Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Infeksi luka operasi (ILO)

2.1.1.1 Epidemiologi

Sudah sejak lama permasalahan infeksi luka operasi sudah menjadi bagian

dari pembedahan sejak adanya tindakan operasi. ILO menjadi suatu bayangan gelap

dari suatu prosedur pembedahan. Namun seiring perkembangan ilmu bedah

penatalaksanaan ILO juga berkembang. Berbagai macam percobaan dan penelitian

dilakukan untuk mencegah terjadinya ILO. Mulai abad ke 19 hingga saat ini secara

bertahap para ahli mulai memahami penyebab dan dapat mencegah ILO secara

lebih baik sehingga menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Banyak faktor

yang mempengaruhi terjadinya ILO namun tiga faktor utama adalah : 10,11

1. Faktor bakterial

Faktor bakterial merupakan urutan pertama yang mempengaruhi terjadinya

ILO,dipengaruhi oleh virulensi dan jumlah bakteri pada luka operasi. Proses

terjadinya infeksi dipengaruhi oleh toxin yang diproduksi oleh mikroorganisme

dan kemampuan mikroorganisme melindungi diri dari fagositosis dan

kerusakan intraseluler.Dikatakan bahwa infeksi terjadi jika jumlah bakteri yang

tedapat pada luka operasi lebih besar atau sama dengan 105 mikroorganisme.

Tubuh berusaha merespon dengan mekanisme pertahanan tubuh dalam

5
6

mencegah terjadinya ILO, tetapi jika jumlah kuman terlalu banyak maka

mekanisme pertahanan tubuh akan kalah dan tidak dapat mencegah terjadinya

ILO.

2. Faktor lokal luka

Faktor lokal luka berhubungan dengan jenis invasif operasi, ukuran luka

operasi, kecakapan operator, dan teknik operasi. Tindakan operasi yang

merusak mekanisme pertahanan dasar seperti kulit dan mukosa gastrointestinal

menyebakan terjadinya ILO. Namum ILO dapat dicegah dengan melakukan

teknik operasi yang baik, dengan penanganan jaringan yang halus, teknik dan

alat penjahitan yang baik, penggunaan drain yang tepat , dan membuang benda

asing pada daerah luka.

3. Faktor pasien

Faktor pasien perlu dipertimbangkan merupakan faktor independen yang

berhubungan langsung terhadap terjadinya ILO, sehingga penatalaksanaan

preoperasi dan pascaoperasi untuk mencegah terjadinya ILO seperti tidak

merokok selama 4 minggu sebelum operasi elektif, pengaturan kadar gula darah

preoperasi dan pascaoperasi, terapi adekuat malnutrisi maupun penyakit lain

yang diderita pasien, oksigenasi pascaoperasi. Walaupun untuk kasus-kasus

gawat darurat faktor pasien yang paling sulit untuk dikelola. Oleh karena itu

faktor pasien yang buruk pada kasus gawat darurat meningkatkan angka

kejadian ILO. 12,15


7

Tabel 2.1 Faktor-Faktor risiko ILO11

MIKROORGANISME LOKAL LUKA PASIEN

Lokasi infeksi yang jauh Teknik operasi Usia

Fasilitas perawatan jangka panjang Hematoma/seroma Immunosupresi

Riwayat perawatan sebelumnya Nekrosis Steroid

Lamanya operasi Benang (suture) Keganasan

Kelas luka Drain Obesitas

Pasien Intensive Care Unit (ICU) Benda asing Diabetes

Terapi antibiotik sebelumnya Malnutrisi

Pencukuran Preoperasi Multiple komorbid

Jumlah bakteri, virulensi, dan resistensi Transfusi

antimikroba

Merokok

Oksigen

Suhu

Glukosa darah

Ketiga faktor ini berhubungan dengan ILO, walaupun banyak penelitian

yang dilakukan tetapi hingga saat ini masih sulit menunjukkan hubungan

independen antara setiap faktor risiko dengan ILO.11

2.1.1.2 Klasifikasi infeksi luka operasi

Infeksi luka operasi (ILO) adalah infeksi pada luka operasi setelah prosedur

operasi. Pada tahun 1992 Central disease Control (CDC) mengeluarkan kriteria
8

ILO yang digunakan hingga saat ini, yaitu infeksi superfisial (superficial), dalam

