Anda di halaman 1dari 56

1

PENDAHULUAN

Perlunya Mempelajari Sejarah Hukum

Sebagai suatu disiplin ilmu, sejarah hukum tergolong pegetahuan yang

masih muda dan belum banyak dikenal bahkan dikalangan fakar hukum

sendiri sehingga pertumbuhan dan perkembangannya belum

menggembirakan. Hal ini mungkin sekali disebabkan oleh belum disadarinya

betapa pentingnya disiplin ilmu baru ini dalam menunjang dan memahami

ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum positif.

Menurut John Gillisen dan Frist Gorl, terdapat manfaat yang besar

dalam mempelajari sejarah hukum dengan alasan-alasan sebagai berikut :

1. Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak (Hukum Belgia,

Hukum Amerika, Hukum Indonesia, dan sebagainya), malainkan juga

dalam lintasan waktu. Hal ini berlaku bagi sumber-sumber hukum formil,

yakni bentuk-bentuk penampakan diri norma-norma hukum, maupun isi

norma-norma hukum itu sendiri (sumber-sumber hukum materiil).

2. Norma-norma hukum dewasa ini sering kali hanya dapat dimengerti

melalui sejarah hukum.

3. Sedikit banyak mempunyai pengertian mengenai sejarah hukum, pada

hakikatnya merupakan suatu pegangan penting bagi yuris pemula untuk

mengenal budaya dan pranata hukum.

4. Hal ikhwal yang teramat penting di sini adalah perlindungan hak asasi

manusia terhadap perbuatan semena-mena bahwa hukum diletakan

dalam perkembangan sejarahnya serta diakui sepenuhnya sebagai

sesuatu gejala histories.


2

Objek dan Tujuan Sejarah Hukum

Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum. Sejarah

menyajikan dalam bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek

kemasyarakatan dari abab ke abad, yakni sejak untuk pertama kali tersedia

informasi sampai masa kini..

Sebagai ilmu pengetahuan, sejarah hukum tergolong ilmu pengetahuan

sosial atau ilmu pengetahuan kemanusiaan (humaniora), yang memunyai

kesamaan dengan ilmu pengetahuan alam, yakni semua adalah empiris,

artinya bertumpu pada pengamatan dan pengalaman suatu aspek tertentu

dari kenyataan.

Sejarah dan Sejarah Hukum

Sejarah mempelajari perjalanan waktu masyarakat di dalam

totalitasnya, sedangkan sejarah hukum merupakan satu aspek tertentu dari

hal itu, yakni hukum. Apa yang berlaku untuk seluruh, betapapun juga berlaku

untuk bagian, serta maksud dan tujuan sejarah hukum mau tidak mau

akhirnya adalah menentukan juga dalil-dalil atau hukum-hukum

perkembangan kemasyarakatan.

Sudah barang tentu bahwa sejarawan hukum harus memberikan

sumbangsihnya kepada penulisan sejarah secara terpadu. Bahkan

sumbangsih tersebut teramat penting, mengingat peran besar yang dimainkan

oleh hukum di dalam perkembangan pergaulan hidup manusia. Hal tersebut

integral dalam pengertian bahwa ia tidak dapat diwujudkan dengan

memisahkan hukum dari gejala-gejala kemasyakatan lainnya, yang antra hal-

hal tersebut dengan hukum dapat ditelusuri keterkaitannya.

Historitas Hukum
3

a. Visi Idealitas-Spiritualistis

Hukum itu sebagai suatu perwujudan satu atau lain gagasan absolut,

maka apapun asal atau isi gagasan yang kita kemukakan, bagaimanapun kita

akan lebih cendrung dan bermuara pada suatu pandangan hukum yang lebih

statis dari pada yang dinamis. Memang benar bahwa dalam hipotesis tersebut

berbagai bentuk perwujudan hukum yang muncul secara berturut-turut satu

sesudah yang lain sebagai pencerminan gagasan hukum absolut yang tiak

sempurna, dan pada hakikatnya cendrung a-priori tidak berubah dan

karenanya a-historis. Bentuk-bentuk perwujudan yang timbul secara berturut-

turut satu sesudah yang lain dapat diuraikan sesuai dengan tertib urut

kronologis, tetapi keterkaitan yang satu dengan yang lain tidak dilihat dalam

perspektif kronologis linear melainkan dalam perimbangan terhadap gagasan

absolut tersebut. Berdasarkan titik tolak yang demikian, pada hakikatnya

hanya sedikit sekali mengarah seperti yang dimaksudkan dalam sejarah

hukum.

b. Visi Matrealistis-Sosialogis

Hukum tidak dianggap sebagai perwujudan ide, seperti keadilan rasio,

dan lain-lain, melankan sebagai produk kenyataan masyarakat atau realitas

masyarakat, maka pandangan hukum statis beralih tempat dan berubah oleh

hal yang dinamis, yang pada hakekatnya lebih rentan terhadap suatu

pendekatan histories. Selama hukum itu dipandang sebagai suatu produk

rasio, yang per definisinya dimana-mana dan senantiasa identik, maka

selama itu pula kita tidak dapat menemukan suatu klarifikasi yang memadai
4

bagi besarnya keanekaragaman norma-norma hukum. Dalam aliran ini, yang

paling banyak sumbangsihnya bagi pembentukan hukum dinamis adalah

mazhab histories dan marxisme.

John Gillisen dan Frist Gorl, bertitik tolak dengan memilih pandangan

hukum sosialogis, artinya suatu yang dalam hukum tidak bertujuan melihat

perwujudan tersebut dari satu atau lain asas tersebut, melainkan menengok

suatu produk kenyataan dalam kemasyarakatan. Dengan cara ini visi-visi

matrealistis dan spiritualistis sepertinya dapat diperdamaikan satu dengan

yang lainnya. Didalam batas-batas yang dimungkinkan oleh situasi kehidupan

materiil untuk dapat melaksanakan (karenanya ada kemandirian relative ini),

maka hal tersebut memainkan suatu peranan spesifik yang perlu kita teliti.
5

BAB I

PEMBENTUKAN DAN EVOLUSI

TATANAN-TATANAN HUKUM TERPENTING

I. Terbentuknya Hukum

Jika hukum adalah produk kenyataan masyarakat, bagaimana hal itu

terbentuk. Hal ini sangat sulit untuk ditentukan, oleh karena pengetahuan

kepurbakalaan, etnologi hukum, dan sebagainya menunjukan bahwa pada

kebanyakan bangsa-bangsa primitif di jaman purba kala pun pada saat belum

ada aksara telah dikenal norma-norma prilaku yang berkaitan dengan

perimbangan-perimbangan kemasyarakatan yang berangsur-angsur

menjelma menjadi norma hukum yang sesungguhnya. Penelitian tatanan-

tatanan hukum primitif tuna kasara dan tatanan hukum yang lebih maju

menunjukan bahwa sumber hukum primer adalah kebiasaan (hukum).

A. Kebiasaan Hukum

Disemua pergaulan hidup nampaknya suasana kehidupan

menyebabkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan. Dalam arti yang umum

kebiasaan tersebut tidak lain adalah suatu perbuatan maupun penahanan diri

berbuat sesuatu secara teratur oleh individu atau sekelompok manusia.

Semenara itu, untuk dapat dikatakan kebiasaan hukum harus memenuhi

sejumlah persyaratan : (1) kebiasaan itu tidak boleh merupakan kebiasaan

individual, melainkan suatu kebiasaan kemasyarakatan; (2) kebiasaan itu

harus menyangkut suatu perbuatan (komisi) atau penahanan diri (omnisi),

yang di dalam kehidupan bermasyarakat meluangkan berbagai (setidak-

tidaknya dua) kemungkinan; (3) kehidupan (kebiasaan) ini harus dialami oleh
6

masyarakat sebagai suatu yang mempunyai kekuatan mengikat ; dan (4)

kebiasaan tersebut harus dikukuhkan oleh penguasa umum.

B. Penguasa Umum atau Negara

Untuk membuat suatu kebiasaan kemasyarakatan menjadi sebuah

norma hukum diperlukan perantaraan penguasa. Tidak dapat disangkal

bahwa dewasa ini penguasa umum muncul kepermukaan dalam bentuk

negara. Antara pemegang kekuasaan dan anggota-anggota kelompok ini

terjadi sejumlah perimbangan, dimana kedua belah pihak tersebut masing-

masing mengupayakan hal ini oleh situasi dan kondisi materiil serta melalui

keadaan di dalam kelompok itu sendiri memenangkan kepentingan-

kepentingan dan pandangan-pandangan tertentu.

Sinergi Penguasa dan Masyarakat

Satu hal yang sudah pasti agar perimbangan penguasa masyarakat

dapat mencapai suatu derajat kelanggengan tertentu maka keduanya harus

membentuk sebuah sinergi yang mengasumsikan adanya suatu minimum

kepentingan bersama.

Berakhirnya Eigenrichting (Tindakan Main Hakim Sendiri)

Kepentingan penguasa umum untuk mempertahankan diri, baik untuk

dirinya sendiri maupun bagi kelompoknya dalam hubungan dengan dunia luar

dilakukan melalui upaya mencegah terjadinya sengketa antara para anggota

kelompok satu sama lain atau jika perlu, mengusahakan sekeras mungkin

penyelesaian perselisihan yang terjadi secara damai.

Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam menanggulangi

sengketa tersebut yaitu : (1) pembasan yang kemudian disusul dengan

larangan sepenuhnya terhadap tindakan main hakim sendiri; (2) pengukuhan


7

dan bertanggungjawan atas celaan sosial atau sanksi yang dikenakan karena

tidak memenuhi kebiasan-kebiasan tertentu; (3) menyusun dan

menyeimbangkan kebijakan, prosedur dan/atau badan-badan yang membuat

aturan dan peraturan untuk menyelesaiakan perselisihan-perselisihan.

II. Aturan Pengakuan dari Hart

Pengukuhan kebiasaan-kebiasaan merupakan gejala yang oleh ahli

filsafat hukum Inggris, Hart, disebut aturan pengukuhan (rule of recognition).

A. Perkembangan Tatanan-tatanan Hukum

Pada awalnya suasana hukum meliputi semata-mata hubungan-

hubungan dan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan, yang mempunyai

arti yang fundamental bagi keterikatan dan keterpaduan kelompok; perbuatan-

perbuatan melawan hukum seperti pembunuhan, pencurian dan lain-lain.

Perbuatan-perbutan demikian tidak secara langsung dilarang sebagaimana

mestinya. Namun penguasa melarang tindakan main hakim sendiri

sehubungan dengan persengketaan yang terjadi, karenanya dan dikukuhkan,

atau membuat aturan-aturan serta menetapkan tarif-tarif untuk mempermudah

(composition) penyelesaian perselisihan secara damai antara para pihak

yang bersengketa. Demikian pula hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara

anggota kelompok dan kekuasaan umum perlu dituang dalam peraturan atau

cara lain. Ketentuan-ketentuan tersebut, baik larangan langsung atau tdak

langsung maupun berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap

penguasa merupakan norma-norma hukum yang mengandung sebuah

perikatan. Yang menjadi dasar aturan-aturan seperti itu adalah hubungan-

hubungan dan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan yang ditandai


8

dan diwarnai kepentingan-kepentingan timbal balik yang harus ditakar satu

dengan lainnya.

