Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di negara-negara berkembang, cedera kepala menjadi salah satu penyebab kematian

utama dikalangan usia produktif. Hal ini diakibatkan mobilitas yang tinggi pada usia tersebut,

sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan

pertama yang belum tepat dan rujukan yang terlambat (Japardi, 2004).

Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik pada kepala baik secara kangsung atau tidak

langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi

psikososial, baik temporer maupun permanen (PERDOSSI, 2006).

Insidensi tahunan dari cedera kepala yaitu sekitar 600 hingga 900 orang per 100.000

populasi. Terdapat 200 hingga 500 orang dirawat di unit gawat darurat, 150 hingga 250 orang

dirawat di rumah sakit dengan Traumatic Brain Injury, dan 20 hingga 30 orang meninggal (50%

di rumah sakit dan 50% di luar rumah sakit) per tahunnya (Bruns & Hauser, 2003).

Puncak insidensi dari Traumatic Brain Injury yaitu antara umur 15 - 24 tahun dan orang

yang berumur > 64 tahun. Laki-laki memiliki kemungkinan mengalami Traumatic Brain Injury

dua kali lipat lebih besar daripada wanita (Nicholl & LaFrance, 2009).

Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma atau cedera kepala,

52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab

kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Menurut

penelitian yang dilakukan oleh National Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa

diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma kepala dan

kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala (Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh &

Zarei, 2009).
Di Indonesia, cedera kepala menempati peringkat pertama pada urutan cedera yang

dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas yaitu sebesar 33,2% (RISKESDAS, 2007).

Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28%

lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan

rekreasi. Di Indonesia sendiri, cedera merupakan salah satu penyebab kematian utama setelah

stroke, tuberkulosis, dan hipertensi ( Depkes RI, 2009 ).

Data epidemiologi dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo,

untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10%

dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan

untuk CKR tidak ada yang meninggal (Sastrodiningrat, 2007).

Pada tahun 2010 penderita cedera kepala di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit

Haji Adam Malik Medan adalah 1627 penderita, yang terdiri atas 1021 penderita cedera kepala

ringan (CKR), 444 penderita cedera kepala sedang (CKS), dan 162 penderita cedera kepala berat

(CKB). Dari jumlah ini yang dilakukan operasi untuk berbagai jenis cedera kepala adalah 274

penderita (16.8%) (Data Departemen Bedah Saraf FK USU, 2010).

Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sendiri diperoleh prevalensi cedera 7,3%, dimana

penyebab terbanyak adalah kecelakaan sepeda motor. Namun, belum ada data epidemiologi yang

pasti khususnya untuk cedera kepala di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (RISKESDAS,

2013).

Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan keparahan dari Traumatic Brain Injury.

Glasgow Coma Scale adalah salah satu cara untuk menentukan keparahan dan paling sering

digunakan di klinis (Bruns & Hauser, 2003). Cedera kepala secara klinis diklasifikasikan

menjadi Cedera Kepala Ringan (CKR), Cedera Kepala Sedang (CKS), dan Cedera Kepala Berat
(CKB) yang ditentukan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS), ada atau tidaknya

kelainan pada CT-Scan otak serta defisit neurologis seseorang (Dewanto et al. 2007).

Beberapa pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan pada pasien cedera kepala yaitu

CT-Scan dan pemeriksaan laboratorium (Ginsberg 2008). Dari hasil penelitian Efrika (2008)

diperoleh peningkatan leukosit paling bermakna terjadi pada jenis cedera kepala berat dan

sedang. Namun, ada beberapa pasien yang mengalami cedera kepala ringan juga menunjukkan

peningkatan jumlah leukosit ringan. Hasil penelitian Ginanjar (2010) menyatakan bahwa dalam

pengelolaan pasien cedera kepala dapat timbul penyulit atau komplikasi yang akan memperburuk

prognosis. Leukositosis merupakan salah satu komplikasi cedera kepala. Epinefrin dan kortisol

dianggap sebagai salah satu yang berperan dalam terjadinya leukositosis.Kenaikan jumlah

leukosit tersebut akibat dari inflamasi nantinya berhubungan dengan outcome yang buruk pada

pasien cedera kepala.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan antara

derajat cedera kepala dengan peningkatan jumlah leukosit pada pasien Rumah Sakit Umum Cut

Meutia Kabupaten Aceh Utara tahun 2013-2014.

1.2. Rumusan Masalah

Cedera kepala merupakan penyebab yang paling bermakna dalam meningkatkan

morbiditas dan mortalitas di dunia terutama individu pada kelompok usia produktif. Apabila

terjadi cedera jaringan, maka jaringan tersebut akan melepaskan berbagai zat yang menimbulkan

reaksi peradangan. Akibatnya jumlah leukosit darah akan meningkat yang disebut leukositosis.

Leukositosis umumnya terjadi pada jenis cedera kepala sedang dan berat, namun tidak menutup

kemungkinan jenis cedera kepala ringan dapat mengalami leukositosis pula. Leukositosis yang
terus berlanjut nantinya akan berhubungan dengan outcome yang buruk pada pasien cedera

kepala.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka didapatkan pertanyaan penelitian sebagai

berikut :

1. Bagaimana gambaran angka kejadian cedera kepala di Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Kabupaten Aceh Utara tahun 2013-2014?

2. Bagaimana gambaran jumlah leukosit darah pada pasien cedera kepala di Rumah Sakit

Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tahun 2013-2014?

3. Apakah ada hubungan antara derajat cedera kepala dengan peningkatan jumlah leukosit

pada pasien Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tahun 2013-2014?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan derajat cedera kepala dengan

peningkatan jumlah leukosit pada pasien Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh

Utaratahun 2013-2014.

1.4.2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui angka kejadian cedera kepala di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten

Aceh Utara tahun 2013-2014.

2. Mengetahui ada atau tidaknya peningkatan jumlah leukosit darah pada pasien cedera

kepala yang dapat berpengaruh pada prognosis pasien tersebut di Rumah Sakit Umum

Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tahun 2013-2014.


1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman peneliti tentang

hubungan jenis cedera kepala dengan peningkatan jumlah leukosit.

2. Sebagai data dasar dan sarana informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan

penelitian lebih lanjut khususnya dalam mengetahui hubungan cedera kepala dengan

peningkatan jumlah leukosit.

1.5.2 Manfaat praktis

1. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tentang

pentingnya pemantauan jumlah leukosit darah pada pasien cedera kepala.

2. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara agar

senantiasa melakukan pemeriksaan leukosit darah secara dini pada pasien cedera kepala.

Anda mungkin juga menyukai