Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Infeksi luka operasi merupakan salah satu komplikasi pasca pembedahan

yang paling sering terjadi setelah pembedahan abdomen. Infeksi luka operasi

merupakan salah satu faktor yang berkontribusi secara substansial terhadap

meningkatnya lama perawatan, biaya, morbiditas dan mortalitas. (de Jonge, 2017

#3)

Di Amerika sendiri dari 27 juta prosedur operasi yang dilakukan setiap

tahun dan angka kejadian ILO sekitar 2 per 100 prosedur, sedangkan di negara-

negara berkembang seperti di Indonesia diperkirakan lebih dari satu dari sepuluh

prosedur bedah mengalami komplikasi ILO (Mueller, 2015 #24)

ILO menyebabkan bertambahnya lama perawatan sampai 1 minggu dan

peningkatan angka mortalitas dua sampai sebelas kali dibandingkan pasien tanpa

infeksi. Untuk setiap SSI pada tahun 2007 diperkirakan menelan biaya antara USD

12.000- 35.000, dengan beban biaya sekitar 10 milyar dolar. (Mueller, 2015 #24)

Infeksi Luka Operasi (ILO) didefinisikan infeksi yang secara anatomis

berhubungan dengan prosedur operasi yang dilakukan di kamar operasi dan tidak

ada sebelum dilakukan operasi. Badan kesehatan masyarakat Amerika Serikat yaitu

Centres for Disease Control and Prevention (CDC), membagi ILO menjadi 3, yaitu

infeksi superfisial (superficial), dalam (deep), dan infeksi pada organ atau rongga

(organ/space).4,5 Dimana ILO dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu (a) tingkat

kontaminasi luka oleh mikroba selama operasi, (b) lamanya operasi, dan (c) faktor
pasien, seperti diabetes, malnutrisi, obesitas, supresi imun, dan penyakit penyerta

lainnya.Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan erat dan menyebabkan

meningkatnya angka kejadian ILO6

Insidensi ILO tersebut bervariasi, berhubungan dengan daerah dan tipe

operasi yang dilakukan, insidensi untuk luka operasi bersih <2%, untuk luka bersih

terkontaminasi 6-9%, untuk luka terkontaminasi 13-20% dan untuk luka kotor/

terinfeksi 25-40% (Solomkin, 2017).

DI RSHS sendiri angka kejadian ILO pada pasien dari data yang di dapat

dari Laporan Kasus Infeksi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2015

tercatat kejadian ILO sebanyak 1,43% dari seluruh operasi yang dilakukan di rumah

sakit ini. Namun bedasarkan data pada angka kejadian ILO pada pasien pasca

laparotomi akibat peritonitis angka kejadian ILO berkisar 16-28 %. (Onedes, 2015)

Tingginya angka kejadian ILO pada pasien pasca laparotomi akibat

peritonitis perforasi tersebut diduga akibat adanya kontaminasi bakteri saluran

cerna pada luka operasi. Hal ini bisa kita lihat dari pola kuman yang berbeda,

spesies Staphylococcus merupakan patogen predominan dalam semua prosedur

kecuali gastrointestinal. Pada prosedur gastrointestinal terutama yang melibatkan

usus besar dan usus halus yang predominan adalah Escherichia coli, Pseudomonas

aeruginosa, Klebsiella spp., dan bakteri aerob fakultatif. (Solomkin, 2017 #200).

Hal ini menunjukkan adanya mekanisme yang berbeda dari penyebab kejadian ILO

luka operasi pada operasi abdominal/ gastrointestinal.


Tabel 1. Gambaran Mikroorganisme penyebab Infeksi Luka Operasi
berdasarkan lokasi pembedahan

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontaminasi dari luka insisi

adalah salah satu faktor risiko independan yang kuat pada ILO pada pembedahan

abdomen terutama pembedahan kolorektal emergensi (Watanabe, 2014 #205).

Adanya kontaminasi tersebut menyebabkan luka operasi pada pasien-pasien

tersebut masuk pada luka kelas III atau IV sehingga manajemen luka pascaoperasi

penting dalam pencegahan ILO superfisial.

Sebagai upaya untuk mengurangi insiden dan beban dari ILO berbagai

guideline dan rekomendasi untuk pencegahan ILO. Beberapa guideline tersebut

termasuk guideline WHO, ACS dan terakhir update rekomendasi Centers for

Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2017 untuk pencegahan ILO.