Derajat saling mempengaruhi secara timbal balik yang terjadi antara

kebiasaan-kebiasan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dan aturan-

aturan hukum yang dibuat penguasa sangat bergantung pada perimbangan-

perimbangan kekuatan yang ada antara berbagai kelompok masyarakat dan

penguasa.

B. Keadilan,Keseimbangan,dan Kepastian Hukum (Pembagian lebih lanjut

atutarn-aturan menurut Hart)

Hart menamakan norma-norma dengan aturan-aturan hukum primer

dan aturan-aturan sekunder. Norma-norma tersebut telah menjawab atau

merespon yang oleh Redbruch dianggap sebagai komponen ide hukum, yakni

keadilan dengan asas keseimbangan dan kepastian hukum. Ide hukum

tentang keadilan, keseimbangan, dan kepastian hukum digunakan di dalam

masyarakat yang lebih maju dalam menciptakan peraturan-peaturan bidang

pergaulan hidup yang mendasari penggunaan hukum sebagai sarana bukan

saja untuk menertibkan masyarakat tetapi juga untuk mengubahnya atau

mengarahkannya kesuatu jalur evolusi tertentu.


9

BAB II

TATANAN HUKUM PRIMITIF MENUJU HUKUM MODERN

I. Titik Tolak : Pra Sejarah Hukum dan Sejarah Hukum

Sejak terjadinya hukum, maka dalam benihnya dapat dikatakan telah

ada hampir seluruh komponen, yang berlangsung berabad-abad untuk

kemudian menghasilkan tatanan hukum modern masa kini. Konsensus yang

terjadi antara yang memerintah dan yang diperintah, bertumpu pada suatu

gagasan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dapat

dijadikan dasar keadilan.

Pengakuan, pengukuhan, dan pemberian sanksi kebiasaan oleh

penguasa dengan serta-merta menujukan bahwa atas inisiatif sendiri ia juga

dapat mengeluarkan larangan dan perintah. Inilah awal dari perundang-

undangan. Juga telah ada peradilan, yang di dalamnya seringkali putusan-

putusan yang diambil oleh pejabat-pejabat atau badan-badan peradilan

diberlakukan sebagai preseden-preseden untuk waktu yang akan datang.

A. Tatanan-tatanan Hukum Primitif

Pada umumnya semua bangsa pernah mengalami evolusi hukum

selama berabad-abad sebelum periode mereka mempergunakan aksara.

Perbedaan antara pra sejarah hukum dan sejarah hukum pada hakikatnya

terletak pada perbedaan antara bangsa-bangsa tuna aksara dan bangsa-

bangsa beraksara. Dengan demikian aksara ini dapat dikatakan merupakan

faktor kebuyaan terpenting yang menentukan pengevolusian hukum.

Sementara periode peralihan pra sejarah hukum ke sejarah hukum berbeda

antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Misalnya antara lain :
10

bangsa Mesir peralihan tersebut terjadi sekitar abad ke- 28 dan 27 SM,

bangsa Romawi antara abag ke- 5 dan 6 SM, bangsa Germania pada ke-5

sesudah Masehi.

Karakteristik umum tatanan hukum bangsa-bangsa tuna aksara

sebagai berikut : (1) tidak tertulis; (2) tidak ada hukum kebiasaan primitif

umum; (3) setiap kelompok sosial mempunyai hukum kebiasaan masing-

masing; (4) hukum dan agama belum mempunyai perbedaan sistem norma

yang jelas; (5) Agama mempunyai peranan besar dalam tatanan hukum

primitif.

Aturan-aturan hukum primitf merupakan pengungkapan yuridis

hubungan-hubungan kemasyarakatan. Hal-hal tersebut terbentuk dengan

makin berkembanya hubungan-hubungan sebagai berikut : (1) hubungan-

hubungan keluarga; (2) hubungan kelompok keluarga; (3) hubungan bangsa;

(4) penguasaan benda-benda bergerak; dan ( 5) hubungan kelas-kelas dalam

masyarakat.

B. Tatatan Hukum Arkais

Melalui penemuan aksara perkembangan yuridis mengalami kemajuan.

Pra sejarah hukum telah lewat dan sejarah hukum antik muncul

kepermukaan. Awal dari periode ini sekitar tiga puluh abad Sebelum Masehi.

Peradaban-peradaban daerah perkotaan yang berasal dari abad ke- 40 dan

30 SM menampakan diri di tiga kawasan besar, yaitu : (i) Mesir, di delta

sungai Nil; (ii) Mesopotamia, di lembag sungai Tigris dan Eufrat; dan (iii)

lembah sungai Indus dengan kota-kota Harappa, Amri, Mahenjo-Daro, dan

lain-lain. Kota-kota tersebut mempunyai pemerintahan sendiri dan yang

terpenting adalah seni tulis menulis telah ada seperti hierogrif di Mesir, tulisan
11

paku di Mesopotamia, dan huruf-huruf brahmi dan kharasti di India. Atas

dasar peluang untuk mencatat aturan-aturan hukum ini, maka terjadilah

tatanan-tatanan hukum, yang disebut Arkaistis.

(1) Hukum Mesir

Selama hampir 40 abad lamanya, perkembangan hukum di Mesir

mengalami periode-periode pasang surut, yang kira-kira berlangsung

bersamaan dengan fluktuasi-fluktuasi besar kekuasan-kekuasan raja-raja

Mesir, para Firaun. Sampai tiga kali sejarah Mesir telah berevolusi dari suatu

tatanan feodal patriakhat ke kekuasan tokratis yang sentralistis dan seiring

melemahnya kekuasan tersebut, kembali ke tatanan neo-feodal. Di bawah

tatanan feodal yang disebut leenstelsel, tanah sesuai kebutuhan diberikan

sebagai pinjaman, persetujuan peminjaman tanah ini dibuat di bawah sumpah

dan perempuan berada dalam situasi hina dina. Keturunan melalui garis ibu

dan endogami, mengijinkan perkawinan antara kakak dan adik perempuan

yang merupakan ciri-ciri khas hukum keluarga Mesir kuno

Nampaknya orang-orang Mesir tidak meninggalkan peraturan

perundang-undangan atau kitab-kitab undang-undang (kodifikasi), setidak-

tidaknya belum ditemukan hal-hal seperti itu. Meskipun demikian, banyak

sekali ditemukan pengumuman dan pemberitahuan tentang undang-undang

tersebut, yang pada hakekatnya telah pernah ditulis sebelumnya, tetapi

karena dalam periode-periode pemberontakan kesemuanya itu telah dibuang

atau dihancurkan. Pada sisi lain dikenal pelajaran-pelajaran dan buku-buku

kepintaran yang di dalamnya dijumpai asas-asas tentang hukum yang

bertujuan melindungi barang dan orang dalam pergaulan hidup.

(2) Hukum Babilonia : Zaman Hamurabi


12

Di Babilonia, sebelum kodeks Hamurabi, juga terdapat kodeks lain,

yaitu : (i) kodeks Urnami, sekitar tahun 2040 SM; (ii) kodeks Esinunna, sekitar

tahun 1930 SM disebuah kerajaan Akadia. Kodeks inimempunyai 60 Pasal;

(iii) kodeks Lipitisitar, yang ditulis sekitar tahun 1880 SM dan mempunyai 37

Pasal. Dibandingkan dengan kodeks-kodeks yang tersebut, kodeks Hamurabi

merupakan kitab undang-undang yang terpenting dan terbesar yang terdiri

dari 282 Pasal. Untuk pertama kali dalam sejarah hukum telah ditetapkan

sederet asas-asas seperti hak milik (eigendom) yang sangat individualistik,

sewa bawaan (onderhuur), dan juga perbutan melawan hukum (onrechtmatig

daag). Hukum pidana dalam kodeks Hamurabi terkenal kejam seperti

hukuman mati, pemblasan dendam, pengundungan tangan, jari dan lain-lain.

(3) Hukum Hindu

Hukum Hundu nampaknya berkembang lebih banyak di suasana

aggaris, diantara berbagai daerah pedesaan, baik yang kecil maupun yang

besar. Kesatuan dan persatuan yang tidak dapat dipungkiri yang diperlihatkan

oleh hukum Hindu tradisionil disebabkan oleh faham Brahmanisme. Adapun

Brahmanisme ini bukan saja menganut hukum bahwa manusia itu tidak sama

satu dengan yang lain, tetapi juga membagi-bagi umat manusia dalam kasta-

kasta. Untuk setiap kasta tersedia hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-

masing.

Kasta-kasta tersebut dibagi dalam kelompok-kelompok keluarga

patriarchal dengan kekuasaan seumur hidup dari kakek tertua atas

perempuan-perempuan, anak-anak, dan budak-budak. Beberapa contoh

hukum Hindu tentang keluarga antara lain : kewajiban janda untuk

melanjutkan perkawinan denga kakak laki-laki dari almarhum suaminya


13

(leviraatshuweklyk) atau kawin ipar, atau mengikuti suaminya dalam

kematian; menyerahkan anak-anak laki-laki dari anak perempuannya kepada

ayah yang tidak mempunyai anak laki-laki; harta milik bersama keluarga

dengan mengecualikan anak-anak perempuan.

Hukum Hindu adalah tatanan hukum yang diwahyukan sekaligus

hukum ini suatu tatanan yang bertumpu pada asas-asas umum tentang

ketidaksamaan manusia, tatanan kasta. Apa yang paling dekat persamaannya

dengan pengertian penulis tentang hukum adalah yang disebut darma,

kewajiban. Jadi, darma adalah keseluruhan aturan hidup, yang harus

diataati oleh manusia karena setatusnya dalam masyarakat. Tujuan darma

adalah tujuan esensiil masyarakat; hal ini harus memberikan peluang kepada

setiap kasta untuk memenuhi kewajibanya.

Sumber-sumber darma terdiri atas :

(1) Kitab suci Weda, yang pada hakikatnya mempunyai dua pengertian, yakni

pengetahuan pada satu sisi dan pada sisi lain naskah-nahkah suci, yang di

dalamnya dicatat apa yang diwahyukan;

(2) smrti atau tradisi sebenarnya berarti ingatan, diantaranya yang paling

terkenal manusmrti (ingatan Manu), yang disebut kodeks Manu. Kodeks

Manu ini meliputi 12 buku dan kurang lebih 5400 ayat. Kodeks ini juga

merupakan pembagian secara metodis pertama kedalam cabang-cabang

hukum (hukum keluarga, huku perikatan, dan hukum pidana), malahan

ditinjau dari isinya menunjukan tentang adanya kematangan pemikiran

yuridis yang sangat maju. Misalnya nuansa perkembangan di dalam

pembagian tahap-tahan persetujuan, cacat-cacat dalam pemberian


14

persetujuan, dasar-dasar tanggung jawab hukum, title-titel daluarsa

akuisitif, dan lain-lain.

(3) Kebiasaan, hal ini dipandang oleh penganut Hindu sebagai sumber

hukum. Bahkan dalam kenyataanya, kebiasaan menjadi sumber hukum

terpenting hukum positif Hindu, karena ia menambahkan dan melengkapi

peraturan-peraturan yang dijabarkan dari kitab-kitab suci.

