PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang
menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak
iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat akut maupun
kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis
kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu
alergen.
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya
rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat
lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis
dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya
potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi,
suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya
keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status
disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau
terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari(misalnya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu atau yang terdapat pada lingkungan penderita) dapat menyebabkan prognosis
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah
2.2 EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada semua umur dan pria maupun wanita memiliki
frekuensi yang sama untuk terkena. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan,
jumlah penderita dermatitis kontak alergi lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang
Penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit yang terkait dengan pekerjaan di Amerika
Serikat3. Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan, insiden dan tingkat prevalensi DKA
Romania tahun 200-2009 bahwa wanita lebih sering terkena dermatitis kontak dibanding
laki-laki, yaitu 1.83: 1 dan 64.46% berusia di atas 45 tahun. Akan tetapi, usia dan jenis
kelamin sendiri sebenarnya bukan merupakan faktor risiko DKA, tetapi berhubungan dengan
Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus
Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron
mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols.
Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen,
pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan),
Predisposisi
antara lain:
4) Lama pajanan
5) Oklusi
7) Vehikulum
8) pH
2. Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar matahari.
3. Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya mutasi null pada
kompleks gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel (Thysen, 2009).
Seluruh faktor faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang masing masing
dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai contoh, saat keadaan imunologik
seseorang rendah, namun apabila satus higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup,
maka potensi sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya. Sehingga
sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan perbaikan bila dibandingkan
dengan keadaan status higinie dan gizi individu yang rendah. Selain hal hal diatas, faktor
predisposisi lain yang menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan
2.4 PATOISIOLOGI
Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara berulang oleh suatu
alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang sangat reaktif dan seringkali
mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit
dapat menembus lapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan
membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang terbentuk
diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening yang mengalir dan limfosit-
limfosit secara khusus dapat mengenali konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier
yang berdekatan. Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang
akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan melepaskan mediator-mediator
inflamasi seperti IL-2, TNF, leukotrien, IFN, dan sebagainya, sebagai respon terhadap
menimbulkan manifestasi klinis khas khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya. DKA
ini akan terlihat jelas setelah terpajan oleh alergen selama beberapa waktu yang lama sekitar
Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai pruritus, kemerahan dan penebalan kulit
yang seringkali memperlihatkan adanya vesikel-vesikel yang relatif rapuh. Edema pada
daerah yang terserang mula-mula tampak nyata dan jika mengenai wajah, genitalia atau
ekstrimitas distal dapat menyerupai eksema. Edema memisahkan sel-sel lapisan epidermis
yang lebih dalam (spongiosus) dan dermis yang berdekatan. Lebih sering mengenai bagian
kulit yang tidak memiliki rambut terutama kelopak mata (Price, 2005).
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi
dan eksudasi (basah)1,2. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi
dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas1,2. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis
- Edema, eritem
A. Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di
tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis
kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan
(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila umumnya oleh
bahan pengharum1.
C. Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat
topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya
kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, eyeshadows, dan obat
mata1.
cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut,
hearing-aids1.
E. Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum,
H. Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian,
dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal,
2.6 DIAGNOSA
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang
teliti1,2,7.
1. Anamnesis
Perempuan lebih sering mengalami DKA daripada laki-laki, dan ada peningkatan insiden
dengan bertambahnya usia. Riwayat awal pasien terkena penyakit ini yang pada akhirnya
akan dievaluasi sebagai DKA merupakan standar anamnesa dermatologi. Riwayat dimulai
dengan diskusi tentang penyakit ini dan fokus pada tempat timbulnya masalah dan agen
topikal yang digunakan untuk mengobati masalah. Riwayat penyakit kulit, atopi, dan
kesehatan umum juga secara rutin diselidiki. Gambaran klinis DKA tergantung pada jenis
alergen yang menyebabkan. Biasanya, dermatitis terjadi pada lokasi aplikasi alergen tetapi
penyebaran dermatitis juga mungkin terjadi. Dalam anamnesis riwayat pasien, penting untuk
saat bepergian, dan juga tentu saja waktu, lokalisasi, alergen sebelumnya diidentifikasi,
diatesis topik, perawatan kulit, kosmetik, dan obat topikal maupun sistemik 1,2,7.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit
pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya
dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain
Penampilan klinis DKA dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan durasi. Pada
kebanyakan kasus, erupsi akut ditandai dengan makula dan papula eritema, vesikel, atau bula,
tergantung pada intensitas dari respon alergi. Namun, dalam DKA akut di daerah tertentu dari
tubuh, seperti kelopak mata, penis, dan skrotum, eritema dan edema biasanya mendominasi
dibandingkan vesikel. Batas-batas dermatitis umumnya tidak tegas. DKA pada wajah dapat
vesikel kurang menonjol, dan pengerasan kulit, skala, dan lichenifikasi dini bisa saja terjadi.