Beberapa tindakan intervensi intraoperatif yang dapat dilakukan dalam pencegahan

ILO pada operasi kotor, yaitu irigasi jaringan subcutan, lavage peritoneal,

perlindungan tepi luka operasi, benang jahit antimikroba dan penutupan luka primer

yang ditunda.
Irigasi luka operasi intraoperatif sebelum penutupan kulit diperkirakan

dapat mengurangi kontaminasi bakteri pada luka operasi dan risiko terjadinya ILO

walaupun hasilnya saat ini masih diperdebatkan, dan masih belum ada standar.

Banyak penelitian menunjukan bahwa irigasi jaringan subkutan efektif dalam

mencegah ILO insisional. Irigasi dinilai dapat mengurangi derajat kontaminasi

bakteri. Akan tetapi dengan dengan apa insisi tersebut diirigasi masih belum jelas.

Pada saat pengembangan rekomendasi untuk guideline pencegahan ILO

WHO dilakukan suatu systematic literature review dan sebuah meta-analisis untuk

menilai efektifitas dari pIOWI dengan menggunakan berbagai agen untuk

mengurangi ILO(de Jonge, 2017 #3).

Bebagai penelitian Sebuah meta analisis terbaru menunjukkan aplikasi

larutan povidone iodine secara signifikan menurunkan angka infeksi luka operasi

(Watanabe, 2014 #205). Rekomendasi penggunaan masih saling bertentangan

terutama karena penggunaan larutan antibiotik dan antiseptik dapat menimbulkan

efek potensial toksisitas jaringan dan meningkatnya angka resistensi bakteri.

(Muller, 2015)

Berbagai penelitian memberikan hasil yang berbeda mengenai Irigasi pada

luka operasi, beberapa penelitian menunjukan manfaat pencucian luka operasi

dengan larutan povidone-iodine. Ada beberapa penelitian menunjukkan

keuntungan dari pencucian luka operasi dengan menggunakan larutan antibiotik,


namun beberapa penelitian menunjukkan hasil yang sebaliknya dan tidak

merekomendasikan pencucian luka operasi dengan larutan antibiotik. (Solomkin,

2017 #200)

Di RSHS sendiri belum ada standar yang jelas mengenai pencucian dan

irigasi luka operasi. Ada berbagai pendapat dan berbagai cara yang masih dilakukan

di RSHS. Karena itu penulis tergerak meneliti mengenai perbandingan antara

pencucian luka operasi menggunakan normal salin, antiseptik dan larutan

antimikroba untuk mengetahui larutan pencucian luka operasi yang terbaik untuk

mencegah terjadinya superfisial ILO pada luka operasi kotor atau terinfeksi pada

pasien peritonitis karena perforasi saluran cerna pasca laparotomi emergensi di

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

1.2.Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan kejadian ILO superfisial pada pasien

pascalaparotomi karena peritonitis akibat perforasi saluran cerna, yang

dilakukan pencucian luka operasi dengan cairan steril, larutan antiseptik

(povidone iodine) dan larutan antibiotik (Gentamisin) di Rumah Sakit

Hasan Sadikin Bandung?

Apakah terdapat perbedaan lama penyembuhan luka operasi pada pasien-

pasien yang menjalani pencucian luka operasi laparotomi dengan cairan


steril, larutan antiseptik (povidone iodine) dan larutan antibiotik

(Gentamisin) di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung?

1.3.Tujuan Penelitian

Membandingkan efektivitas antara cairan steril, larutan antiseptik (povidone

iodine) dan larutan antibiotik (Gentamisin) yang digunakan sebagai cairan

pencuci luka operasi terhadap kejadian ILO superfisial dan lama penyembuhan

luka pada pasien pascalaparotomi karena peritonitis akibat perforasi saluran

cerna.

1.4.Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Menambah data penelitian yang mempelajari irigasi dan pencucian luka

operasi antara cairan steril, cairan antiseptik dan cairan gentamicin

dibandingkan dengan pencucian luka operasi dengan cairan steril dalam

menurunkan angka kejadian ILO superfisial, sehingga dapat memilih teknik

terbaik dalam mencegah ILO superfisial pada pasien pascalaparotomi

karena peritonitis akibat perforasi saluran cerna.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini mencari pilihan yang terbaik antara tindakan pencucian luka

operasi dengan cairan steril, cairan antiseptik dan cairan antibiotik dalam

mencegah terjadinya ILO superfisial pascalaparotomi karena peritonitis


akibat perforasi saluran cerna, terutama di Rumah Sakit Hasan Sadikin

Bandung.

Anda mungkin juga menyukai