(deep), dan infeksi pada organ atau rongga (organ/space).4,5 Kriteria tersebut:

1. ILO Insisi Superfisial

Infeksi terjadi dalam waktu 30 hari setelah operasi, meliputi kulit atau jaringan

subkutan bekas sayatan operasi, dan minimal didapatkan salah satu kriteria

berikut:

Cairan purulen, tanpa atau dengan konfirmasi laboratorium, dari insisi

superfisial

Didapatkan organisme penyebab dari kultur cairan atau jaringan yang

berasal dari insisi superfisial

Terdapat minimal satu dari tanda atau gejala klinis infeksi : nyeri atau nyeri

tekan; bengkak kemerahan terlokalisir, atau panas, dan insisi superfisial

dibuka kembali oleh dokter bedah, kecuali jika dari insisi didapatkan hasil

kultur negatif

Dokter bedah bersangkutan atau dokter ruangan mendiagnosis ILO

superfisial

2. ILO Insisi Dalam

Infeksi terjadi dalam jangka waktu 30 hari setelah operasi jika tidak dipasang

implan, atau dalam jangka waktu 1 tahun jika dipasang implan dan infeksi yang

timbul berhubungan dengan operasi yang dilakukan, dan infeksi terjadi pada
9

jaringan lunak bagian dalam insisi (contoh: lapisan fasia dan otot), dan disertai

minimal satu dari kriteria berikut:

Cairan purulen dari luka insisi dalam tetapi bukan dari organ/rongga lokasi

operasi.

Luka insisi dalam secara spontan mengalami dehisensi atau dibuka oleh

dokter bedah ketika pasien mengalami minimal salah satu tanda atau gejala

berikut: demam (>38 oC), nyeri terlokalisir, atau nyeri tekan, kecuali jika

lokasi luka memberikan hasil kultur negatif

Terdapat abses atau bukti infeksi lainnya pada bekas insisi dalam pada

pemeriksaan, reoperasi, atau secara histopatologi

Dokter bedah bersangkutan atau dokter ruangan mendiagnosis ILO insisi

dalam

3. ILO Organ/Rongga

Infeksi terjadi dalam jangka waktu 30 hari setelah operasi jika tidak dipasang

implan, atau dalam jangka waktu 1 tahun jika dipasang implan dan infeksi yang

timbul berhubungan dengan operasi yang dilakukan, dan infeksi terjadi pada

bagian anatomi (contoh: organ atau rongga), selain dari insisi, dan disertai

minimal satu dari kriteria berikut:

Cairan purulen dari drain yang ditempatkan pada organ/rongga

Pada kultur ditemukan organisme penyebab pada cairan atau jaringan yang

berasal dari organ/rongga


10

Terdapat abses atau bukti infeksi lainnya pada organ/rongga dari

pemeriksaan, reoperasi, secara histopatologi, atau dari hasil radiologis

Dokter bedah bersangkutan atau dokter ruangan mendiagnosis ILO

organ/rongga

2.1.1.3 Patogenesis terjadinya ILO

Kontaminasi bakteri pada luka operasi merupakan penyebab utama

terjadinya ILO, diperkirakan jumlah minimal untuk menyebabkan ILO adalah lebih

dari 105 per gram jaringan.4,11,13 Dimana toksin dan substansi lainnya yang

dihasilkan oleh mikroorganisme dapat meningkatkan kemampuannya untuk

menginvasi pasien, menyebabkan kerusakan di dalam tubuh pasien, atau bertahan

hidup pada jaringan tubuh pasien. Endotoxin yang dihasilkan oleh bakteri gram

negatif yang merangsang produksi sitokin, mengakibatkan terjadinya fagositosis

dan pelepasan kolagenase sehingga terjadi destruksi jaringan normal sekitar luka

dan degradasi kolagen.11,12 Akibat adanya bakteri akan memperpanjang fase

inflamasi, mengganggu proses epitelialisasi, kontraksi dan penumpukan kolagen.