II. Tatanan Hukum Maju atau Mapan

Ciri umum tatanan hukum maju atau mapan mempunyai kesamaan

bahwa mereka adalah tatanan-tatanan hukum dunia sekuler, yang di

dalamnya penyelenggaraan hukum berlandaskan jalan pikiran rasional, di

mana hukum telah mencapai suatu derajat kompleksitas, abstraksi, dan

sitematisasi dengan akibat bahwa hal ini merupakan subjek studi dan

dilaksanakan oleh para spesialis yang khusus didik untuk itu.

Sekularitas hukum tersebut, bertumpu pada pengembalian

penguasaan keagamanaan ke dalam suasananya sendiri, yakni bidang

keagamaan dan kedua pengeluaran unsure-unsur irasionil dalam hukum,

misalnya dalam hukum pembuktian. Sementara ciri rasional, sitematisasi, dan

abstraksi pada hakikatnya merupakan sebab dan akibat suatu ciri khas yang

terakhir dari tatanan hukum modern. profesionalisme dan pengilmiahan

(verwissenschaftlichung).
15

BAB III

FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN

PERKEMBANGAN HUKUM

Hukum merupakan suatu produk hubungan-hubungan dan

perimbangan-perimbangan kemasyarakatan, maka di dalam proses

penciptaan dan perkembangannya ia ditentukan oleh sejumlah aspek

hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan tersebut. Tidak mudah

untuk menelusuri dan menetapkan sumbangsih beberapa faktor yang benar-

benar berperan dalam penciptaan dan perkembangan huku karena faktor-

faktor tersebut tampil ke permukaan dalam beraneka ragam sifat dan bentuk.

Beberapa diantanya yang paling penting, yaitu :

I. Faktor-faktor politik

Faktor-faktor politik terutama meliputi : (1) adanya penguasa; (2)

penguasa agama; (3) tradisi imperial; (4) kekuasaan tersentralisasi; (5)

bentuk-bentuk kekuasaan.

II. Faktor-faktor ekonomi

Menurut Marx dan Engels bahwa factor ekonomis mempunyai

pengaruh absolute atas perkembangan kemasyarakatan. Akibatnya, hukum

sebagian besar ditentukan oleh ekonomi.

III. Faktor-faktor Agama dan Idiologi

Pencampuran antara aturan-aturan agama dan masyarakat dalam satu

sisi, dan kekuasaan-kekuasaan kerohanian dan keduniawian pada sisi lain

menunjukan mengapa agama juga dipandang sebagai factor penting evolusi

hukum, dimana
16

IV. Faktor-faktor Kultural

Faktor-faktor kultural ini tidak hanya penting bagi penghalusan teknik

hukum yang semakin meningkat, tetapi juga berpengaruh secara

berkelanjutan terhadap pandangan-pandangan yang dianut dalam pergaulan

kemasyarakatan. Faktor kultural tersebut antara lain :

(1) Aksara, yakni terciptanya seni tulis-menulis. Dimana hukum pada

hakikatnya hanya dapat hidup mandiri dan berkembang menjadi ilmu

pengetahuan bilama orang-orang dapat membaca dan menulis.

(2) Resepsi, yakni pengambilalihan oleh suatu kelompok hasil-hasil

perolehan budaya kelompok lain.

(3) Aliran-aliran budaya besar, seperti Helenisme pada zaman dahulu

(oudheid), Renaisans Karolingis pada awal abad pertengahan, dan pada

akhir abad pertengan meliputi : (i) Aristotelisme Kristen (ii) Renaisans,

yakni aliran budaya yang telah menggunakan pengaruhnya atas semua

bidang kegiatan manusia, baik terhadap seni, ilmu pengetahuan, literature,

politik dan lain-lain; (ii) Era pencerahan yang merupakan aliran kejiwaan

yang mendominasi pada abad XVIII; (iii) Mazhab Romantik, seperti dalam

historiche rechtschule dijumpai beberapa aliran namun mazhab romantik

yang diwujudkan oleh von Savigny yang mengandalkan hukum Romawi

keluar sebagi pemenang; (iv) Psoitivisme, aliran yang lahir bagian ke-2

abad XIX dan mempunyai pengaruh yang besar sampai sekarang; dan (8)

Marxisme dan leninisme merupakan aliran yang diformulasi pada abad

XIX oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, dalam karya seperti Das Capital

sementara Lenin memberikan isi yang lain terhadap pengerian dictator

proletariat Karl Marx.


17

BAB IV

TATANAN HUKUM DI DUNIA MASA KINI

1. Tatanan-tatanan Hukum Tuna Aksara

Meskipun tatanan hukum tuna aksara ini mencerminkan suatu stadium

primitif perkembangan hukum, nampaknya hal-hal ini masih di jumpai di dunia

masa kini. Misalnya di sejumlah daerah Afrika, Australia, Brazil, dan tempat-

tempat lain. Pada umumnya tatanan hukum tersebut tidak lagi merupakan

bentuk-bentuk primitif karena telah mengalami suatu evolusi panjang yang

bagaimanapun juga seringkali menuntut tatanan hukum yang lebih maju,

namun demikian asas-asas primitif tetap tidak mempunyai kesamaan dengan

pandangan hukum yang maju.

2. Tatanan Hukum Tradisonal

Tatanan hukum tradisional merupakan tatanan-tatanan yang dijumpai

masa kini namun unsur-unsur fundamental diturunkan dari sumber-sumber

agama atau filsafat, yang asal-unsulnya membentang kebelakang hingga

zaman dahulu, seperti hukum Iberani, hukum Hindu, hukum Cina, hukum

Jepang, hukum Islam.

3. Tatanan Hukum Modern

Tatanan hukum modern masa kini merupakan tatanan hukum yang

keluar dari sumber tradisi kultural Erofa, yakni tatanan hukum Erofa

kontinental maupun tatanan hukum Anglo-Amerika (Common Law). Tatanan

hukum hukum Erofa kontinental merupakan suatu kelompok tatanan hukum

yang seringkali disebut romanistis-germanitis, oleh karena campuran unsur-

unsur hukum Romawi dan unsure-unsur dari hukum Germana, terutama


18

Jerman. Orang-orang Ingris menamakannya Civil Law (satu dan lain hal

karena pengaruh hukum Romawi dahulu, yakni Corpus Juris Civilis dari

Justianus). Sementara Common law ialah hukum yang telah berkembang di

Inggris sejak bagian terakhir abad pertengahan, dari peradilan, dalam hal ini

pengadilan-pengadilan raja. Oleh sebab itu common law asli pun pertama-

tama adalah judge made law, artinya suatu tatanan hukum yang terutama

tidak bertumpu pada aturan-aturan hukum yang dibentuk oleh pembuat

undang-undang.

4. Hukum Iberani

Hukum Iberani adalah ciri khas sebuah hukum agama, ia tidak

mengenal perbedaan antara asas-asas agama dan asas-asas yuridis.

Sumber hukum Iberani ditemukan di dalam kitab suci, yaitu : (1) Alkitab atau

Bible, yakni kitab suci yang mengandung undang-undang yang diwahyukan

Allah kepada hamba-Nya; (2) Misyna dan Gemara, yaitu Misyna merupakan

himpunan pendapat para Rabi sedangkan Gemara merupakan glossen

(cacatan-catatan) dari ulasan-ulasan dari Misyna; (3) Talmud merupakan

berkas Misyna dan Gemara yang dijadikan satu.

5. Hukum Yunani

Hukum Yunani merupakan salah satu sumber-sumber sejarah

terpenting bagi tatanan-tatanan hukum modern Erofa. Sejarah Hukum Yunani

dapat dibagi dalam periode-periode berikut : (1) Peradaban Kreta dan

Peradaban Mykene; (2) periode gen (clan, generasi persekutuan local); (3)

Periode poleis (negara kota), terbentuk melalui pengelompokan-

pengelompokan suku-suku di bawah pimpinan salah seorang kepala suku; (4)

periode abad-abad VIII dan VI SM, diantara beberapa Negara kota terbentuk
19

suatu tatanan demokrasi, seperti Athena. Sumber histories Hukum Yunani

berupa Gortyn, yaitu suatu inskripsi piagam yang berasal dari abad 480-460

SM dan mengandung sejumlah aturan-aturan hukum privat. Di dalam Negara-

negara kota Yunani, hukum perdata tidak begitu berkembang dibandingkan

dengan hukum tata negara.

6. Hukum Romawi Kuno

Sejarah hukum Romawi di zaman kuno meliputi 12 abad, mulai dari

abad VII SM sampai periode kerajaan sampai abad VI. Selanjutnya era

Kaisar Justianus sampai abad XV berlangsung kerajaan Romawi Timur atau

Byzantum. Sumber-sumber Hukum Romawi dibedakan berdasarkan :

(i) Periode dini, yang berlangsung sejak pertengahan abad II SM. Sumber

hukum periode ini berupa kebiasaan (mos maiorum consuetodo) pada

saat Roma dikuasai organisasi clan, sementara pada masa Kerajaan

dan Republik dini sumber hukum berupa undang-undang, yiatu Undang-

undang Dua Belas Prasasti sebagai salah satu fundamen ius civile.

(ii) Periode klasik, yang membentang antara abad II SM sampai akhir abad

III M. sumber-sumber terpenting Hukum Romawi Klasik masih tetap

berupa kebiasaan dan undang-undang. Pada perkembangannya,

undang-undang itu telah menajdi sumber terpeting Hukum Romawi

masa ini. Undang-undang meliputi leges, konsul-konsul senat, dan

terutama constituties kekaisaran yang dibedakan dalam empat kategori

yaitu (i) edikta-edikta, yaitu ketentuan yang mempunyai ruang lingkup

umum; (ii) dekreta-dekreta, yaitu vonis-vonis yang diucapkan oleh Kaisar

atau dewannya berkaitan dengan peristiwa yuridis; (iii) reskripta-

reskripta, yakni jawaban-jawaban yang diberikan oleh kaisar atau


20

dewannya kepada seorang pejabat negara, seorang megistrat atau

bahkan patikulir; (iv) mandata, yaitu instruksi-instruksi yang diberikan

kaisar kepada gubernur-gubernur provinsi, terutama berhubungan

dengan persioalan administrasi dan perpajakan.

(iii) Periode terlambat, yang berlangsung sejak era Dominat yang tumbuh

dari krisis yang dialami oleh Kekaisaran Romawi pada abad III M.

periode ini ditandai dan diwarnai oleh pemerintahan absolutisme

kekaisaraan, dimana perundang-undangan Kaisar merupakan sumber

hukum terpenting dan pada sisi lain pengaruh Kristen sedang tumbuh

dengan pesat.
21

BAB V

AGAMA KRISTEN

Agama Krsiten tampil berkat kegiatan-kegiatan penyebaran ajaran-

ajaran Yesus dari Nazaret, yang kelahirannya menandai awal Tarikh Masehi.

Informasi penting bagi sejarah hukum antara lain dapat diseidiki lebih lanjut :

I. Hubungan dan perimbangan antara penguasa gerejawi dan penguasa

duniawi.

Dalam hal ini, secara pundamental teori yang berkembang di Barat

telah didominasi ide bahwa agama Kristen perlu memenuhi sebuah misi di

lapisan atas, yang diarahkan pada Civitas Dei (negara ketuhanan),

sedangkan Civitas Terrena (Negara keduniawian) hanya mengurus ketertiban

dan tidak boleh menghalang-halangi pekerjaan gereja.

