STEP 1
STEP 2
1. Mengapa di skenario didapatkan keluhan hidung anaknya keluar ingus dan bau
pada sisi kiri 5 hari yll?
2. Mengapa pasien sering mengalami mimisan tanpa sebab?
3. Apa saja faktor penyebab mimisan?
4. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi hidung?
5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan hidung dalam di skenario?
6. Mengapa setelah obat pilek habis, hidung kembali berbau?
7. Bagaimana tindakan ekstraksi benda asing pada hidung?
8. Penatalaksanaan kasus di skenario?
9. Bagaimana pemeriksaan rhinoskopi?
10. Apa saja Differential diagnosis dari kasus di skenario?
11. Bagaimana mengatasi mimisan/epistaksis pada anak?
12. Bagaimana mekanisme pertahanan dan imunitas pada hidung?
13. Bagaimana patofisiologi hidung berbau?
14. Bagaimana patofisiologi hidung mimisan / epistaksis pada anak dan dewasa?
15. Apa saja komplikasi dari kasus di skenario?
STEP 3
Bagian vestibulum nasi, ada arteri yg letaknya supervisial disebut Pleksus Kiesslbach
yang mudah mengalami cidera menjadi epistaksis.
Histologi
2 mukosa ( mukosa olfaktori dan mukosa respiratorius dengan epitel berbeda).
Ig A mengikat antigen mengeluarkan antigen , bereaksi di sekretnya.
Ig G bereaksi di mukosanya
Fisiologi :
Fungsi respirasi sbg air conditioning, penyaring udara, humidifikasi,
penyeimbang pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal
Fungsi penghidu ada mukosa olfaktorius, dan reservoir.
Fungsi fonetik berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara,
mencegah hantaran suara melalui konduksi tulang
Fungsi statis dan mekanik meringankan beban kepala, proteksi thd trauma
dan pelindung thd panas.
Proteksi thd trauma misal trauma ada corpus alienum, hidung mempunyai
mekanisme pertahanan tubuhnya berupa cillia, mukus, Ig G dan Ig A. Jika trauma
berat susah untuk diproteksi epistaksis. Udara panas turbulensi di cavum nasi
suhunya disamakan oleh pleksus kiesslbach mjd sama dg suhu tubuh.
Meringankan beban kepala krn hidung merupakan muara dari sinus2 paranasalis.
Refleks nasal mukosa hidung ada reseptor refleks yg berhub. Dg sal.
Percernaan, cardiovaskuler, dan pernafasan. Jika ada iritasi mukosa hidung bisa
menyebabkan refleks bersin dan berhenti nafas sejenak. Ada rangsang bau
tertentu ada sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
5. Mengapa di skenario didapatkan keluhan hidung anaknya keluar ingus dan bau
pada sisi kiri 5 hari yll?
Patfis hidung bau (ingus bau) karena di skenario ditemukan biji jagung, di cavum
nasi ada mekanisme pertahanan ( cillia dan lendir), biji jagung terjebak dan menohok
di nares posterior reaksi inflamasi mengeluarkan sekret (ingus)
mengendapkan mineral-mineral spt magnesiumm dan calsium melapisi jagung
shg mjd lebih keras dan susah untuk dikeluarkan kandungan Mg dan Ca yg tinggi
memberikan manifestasi ingus yang bau.
Misal krn ada infeksi dari bakteri yg bisa menyebabkan bau dikaitkan dg antaomi
sinus paranasal misal infeksi mengenai mukosa tjd kerusakan berlebih yg
menyebabkan inflamasi terus menerus.
Sinus maxilla infundibulum ethmoidal jika tersumbat mukus tekanan di
sinus maxilla tinggi bakteri berkembang lebih banyak dan inflamaasi terus
menerus bercampur dg mukus ingus berbau.
6. Mengapa setelah obat pilek habis, hidung kembali berbau?
Karena obat pilek ada yg bersifat mengurangi mukus / sekret ingusnya berkurang
jd tidak berbau. Tp di dalam hidung tetap ada corpus alienum, jadi saat obat pilek
habis beringus lagi dan berbau.
- Rhinosinusitis
- Pneumonia aspirasi
- Aspirasi ke saluran napas shock, penurunan tekanan darah mendadak
hipotensi, hipoksia, iskemik serebri, insufisiensi coroner, infark miokard,
kematian.
- Tidak sampe aspirasi pembuluh darah terbuka
- Efek dari pemasangan tampon rhinosinusitis, otitis media, septikemia.
STEP 4
STEP 7
Bagian vestibulum nasi, ada arteri yg letaknya supervisial disebut Pleksus Kiesslbach
yang mudah mengalami cidera menjadi epistaksis.
Histologi
2 mukosa ( mukosa olfaktori dan mukosa respiratorius dengan epitel berbeda).
Ig A mengikat antigen mengeluarkan antigen , bereaksi di sekretnya.
Ig G bereaksi di mukosanya
Fisiologi :
Fungsi respirasi sbg air conditioning, penyaring udara, humidifikasi,
penyeimbang pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal
Fungsi penghidu ada mukosa olfaktorius, dan reservoir.
Fungsi fonetik berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara,
mencegah hantaran suara melalui konduksi tulang
Fungsi statis dan mekanik meringankan beban kepala, proteksi thd trauma
dan pelindung thd panas.
