Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA "PERILAKU KEKERASAN"

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan, karena berkat rahmat dan
karuniaNyalah akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Jiwa. Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memahami
mengenai Perilaku Kekerasan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, mengingat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masih sangat terbatas.
Oleh karena itu, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
semangat, agar kedepan kami bisa membuat makalah dengan lebih baik. Dan kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami, khususnya pembaca dan pihak yang memerlukan
pada umumnya.
Semoga Tuhan memberikan rahmat serta karuniannya kepada semua pihak yang telah turut
membantu penyusunan makalah ini.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental
dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI no. 23
tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah
system biologis dan kondisi penyesuaian.
Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan social yang
terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
konsep diri yang positif, dan kestabilan emosionl (Videbeck, 2008)
Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya distress (misalnya gejala
nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck,
2008)
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki
orang di sekitarnya, membantingbanting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain,
bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor. Umumnya klien dengan perilaku
kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak
manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan
polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah
tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh
keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama
perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara
merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan
perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan
keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih
klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada
keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses
keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Perilaku Kekerasan?
2. Apa saja tanda dan gejala dari Perilaku Kekerasan?
3. Apa saja etiologi dari Perilaku Kekerasan?
4. Apa saja Rentang respon Perilaku Kekerasan?
5. Apa saja Mekanisme koping dari Perilaku Kekerasan?
6. Apa saja Perilaku dari Perilaku Kekerasan?
7. apa saja Pengobatan medic dari Perilaku Kekerasan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Perilaku Kekerasan
2. Untuk mengetahui gejala dari Perilaku Kekerasan
3. Untuk mengetahui etiologi dari Perilaku Kekerasan
4. Untuk mengetahui Rentang respon Perilaku Kekerasan
5. Untuk mengetahui Mekanisme koping dari Perilaku Kekerasan
6. Untuk mengetahui Perilaku dari Perilaku Kekerasan
7. Untuk mengetahui Pengobatan medic dari Perilaku Kekerasan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Towsend, 1982).
PK (perilaku kekerasan) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat memebahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.

B. Tanda dan Gejala


1. Menyerang orang yang sedang mengusiknya jika sedang kesal atau kesal
2. Nada suara tinggi dan keras
3. Mengungkapkan perasaan tidak berguna
4. benci / kesal dengan seseorang
5. Suka membentak
6. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak
7. Pandangan tajam
8. Suka merampas barang milik orang lain
9. Mata merah dan wajah agak merah
10. Bicara menguasai
11. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak, bingung
12. Otot tegang
13. Berdebat
14. Mengeluh perasaan terancam
C. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami
oleh individu:
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak,
dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
yang diterima (permissive).
4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan,
percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan
situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi
sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

D. Rentang respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif mal adaptif. Rentang respon
kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi
dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
menimbulkan kemarahan.
Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
tanpa merendahkan harga diri orang lain.
Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.

E. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain:
1. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
2. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya
Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
5. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.

F. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyatakan secara asertif (assertiveness)Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat
mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di
samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
2. Menyerang atau menghindar (fight of flight)Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena
kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik
gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi
kaku dan disertai reflek yang cepat.
3. Perilaku kekerasan. Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan
4. Memberontak (acting out). Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku
acting out untuk menarik perhatian orang lain.

G. Pengobatan medik
a. Farmakoterapi
Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
Obat anti depresi, amitriptyline
Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
Obat anti insomnia, phneobarbital
b. Terapi modalitas
1) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian:
BHSP
Jangan memancing emosi klien
Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat
Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
Mendengarkan keluhan klien
Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
- Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
- Hindari benda tajam
- Lakukan fiksasi sementara
- Rujuk ke pelayanan kesehatan
2) Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau aktivitas lai dengan
berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian
orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3) Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.

Anda mungkin juga menyukai