II. Yuridikasi Agama Krsten

Satu dan hal karena agama Kristen berkembang dalam konteks negara

Romawi dengan gaya susunan administrasi dan ketertiban hukum, maka

seiring itu gereja berikhtiar membangun di bidang kerohanian sebuah aparat

pemerintahan dan hukum yang serupa. Pada dasarnya ikhtiar gereja tersebut

bertolak dari cita-cita bahwa gereja merupakan sebuah Civitas Dei tersendiri

yang diberi tugas kerohanian. Persoalan-persoalan yang muncul dalam

Civitas Dai ini diatur dalam hukum kanonik melalui teknik yuridis Romawi.

III. Teoretisasi Agama Kristen

Sejak abad XI makin besar dirasakan kebutuhan untuk memberikan

suatu fundamental intelektual yang kokoh kepada moral dengan ajaran

agama Kristen dengan pengandalan filsafat zaman kuno. Akan tetapi, sejak
22

zaman Modern nampaknya bagi gereja semakin dirundung kesulitan untuk

mengakomodasi dan memadukan ajaran-ajaran atau filosofi Kristen dengan

temuan-temuan ilmu pengetahuan. Sejak masa rasionalisme dan era

pencerahan abad XVIII, gereja telah benar-benar pada persimpangan jalan.


23

BAB VI

HUKUM ROMAWI DAN HUKUM GERMANA

PADA BAGIAN AWAL ABAD PERTENGAHAN ANTARA LAIN

DI DALAM NEGARA FRANKA

I. Iktisar Historis

Pada era Negara Romawi bangsa Germana bermukim di wilayah

sebelah timur sungai Rin dan sebelah utara sungai Donau. Pada abad V

suku-suku bangsa Franka menetap di kawasa sungai Rin dan Seine. Raja-

raja Frangka Clovis, Dagobert, Pepijn de Korte, dan Charle Agung

(Charlemagne) telah berhasil memperluas kekuasaanya yang membentang

mulai dari sunagi Ebro di Spanyol sampai dengan sungai Elbe di Jerman

sekarang. Walaupun demikian, negara tersebut hanya berdiri untuk waktu

yang tidak panjang.

Terjadinya peperangan yang berlangsung selama satu abad untuk

memperebutkan warisan Charles Agung dan penggantinya, maka Francia

Orientalis seorang putra Louis Yang Saleh (Lodewijk de Vrome) yang

berdasarkan pada Traktat Verdum (843) dikukuh menguasai sebelah timur

sungai Rin, telah menyerap seluruh Negara Lathorius dan keseluruhanya

menjadi Negara Germania, yang kemudian menjadi Negara Katolik Roma

bangsa Jerman dan berdiri sampai dengan tahun 1806. Pada awalnya

kekuasan kaisar tetap besar, terutama pada era pemerintahan Otto Akbar

(Otto de Grote) tahun 936-973, Frederik Barbarossa (1152-1190), maupun

Frederi II (1211-1250). Kemudian dengan relatif lemahnya persatuan dan


24

kesatuan di Negara tersebut, nampaknya sedikit banyak telah membantu

terbentuknya tatanan hukum Erofa yang seragam.

II. Survival Hukum Romawi

A. Personalitas Hukum

Pada awal abad V asas personalitas diterapkan di Erofa Barat.

Hubungan dan perimbangan demografis antara Galia-Romawi dan Germana

bagaimanapun tidak sama. Diantara daerah hukum Germana di sebelah utara

dan daerah hukum Romawi di sebelah selatan terdapat suatu zona, yang

didalamnya diterapkan secara utuh asas personalitas pada abad VI,VII, dan

VIII. Asas personalitas disini berlaku semata.mata bagi hukum perdata dan

pidana. Apa yang menyangkut negara dan pemerintahan, misalnya tata

Negara adalah murni territorial. Sejak abad IX, asas personalitas perlahan

sirna di seluruh Erofa diganti asas teritorialitas.

B. Himpunan Hukum Romawi Erofa Barat

Penerapan asas personalitas pada hakikatnya telah memungkinkan

hukum Romawi tetap bertahan di Erofa Bara kendati pun Negara Romawi

Barat telah sirna. Akan tetapi, hukum Romawi tersebut tetap mengalami

evolusi, yang sebagian besar melalui kontak dengan hukum-hukum kebiasaan

Germana. Hukum Romawi blasteran ini, dalam bahasa Jerman disebut.

Vulgarreht. Kendati demikian, para raja dari kerajan-kerajaan Germana

bagian selatan, sekitar tahun 500 merasa perlu menyususun himpunan-

himpunanhukum Romawi, untukkepentingan para hakim. Himpunan hukum

tersebut dilakukan sekitar tiga puluh tahun sebelum kodifikasi besar hukum

Romawi atas perintah kaisar Justianus di Negara Byzantium : digesta,

Codeks dan Institutiones, yang tetap dikenal di Erofa Barat sampai abad XII.
25

C. Sumber-sumber Hukum di Negara Frangka

Sumber hukum Negara Franka dibedakan : (1) Reichsrecht, yaitu

perundang-undanagn kerajaan (selelah tahun 800 perundanag-undanagn

kekaisaran, pada asasnya seragam untuk seluruh Negara); Volkrechte, yaitu

hukum, terutama hukum kebiasaan, dari masing-masing bangsa yang

berbeda, yang dipersatukan di bawah kekuasan raja-raja Franka. Reichsrecht

dan Volkrechte tidak merupakan tatanan-tatanan hukum yang terpisah satu

denngan yang lain. Reichsrecht ini pada umumnya menyangkut

pemerintahan sedangkan Volkrechte berkaitan dengan hubungan-hubungan

privat.

D. Leges Barbarorum

Terdapat sejumlah Leges Barbarorum dikenal di wilayah Franka, antara

lain : Lex Salica, Lex Riburaria, Ewa ed Amorem, Lex Burgundionum, dan lex

Frisionum. Leges ini pada hakkatnya bukanlah kitab undang-undang yang

sesungguhnya, bahkan bukan pula undang-undang dalam arti masa kini.

Leges ini merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dengan bantuan para

urteilfinder (para pendamping yang harus melaksanakan legem dicere, yakni

menemukan putusan) dibuatkan catatan dan disetujui penguasa.

E. Perundang-undangan Raja di dalam Negara Frangka

Pada periode Merovia dan Karolingis, undang-undang merupakan

sumber hukum disampinng kebiasaan. Para Raja Merovia dan terutama raja-

raja Karolingis telah berupaya menyeragamkan hukum dengan jalan

meniadakan asas personalitas dan melalui penerapan peraturan mereka

sendiri diseluruh wilayah Negara.


26

Perundang-undangan raja-raja Merovia pada hakikatnya melanjutkan

tradisi Romawi, bukan saja yang menyangkut terminologi, melainkan juga dari

segi bentuk dan isi dan sedikit sekali mengeluarkan undang. Sementara raja-

raja Karolongis telah banyak membuat peraturan perundang-undangan.

Terutama Charles Agung, Louis de Vrome, dan Cahrle de Kele. Sejak

pemerintahan Charles Agung, peraturan perundang-undangan lazimnya

dsebut capitularia atau capitula. Kekuatan mengikat capitula tersebut

sesungguhnya bersumber pada otoritas sang raja, yaitu hak untuk melarang,

hak untuk memerintah, dan hak untuk menjatuhkan hukuman yang disebut

bannum.
27

BAB VII

TATANAN FEODAL

Tatanan feodal di Erofa Barat berkembang menjelang abad X, XI, dan

XII dan selama tiga abad itu institusi-institusi feodal memperoleh bentuknya

yang definitif. Di Perancis, Burgondia, dan Italia tatanan feodal ini memainkan

peranan besar di dalam kehidupan kemasyarakan dan hukum. Sementara di

Jerman, feodalisme mengenal zaman emasnya setelah Ottonen dalam abad

XII, XIII, dan bahkan abad XIV. Di Inggris feodalisme diintrodusir oleh kaum

Normandia pada tahun 1066, setelah pertempuran hastings dan sebagai

akibat peranan raja di dalamnya, maka tatanan feodalisme Inggris memiliki

cirri-ciri khas tersendiri. Sedangkan di Spanyol tatanan feodalisme ini

dimasukan reconquista yaitu perampasan kembali jazirah Spanyol oleh raja-

raja Kastila dan Aragon dari bangsa Arab.

Tatanan feodal tersebut ditandai dan diwarnai oleh serentetan institusi

yang sebagian besar terjadi selama periode raja-raja Merovia dan Karolinga

serta telah berlangsung terus sampai abad XVIII. Institusi-institusi dimaksud

adalah sistem-sistem vassal (Negara tertentu taklukkepada Negara lain), leen

(peminjaman tanah), imunitas (kekebalan), horigheid (benda-benda tak

bergerak milik Negara) dan dominal (petani terikat pada tuannya).

.Sistem vasal adalah ikatan pribadi di dalam hubungan dan

perimbangan feodal-vasal, sedangkan sistem leen ini merupakan ikatan

kebendaan. Sistem vasal tumbuh sebagi akibat ketidaksetabilan dan

keamanan periode-periode Marovia dan Karolinga, yaitu orang-orang

merdeka (non budak) meminta dan mendapat perlindungan (commandare-


28

commandatio) dari seorang yang berkuasa (senior), asalkan mengucapkan

janji akan setia kepada senior tersebut,bahwa harus taat dan membantu

secara fisik maupun nasehat (concilium et auxilium). Sistem leen tercipta

melaui beneficium (=baik hati, anugrah). Leen merupakan hak menguasai

biasanya sebidang tanah, yang diberikan oleh senior atau majikan leen

tersebut kepada vassal-nya, untuk memberikan kesempatan kepada pihak

yang tersebut terakhir untuk dapat menutupi biaya-biaya kehidupannya dari

penghasilan tanah tersebut.

Kebiasaan (adat) merupakan satu-satunya sumber hukum selama

masa feodal. Pada hakikatnya kebiasan-kebiasaan ini tidak diketahui karena

hal-hal tersebut tidak meninggalkan bekas-bekas tulisan, seperti akta-akta

maupun vonis-vonis tertulis, kontrak-kontrak yang merupakan dasar adanya

bukti tentang pemberian ijin mempergunakan tanah milik bangsawan, janji-

janji pada penggarap tanah, dan lain-lain.

Pada masa feodalisme ini, mampir tidak ada peraturan perundang-

undangan yang dibentuk. Hukum sama sekali tidak dicacat di sisni. Jadi, tidak

ditemukan lagi kitab undang-undang mauun kitab hukum. ini adalah era

tampa aksara baru. Kebanyakan orang malahan belum menguasai teknik tulis

menulis maupun seni baca, para hakim (antara lain kaum bangsawan dan

pejabat-pejabat daerah) yang pada umumnya tidak cakap membaca sebuah

naskah yuridis. Dan biasanya mereka mengadili suatu perkara dengan

mengandalkan takdir ilahi, terutama untukpembuktian yang sudah barang

tentu dilakukan dengan cara-cara irasional.


29

BAB VIII

SUMBER-SUMBER HUKUM PADA AKHIR ABAD PERTENGAHAN

DAN ZAMAN MODERN ABAD XIII XVIII

I. Ikhtisar Umum

Masyarakat Erofa Barat mengalami perubahan-perubahan mendasar di

dalam abad XIII meskipun institusi-institusi feodal masih tetap berlangsung.

