengan kaki di lantai dan lengan setinggi jantung.
Ukuran dan letak manset serta stetoskop harus benar. Ukuran manset standar untuk orang dewasa
adalah panjang 12-13 cm dan lebar 35 cm. Penentuan sistolik dan diastolik dengan menggunakan
Korotkoff fase I dan V. Pengukuran dilakukan dua kali dengan jeda 1-5 menit. Pengukuran
tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada
lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan
darah. 9
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan antara lain tes darah rutin, glukosa darah (sebaiknya
puasa), koleterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam
urat serum, kreatinin serum, kalium serum, Hb dan Hct, urinalisis, dan EKG. 9
2.1.6 Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan mempercepat
aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata,
ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit
serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, demensia, dan atrial fibrilasi. Apabila penderita hipertensi memiliki faktor-
faktor resiko penyakit kardiovaskular, maka terdapat peningkatan mortalitas dan morbiditas
12
akibat gangguan kardiovaskular tersebut. Pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan
resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.
2.2. Hiperurisemia
2.2.1 Definisi
Hiperurisemia didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam urat dalam darah. Batasan
hiperurisemia untuk pria dan wanita tidak sama. Seorang pria dikatakan menderita hiperurisemia
bila kadar asam urat serumnya lebih dari 7,0 mg/dl. Sedangkan hiperurisemia pada wanita terjadi
bila kadar asam urat serum di atas 6,0 mg/dl. 5
2.2.2 Etiologi
2.2.3 Epidemiologi
Saat ini kejadian pasti hiperurisemia di masyarakat masih belum jelas. Prevalensinya di
masyarakat dan berbagai kepustakaan barat sangat bervariasi antara 2,3 17,6%. Penelitian yang
dilakukan oleh Indrawan (2005) pada penduduk kota Denpasar, Bali mendapatkan prevalensi
10
hiperurisemia sebesar 18,2%.
2.2.4 Patogenesis
Menurut Choi et al. (2005), jumlah asam urat di dalam tubuh sangat tergantung pada
keseimbangan antara asupan makanan, sintesis, dan laju ekskresi. Hiperurisemia terjadi karena
asam urat diproduksi berlebihan (10%), penurunan ekskresi (90%), atau sering merupakan
kombinasi keduanya. Sejalan dengan itu, Choi et al. (2005), Hidayat (2009) juga menyatakan
bahwa kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan atara produksi dan sekresi.
Ketika terjadi ketidakseimbangan kedua proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia,
13
yang menimbulkan hipersaturasi asam urat, yaitu kelarutan asam urat pada serum melewati
ambang batas, sehingga merangsang timbunan asam urat dalam bentuk garamnya terutama
monosodium urat di berbagai tempat/jaringan. Patogenesis gout dimulai ketika terjadi kristalisasi
urat pada persendian, bursa, atau tendon. Selanjutnya mengakibatkan terjadinya peradangan yang
dengan cepat mengakibatkan munculnya rasa sakit, bengkak, dan panas (Mandel dan Simkin,
2007). Pada jaringan, pembentukan kristal monosodium urat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
terutama ditentukan oleh konsentrasi asam urat di tempat pembentukan kristal tersebut
(Johnstone, 2005; Richette dan Bardin, 2010). Kelarutan asam urat pada cairan sendi tergantung
pada keadaan hidrasi persendian, temperatur, pH, konsentrasi kation, dan adanya protein matriks
ekstraselular seperti proteoglikan, kolagen, dan kondroitin sulfat (Richette dan Bardin, 2010).
Temperatur yang lebih rendah pada persendian perifer (tangan dan kaki) menurunkan kelarutan
sodium urat. Hal tersebut dapat menjelaskan kenapa kristal monosodium urat mudah diendapkan
pada kedua tempat tersebut (Choi et al., 2005; Hidayat, 2009). Predileksi pengendapan kristal
monosodium urat adalah pada metatarsofalangeal-1 berhubungan dengan trauma ringan yang
berulang-ulang pada daerah tersebut (Hidayat, 2009). Penurunan jumlah cairan pada persendian,
misalnya dehidrasi yang terjadi pada malam hari, mengakibatkan serangan gout akut (Choi et al.,
2005).
2.2.4 Diagnosis
14
Hiperurisemia telah lama dihubungkan dengan penyakit kardiovaskuler dan sering dijumpai pada
penderita hipertensi, penyakit ginjal, dan sindrom metabolik. Banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa tekanan darah arteri yang tinggi pada gout disebabkan oleh asam urat atau
substansi toksik lainnya di dalam darah yang meningkatkan tonus pembuluh darah arteriol ginjal.
Hiperuricemia menyebabkan peningkatan produksi renin dan lesi vaskuler pada ginjal. Lesi
vaskuler ini berasal dari proses penurunan kadar nitric oxide dan peningkatan COX-2 yang
memicu proses inflamasi. Hal ini terjadi karena Asam urat juga menyebabkan akumulasi kristal ,
Kristal urat tersebut dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Aktivasi komplemen
Asam urat juga akan menstimulasi sintesis MCP-1 (monocyte chemoattractant protein-1) pada
otot polos tikus. Akibat dari mekanisme tersebut adalah peningkatan produksi sitokin
proinflamasi seperti TNF-, IL-1, dan IL-6. IL-6 yang juga dikenal sebagai hepatocyte
stimulating factor merangsang hepatosit untuk memproduksi HCRP. HCRP menurunkan
produksi NO dengan cara menghambat enzim nitrit oksidase sintase (eNOS). Proses ini dapat
merusak menyebabkan lesi pada vaskuler ginjal. Lesi vaskuler tersebut menyebabkan iskemia,
Selanjutnya iskemia menyebabkan pelepasan laktat dan peningkatan produksi asam urat. Laktat
sendiri bersifat menghambat sekresi asam urat dengan mengeblok organic anion transporter.
