Anda di halaman 1dari 6

Dampak Positif dan Negatif Globalisasi

Di Lingkungan Hidup dan Kesehatan

Globalisasi bukanlah kata yang asing ditelinga kita. Di zaman yang serba cepat dan
modern ini, semua hal kerap dikaitkan dengan globalisasi. Walaupun sulit untuk menetapkan
satu definisi pasti mengenai globalisasi, fenomena ini bisa diartikan sebagai suatu proses
penyetaraan sistem ditatanan masyrakat. Globalisasi telah membawa kita kesebuah era baru
yang penuh dengan teknologi dan inovasi. Inilah yang kemudian mengarahkan kita pada
pembangunan dunia yang mempercepat dan mempermudah segala kegiatan kita. Sadar atau
tidak sadar globalisasi telah merubah gaya hidup kita dalam berbagai segi kehidupan.
Globalisasi dapat diibaratkan seperti sekeping uang logam, yang memiliki 2 sisi yang
sangat bertolak belakang satu sama lain. Globalisasi disatu sisi memberikan dampak positif
dan disisi lain memberikan dampak negatif. Dengan semakin menipisnya batas-batas negara
karena adanya globalisasi yang menuntut setiap negara yang mengingkinkan menjadi negara
maju, membuka pintu masuknya terhadap bantuan-bantuan dan kerjasama dengan pihak
asing. Investor-investor asing yang masuk dan menanamkan modal dinegara-negara
berkembang inilah yang kemudian menginisiasi maraknya indusrialisasi, privatisasi, serta
deregulasi di negara-negara berkembang. Hal inilah yang pada akhirnya mengarah pada
pengrusakan lingkungan, yang pada umumnya terjadi di negara-negara berkembang.
Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang di dunia, tidak luput pula
dari dampak yang ditimbulkan globalisasi terutama lingkungam. Seperti yang kita ketahui
bersama Indonesia adalah salah satu pemilik hutan tropik terbesar di dunia dan menurut
kementrian kehutanan menyebutkan setiap tahun Indonesia kehilangan 1,17 juta hektar hutan.
Hutan di Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sebagai
paru paru dunia. Hutan Indonesia di anggap mampu memperlambat terjadinya climate
change, bentuk instabilitas iklim yang terjadi dalam rentang waktu berbeda di area yang
sama. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Menurut Guinness Book of World 2013,
Indonesia merupakan negara dengan deforestasi hutan terbesar di dunia, dengan tingkat
kerusakan hutan setara dengan 300 kali lapangan sepak bola1. Pembabatan hutan dalam
rangka perluasan lahan pertanian untuk memenuhi perluasan ekspor hasil pertanian dan
ekspor kayu ke negara industry semakin merjarela. Selain itu menurut Bank Dunia tahun
1985, membuat 40% persen dari keseluruhan hutan tropis musnah. Pengerusakan hutan tropis