Undang-undang sedikit demi sedikit kembali menjadi sumber hukum, bahkan

bukan sang raja saja yang membentuk undang-undang melainkan juga para

tuan tanah maupun pemerintah kota-kota. Akan tetapi, kegiatan perundang-

undangan masih terbatas ruang ringkupnya. Di dalam bidang hukum perdata,

kebiasaan masih tetap merupakan sumber hukum yang terpenting.

Di dalam sejarah hukum dijumpai kontinuitas antara abad-abad

pertengahan dan zaman-zaman modern. Abad XIII merupakan suatu

momentum penting dalam sejarah negara dan hukum. Dalam bidang yuridis,

raja-raja absolut memperjuangkan terutama untuk mempersatukan hukum

negara mereka. Pada abad ke XVI berkat ditemukannya seni mencetak buku,

maka hukum semakin lama dicatat. Pendokumentasian hukum mencapai titik

kulminasinya dalam gerakan kodifikasi, yang mulai tampil pada abad XVIII,

terutama di Jerman dan Italia. Pada abad-abad ini, undang-undang menjadi

sumber hukum terpenting menggantikan kebiasaan.

II. Kebiasaan

Seorang ahli hukum Vlanderen dari abad XVI, Filips Wielan, kebiasaan

sebagai sumber hukum didefinisikan sebagai berikut :


30

Kebiasaan adalah hukum tidak tertulis yang terdiri dari ketentuan-

ketentuan sehari-hari(usance) dan perbutan yang terus-menerus oleh

orang-orang dalam kehidupan dan pergaulan hidup serta diwujudkan

secara nyata tanpa paksaan masyarakat atau bangsa, selama

kebiasaan itu diikuti secara berkesinambungan

Dari ketentuan tersebut dapat diketahui karakteristik-karakteristik kebiasaan

yaitu : (i) hukum tidak tertulis; (ii) dibentuk oleh kelaziman dan tindakan-

tindakan berulang-ulang; (iii) dijadikan kelajiman di muka umum; (iv) tanpa

bantahan mayoritas kelompok sosial politik; (v) kebiasaan tersebut harus

pernah diterapkan selama periode tertentu yang cukup lama; (vi) kebiasaan

harus rasional.

Salah satu kelemahan hukum kebiasaan adalah tidak mempunyai

kepastian oleh karena tidak dituangkan secara tertulis. Kesulitan-kesulitan

yang disebabkan oleh tidak adanya kepastian hukum nampaknya mulai

disadari para raja. Di Perancis, pencatatan resmi hukum-hukum kebiasaan

mulai diselenggarakan pada XIV, ketika Raja Charles VII memberi perintah

melalui ordonansi Montil les Tours tahun 1454. Di negeri Belanda hal tersebut

di lakukan 77 tahun kemudian melalui ordonansinya tahun 1531. Selajutnya,

para raja memerintahkan pencetakan kebiasan-kebiasan tersebut sehingga

pada hakekatnya tidak lagi merupakan kebiasan-kebiasan murni dan dalam

realita menjadi undang-undang yang berasal dari kebiasan-kebiasaan hukum.

III. Undan-undang

Peranan besar perundangan-undangan pada hakikatnya dimainkan

oleh evolusi umum hukum di dalam masyarakat yang semakin individualistis,

dimana peranan keluarga dan kelompok-kelompok yang mendapatkan


31

privilese-privilese di dalam bidang kemasyarakatan, politik dan hukum mulai

melemah. Titik akhir evolusi tersebut adalah gerakan kodifikasi yang pada

abad XVIII di bawah pengaruh hukum alam dan pencerahan yang makin hari

berpengaruh. Gerakan ini memperoleh kemenangan dengan pecahnya

Revolusi Perancis serta mencapai titik puncaknya pada kodifikasi-kodifikasi

Napoleon (awan abad XIX).

Perundang-undangan kodifikasi sejak abad XIX tetap merupakan

sumber hukum terpeting di benua Erofa dan di banyak wilayah, yang

membiarkan diri diilhami dan dipengaruhi oleh burgerliche gesetzbuch Jerman

dan terutama code Napoloen. Undang-undang ini bukan lagi uangkapan atau

kehendak sang raja, melainkan sejak Revolusi Perancis adalah kemauan

rakyat melalui dewan perwakilan rakyat. Oleh karena itu hal ini hampir

dipandang sebagai sumber hukum terpenting, bahkan pada mulanya hampir

sebagai satu-satunya sumber hukum.

IV. Hukum Kanonik

Hukum Kanonik adalah hukum anggota-anggota persekutuan kaum

Kristiani, lebih khusus lagi Gereja Katolik-Roma. Istilah kanonik ini berasal

dari kata Yunani, yaitu kanon yang berarti regula atau aturan. Nama ini

diberikan pada keputusan-keputusan konseli-konseli di abad-abad pertama

tarirh Masehi. Hukum Kanonik ini memainkan peranan penting di dalam

evolusi umum hukum oleh sebab pengaruh gereja terhadap persekutuan-

persekutuan Erofa Barat di abad-abad pertengahan. Sampai saat ini kaum

Katolik menganggap dirinya tunduk pada dua buah tatanan hukum, yaitu

hukum Negara dan hukum kanonik.


32

Secara kronologis, perkembangan Hukum Kanonik dapat dibedakan

pada tiga periode, yaitu : (1) fase yang menunjukan peningkatan, yakni dari

abad III sampai dengan XI; (2) fase titik kulminasi pada abad XII dan XIII; dan

(3) fase menurun secara berangsur-angsur sejak abad XIV dan menurun

secara derastis sejak abad XVI. Akan tetapi, hukum kanonik masih tetap

merupakan hukum yang hidup meskipun telah terjadi sekulerisasi institusi-

institusi hukum perdata dan hukum publik.

Sumber hukum kanonik adalah Wahyu Tuhan sebagaimana ditemukan

dalam kitab suci yang merupakan satu-satunya dari Hukum Ketuhanan (ius

divinum). Hukum ketuhanan ini adalah seperangkat aturan-aturan yuridis yang

dijabarkan dari kitab suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.

Hukum ini ditambah serta dilengkapi dan disesuaikan dengan dekrit-dekrit

konsili-konsili dan dekteral-dekteral para paus maupun oleh kebiasaan. baik

perjanjian lama maupun perjanjian baru

V. Ajaran Hukum

Ajaran hukum menduduki tempat penting di dalam perkembangan

hukum sejak abad XVI. Ia tidak hanya membatasi diri pada penelaahan

Hukum Romawi dan Hukum Kanonik, tetapi juga hukum pribumi setiap

Negara. Undang-undang dan kebiasaan-kebiasaan di jadikan subjek studi

ilmiah. Dengan demikian, terjadilah pengilmiahan dari hukum itu sendiri, yang

dipelajari secara ilmiah sehubungan dengan pelaksanannya. Pada abad XVII,

Mazhab Hukum Alam mengalami masa pemekarannya, antara lain Grotius.

Walau bagaimanapun juga, hal ini telah menjurus ke arah globalisasi dan

kesatuan hukum.
33

VI. Organisasi Kehakiman dan Peradilan

Dengan adanya hirarkisasi pengadilan-pengadilan dan perkembangan

institusi permohonan banding terhadap putusan-putusan majelis-majelis

kehakiman yang lebih rendah, maka peradilan selama zaman-zaman modern

ini lama-kelamaan menjadi sumber hukum tersendiri. Lazimnya hakim-hakim

merasa terikat pada putusan hakim-hakim sebelumnya atau putusan-putusan

pengadilan yang lebih tinggi. Peradilan ini disebarluaskan melalui kumpulan

putusan-putusan dan arest-arest. Pengaruh peradilan terhadap sumber-

sumber hukum lain adalah sangat besar. Selain itu, peradilan pun telah

membantu dalam proses romanisasi hukum baik di Perancis, Jerman, dan

Belanda.

Peradilan telah banyak membantu dalam pembentukan hukum

modern, yaitu : (1) mengenai kekuasan pengadilan-pengadilan memberikan

makna kepada preseden-preseden; (2) karena pengaruh putusan-putusan

pengadilan rendah dan arrest-arrest pengadilan yang lebih tinggi terhadap

penyusunan hukum-hukum kebiasaan dan ajaran hukum.

Pada abad XIII, seperti hal sebelumnya, di dalam pengadilan, hukum

di jalankan oleh hakim-hakim rakyat, artinya hakim-hakim tanpa latar

belakang yuridis. Sejak abad XIV sampai abad XVIII, jabatan hakim

diselenggarakan oleh hakim-hakim professional, yakni yuris-yuris atau legis-

legis, yang pada umumnya adalah lulusan universitas.


34

BAB IX

COMMON LAW

I. Hal Ikhwal yang Bersifat Umum

Pada hakekatnya, common law adalah sebuah judge made law,

artinnya hukum yang dibentuk oleh peradilan hakim-hakim kerajaan dan

dipertahankan berkat kekuasaan yang diberikan kepada preseden-preseden

(putusan) hakim-hakim. Dan undang-undang nampaknya hampir tidak

berpengaruh terhadap evolusi common law ini. Akan tetapi, common law

dalam arti sempit ini tidak mencakup tatanan hukum Inggris; disamping

peradilan pengadilan-pengadilan kerajaan telah berkembang pula statute law,

yaitu hukum undang-undang yang dikeluarkan oleh pembuat undang-undang

(legislatif). Statute law ini telah menjadi suatu sumber hukum penting,

terutama selama abad-abad XIX dan XX.

Ungkapan common law telah dipergunakan sejak abad XIII untuk

menyebutkan hukum Inggris secara keseluruhan. Pada abad XV dan XVI,

disamping common law telah terbentuk sepangkat aturan-aturan hukum yang

lain, yakni apa yang dikenal equity. Betapun juga common law tetap berhasil

mengimbangi perkembangan pengaruh equity tersebut. Saat ini ungkapan

common law tersebut seringkali dipergunakan pula untuk menyatakan

keseluruhan aturan-aturan hukum yang berlaku di Inggris, tanpa

membedakan apakah hal-hal tersebut berasal common law yang asli, equity

maupun statute law. Dalam makna ini, diperbandingkan dengan civil law ,
35

yakni ungkapan yang dipakai untuk menyatakan tatanan-tatanan hukuk Erofa

Kontinental yang dipengaruhi corpus iuris civilis.

II. Pembentukan Tatanan Cammon Law

A. Hukum di Inggris Sampai Abad XII

Sampai abad XII dan XIII sejarah hukum Inggris dapat dibandingkan

secara tepat dengan sejarah tatanan-tatanan hukum Erofa Kontinental.

Inggris pun merupakan bagian dari Negara Romawi sejak abad I sampai abad

V, namun proses Romanisasi di dalamhukum dan institusi-institusi boleh

dibilang tidak meninggalkan bekas-bekasnya dalam periode-periode

kemudian.

Pada tahun 1066 Inggris ditaklukan oleh Hortog Nertog Normandia,

Willam Penakluk (1028-1087) dalam pertempuran di Hasting. William

menyatakan tidak akan mengubah hukum dan kebiasaan penduduk pribumi,

namun memasukan tatanan feodal yang lazim berlaku di Erofa Kontinental

pada Inggris. Dalam abad XII, kebiasaan tetap merupakan sumber hukum

satu-satunya hukum Inggris, yaitu : kebiasaan-kebiasaan lokal Anglo-sakson,

kebiasaan-kebiasaan kota-kota yang bar didirikan (borough customs),

kebiasan-kebiasaan kaum pedagang, terutama pedagang-pegadang London,

yakni yang dikenal pie powder dan lex mercatoria.