Pada DKA kronis hampir semua kulit muncul scaling, lichenifikasi, dermatitis yang pecah-
1,2,7
pecah (membentuk fisura), dengan atau tanpa papulovesikelisasi yang menyertainya .
DKA tidak selalu tampak eksema, ada varian noneksema yang mencakup lichenoid kontak,
eritema multiformis (EM), hipersensitivitas kontak kulit seperti selulitis, leukoderma kontak,
Daerah kulit yang berbeda juga berbeda dalam kemudahan tersensitisasi. Tekanan,
gesekan, dan keringat merupakan faktor yang tampaknya meningkatkan sensitisasi. Kelopak
mata, leher, dan alat kelamin adalah salah satu daerah yang paling mudah peka, sedangkan
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat
Diagnosis banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan
ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang secara rutin dan
dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel,
dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai
dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu.
Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak
mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila
diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai
penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang
direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di
kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat
bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel :
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat
terjadi reaksi angry back atau excited skin reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan
dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian
prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar
(tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga
dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu
riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan
urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang
T.R.U.E. Test
(Mekos Laboratories,
Hillerod, Denmark) patch-
test.
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72
atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan
antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif
alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan
kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi
(Sularsito, 2010).
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan setelah
pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan
kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan
4. Pemeriksaan Histopalogi
1) Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat dengan cara biopsi
2) Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit normal tidak perlu
diikutsertakan.
3) Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah lesi primer yang belum
5) Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak, lebih baik biopsi lebih
dari satu.
7) Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi, misanya formalin 10%
9) Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-Eosin(HE). Ada pula yang
11) Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal jaringan kira-
kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan
fiksasi
Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi, menginvasi dermis dan
a) Limfosit perivesikuler
c) Edema
elongasi akantosis dari pars papilare dermis yang dinyatakan lewat infiltrasi sel-sel radang
berupa limfosit dan beberapa eosinofil, serta elongasi dari papila epidermis(Sularsito, 2010).
Gold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu dilakukan uji tempel.
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji tempel
diperukan antigen standar buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E
Test. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan kimia
murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau
tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit,
atau walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena itu, bila
menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali.
Jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui (Sularsito, 2010).
2.7 Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
a. Memotong kuku kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta tidak
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak
alergi
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari
2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak anak untuk
b. Sistemik
c. Topikal
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri terutama
Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Rasa gatal yang
berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit
sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula
menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan
kasar atau disebut neurodermatitis (lichen simplex chronicus) (Bourke, et al., 2009).
2.9 Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Sumantri, dkk, 2005). :
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak
alergi
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada sabun
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain
2.10 Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan dermatitis
(Vorvick, 2011; Sularsito, 2007). Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah
pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan
KESIMPULAN
1. Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul
2. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia
3. Gejala klinis DKA, pasien umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut dimulai dengan
vesikel atau bula. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,
4. Gold standar pada DKA adalah dengan menggunakan uji tempel. Uji tempel (patch
Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk mengurangi reaktivitas sistim imun
terutama untuk mengurangi rasa gatal dengan terapi antihistamin. Sedangkan untuk
2. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
3. Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI
4. Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP
Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan. Tersedia dalam :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372 diakses pada tanggal 11 November
2012.
5. Bourke J, Coulson I, English J. Guidelines for care of contact dermatitis. British
Journal of Dermatology 2001; 145: 877-885
6. Bonamonte D, Foti C, Vestita M, Angelini G. Noneczematous contact dermatitis.
Allergy Hindawi 2013, p 1-10
7. Adisesh A, Robinson E, Nicholson PJ, Sen D, Wilkinson M. U.K. standards of care
for occupational contact dermatitis and occupational contact urticaria. British Journal
of Dermatology 2013, 168, pp11671175
8. Schnuch A, Aberer W, Agathos M, Becker D, Brasch J, Elsner P, Frosch PJ, Fuchs T,
Geier J, Hillen U, Lffler H, Mahler V, Richter G, Szliska C. Patch testing with
contact allergens. JDDG 92008. P 770-775