1
http://www.dishut.jabarprov.go.id/ diakses, Rabu 3 April 18.53 WITA
mengakibatkan menurunnya permukaan air tanah di daerah tersebut, pengeringan tanah, erosi
tanah, makin banyaknya banjir, disertifikasi dan penurunan hasil pertanian yang akan
memaksa mereka membuka lahan yang baru lagi dengan cara pembakaran hutan yang akan
menyumbang emisi karbondioksida. Pepohonan hutan menyerap karbondioksida dan
mengeluarkan oksigen yang akan menciptakan keseimbangan optimal gas di atmosfir. Oleh
karena itu, semakin berkurangnya hutan untuk perkebunan ataupun industri akan
meningkatkan karbondioksida yang lepas ke atmosfir dan akan memperbesar global
warming.
Bukan hanya pada hutan, globalisasi juga berpengaruh pada kondisi air di dunia. Di
Indonesia sendiri, banyak sekali pabrik yang membuang limbah produksinya tidak sesuai
aturan. Tentunya hal itu membuat kualitas air di negeri kita berkurang, yang kemudian
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar yang menggunakan air sungai sebagai
sumber penghidupan. Seperti yang kita ketahui, sebagian masyarakat menggunakan air
sungai untuk keperluan sehari hari, mandi, mencuci bahkan untuk memasak. Dan bagaimana
sengsaranya masyarakat pengguna air sungai apa bila sungai yang biasanya di gunakan untuk
kebutuhan hidup sehari hari tercemar akibat ulah para kaum kapitalis. Menurut WALHI pada
tahun 2010 saja hanya 400 dari sekitar 4,000 industri di Jakarta yang mengelola limbahnya,
dan tidak adanya sistem sanitasi di Jakarta sehingga air limbah seluruhnya dibuang ke sungai.
Salah satu organisasi pencinta lingkungan, Greenpeace telah mengambil sampel
limbah yang dibuang salah satu pabrik di Citarum, milik PT Gistex, dan menemukan adanya
kandungan beberapa bahan kimia berbahaya beracun, termasuk nonylphenol, antimony dan
tributyl phosphate. Parahnya lagi, air limbah yang dibuang dari salah satu pipa pembuangan
yang lebih kecil bersifat sangat basa (pH 14)2. Kondisi pH yang sangat tinggi tersebut dapat
menyebabkan sejenis luka bakar pada kulit manusia yang terkena kontak langsung, serta
menimbulkan dampak parah (bahkan fatal) bagi kehidupan akuatik di sekitar area
pembuangan. Hasil ini menunjukkan bahwa sama sekali tidak dilakukan penanganan, bahkan
dalam tingkat yang paling dasar terhadap limbah cair tersebut sebelum dibuang.
Globalisasi telah menggiring para pengusaha untuk bebas bersaing memproduksi
komoditas dengan harga murah, tentunya hal ini yang memaksa menekan biaya dalam proses