B. Susunan Pengadilan-pengadilan Kerajaan : Prosedur Writ

Pada awalnya sang raja sendiri yang memimpin sidang yang

diselenggarakan di dalam istananya, yang disebut dengan curia regis.

Namun, tidak lama kemudian telah dibentuk bidang-bidang spesialisasi,

terpisah dari curia yang sebenarnya. untuk menangani permasalahan-

permasalahan tertentu : (1) court of excheqeur scaccarium, sejak abad XII,


36

berwenang dalam bidang-bidang financial dan perpajakan; (2) court of

common pleas communia placita, berwenang urusan-urusan pemilikan tanah;

(3) kings bench dari bench coram rage, yang berwenang untuk memeriksa

kejahatan-kejahatan terhadap keamanan dan perdamaian di dalam wilayah

kerajaan.

Perluasan wewenang yang berlangsung cepat pada pengadilan-

pengadilan tingkat tinggi ini dimungkinkan terlaksana oleh prosede teknis

yang dipakai untuk menyelesaikan sengketa-sengketa pada majlis-majlis

hakim. Setiap orang yang ingin memperoleh keadilan sang raja, dapat

mengajukan surat permohonan kepada raja. Kanselir sebagai salah satu

penasehat terpentng raja, meneliti surat permohonan tersebut dan bilaman

surat permohonan tersebut dipandang layak, maka kanselir mengirim surat

atas nama raja, sebuah perintah yang disebut writs melalui sheriff untuk

memaksa tertuduh membuat pembelaan. Adapun tatanan writs ini terbentuk

pada abad XII pada saat Hendrik II (1154-1189) menjadi raja. Pada awalnya

writs tersebut diperuntukan dalam menyelesaikan kasus-kasus khusus,

namun setelah itu hal ini menjadi stereotype formula-formula, yang diberikan

oleh konselir setelah membayar sejumlah uang, tampa pemeriksaan

mendalam sebelumnya (writs de cursu).

Jadi, pada pokoknya hukum Inggris berkembang terutama dari suatu

keseluruhan aturan-aturan prosedur dan bukan dari aturan-aturan

menyangkut substansi dasar. Dengan adanya alasan-alasan ini, struktur

common law secara pundamental berbeda dengan tatanan-tatanan Erofa

Kontinental. Dengan tidak adanya kodifikasi, maka tidak ada pula pembagian

dalam cabang-cabang ilmu pengetahuan yang besar, seperti hukum perdata,


37

hukum pidana, dan sebagainya, namun berbicara tentang family law

(hukumkeluarga), contract law (hukum kontrak), law of tort (hukum yang

menyangkut perbuatan melawan hukum), dan seterusnya.

C. Sumber-sumber Common Law

Sesungguhnya common law benar-benar diciptakan oleh hakim-hakim

pengadilan kerajaan. Para hakim tersebut mengandalkan kebiasaan,

khususnya pada kebiasaan lama umum kerajaan (general immemorial

custom of the realm). Sejak tahun 1292 putusan-putusan terpenting

pengadilan-pengadilan tinggi Westminster telah dicacat dan disimpan dalam

Year Book. Kemudian, pada abad XVI dijumpai pula Law Reports yang

dicetak dan ini merupakan dokumen-dokumen terpenting bagi kehakiman dan

advokat. Meskipun common law adalah hukum yurisprudensi, namun baru

pada tahun 1875 hakim-hakim menurut undang-undang wajib menerapakan

prinsip stare decisis (tetap menerapkan apa yang telah diputuskan

sebelumnya, artinya menjunjung tinggi preseden-preseden). Selain itu, para

hakim mempergunakan juga buku-buku hukum besar yang disusun oleh para

hakim. Buku-buku tertua, legibus et consuetudinibus angliae (tentang undang-

undang dan kebiasaan) berasal dari tahun 1187 dan telah mamainkan

peranan penting dalam terbentknya common law.

D. Equity terhadap Cammon Law

Equity dapat dipandang sebagai sebuah pelengkap dan untuk

sebagian lagi sebagai alat koreksi common law, yakni : (1) bilamana common

law memperlihatkan celah-celah kosong, seperti tidak ada writ untuk sebuah

kasus tertentu, yang tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan pergaulan hidup;

(2) bilamana remedy yang disediakan common law (ganti rugi) tidak
38

memuaskan; (3) bilamana pengadilan common law dalam mengadili orang

memberikan putusan yang tidak adil; (4) bilamana pengadilan common law

tidak berwenang mengadili, misalnya terhadap kaum pedagang luar negeri.

Pada tahun 1873-1875 terjadi peleburan pengadilan-pengadilan

common law dan pengadilan-pengadilan equity sebagai akibat dikeluarkannya

Judicature Act. Sejak itu aturan-aturan common law dan equity pada

prinsipnya diterapkan oleh pengadilan-pengadilan yang sama, yang pada

gilirannya mempercepat prosespeleburan menjadi kesatuan yang utuh.

Judycature Act 1873 menetapkan bahwa untuk selanjutnya equity

mendapatkan prioritas atas common law dan hal tersebut kemudian

dikomfirmasi oleh Supreme Court Act tahun 1981.

III. Trial by Jury

Suau kespesifikan tatanan hukum Inggris adalah peranan penting yang

dimainkan oleh Juri di dalam institusi peradilan. Juri ini di dalam perkara-

perkara hukum baru terbentuk pada zaman Hendrik II (1133-1189), yakni pada

tahun 1166 melalui writ of novel disseisin. Tatanan juri di Inggris masih tetap

bertahan samai abad XX.

IV. Perkembangan Statute Law

Perundang-undangan menduduki tempat kedua dalam tata urutan

sumber-sumber hukum Inggris setelah peradilan. Undang-undang (act of

statute) dipandang sebagai kekecualian atas common law ; hakim harus

menafsirkan undang-undang ini secara sempit, bahkan lebih mengindahkan

kata-katanya daripada jiwanya. Pandangan yang meberikan prioritas kepada

common law nampaknya mulai luntur dengan meluasnya peranan pembuat

undang-undang terutama dalam abad XX. Melalui jalur perundang-undangan


39

(Acts tahun 1832-1833 dan 1873-1875), telah diadakan perubahan mendasar

di dalam susunan peradilan dan oleh sebab itu reformasi dalamhukum acara

dan hubungan serta perimbangantimbal balik antara common law dan equity.

Dengan cara yang sama, terutama setelah tahun 1945, telah diberlakukan

sustu hukum sosial yang sama sekali baru, walaupu dalam jumlah kecil.

V. Undang-undang Dasar dan Kodifikasi

Kendatu pun peranan besar yang dimainkan oleh perundang-undang,

namun tetap saja Inggris merupakan sebuah Negara tanpa undang-undan

dasar dan tanpa kitab undang-undang. Constitusional law Inggris bertumpu

pada kebiasaan dan pada preseden-preseden, maupun pada beberapa

naskah undang-undang seperti Magna Charta tahun1215, Bill of Right tahun

1689 dan Acts of Union antara Inggris dan Skotlandia tahun 1707. Dalam hal

kitab undang-undang, di Inggris paling tidak telah disusun apa yang disebut

consolidation undang-undang yang ada, antara lain dalam periode 1825-1863

dan beberapa materi terbatas dikodifikasikan seperti sale of goods act

(1893), sejenis kodeks kontrak jual beli, bankruptcy act tahun 1914, dan

seterusnya. Yang dimaksud kodifikasi di Inggris adalah sebuah undang-

undang, yang didalamnya telah dikonsolidaskan bukan hanya undang-undang

yang berlaku sejak dulu, melainkan juga case law.

VI. Penyebaran Common Law di Dunia

Inggris telah membawa dan sedikit banyak dipaksakan kepada semua

negara yang mereka kuasai atau yang mereka jajah, dengan hasil yang

berbeda-beda. Banyak wilayah yang termasuk Kerajaan Inggris, tetap

mengakui kekuasaan hukum Inggris. Kanada misalnya sampai tahun 1949

dan beberapa Negara lain : Selandia Baru; Hongkong, dan Singapura bahkan
40

sampai sekarang menganggap majelis pengadilan tertinggi yakni Judicial

Committee of Privy Council, yang terdiri dari 3 sampai 5 anggota-anggota

House of Lords. Di dalam United Kingdom Common Law ini diterapkan di

Walles dan Irlandia Utara, akan tetapi tidak di Skotlandia yang telah

mengalami pengaruh hukum Romawi karena banyak yuris-yuris skotlandia

yang mendapat pendidikan hukum pada universitas Erofa Kontinental. Selain

itu Amerika Serikat dan Australia tergolong Negara-negara common law

BAB X

HUKUM HINDU MASA KINI

I. Dominasi Islam

Sejak abad X, bagian-bagian tertentu sub-benua India sedikit banyak

dikuasai oleh penguasa Islam. Sebagai akibat hal tersebut, yakni sebagaian

penduduk India Timur dan Barat memeluk Islam satu sisi dan Hindu pada sisi

lain. Pada saat Mongol Agung (abad XVI sampai XIX) maka kaum penguasa

pada umumnya menghormati agama dan hukum penduduk India. Peradilan

paskhayat kasta-kasta tetap berlangsung tanpa kendala, namun kekuasan

raja berkurang bagi keuntungan kodi Islam.

II. Dominasi Inggris

Sejak tahun 1857 India berada di bawah kekuasaan Inggris

sepenuhnya. Ratu Viktoria dari Inggrs dinobatkan selaku Kaisar Perempuan

India, sehingga berada diatas hirarki para maharaja dan raja tatanan feodal.

Pada perinsipnya Inggris, sebagaimana koloni-kaloni lainnya berdasarkan

asas indirect rule. Institusi-institusi lokal yang ada begitu pula hukum Hindu
41

tetap berlangsung. Bersamaan dengan hal itu, Inggris berupaya kea rah

pembentukan sebuah hukum India, yang sama bagi seluruh penduduk India,

baik bagi kaum Islam maupun bagi kaum Hindu. Inggris berhasil melalui

perundang-undangan dan dengan reorganisasi peradilan. Dengan demikian

terbentuklah pengadilan campuran, dimana berlangsung proses peradilan

oleh hakim-hakim Ingris yang dibantu oleh para pandit.

III. Republik India Merdeka

India merupakan sebuah Republik merdeka sejak tahun 1947.

Berdasarkan Pasal 372 UUD menyataan bahwa hukum yang dimasukan oleh

pemerintah Inggris, tetap dipertahankan sepanjang tidak bertentangan

dengan pandangan sebuah republic demokrasi yang berdaulat. Oleh karena

itu, banyak perundang-undangan Inggris masih tetap berlaku, hal ini

menyangkut baik perundangan-undangan maupun judge made law. Dengan

demikian India dewasa ini tergolong ngara-negara common law.


42

BAB XI

HUKUM IBERANI MODERN

Hukum Iberani masih tetap merupakan tatanan hukum pribadi orang-

orang Yahudi (Israel). Disamping itu betapun juga hukum territorial masih

tetap berlaku. Di Israel dijumpai empat buah sumber hukum : (1) Hukum

Iberani tradisional; (2) Hukum Negara Ottoman, antara lain kitab undang-

undang medjelle; (3) common law yang dimasukan tatkala Palestina

merupakan daerah mandat yang atas perintah league of nation dipimpin

Britania Raya (1920-1948); dan (4) perundangan-undangan Knesset,

parlemen Negara Israel.