Pada sebagian besar ILO bakteri penyebab berasal dari flora endogen

pasien, baik yang berasal dari kulit, membran mukosa, atau saluran cerna. Pada

operasi yang melibatkan organ gastrointestinal jika terjadi ILO maka pada kultur

dapat kita temukan bakteri patogen gram negatif (contoh: E. coli), gram positif

(contoh: Enterococcus), dan anaerob (contoh: Bacillus fragilis)11


11

Tabel 2.2 Distribusi patogen yang disolasi dari ILO, National Nosocomial
Infection Surveillance System, 1986-19964
Persentasi bakteri yang disolasi
Patogen
1986-1989 1990-1996

Staphylococcus aureus 17 20

Coagulase-negative 12 14

staphylococci

Enterococcus spp 13 12

Escherichia coli 10 8

Pseudomonas aeruginosa 8 8

8Enterobacter spp 8 7

Proteus mirabilis 4 3

Klebsiella pneumoniae 3 3

Other Streptococcus spp 3 3

Candida albicans 2 3

Group D streptococci (non- - 2

enterococci)

Other gram-positive aerobes - 2

Bacteroides fragilis - 2
12

Tabel 2.3 Distribusi patogen yang disolasi dari spesimen cairan tubuh,

Departemen Patologi Klinik Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, 2012

Patogen Jumlah %

Escherichia coli 126 23,03

Klebsiella pneumoniae 69 12,61

Pseudomonas aeruginosa 50 9,14

Staphylococcus aureus 49 8,96

Enterobacter cloacae 32 5,85

Enterobacter spp 28 5,12

Acinetobacter baumannii 25 4,57

Staphylococcus epidermidis 24 4,39

Enterobacter aerogenes 17 3,11

Streptococcus Viridans 15 2,78

2.1.1.4 Faktor-faktor Risiko ILO

Cukup banyak faktor risiko yang mempengaruhi ILO dimana yang dibahas

adalah variabel yang berhubungan secara mandiri terhadap timbulnya ILO setelah

operasi yang spesifik. Berikut adalah tabel dimana karakteristik pasien dan operasi

yang dapat menyebabkan timbulnya ILO


13

Tabel 2.4 Karaktristik pasien dan operasi yang dapat mempengaruhi


timbulnya ILO14.15
Pasien Operasi

Usia Lamanya pencucian sebelum operasi (surgical

Status nutrisi scrub)

Diabetes Antiseptik kulit

Merokok Pencukuran preoperasi

Obesitas Persiapan kulit preoperasi

Adanya infeksi dibagian tubuh lainnya adanya Lamanya operasi

kolonisasi mikrorganisme Antibiotik profilaksis

Gangguan respon imun Ventilasi kamar operasi

Lamanya perawatan preoperasi Sterilisasi intrumen operasi yang inadekuat

Benda asing pada tempat operasi

Drain operasi (Surgical drains)

Teknik operasi

Hemostasis yang tidak adekuat

Kegagalan menutup dead space

Traumatik jaringan

Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menstratifikasi operasi dan

mengetahui faktor risiko sebelum operasi dapat menurunkan angka kejadian ILO.

2.1.1.4.1 Karakteristik Pasien ILO

Pada penderita Diabetes Melitus dengan nilai HbA1c yang tinggi dan

peningkatan glukosa darah lebih dari 200 mg/dL kurang dari 48 jam setelah operasi
14