2
http://www.greenpeace.org/seasia/id/Meracuni-Surga/ diakses, Rabu 3 April 2014 19.12
WITA
produksinya. Logikanya apabila biaya produksi murah maka harga barang tidak akan mahal.
Dengan cara apapun tentunya para pengusaha tidak ingin kalah bersaing dengan perusahan
lain dalam memasarkan komoditas yang di produksinya. Selain hutan yang menjadi korban
dari keserakahan kapitalisme, air di Indonesia juga memiliki nasib yang tidak berbeda.
Artinya, kerusakan hutan dan pencemaran air adalah akibat dari semakin meluasnya
kapitalisme di Indonesia.
Sesungguhnya, negara berkembang lebih banyak dirugikan atas upaya kerjasama
tersebut mengingat selain telah dikuras kekayaan alamnya oleh negara maju, pembagian hasil
yang tidak merata, serta dampak dari eksploitasi aktifitas industry ditambah lagi dengan
permaslahan limbah yang dihasilkan. Karena limbah industri dibuang ke lingkungan, maka
masalah yang ditimbulkannya merata dan menyebar di lingkungan yang luas. Limbah industri
baik berupa gas, cair, maupun padat umumnya termasuk kategori atau dengan sifat limbah
B3. Limbah bahan berbahaya dan beracun yang sangat ditakuti adalah limbah dari indutri
kimia. Limbah dari industri bahan kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur
logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi
kesehatan manusia. Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber air tanah. Limbah gas
yang dibuang ke udara umumnya mengandung senyawa kimia berupa SO2, NO2, CO, dan
gas-gas lain yang tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NO2 di udara dapat menyebabkannya
terjadinya hujan asam yang dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan,
ekosistem perairan, lahan pertanian dan hutan. Limbah cair yang dibuang ke perairan akan
mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota
air. Untuk itu, limbah dari hasi industri benar-benar menjadi ancaman kerusakkan lingkungan
di negara-negara berkembang yang menjadi pusat industri negara maju.
Dengan banyaknya dampak negatif globalisasi pada lingkungan bukan berarti tidak
ada dampak positif yang ditimbulkan dari itu. Kesadaran manusia akan mulai tercemarnya
lingkungan hidup mereka, sehingga menumbuhkan kesadaran dalam diri untuk berbenah,
memulai hidup dengan cara yang baik untuk menjaga, menyelaraskan serta merawat
lingkungan hidup guna menciptakan hidup yang lebih baik. Masyarakat mulai berusaha untuk
menciptakan teknologi canggih yang ramah lingkungan dan mendirikan organisasi-organisasi
pecinta alam yang dapat senantiasa menjaga dan menyebarkan pengaruh terhadap kesadaran
menjaga lingkungan hidup ini.
Dampak yang ditimbulkan globalisasi dilingkungan hidup berimbas pula pada bidang
kesehatan. Lingkungan dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berkaitan erat.
Lingkungan kita yang semakin hari semakin kotor menyebabkan berbagai penyakit
berkembang dan menyebar dengan cepat, atau dalam bahasa singkatnya memperbanyak
orang sakit. Dengan semakin bertambahnya jumlah orang sakit, negarapun berusaha
meningkatkan mutu pelayanan kesehatannya karena sesungguhnya dengan terbukanya akses
melakukan konsultasi dengan berbagai sarana atau tenaga kesehatan di negara-negara yang
telah maju, pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan yang ada di
Globalisasi juga berdampak jasa pelayanan kesehatan. Globalisasi menyebabkan
bertambahnya jumlah sarana pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Pertambahan jumlah sarana ini tentu saja akan menguntungkan masyarakat, karena
masyarakat yang membutuhkan akan dengan mudah mendapatkan pelayanan kesehatan
tersebut. Tidak hanya itu, bertambahnya kesempatan kerja bagi tenaga kesehatan.
Penambahan ini tidak hanya ditemukan di dalam negeri, yakni dengan makin banyaknya
jumlah sarana pelayanan kesehatan yang telah didirikan, tetapi juga ke luar negeri, yakni ke
belbagai sarana kesehatan asing, yang dengan globalisasi telah membuka diri terhadap tenaga
kesehatan asing.
Tetapi dampak negatif yang dihasilkan dari fenomena globalisasi ini tidak kalah
banyak dengan dampak positifnya. Globalisasi kesehatan adalah perluasan dari globalisasi
ekonomi yang hanya menguntungkan negara-negara maju. Munculnya istilah globalisasi
kesehatan bermula dari WTO yang menganggap kesehatan sebagai jasa yang bisa
diperdagangkan atau diperjualbelikan. Sebagai catatan, pemerintah RI telah meratifikasi
WTO melalui UU No 7/1994. 3Dengan demikian, sejak saat itu Indonesia menjadi salah satu
anggota WTO yang memiliki kewajiban untuk mentaati segala aturan main yang ada di
dalamnya. Organisasi WTO dalam mengatur sistem perdagangan internasional
membedakannya dalam dua kategori, yaitu kategori perdagangan barang dan perdagangan
jasa. Mekanisme perdagangan barang diatur dalam GATT (General Agreement on Tarif and
Trade), sedangkan perdagangan jasa diatur dalam GATS (General Agreement on Trade in
Services). Sampai saat ini WTO telah membagi belasan sektor jasa yang dapat
diperdagangkan di tingkat dunia. Adapun satu dari belasan sektor tersebut adalah jasa
kesehatan. Karena kesehatan dimasukkan dalam sektor jasa, maka kesehatan menjadi sesuatu
yang diperjualbelikan. Jadi, menurut kacamata WTO, praktik perdagangan atau jual beli jasa
kesehatan hukumnya sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dari inilah kita bisa melihat perubahan dari sektor kesehatan yang semula masih
bersifat sosial, menjadi sepenuhnya bersifat komersial. Perubahan ini terjadi erat kaitannya

