PENDAHULUAN
kronik, ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium
akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit (likenifikasi) dan
distribusi lesi spesifik sesuai fase DA, keadaan ini juga berhubungan dengan
atopik umumnya dimulai saat anak-anak dibawah 5 tahun dan 10% saat remaja /
dewasa. Umumnya episode pertama terjadi sebelum usia 12 bulan dan episode-
episode selanjutnya akan hilang timbul hingga anak melewati masa tertentu.
Sebagian besar anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian
Kata atopi pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah
gejala dermatitis atopik pada anak usia enam atau tujuh tahun sejak periode tahun
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (dermatitis atopi, rhinitis alergika, asma bronkhiale,
2.2 EPIDEMIOLOGI
Jepang, Australia dan Negara industri lain, prevalensi D.A pada anak mencapai
Timur, Asia Tengah, prevalensi D.A jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak
menderita D.A daripada pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor lingkungan
ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan
DA.
keluarga, urutan lahir makin belakang, sering mengalami infeksi sewaktu kecil,
yang menderita atopi akan mengalami D.A pada masa kehidupan tiga bula
pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari seperuh jumlah anak
akna mengalami gejala alergi sampai usia dua tahun, dan meningkat sampai 79%
bila kedua orang tua menderita atopi. Resiko mewarisi D.A lebih tinggi bila ibu
yang menderita D.A dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A yang dialami
berlanjut hingga masa dewasa, ,maka resiko untuk mewariskan untuk anaknya
2.3 ETIOLOGI
sistem saraf otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat
a) Makanan
(DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai
riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya
disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai
macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan
tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut,
oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap
dermatitis atopik berat. Makanan yang sering mengakibatkan alergi antara lain
b) Alergen hirup
dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat
inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR) bulu
c) Infeksi kulit
kulit dengan lesi ataupun non lesi pada penderita dermatitis atopik, merupakan
salah satu faktor pencetus yang penting pada terjadinya eksaserbasi, dan
sebagai superantigen, yang secara kuat dapat menstimulasi aktifasi sel T dan
tetapi menurut penelitian dari Fauzi nurul, dkk, 2009., tidak didapatkan korelasi
antara jumlah kolonisasi Staphylococcus aureus dan kadar IgE spesifik terhadap
2.4 PATOGENESIS
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopic, yaitu bentuk infantile, bentuk
muka terutama pipi dan daerah ekstensor ekskremitas. Bentuk ini berlangsung
sampai usia 2 tahun. Predileksi pada muka lebih sering pada bayi yang masih
muda, sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada bayi sudah merangkak.
Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta garukan
gejala yang mencolok membuat bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang
terganggu. Pada sebagian penderita dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur.2
GAMBAR 1. Dermatitis
diantaranya terdapat suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering
(xerosis) yang lebih bersifat kronik dengan predileksi daerah fleksura antekubiti,
GAMBAR 2. Dermatitis
C. Bentuk remaja dan dewasa
lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan eksremitas. Lesi berbentuk dermatitis
kronik dengan gejala utama likenifikasi yang gatal dan plak papul-erimatosa
berskuama.2
GAMBAR 3. Dermatitis
2.5 DIAGNOSIS
kriteria minor.
Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu : 1,2,4
Pruritus
Aksentuasi perifolikular
Harus mempunyai kondisi kult gatal atau dari laporan orang tuanya bahwa
bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak
2) Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat
penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak dibawah 4 tahun)
demikian sulit untuk menghubungkan hasil laboratorium ini dengan defek yang
ada :
Dermatografisme putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni berturut-
turut akan terlihat: Garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna
merah disekitarnya selama beberapa detik, edema timbul setelah beberapa menit.
Penggoresan pada penderita yang atopi akan bereaksi belainan. Garis merah tidak
hyperemia pada orang normal. Pada orang dengan dermatitis atopi akan timbul
Imunoglobulin
IgG, IgM, IgA dan IgD biasanya normal atau sedikit meningkat pada
penderita DA. Tujuh persen penderita DA mempunyai kadar IgA serum yang
rendah, dan defisiensi IgA transien banyak dilaporkan pada usia 3-6 bulan. Kadar
IgE meningkat pada 80-90% penderita DA dan lebih tinggi lagi bila sel asma dan
rinitis alergika. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat hubungannya dengan berat
ringannya penyakit, dan tinggi rendahnya kadar IgE tidak mengalami fluktuasi
baik pada saat eksaserbasi, remisi, atau yang sedang mendapat pengobatan
prednison atau azatioprin. Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah
terjadi remisi.
spesifik terhadap allergen tersebut). Khususnya pada alergi makanan, anjuran diet
sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati setelah uji tusuk, IgE RAST dan uji
provokasi. Cara laim adalah dengan double blind placebo contolled food
challenges (DPCFC) yang dianggap sebagai baku emas untuk diagnosis alergi
makanan.
respon imun tipe I pada dermatitis atopik, adanya pajanan terhadap allergen luar
Jumlah eosinofil
seirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemukan pada keadaan yang
kronis.
Dugaan lain adalah kromosom 11q13 juga diduga ikut berperan pada timbulnya
dermatitis atopik.
terutama yang eksudatif (walaupun tidak tampak infeksi sekunder), kultur dan
ke 2 nya sama-gatal ,letak lesi pada dermatitis atopik di lipat siku dan lipat
lutut (fleksor), sedangkan liken simpleks kronis di siku dan punggung kaki
(ekstensor) ada pula tempat predileksi yang sama yaitu di tengkuk.
sirkumskripta.