juga meningkatkan angka kejadian ILO menunjukan adanya hubungan yang erat

terhadap kejadian ILO. 16,17

Status nutrisi pasien terutama pada pasien dengan malnutrisi berat,

berhubungan dengan infeksi nosokomial pascaoperasi, gangguan proses

penyembuhan luka, sampai kematian. Nutrisi yang buruk menyebabkan sistem

imun terganggu.18

Lamanya perawatan preoperasi menjadi salah satu faktor risiko penyebab

terjadinya ILO, hal ini diperkirakan bukan karena semakin lama perawatan

preoperasi menyebabkan kolonisasi kuman nosokomial yang resisten terhadap

antibiotik, melainkan karena saat perawatan preoperasi pasien mengkonsumsi

nutrisi yang tidak adekuat dalam jangka waktu lama sehingga menyebabkan

terjadinya malnutrisi.20

Nikotin diyakini berpengaruh terhadap peningkatan terjadinya ILO, karena

efek toksik yang dihasilkan oleh nikotin tersebut, diantaranya gangguan fungsi

imun, pelepasan radikal bebas, kerusakan seluler, dan thrombogenesis, walaupun

dari penelitian yang telah dilakukan dikatakan bahwa tidak berpengaruh secara

signifikan.19

Body Mass Index lebih dari 30 kg/m2 ternyata mempengaruhi terjadinya

risiko meningkatnya ILO.20

2.1.1.4.2 Faktor Operasi


15

Mandi menggunakan antiseptik sebelum operasi dapat menurunkan angka

mikroba kulit, walaupun secara tidak langsung belum dapat menurunkan angka

kejadian ILO.4

Pencukuran rambut malam sebelum operasi berhubungan dengan tingginya

kejadian ILO, hal ini disebabkan karena pada bekas cukuran secara mikroskopis

menjadi tempat berkumpulnya bakteri.4 Sebaiknya dilakukan sebelum operasi,

penatalaksanaan terbaik adalah dengan menggunakan obat perontok.21

Sterilisasi kulit daerah operasi dapat menggunakan iodophor, alkohol, atau

klorhexidine glukoronat.

Tim operasi yang berhubungan langsung dengan daerah steril baik lapang

operasi maupun instrumen harus mencuci tangan sampai siku menggunakan

antiseptik spektrum luas (scrubbing) sebelum menggunakan sarung tangan dan baju

steril sebagai pencegahan terjadinya ILO.

Penggunaan antibiotik preoperasi diberikan sesaat sebelum operasi,

tindakan ini bertujuan bukan untuk melakukan sterilisasi jaringan, melainkan untuk

mengurangi beban/jumlah kuman sehingga tidak melebihi kemampuan kekebalan

tubuh saat operasi.20

2.1.1.5 Stratifikasi Risiko ILO

Beberapa stratifikasi atau skoring untuk memperkirakan ILO cukup banyak

ditemukan. Namun CDC mengembangkan sistem penilaian yaitu National

Nosocomial Infection Surveilance (NNIS) indeks risiko, terdiri dari tiga komponen

yang masing-masing bernilai satu, yaitu:


16

1. Jenis luka operasi

Bernilai satu jika operasi pasien termasuk dalam janis kontaminasi atau kotor

2. Penilaian preoperasi

Bernilai satu jika berdasarkan penilaian perioperatif American Society of

Anesthesiologist (ASA) pasien mendapat nilai tiga, empat, atau lima.

3. Lamanya operasi

Bernilai satu jika lamanya operasi melebihi 75% lamanya operasi (T-point)

berdasarkan data NNIS

Hasil nilai dari dari ketiga komponen di atas diakumulasikan dan

disimpulkan menjadi persentil yang menunjukkan peningkatan risiko terjadinya

ILO.

Gambar 2.1 Rata-rata peningkatan risiko terjadinya ILO bedasarkan nilai

indeks risiko NNIS

2.1.1.5.1 Klasifikasi Luka Operasi

Pada tahun 1990 National Academy of Science and the National Research

Council mengeluarkan klasifikasi luka berdasarkan tingkat kontaminasi yang

diperkirakan terjadi selama pembedahan, yaitu luka bersih, luka bersih

terkontaminasi, luka terkontaminasi, dan luka kotor. 6,11,13


17

Luka bersih kelas I

Adalah luka operasi tidak terinfeksi, tidak ditemuka inflamasi dan luka ditutup

secara primer, serta tidak masuk ke dalam organ berongga (saluran nafas,

saluran pencernaan, saluran genitourinarius). Kemungkinan terjadinya ILO 1,3

- 2,9%

Luka bersih terkontaminasi kelas II

Adalah luka operasi dimana organ berongga dimasuki dalam keadaan terkontrol

dan tanpa kontaminasi yang signifikan. Kemungkinan terjadinya ILO 2,4- 7,7%

Luka terkontaminasi kelas III

Adalah luka yang terbuka, luka traumatik yang baru, terjadi kesalahan teknik

steril atau kontaminasi oleh isi organ berongga. Luka dengan inflamasi akut dan

purulen juga termasuk pada jenis luka terkontaminasi. Kemungkinan terjadinya

ILO 6,4 - 15,2%

Luka kotor kelas IV

Adalah luka trauma lama disertai adanya jaringan mati, benda asing,

kontaminasi feses, dan luka dengan infeksi klinis atau perforasi organ berongga.