3
http://www.slideshare.net/rianams/dampak-globalisasi-bagi-kesehatan-dan-lingkungan
diakses sabtu 22 Maret 2014 19.34 WITA
dengan globalisasi yang mengarahkan manusia kesegala hal yang berkaitan dengan ekonomi.
Masuknya tenaga kesehatan asing merupakan motif utama yang dimaksudkan untuk mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya. Keinginan untuk mewujudkan pemerataan pelayanan
kesehatanpun menjadi semakin sulit. Terjadinya ketimpangan pemerataan pelayanan
kesehatan ini erat kaitannya dengan keengganan tenaga kesehatan asing untuk berkiprah di
daerah-daeah terpencil. Karena adanya motif untuk mencari keuntungan, tenaga kesehatan
asing tersebut akan lebih senang berada di kota-kota besar, yakni yang daya beli
masyarakatnya memang cukup tinggi.
Bidang kesehatan yang paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, yakni antara lain
bidang perumahsakitan, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat kesehatan dan asuransi
kesehatan. Rumah sakit sebagai salah satu bidang dalam dunia kesehatan mulai berlomba-
lomba memperbaiki mutu pelayanan kepada konsumennya karena dengan adanya globalisasi
kesehatan. Dalam memilih pelayanan kesehatan, masyarakat semakin diberikan banyak
pilihan untuk memilih pelayanan kesehatan yang berkualitas dan bermutu tinggi sesuai
dengan kemampuan mereka. Dan bagi rumah sakit yang tidak siap dengan adanya globalisasi
kesehatan tentu dengan sendirinya akan tersingkir dari persaingan bisnis pelayanan kesehatan
yang sangat menggiurkan.
Dengan globalisasi kesehatan, semua rumah sakit baik milik pemerintah maupun
swasta dituntut untuk mampu memenuhi kepentingan dan keinginan konsumennya serta
persaingan bisnis penyediaan dan pelayanan jasa kesehatan. Rumah sakit-rumah sakit
pemerintah yang cenderung kurang memperhatikan kualitas dan mutu pelayanan mulai
ditinggalkan masyarakat yang menginginkan pelayanan prima terlebih lagi bagi mereka yang
kaya. Rumah sakit dengan segala bentuk pelayanan jasa kesehatannya yang bermutu dan
berkualitas tinggi hanya mampu dijangkau oleh mereka yang kaya. Bagi masyarakat miskin,
pelayanan prima, bermutu dan berkualitas tinggi tentunya menjadi sesuatu yang sulit
dijangkau dan tidak akan mungkin didapatkan karena rumah sakit sebagai pelayan jasa
kesehatan mulai memperhitungkan untung-rugi dan semakin jauh dari aspek kemanusiaan
dan sosial. Akibat globalisasi kesehatan, bangsa Indonesia mempunyai ketergantungan total
dalam bidang kesehatan pada negara-negara maju. Kondisi ini terus dipertahankan oleh
negara maju, kita dibuat untuk selalu tergantung.
Globalisasi merupakan sebuah fenomena mendunia yang tidak bisa kita hindari.
Globalisasi telah mempermudah segal aspek kehidupan manusia dan dimanfaatkan sebagai
salah satu sarana untuk mengembangkan negara-negara dalam berbagai bidang. Tapi disisi
lain, globalisasi dengan lihainya menjerumuskan masyarakat dalam lingkarannya yang terus
berputar pada industri, bisnis dan ekonomi. Efeknya ternyata berimbas pula pada lingkungan
hidup dan kesehatan. Oleh karena itu, kita harus pintar-pintar menyaring dan menggunakan
globalisasi ini untuk hal yang dapat memajukan kita bukan malah makin menjatuhkan negara
ini.

Daftar Pustaka

http://www.greenpeace.org/seasia/id/Meracuni-Surga/
http://www.slideshare.net/rianams/dampak-globalisasi-bagi-kesehatan-dan-lingkungan
http://www.dishut.jabarprov.go.id/

Anda mungkin juga menyukai