Peningkatan produksi asam urat terjadi karena iskemi menyebabkan pemecahan ATP menjadi
adenosin dan xathine. Lesi pada vaskuler ginjal ini akan memperparah hipertensi karena memicu
terjadinya salt sensitive hypertension yaitu peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi pada
konsumsi jumlah natrium yang sama. Kondisi ini menetap meskipun hiperurisemia telah
dikoreksi dan diberikan diet rendah garam. 1,2,10
BAB III
15
KERANGKA TEORI,KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS
B. Kerangka Pemikiran
HIPERURICEMIA
RENIN NO INFLAMASI
LESI VASKULER
VASOKONSTRIKSI
SALT SENSITIVE
RESISTENSI
PERIFER HIPERTENSI
RETENSI GARAM
DAN AIR
LAKTAT
HIPERTENSI
16
B. Kerangka Konsep
HIPERTENSI HIPERURISEMIA
C. Hipotesis
2. Terdapat korelasi positif antara kadar asam urat dengan tekanan darah.
BAB IV
17
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah Provinsi Bali.
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret 2016 September 2017
Penelitian ini merupakan studi korelatif (analitik) dengan pendekatan cross sectional.
Target
Terjangkau
Pasien Hipertensi yang datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah dalam kurun waktu
bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Maret 2017.
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
1. Kriteria Inklusi
- Penderita yang telah didiagnosis Hipertensi dan Hiperuricemia oleh spesialis penyakit dalam
2. Kriteria Eksklusi
- Gagal Ginjal
- Riwayat Alkoholism
18
4.4.1 Besar Sampel Penelitian
X1- X2
n = besar sampel
Tingkat kemaknaan () yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah sebesar 5%
sehingga Z = 1,96
Power yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah 90% maka Z =1,282
s adalah simpang baku. Diketahui dari penelitian sebelumnya, setiap kelompok subyek
terdistribusi normal dengan simpang baku sebesar 1,38
X1 X2 adalah perbedaan klinis yang diinginkan. Pada penelitian ini, perbedaan klinis
yang diinginkan antara kelompok sampel dengan hiperuricemia dengan kelompok sampel
tidak hiperuricemia adalah 80%.
Berdasarkan rumus tersebut maka diperlukan besar sampel minimal 32 orang.
19
4.6 Definisi Operasional Variabel
20
Jumlah penderita Hipertensi dan Hiperuricemia di
instalasi rawat jalan dan rawat inap RSUP Sanglah
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklus
Dicatat kadar asam urat dalam darah dan nilai ukur tensi
Analisis data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 12.0
for windows. Analisis dilakukan secara deskriptif (univariat) dan analitik bivariat.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Alderman, MH. 2007. Uric Acid and Cardiovascular Disease. Circulation, pp: 880-83.
2. Aneja A, El-Atat F, Mc Farlane SI, Sowers AJR. 2004. Hypertension and Obesity.
Endojournals, pp: 169-205.
3. Berry CE and JM Hare. 2004. Xanthine Oxidoreductase and Cardiovascular Disease:
Molecular Mechanism and Pathophysiological Implications. Am J Physiol, pp: 589-606.
4. Caballero. 2005. Nutrition Paradox Underweight and Obesity in Developing Countries.
N Engl. J. Med, pp: 1514-16.
5. Culleton BF, Larson MG, Kannel WB, Levy D. 2006. Serum Uric Acid and Risk for
Cardiovascular Disease and Death: The Framingham Heart Study. Ann Intern Med, pp:
7-13.
6. Despres J. 2006. Abdominal obesity: the most prevalent cause of the metabolic syndrome
and related cardiometabolic risk. European Heart Journal Supplements 8:B4B12.
7. Dincer HE, Dincer AP, Levinson DJ. 2002. Asymptomatic Hyperuricemia: To Treat or
Not To Treat. Cleveland Clinic Journal of Medicine, pp: 594-606.
8. Feig DI, Kang DH, Johnson RJ. 2008. Uric Acid and Cardiovascular Risk. N Eng J Med,
pp: 1811-21.
9. Heinig M and RJ Johnson. 2006. Role of Uric Acid in Hypertension, Renal Disease, and
Metabolic Syndrome. Cleveland Clinic Journal of Medicine, pp: 1059-64.
10. Indrawan IGNB. 2005. Hubungan Konsumsi Purin Tinggi dengan Hiperurisemia Studi
Potong Lintang Analitik pada Penduduk Suku Bali di Kota Denpasar. Denpasar: In Press.
11. AH dan Budhi Setianto. 2003. Hipertensi Sekunder. In: Rilantono dkk (ed). Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta: FKUI.
12. Purwanto, Bambang. 2009. Pathogenesis, Etiology, and Management of Hypertension
and Nefrotoxic Agents. Disampaikan pada Half Day Simposium: Renal Disease Induced
by Nefrotoxic Agents. Surakarta.
13. Putra, Tjokorda Raka. 2006. Hiperurisemia. In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit
Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 1213-17.
14. Suwitra, Ketut. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu
Peyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 581-84.
22
15. Yogiantoro, Mohammad. 2006. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu
Peyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 610-14.
23