Kemungkinan terjadinya ILO 7,1 - 40,0%

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa operasi elektif kolorektal yang masuk

ke dalam luka operasi kelas II memiliki tingkat ILO yang tinggi, antara 9-25%.6
18

Temuan mikrobiologi pada ILO menunjukkan pada luka kelas I kuman yang

terlibat ada pada daerah kulit yang mengalami operasi tersebut, sedangkan pada

luka kelas II dengan reseksi kolon maka kuman yang terlibat dapat berasal dari

mikroba kulit, usus, atau dari keduanya.

Tabel 2.5 Jenis luka, contoh tindakan, dan kemungkinan terjadinya ILO5

Kelas Luka Contoh tindakan Kemungkinan


terjadinya ILO
Bersih (kelas I) herniorraphy, biopsi payudara, 1.05.4%
tiroidektomi, insisi lesi kulit
Bersih kolesistektomi, appendisitis tanpa 2.19.5%
terkontaminasi perforasi
(kelas II)
Bersih Operasi kolorektal 9.425%
terkontaminasi
(kelas II)
Terkontaminasi Trauma tusuk abdomen,trauma jaringan 3.413.2%
(kelas III) yang luas, enterotomi pada obstruksi
saluran cerna
Kotor (kelas IV) Perforasi divertikulitis, jaringan nekrotik 7.140%
pada infeksi jaringan

2.1.1.5.2 Penilaian ASA (ASA Score)

Pada tahun 1963 ASA (American Society Anesthesiologist)

memperkenalkan klasifikasi status fisik preoperasi untuk penilaian risiko anestesi

pasien. Nilai ASA berhubungan dengan komplikasi operasi dan hasil dari operasi.

Sistem penilaian ini dianggap sebagai alat penting dalam memperkirakan hasil

jangka pendek dan jangka panjang setelah operasi, serta bermanfaat dalam

manajemen terapi individu setelah operasi.22


19

Tabel 2.6 Nilai ASA status fisik pasien23

Nilai Keterangan

I Pasien normal sehat

II Pasien dengan penyakit sistemik ringan

III Pasien dengan penyakit sistemik berat

IV Pasien dengan penyakit sistemik berat dengan ancaman kematian

V Pasien sekarat yang diperkirakan tidak akan hidup jika tidak dilakukan

operasi

VI Pasien yang telah dinyatakan mati otak, dimana organ akan diambil

untuk kepentingan donor

2.1.1.5.3 Lamanya operasi

Berdasarkan data yang dikumpulkan NNIS (National Nosocomial Infection

Survaillance) dibuat suatu standar lamanya suatu operasi (T), dimana akan berbeda

bagi tiap lokasi dan organ yang dioperasi, dihitung mulai dari dilakukannya insisi

sampai dengan dilakukan penutupan kulit. Lama operasi merupakan alat

pengukuran waktu lamanya terpapar terhadap kontaminasi, selain itu dapat

menunjukkan kesulitan prosedur dan teknik operasi. Nilai T menjadi batasan

apakah suatu operasi disebut lama atau sebentar. 24

Tabel 2.7 Nilai T-point operasi24

T Point Operasi Lamanya operasi (jam)

Coronary artery bypass graft 5


20

Operasi saluran empedu, hepar, pancreas 4

Kraniotomi 4

Operasi kepala dan leher 4

Operasi kolon 3

Operasi prosthesis sendi 3

Operasi vaskuler 3

Abdomen atau histerektomi vagina 2

Ventrikuler shunt 2

Herniorraphy 2

Appendektomi 1

Amputasi tungkai 1

Cesarean section 1

2.1.1.6 Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase

inflamasi, proliferasi, dan remodelling. Ketiga fase ini dapat terjadi secara

bersamaan dan pada proses masing-masing fase dapat saling tumpang tindih.

2.1.1.6.1 Fase Inflamasi

Pada fase ini jaringan berusaha membatasi kerusakan yang mungkin terjadi

dengan menghentikan perdarahan, melindungi permukaan luka, dan


21

menghancurkan jaringan mati, benda asing, atau bakteri. Fase inflamasi ditandai

dengan peningkatan permeabilitas vaskular, migrasi sel-sel, sekresi sitokin dan

growth factors ke dalam luka, serta aktivasi sel-sel yang bermigrasi. Jaringan akan

memberikan respon yang cepat terhadap trauma berupa hemostasis dan inflamasi.