Dermatitis Seboroik
berambut, muka terutama alis mata dan lipatan nosolabial, ketiak, dada di atas
dermografisme putih.
Skabies
ada bayi gejala klinis DA terutama mulai dari pipi dan tidak mengenai
telapak tangan serta kaki. Tanda skabies pada bayi ditandai dengan papula yang
relatif besar (biasanya pada punggung atas), vesikel pada telapak tangan dan kaki,
dan terdapat dennatilis pruritus pada anggota keluarga. Tungau dan telur dapat
dengan mudah ditemukan dari scraping vesicle. Skabies memberi respons yang
hari, distribusi lesi yang khas, dengan lesi primer yang patognomonik berupa
Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik pada kaki.
PENATALAKSANAAN
,sementara sabun yang beraroma harus dihindari karena dapat mengiritasi kulit.
Setelah mandi, kulit pasien harus dikeringkan dengan handuk (sehingga tetap
sedikit basah), dengan pelembab dan emolien (misalnya, petroleum jelly, Eucerin,
minyak mineral, minyak bayi) dan harus diterapkan secara berkala untuk
PENGOBATAN TOPIKAL
Hidrasi kulit.
Kulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya berkurang, mudah retak se-
alergen. Pada kulit yang demikian perlu diberikan pelembab, misalnya krim
dari 5%, karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif. Setelah mandi
kulit dilap, kemudian memakai emolien agar kulit tetap lembab. Emolien dipakai
Kortikosteroid topikal.
Pengobatan D.A. dengan kortikosteroid topikal adalah yang paling sering
intermiten, umumnya 2 kali seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh;
Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum digunakan steroid,
1:50001.
Imunomodulator topikal
Takrolimus.
bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa 0,03% dan 0,1%.
Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam D.A. yaitu: sel
Langerhans, sel T, sel mas, dan keratinosit. Pada pengobatan jangka panjang
samping kecuali rasa seperti terbakar setempat. Tidak menyebabkan atrofi kulit
seperti pada pemakaian kortikosteroid; dapat digunakan di muka dan kelopak
mata.
Pimekrolimus.
walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu bekerja sebagai pro-
drug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor sitosolik imunofilin.
produksi sitokin TH1 ( IFN-y dan IL-2) dan TH2 ( IL-4 dan IL-10) dihambat.
alergik, tetapi respons imun primer tidak terganggu bila diberikan secara sistemik,
Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981 konsentrasi
minggu), aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif misalnya pada
untuk memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa kedua obat tersebut
Preparat ter.
Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut. Sediaan dalam bentuk salap
Antihistamin.
topikal krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi
gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila dipakai pada area
Kortikosteroid.
eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-
efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat akan muncul kembali.
Antihistamin.
terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin
yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin atau
difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid
H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam hari pada orang dewasa.
Anti-infeksi.
Pada D.A. ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk yang belum resisten
sefalosporin.
dihentikan sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali per hari
Interferon.
IFN-y diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi
Siklosporin.
D.A. yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat diberikan pe-
ngobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis jangka pendek yang
dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah obat imunosupresif
kuat yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin (suatu
dihentikan umumnya penyakitnya akan segera kambuh lagi. Efek samping yang
mungkin timbal yaitu peningkatan kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi
KOMPLIKASI
ditemukan lesi eritema dengan eksudasi dan krusta, skuama berminyak dan
seperti kaus kaki serta olahragawan.. Pytiriosporum ovale akhir-akhir ini dianggap
Infeksi virus
pada dermatitis atopik, sedangkan infeksi herpes simpleks dapat menimbulkan lesi
dermatitis atopi, ini disebabkan oleh virus herpes simpleks dan vaccinia. Kelainan
Eritroderma
Terjadi pada 4-14% kasus dermatitis atopik. Keadaan tersebut dapat terjadi
dermatitis atopik berat. Komplikasi ini cenderung dapat mengancam hidup pasien
PROGNOSIS
- Anak tunggal.
asma bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk
KESIMPULAN
merupakan penyakit peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada kulit
atopik, ditandai rasa gatal, disebabkan oleh hiperaktivitas kulit yang secara klinis
Dermatitis atopik mempunyai dasar imunologik yang berkaitan erat dengan atopi,
yaitu suatu kecenderungan individu dan atau familial untuk tersensitisasi dan
yang berbeda. Walaupun penyebab yang pasti belum diketahui, namum dermatitis
macam ruam berupa papul, likenifikasi, dan lesi ekzematosa berupa eritema,
terjadi pada masa bayi (infantil), anak, maupun remaja dan dewasa.
umum dan khusus. Talalaksana umum meliputi tindakan untuk tindakan menjaga
kelembaban kulit dan mencegah supaya tidak terjadi kekeringan kulit, dengan cara
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2009; 138-147.
kedokteran/article/view/832/pdf
dari:http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000112-
dermatomusculoskeletal-system/dms146_slide_dermatitis_atopik.pdf
http://www.stacommunications.com/journals/pdfs/cme/cmenov2003/dermat
itis.pdf
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp042803
6. Roesyanto I.D., & Mahadi., 2009. Peran Alergi Makanan pada Dermatitis
Atopik. dalam Boediarja S.A., Sugito T.L., Indriatmi W., Devita M.,
Prihanti S., (Ed). Dermatitis Atopik. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal.12-
20.
Boediarja S.A., Sugito T.L., Indriatmi W., Devita M., Prihanti S., (Ed).