Di Israel ditemukan pengadilan-pengadilan Negara dan pengadilan-

pengadilan agama (rabinal). Pengadilan rabinal hanya berwenang semata-

mata dalam urusan-urusan perkawinan dan perceraian serta dalam materi-

materi lainnya, yang merupakan pula saingan dalam wewenang memeriksa

dan mengadili kasus-kasus tertentu bagi pengadilan-pengadilan Negara.

Mahkamah Agung mengawasi kedua jenis pengadilan tersebut, dengan

pengertian bahwa Mahkamah ini tidak dapat mengubah putusan-putusan

rabinal,melainkan dapat mengevaluasi apakah para rabi ini tdak melampaui

batas wewenang dan tidak melecehkan prinsip-prinsip peradilan yang layak.

Putusan-putusan Mahkamah Agung ini mengikat bagi hakim-hakim

pengadilan yang lebih rendah, bahkan terkadang Mahkamah Agung tersebut

masih pula bertumpu pada peradilan Judicial Committeeof the Privy Council

periode mandate Inggris. Sebagaimana halnya India, Israel pun masih


43

dikonfrontasi oleh problema-problema penyesuaian diri hukum tradisional

terhadap perkembangan sebuah masyarakat modern.

Modernisasi hukum yang telah mencapai banyak kemajuan adalah

dalam bidang hukum dagang, seperti undang-undang unifrm kontrak-kontrak

jual beli. Dalam hukum keluarga, pandangan-pandangan keagamaan masih

sangat signifikan oleh karena kaum ulama dan kelompok-kelompok politik

fundamental masih menentang kesetaraan yuridis perempuan.


44

BAB XII

HUKUM ISLAM

Hukum Islam adalah hukum pergaulan hidup kum muslimin, artinya

hukum berlaku bagi semua orang yang memeluk agama Islam, dimanapun

mereka berada. Seperti halnya hukum Hindu, maka Hukum Islam pun

merupakan hukum masyarakat Islam dan bukan hukum penduduk suatu

Negara.

I. Agama dan Sejarah

Islam mempunyai arti tunduk kepada kehendak Allah. Tiada Tuhan

selain Allah dan Muhammad rasul-Nya, nabi terakhir Allah Subhannahu

Wataala setelah Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Daud dan Isa.

Agama Islam, telah mengalami perluasan cepat, sebagai akibat

kegiatan-kegiatan pengikut-pengikut Nabi Muhammad, para khalif, yang

dalam satu abad mampu menguasai Siria, Mesir, daerah Magrib (Aljazair,

Maroko, Tunisia), Spanyol dan bahkan sebagian Perancis. Negara-negara

besar Muslim menguasai derah-daerah ini dalam abad VIII dan IX, bahkan

bangsa Abbasida memerintah Bagdad. Sejak abad XIV sampai abad XIX

Negara Ottoman (Turki) mendominasi sebagai besar dunia Islam.

II. Syariat dan Fikih

Hukum Islam tidaklah merupakan suatu ilmu pengetahuan tersendiri,

melainkan salah satu aspek agama. Hal ini meliputi teologi (yang

menetapkan dogma, yakni apa yang dipedomani sebagai kepercayaan kaum

Muslimin) dan syariat yang memberikan ketentuan-ketentuan kepada orang-


45

orang beriman apa yang wajib apa yang wajib dilakukan dan apa yang wajib

ditinggalkan.

Syariat adalah jalan yang harus ditemuh atau aturan yang

diwahyukan. Jadi hal ini menyangkut pula hal-ikhwal yang harus dilakukan

oleh orang beriman terhadap Allah (sholat, puasa, jakat, dan seterusnya).

Semua kealfaan dianggap pelanggaran. Fikih adalah pengetahuan tentang

syariat; ia adalah ilmu pengetahuan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban

manusia, tentang pemberian ganjaran dan hukuman. Fikih ini menetapkan

aturan-aturan perilaku yang diturunkan dari empat sumber syariat : (i) Al-

Quran; (ii) Sunnah; (iii) ijma (kesesuaian pendapat ulama tentang peristiwa

hukum); dan (iv) kias (analogi).

III. Empat Buah Sumber Syariat

A. Al-Quran

Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Ia merupakan wahyu-wahyu

Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW, Rosul-Nya yang terakhir. Prinsip-

prinsip yuridis yang dapat diturunkan dar Al-Quran pada haikatnya memenuhi

tujuan nabi Muhammad SAW, yakni mengganti tata organisasi suku-suku Arab

lama, tanpa adanya kelas-kelas yang memperoleh hak pengutamaan

(privilege). Adapun aturan-aturan yang diletakkan adalah hal-hal yang

mengupayakan mempertinggi mutu akhlaq.

Para hakim (kadi) harus berikhtiar untuk mendapatkan suatu solusi

yang adil dan pantas untuk semua persoalan, mereka harus berjuang

melawan praktek suap-menyuap, memerintahkan keterangan saksi-saksi,

menjaga agar persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan baik, memberi

perlindungan terhada kaum lemah (perempuan, yatim piatu, budak belian).


46

B. Sunnah

Sunnah adalah seluruh perbuatan dan ucapan Nabi Muhammad,

sebagaimana hal itu dikisahkan oleh para sahabatnya. Pernyataan atau sikap

Nabi Muhammad SAW memunculkan sebuah hadist, yang didalam abad VIII

dan IX banyak hadis ini dikumpulkan dalam buku-buku : yang terpenting

akhirnya tetap ada secara definitive.

C. Ijma

Ijma adalah consensus bersama kaum Islam yang dicapai dengan

bulat. Pada hakikatnya, ini adalah konsesus kalangan para ahli hukum,

doktores-doktores syariat, meskipun hal ini tidak selalu seia-sekata dengan

pandangan khalayak ramai.

Ijma ini sebagaian besar ditetapkan dan dikumpulkan dalam bentuk tertulis

selama abad-abad VIII dan IX Masehi, artinya 100 sampai 300 tahun setelah

Hijrah. Ijma ini diwujudkan oleh ahli-ahli hukum yang mempunyai nama-nama

besar dalam abad VIII dan IX Masehi, terutama oleh mereka yang berasal dari

Bagdad pada saat kekuasaan berada dalamkekuasaan Abasiah, yang

kebanyakan adalah imam-imam biasa tanpa fungsi memimpin maupun

tanggung-jawab politik, namun memiliki pengetahuan yang mendalam tentang

syariat, hukum yang diwahyukan Allah SWT.

Dalam peraktek telah diterima sebagai kenyataan bahwa dijumpai

berbagai cara, berbaai jalan untuk tiba pada kebenaran; jalan-jalan ini disebut

madzhab-madzhab. Di dalam dunia Islam dibedakan empat madzhab ialah

madzhab Hanafi, Maliki, Syafei, dan Hambali. Kemempat madzhan itu disebut

kaum sunni,oleh karena mereka ini menjunjung tinggi Sunnah. Disamping

empat madzhab terdapat yang lainnya, antara lain madzhab kaum syiih.
47

D. Kias

Kias artinya analogi atau pikiran secara analogi, dipandang pula

sebagai sumber Syariat : hal-hal ini adalah kesimpulan-kesimpulan yang

dapat jibarkan dari Al-Quran dan Sunnah melalui pemekiran logis. Kias

berfungsi sebagai pengisi-pengisi kekosongan-kekosongan yang ditinggalkan

oleh ketiga buah sumber lainnya.

IV. Sumber-sumber Hukum Pelengkap

Islam tidak memperkenankan dipergunakannya sumber-sumber hukum

lain kecuali syariat. Walaupun demikian, kebiasaan (orf - yang juga disebut

adapt) dan perundang-undangan (qanun) telah memainkan peranan yang

tidak dapat dianggap remeh, namun kesemuanya itu tidak boleh bertentangan

dengan syariat.

Lazimnya penyelenggara hukum dilakukan oleh kodi, hakim-hakim

agama dan dibantu oleh kaum awam terpandang yang berasal dari

masyarakat setempat. Mereka memiliki wewenang penuh untuk mengadili

perkara-perkara, baik yang yang menyangkut perdata maupun pidana.

Adapun fatwa-fatwa merupakan nasihat-nasihatt keagamaan dan hukum,

yang kebanyakan diberikan oleh seorang mufti atau pejabat keagamaan yang

penting.,

V. Evolusi Masa Kini Hukum Islam

Fikih diterapkan pada abad X dan sejak itu tidak diubah lagi. Sekalipun

demikian, ia merupakan salah satu tatanan hukum yang besar masa kini dan

diterapkan dikebanyakan negara-negara Islam. Dan hal ini hanya mungkin

karena fikih tersebut bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan diri pada

evolusi dalam bidang politik dan kemasyarakatan dunia Islam.


48

Sekalipun kesatuan hukum dan agama sebagai asas umum masih

berlaku, menyebabkan negara-negara Islam sedikit banyak mengalami

evolusi yang berbeda dan beraneka ragam, terutama di bawah pengaruh

factor politik dan juga karena adanya tradisi-tradisi lokal yang sangat bereda

satu dengan yang lain. Sementara itu, perundang-undangan (qanun),

dimungkinkan untuk membentuk disamping hukum agama, sebuah hukum

umum/awawm. Selama berabad-abad raja-raja atau kepala-kepala negara

hanya sedikit sekali mempergunakan peluang tersebut. Sejak abad XX di

kebanyakan negara-negara Islam makin banyak undang-undang dibentuk.


49

BAB XIII

HUKUM CINA

I. Pendahuluan

Hukum Cina tradisional bukan merupakan tatanan hukum keagamaan

yang ketat; hal ini nampaknya lebih merupakan suatu tatanan hukum yang

terintegrasi ke dalam ajaran filsafat yakni konfusionisme. Diantara ciri-ciri khas

terpenting hukum Cina perlu disebutkan disini adalah pembagian masyarakat

dalam kelas-kelas, dengan aturan-aturan hidup moral dan yuridis sendiri-

sendiri. Kelas-kelas yang mempunyai hak pengutamaan (privilege), ini tidak

menyukai aturan-aturan hukum yang sederhana dan hidup menurut

kewajiban-kewajiaban ritual li sedangkan kelas rakyat tunduk pada tatanan

hukum pidana fa yang ketat.

II. Sketsa Sejarah

Sejarah Cina membentang ke belakang sampai 30 abad SM, manakala

suku-suku bangsa Cina, yang berasal dari Mongolia, bermukim di wilayah

sungai Kuning serta pada sat itu mereka telah mencapai taraf peradaan suku

bangsa. Sekitar abad XII SM di Cina berkembang tatanan feodal, yang

didalamnya kelas yang memperoleh hak utama terdiri dari ksatria dan kaum

pelajar. Pada kahir tatanan feodal, yaitu abad VI sampai IV SM, hidulah

orang-orang besar yang paling mempengaruhi cara berpikir filosofis dan

agama Cina : Lau-Tse, Konfusius dan Mensius.