2.1.1.6.2 Fase Proliferasi

Setelah respon dari fase inflamasi mengalami resolusi maka jaringan akan

memperbaiki luka dengan angiogenesis, fibroplasia, dan epitelialisasi.

Proses angiogenesis dirangsang oleh berbagai sitokin yang dihasilkan oleh

makrofag dan platelet. Proses ini dimulai jika terjadi gangguan sel dan hipoksia

yang diakibatkan oleh trauma jaringan.

2.1.1.6.3 Fase Maturasi

Pada fase ini luka luka akan mengalami kontraksi, pergerakan sentripetal

yang menarik kulit dan mengurangi ukuran luka. Pada proses kontraksi, di mana

terjadi jaringan parut yang lebih besar dari proses kontraksi, maka akan timbul

gangguan fungsi.

2.1.1.7 Penutupan Luka

Cara penutupan luka dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu penutupan

secara primer, sekunder, dan primer ditunda.


22

Penutupan luka primer, setiap ahli bedah lebih memilih melakukan

penutupan luka secara primer, di mana luka yang dibuat langsung diaproksimasi,

sehingga diharapkan terjadi penyembuhan luka secara primer.

Pada penutupan luka secara primer biasanya dilakukan pencucian daerah

luka operasi bekas sayatan dengan menggunakan NaCl 0,9% yang mengalir pada

daerah subkutis sebelum dilakukan penjahitan hal ini rutin dilakukan oleh bagian

bedah digestif RSHS. Beberapa ahli bedah dan penelitian melakukan pencucian

daerah luka operasi bekas sayatan dengan menggunakan antibiotik walaupun hal

ini masih kontroversi. Diharapkan dengan menggunakan antibiotik koloni bakteri

pada luka operasi bekas sayatan dapat berkurang dan mengurangi risiko terjadinya

ILO superfisial. Antibiotik yang sering digunakan adalah golongan sefalosporin,

aminoglikosida, neomicin dan metronidazole.25,26

2.1.2 Penggunaan Antibiotik dalam Pencucian Luka

Berdasarkan prosedur dermatologis, luka akut yang superfisial dapat

diterapi dengan antibiotik, didasarkan pada penelitian sebelumnya yang

menyatakan antibiotik profilaksis menurunkan angka infeksi dan mempercepat

penyembuhan luka. Pada penerapan klinis terbaru juga menekankan pentingnya

lingkungan luka yang lembab dalam mempercepat penyembuhan.27

Antibiotik dapat digunakan untuk mencegah infeksi luka operasi pada

pasien dengan risiko tinggi. Antibiotik memberikan keuntungan karena tidak

menyebabkan munculnya resistensi bakteri. Penggunaan antibiotik harus


23

dipertimbangkan ketika diduga bahwa luka berkembang ke arah infeksi atau

terdapat gangguan dalam proses penyembuhan saat diobservasi.

Pemilihan antibiotik dipengaruhi oleh efektifitas dan spesifitas agen,

sitotoksisitasnya untuk sel manusia, dan potensi untuk memilih strain resistennya.28

Penggunaan antibiotik dapat berkontribusi dalam manajemen luka, dan

pilihan harus didasarkan pada penilaian komprehensif terhadap pasien dan kondisi

luka. Ketika kemampuan host untuk melawan infeksi berkurang dan jumlah bakteri

meningkat, antibiotik dapat membantu mencegah perkembangan dari kolonisasi ke

arah infeksi.27

Terdapat beberapa antibiotik yang digunakan, yaitu golongan sefalosporin,

aminoglikosida (gentamicin, bacitracin, polymixin ,neomicin) dan metronidazole.9

Golongan aminoglikosida palingan banyak digunakan untuk pencucian luka

operasi. Memberikan efek sebagai suatu antibakterial, menurunkan aktifitas

proteolitik bakteri, sehingga membuat suasana pH permukaan luka lebih asam dan

mencegah kolonisasi mikroba. 29,30

Gentamicin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang memiliki

aktivitas bakterisida terhadap gram positif dan gram negatif. Gentamicin bekerja

dengan mendirikan ikatan reseptor yang ireversibel pada ribosom 30S bakteri.

Ikatan ini mencegah inisiasi kompleks antara RNA bakteri dan subunit ribosom

yang menghasilkan kesalahan pembacaan dari DNA bakteri dan pembentukan

protein nonfungsional. Akibatnya, bakteri yang mengandung protein non-

fungsional mati. Gentamicin juga menghambat polimerase DNA. 30


24

Gentamicin merupakan antibiotik yang di indikasikan untuk golongan

bakteri Pseudomonas aeruginosa, Proteus species, Escherichia coli, Klebsiella

pneumoniae, Enterobacter aerogenes, Serratia marcescens dan Staphylococcus

Aureus. Bakteri-bakteri ini merupakan paling banyak menyebabkan terjadinya ILO.34

Dari penelitian yang dilakukan oleh Henrik Lorentzen tahun 1996 didapatkan

bahwa kadar gentamicin 240 mg dapat membunuh bakteri golongan Pseudomonas

aeruginosa dan Staphylococcus aureus pada jaringan subkutis abdomen untuk


35
mencegah terjadinya ILO. Tahun 2009, Praveen dan Rohaizak mendapatkan

bahwa kadar 240 mg gentamicin setara dengan gentamicin 160 mg dalam 250 ml

NaCl 0,9%, mereka melakukan pencucian luka subkutis sebelum penutupan luka

pada pasien herniorafi elektif, dimana angka kejadian ILO berkurang. 36

2.1.3 Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Peritonitis dapat dibagi

menjadi peritonitis primer, sekunder, dan tersier. Secara umum bentuk peritonitis

ini dapat dikatakan sebagai infeksi intraabdomen.

Peritonitis primer atau peritonitis bakterial spontan adalah peradangan yang

diakibatkan oleh asites tanpa adanya sumber infeksi yang jelas. Peritonitis sekunder

adalah peradangan yang disebabkan kontaminasi oleh bakteri saluran cerna atau

saluran kelamin-kemih akibat terjadinya perforasi, terjadi pada kebanyakan kasus

bedah di mana terdapat keadaan patologi yang mendasarinya atau adanya trauma

pada usus yang berakibat pada hilangnya integritas saluran cerna. Peritonitis tersier

adalah tahap lanjut dari peritonitis sekunder, di mana gejala klinis peritonitis dan
25

tanda-tanda sepsis masih tetap ada setelah dilakukan terapi terhadap peritonitis

sekunder, serta tidak ditemukannya bakteri atau patogen pada pemeriksaan cairan

eksudat peritonitis.33

2.2 Kerangka Pemikiran

ILO merupakan salah satu masalah pascaoperasi, terutama pada pasien-

pasien pascaoperasi saluran cerna dengan kontaminasi derajat III atau IV. Pada

awalnya ILO menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi dan dapat menyebabkan

mortalitas. Setelah ditemukannya antibiotik angka kejadiaan ILO menurun jauh,

namun sampai saat ini ILO tetap menjadi masalah pascaoperasi, meningkatnya

lama rawat di rumah sakit dan biaya pengobatan bagi pasien.25

CDC membagi ILO menjadi ILO superfisial, ILO dalam, organ/rongga.

Dari ketiganya yang paling sering menjadi permasalah pascaoperasi adalah ILO

superfisial. ILO superfisial ditandai dengan adanya cairan purulen, ditemukan

organisme penyebab dari kultur cairan atau jaringan yang berasal dari insisi

superfisial, terdapat minimal satu dari tanda atau gejala klinis infeksi: nyeri atau

nyeri tekan; bengkak kemerahan terlokalisir, atau panas. Banyak hal yang

mempengaruhi ILO, penyebab-penyebab tersebut dapat dikelompokkan menjadi

tiga faktor penyebab, yaitu faktor bakteri, faktor pasien, dan faktor lokal luka

operasi. Ketiga faktor ini saling mempengaruhi terjadinya ILO.

Penyembuhan luka terdiri dari tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi dan

maturasi.
26

Kontaminasi luka dikelompokkan menjadi empat derajat, semakin tinggi

derajatnya semakin tinggi kemungkinan terjadi ILO. Pada kontaminasi derajat III

dan IV luka operasi dapat terkontaminasi dengan nanah, isi saluran cerna, ataupun

jaringan nekrotik, akibatnya besar kemungkinan terjadi ILO.