Pada abad III mulai berkembang negara Kekasiaran Kuno : Cina

menjadi sebuah negara besar dan luas dengan sistem pemerintah yang

sentralistis, berkat dinaati Tsjin. Kendatipun dinasti hanya berkuasa 40 tahun


50

(256-107 SM), betapapun juga ia telah mempengaruhi sejarah dan hukum di

Cina secara langgeng-lestari. Peranannya telah dilanjutkan oleh Dinasti Han,

yang selama empat abad berkuasa ( abad II SM abad II M). Pada tahun

618-907, Cina kembali tumbuh sebagai negara yang kuat dan penuh percaya

diri di bawah kekuasan Dinasti Tang. Namun setelahnya, Cina kembali

mengalami kejatuhan. Kesatuan poltik negara kembali dipulihkan oleh Dinasti

Ming (1368-1644) dan Dinasti Mansyu dari Tsing (1644-1912); kekaisaran

ambruk pada tahun 1912.

III. Tatanan Agama dan Filsafat

Struktur kemasyarakatan Cina dari dahulu bertumpu pada sebuah

etika, yang terdiri atas unsure-unsur dari setidaknya tiga buah aliran pikiran :

(1) Konfusianisme ini didirikan oleh Kong Fu-Tze, yang hidup sekitar 551-479

SM. Tatanan filsafatnya ini dijabarkan dari pandangan-pandangan

keagamaan, yang diungkapkan dalam kitab-kitab suci kuno, king. Dan ini

merupakan sebuah animisme yang berikhtiar kearah monoteisme; (2)

Taoisme, tumbuh dari ajaran Guru Zaman Dulu Lau Tze, teman sezaman

Konfusius yang lebih tua. Naskah terpenting dari ajaran ini adalah kitab yang

berasal dari abad III SM, Tau Te-tsying atau jalan menuju kebaikan. Tau

adalah jalan yang memasuki segala sesuatu, rasio yang mengendalikan

dunia, gerakan alam; dan (3) Budhisme, yang berasal dari India selama abad-

abad III dan II SM, bahkan pengaruhnya berkembang cepat sejak abad V

Masehi.

IV. Li Konfuisme

Li adalah kata kunci yang paling dekat pada pengertian hukum

negara-negara barat; kadang diterjemahkan pula dengan ritual, moral, etiket,


51

kepantasan. Li merupakan seperangat aturan-aturan kepatutan dan

kesopanan yang harus diindahkan oleh manusia jujur, hal-hal tersebut

merupakan suatu kodeks etika bentuk-bentuk pergaulan. Secara prinsip Li ini

nampaknya cukup untuk mempertahankan ketertiban; ini adalah

pemerintahan oleh manusia-manusia.

V. Fa Kaum Ahli-ahli Hukum

Pada zaman Dinasti Tsying (256-207 SM), konfusionisme terutama

ajaran Li diserang habis-habisan oleh ahli-ahli hukum dan para legis,yang

mengedepankan pandangan bahwa fa, artinya undang-undang, terutama

undang-undang hukum pidana sangat diperlukan bagi rakyat. Apa yang

dikenal fa-cia (madzhab undang-undang, madzhab kaum legis) berkembang

pesat, terutama pada pemerintahan Kaisar Chin Shih Huang-Ti, yang pada

tahun 221 SM mewujudkan persatuan dan kesatuan wilayah Cina.

VI. Li dan Fa Bersama-sama

Pandanagan legalitas fa-cia tampaknya tidak dapat dipaksakan.

Malahan sejak era Dinaati Han (abad II SM) telah dapat dipastikan suatu

knfusianisasi undang-undang, dengan kata lain terdapat rekonsiliasi antara li

dan fa dengan mengakui adanya kelas-kelas sosial yang beragam. Tatanan

ini selama dua ribu tahun tetap bertahan. Sekalipun demikian, legisme ini

masih pula tetap berpengaruh dan telah terjadi suatu tradisi perundang-

undangan kekaisaran, terutama dalam bidang hukum pidana dan dan hukum

tata usaha negara sebagai akibatnya. Adapun perundangan-undangan hukum

privat hampir tidak tersentuh.


52

VII. Kitab-kitab Undang-undang Cina

Sedikitnya dijumpai delapan belas kitab-kitab undang-undang Cina.

Kitab tertua berasal dari abad IV SM, setelah itu hampir setiap dinasti telah

mengeluarkan sebuah kitab undang-undang baru, yang biasanya diambil alih

begitu saja dengan atau tampa tambahan-tambahan. Beberapa kitab

undang-undang mempunyai lebih dari 1500 pasal, dengan menyebut berturut-

turut lebih dari 2000 kejahatan dan pelanggaran, yakni kodeks Tsin-Liu (tahun

268 SM). Salah satu kejahatan-kejahatan adalah pemberontakan anak laki-

laki terhadap ayahnya.

VIII. Cina dan Tatanan-tatanan Erofa dalam Abad XIX dan XX

Pergaulan dengan orang-orang Erofa melalui perdagangan dan

industri, pemuka-pemuka Cina mengalami pengaruh tatanan-tatanan hukum

Barat. Cina berupaya mencegah proses eropanisasi hukum dengan jalan

menyesuaikan tatanan hukum mereka sendiri. Kodeks Tsying ditijau kembali

pada tahun 1910, terutama dalam materi-materi yang pada bangsa Erofa

tergolong hukum perdata, hukuman-hukuman ditiadakan. Pada tahun 1912

Kekaisaran jatuh dan terjadi pembentukan republik telah menyuburkan

perembesan tatanan-tatanan hukum Barat. Betapapun demikian, eropanisasi

ini pada hakikatnya sangat dangkal : undang-undang baru yang dibentuk tidak

dikenal oleh penduduk. Malahan kodek-kodeks ini memperkokoh tradisi Cina

dengan adanya perwalian keluarga dan kekuasaan negara untuk kerugian

individu
53

IX. Hukum Republik Rakyat Cina

Rezim baru Republik Rakyat Cina telah menghapus semua undang-

undang yang ada untuk melenyapkan pengaruh feodalisme dan kaum kelas

menengah. Tatanan hukum baru berbasiskan undang-undang yang sekaligus

merupakan penerapan paham Marxisme-Leninisme; undang-undang yang

ketat dan keras ini diberlakukan untuk menegakan komunisme. Dari tahun

1950 sampai dengan 1958 telah dikeluarkan undang-undang dalam jumlah

yang besar.

Sejak tahun 1958 terjadilah suatu reaksi terhadap hegemoni

perundang-undangan; pemerintah Cina menentang pengaruh Rusia dan

kembali ke cara pendekatan tradisional Cina. Dominasi kedaulatan hukum

dihapus. Jadi, terbentuklah sebuah li baru, sesuai dengan pandangan-

pandangan politik partai komunis yang diturunkan dari gagasan Mao Tse Tung

yang dijilid menjadi satu kesatuan yang dikenal dengan buku merah. Li

diterapkan atas orang-orang komunis, sedangkan yang kejam (undang-

undang hukum pidana) tetap dipertahankan dan diberlakukan bagi orang-

orang kontra-revolusioner dan bagi orang-orang bukan Cina.

Didalam bidang hukum privat, hukum juga memainkan peranan yang

subordinatif dan fragmentaris. Begirulah struktur hak milik marxisme, dengan

tekanan hak milik negara sosialis dan kolektif diberlakukan di Cina, bukan

mellui tatanan perundang-undangan, melainkan oleh tindakan-tindakan

sporadis. Suatu kekecualian dalam bidang hukum privat adalah hukum

perkawinan. Di dalam kebanyakan bidang hukum ini diupayakan penyelesaian

perselisihan secara damai melalui jasa-jasa perantara. Untuk maksud


54

tersebut dibentukalah Komisi Perantaraan Masyarakat., yang pada hakikatnya

mengesampingan peranan peradilan.

Sekarang ini hukum perundang-undangan Cina bersumber dari dua

badan pembuat undang-undang : badan legislatif negara dan badan

kekuasaan partai. Partai menetapkan isinya, Negara menentukan bentuk

undang-undang. Begitulah sejak tahun 1979 telah diterbitkan ratusan undang-

undang, terutama yang berhubungan dengan institusi-institusi negara dan

khususnya yang menyangkut hukum ekonomi.


55

BAB IV

HUKUM JEPANG

I. Pendahuluan

Sejarah hukum Jepang dapat dibagi dalam tiga periode pokok. Selama

periode pertama, dari tahun 650 sampai tahun 850 M, jepang mengambil alih

hukum Cina; selama periode kedua, yang banyak memperhatikan kesamaan

dengan tatanan feodal Erofa, namun yang menyangkut hukum, nampaknya

hukum Cina tetap berpengaruh; dan periode ketiga sejak tahun 1868, hukum

Jepang mengalami reformasi yang berlangsung sangat cepat kearah pola

tatanan hukum Erofa Barat.

II. Pengaruh Cina

Budhisme masuk Jepang dalam abad VI-VII M, oleh karena itu

pengaruh Cina sangat besar disini. Kitab undang-undang Jepang yang

mengikuti pola Cina adalah ritsu-ryo, yang terutama mengandung hukum

pidana (ritsu) namun juga hukum perdata dan hukum tata usaha negara

(ryo)., meletakan kepada setiap orang kewajiban-kewajiban.

III. Tatanan Feodal

Sejak abad IX tatanan legalistik dan egaliter relatif telah diganti oleh

sebuah sistem feodal (sho) yang sangat menyerupai tatanan feodal yang ada

di Erofa Barat untuk periode yang sama. Wilayah tuan-tuan tanah menikmati-

menikmati privilise-privilise dalam bidang perpajakan dan peradilan.

IV. Hukum Jepang Saat Ini

Sejak tahun 1868 pengaruh-pengaruh Barat tidak dapat dielakan. Kitab

undang-undang menurut pola Barat, terutama model Jerman dibentuk;


56

sebuah kitab undang-undang hukum acara perdata pada tahun 1899 dan

sebuah kitab undang-undang hukum pidana pada tahun 1907. Namun, hukum

keluarga dan waris untuk sebagian tetap diwarnai unsure-unsur tradisional.

Dengan berakhirnya Perang Dunia II, pendudukan Amerika

memberlakukan sebuah tatanan monarkhi konstitusional pola Inggris.

Sedangkan hukum acara pidana disesuaikan dengan sistem Anglo-Amerika,

begitu pula tatanan hukum dagang, hukum korporasi dan kartel sesuai

dengan hukum bisnis Amerika Serikat. Namun kekuasaan yudikatif

nampaknya mengandung elemen-elemen, baik menurut tatanan hukum Erofa

Kontinental maupun fragmen-fragmen common law. Walupun demikian

peradilan Juri tidak diresepsi. Jadi, para hakim diberi tugas melakukan

pengawasan terhadap jalannya administrasi pemerintahan dan bahkan

berwenang menjalankan hak menguji undang-undang atas undang-undang

dasar.

Kendatipun para hakim memiliki kemandirian penuh di dalam

menjalankan kekuasaan kehakiman, namun mereka tidak diangkat untuk

seumur hidup dalam memangku jabatannya, melainkan hanya untuk suatu

masa bakti selama 10 tahun. Putusan-putusan para hakim ini hanya berlaku

terhadap kasus kongkrit yang diajukan untuk dan diputuskan di Pengadilan.

Betapapun juga dalam praktek, arrest-arrest Mahkamah Agung nampaknya

berpengaruh besar atas peradilan pada pengadilan negeri dan pengadilan

tinggi.

Anda mungkin juga menyukai