Pada pasien-pasien dengan peritonitis akibat perforasi saluran cerna luka

operasi yang terjadi akan mengalami kontaminasi derajat III atau IV. Kontaminasi

luka operasi yang terjadi dapat menyebabkan fase inflamasi memanjang, akibatnya

terjadi gangguan pada fase maturasi. Luka operasi yang dibuat mengakibatkan

akitvasi proses hemostasis jaringan, sehingga jaringan disekitar luka tersebut

mengalami hipoksia. Hipoksia berkepanjangan menyebabkan kematian jaringan

pada luka operasi, bakteri yang sebelumnya sudah menginfeksi luka operasi dapat

tumbuh lebih banyak karena mendapat media yang baik untuk berkembang biak,

akibatnya ILO yang terjadi akan semakin berat. Fase inflamasi yang memanjang

dan maturasi yang terhambat menyebabkan proses penyembuhan luka terhambat

sehingga luka operasi tidak menutup sebagai mana mestinya.

Patofisiologi ILO adalah adanya bakteri sejumlah 105 atau lebih sehingga

menimbulkan infeksi pada luka operasi. Bakteri-bakteri ini mengeluarkan toxin dan

substrat lainnya sehingga mengganggu proses penyembuhan luka. Dari penelitian

saat dilakukan dengan pencucian luka menggunakan cairan steril koloni bakteri

diyakini masih banyak terdapat pada daerah luka operasi, sehingga menganggu

proses penyembuhan luka, akibatnya timbul ILO. Pencucian daerah luka operasi

dengan antibiotik dalam hal ini gentamicin diyakini dapat mengurangi koloni

bakteri mengakibatkan proses penyembuhan luka fase inflamasi dan proliferasi


27

tidak terganggu oleh infeksi bakteri sehingga proses penyembuhan dapat

berlangsung dengan baik.

Pencucian luka operasi peritonitis dapat dilakukan dengan cairan steril atau

dengan gentamicin. Pada pencucian luka operasi dengan cairan steril luka yang

dibuat dicuci dengan cairan steril, sedangkan dengan gentamicin dilakukan

penjahitan fasia,kemudian luka dicuci dengan cairan gentamicin dan dilanjutkan

penutupan primer. Pencucian luka dengan cairan steril memungkinkan adanya

kolonialisasi bakteri pada luka operasi. Kolonialisasi bakteri tersebut menyebabkan

pemanjangan fase inflamasi sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

Pencucian luka dengan gentamicin dapat mencegah terjadinya kolonialisasi bakteri

tersebut sehingga proses penyembuhan berlangsung baik. Pada operasi peritonitis

dengan luka terkontaminasi atau kotor pencucian luka dengan gentamicin dapat

menurunkan kejadian superfisial ILO.8,9,10

Perforasi saluran cerna

Operasi laparotomi

Luka operasi

Proses penyembuhan luka superfisial

Fase inflamasi Fase proliferasi Fase maturasi

mempengaruhi

1.Faktor bakterial
2.Faktor lokal luka
Memanjang 3.Faktor pasien

Sembuh
28

Bagan 2.1 Kerangka konsep

2.3 Premis

Premis 1: Pada pasien peritonitis sekunder sifat luka operasi dapat terkontaminasi

(kelas III) atau kotor (kelas IV)25

Premis 2: ILO superfisial potensial terjadi pada jenis luka kelas III atau IV25

Premis 3: Perforasi saluran cerna di abdomen menyebabkan kontaminasi pada

luka pascalaparotomi11

Premis 4: Pencucian luka dengan cairan gentamicin menurunkan kemungkinan

kolonialisasi bakteri pada luka pascalaparotomi

Premis 5: Pencucian luka dengan cairan steril meningkatkan kemungkinan

kolonialisasi bakteri pada luka operasi pascalaprotomi

Premis 6: Kolonialisasi bakteri pada luka operasi pascalaparotomi dapat

menyebabkan fase inflamasi memanjang

Premis 7: Fase inflamasi yang memanjang menghambat penyembuhan luka.

2.4 Hipotesis

Berdasarkan premis 1 sampai dengan 7 dapat dideduksi hipotesis sebagai

berikut:

Kejadian ILO superfisial pada pencucian luka dengan cairan gentamicin lebih

rendah dibandingkan cairan steril pada pasien pascalaparotomi karena peritonitis

akibat perforasi saluran cerna.

Anda mungkin juga menyukai