Proteksi thd trauma misal trauma ada corpus alienum, hidung mempunyai
mekanisme pertahanan tubuhnya berupa cillia, mukus, Ig G dan Ig A. Jika trauma
berat susah untuk diproteksi epistaksis. Udara panas turbulensi di cavum nasi
suhunya disamakan oleh pleksus kiesslbach mjd sama dg suhu tubuh.
Meringankan beban kepala krn hidung merupakan muara dari sinus2 paranasalis.
Refleks nasal mukosa hidung ada reseptor refleks yg berhub. Dg sal.
Percernaan, cardiovaskuler, dan pernafasan. Jika ada iritasi mukosa hidung bisa
menyebabkan refleks bersin dan berhenti nafas sejenak. Ada rangsang bau
tertentu ada sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
FISIOLOGI HIDUNG
Secara fisiologis, hidung merupakan bagian dari traktus respiratorius, alat penghidu
dan rongga-suara untuk berbicara.
Dalam sistem pernapasan
o Inspirasi :
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea)
dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap
benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut
pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama
udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk.
o Ekspirasi :
udara dari koanae akan naik setinggi konka media selanjutnya di depan memecah
sebagian ke nares anterior dan sebagian kembali ke belakang membentuk pusaran
dan bergabung dengan aliran dari nasofaring
o Untuk mekanisme pernapasan dapat di baca disini
Resonansi suara : dimana Sumbatan hidung menyebabkan rinolalia (suara sengau)
dan Membantu proses bicara dimana konsonan nasal (m, n, ng) sehingga rongga
mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara
Refleks nasal :
o Pada mukosa hidung ada reseptor refleks yg berhubungan dengan sal cerna,
kardiovaskuler, pernafasan : mis : iritasi mukosa hidung menyebabkan bersin dan
nafas berhenti, bau tertentu menyebabkan sekresi kel liur, lambung dan pankreas.
Mekanisme penciuman
Di dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang mengandung sel- sel pembau.
Pada sel-sel pembau terdapat ujung-ujung saraf pembau atau saraf kranial (nervus
alfaktorius), yang selanjutnya akan bergabung membentuk serabut-serabut saraf
pembau untuk menjalin dengan serabut-serabut otak (bulbus olfaktorius).
Zat-zat kimia tertentu berupa gas atau uap masuk bersama udara inspirasi mencapai
reseptor pembau. Zat ini dapat larut dalam lendir hidung, sehingga terjadi
pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit.
Kemudian timbul impuls yang menjalar ke akson-akson. Beribu-ribu akson
bergabung menjadi suatu bundel yang disebut saraf I otak (olfaktori).
Saraf otak ke I ini menembus lamina cribosa tulang ethmoid masuk ke rongga
hidung kemudian bersinaps dengan neuron-neuron tractus olfactorius dan impuls
dijalarkan ke daerah pembau primer pada korteks otak untuk diinterpretasikan.
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi
kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Tidak ada korelasi
antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
(Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
(5) Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya
pada waktu bersin atau membuang ingus. (Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
(6) Membantu produksi mukus.
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini
keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
(Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
Soetjipto, D. & Mangunkusumo, E. 2007. Rhinore, Infeksi Hidung dan
Sinus. Dalam: Soepardi, EA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: FK-UI
5. Mengapa di skenario didapatkan keluhan hidung anaknya keluar ingus dan bau
pada sisi kiri 5 hari yll?
Patfis hidung bau (ingus bau) karena di skenario ditemukan biji jagung, di cavum
nasi ada mekanisme pertahanan ( cillia dan lendir), biji jagung terjebak dan menohok
di nares posterior reaksi inflamasi mengeluarkan sekret (ingus)
mengendapkan mineral-mineral spt magnesiumm dan calsium melapisi jagung
shg mjd lebih keras dan susah untuk dikeluarkan kandungan Mg dan Ca yg tinggi
memberikan manifestasi ingus yang bau.
Misal krn ada infeksi dari bakteri yg bisa menyebabkan bau dikaitkan dg antaomi
sinus paranasal misal infeksi mengenai mukosa tjd kerusakan berlebih yg
menyebabkan inflamasi terus menerus.
Sinus maxilla infundibulum ethmoidal jika tersumbat mukus tekanan di
sinus maxilla tinggi bakteri berkembang lebih banyak dan inflamaasi terus
menerus bercampur dg mukus ingus berbau.
6. Mengapa setelah obat pilek habis, hidung kembali berbau?
Karena obat pilek ada yg bersifat mengurangi mukus / sekret ingusnya berkurang
jd tidak berbau. Tp di dalam hidung tetap ada corpus alienum, jadi saat obat pilek
habis beringus lagi dan berbau.
Rinoskopi Anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan memakai
spekulum hidung. Tangan kiri memegang speculum dengan ibu jari (di atas/depan)
dan jari telunjuk (dibawah/belakang) pada engsel speculum. Jari tengah diletakan
dekat hidung, sebelah kanan untuk fiksasi. Jari manis dan kelingking membuka dan
menutup spekulum. Speculum dimasukkan tertutup ke dalam vestibulum nasi
setelah masuk baru dibuka. Tangan kanan bebas : dapat membantu memegang alat-
alat pinset dan kait dsb, menahan kepala dari belakang/tengkuk atau mengatur sikap
kepala. Melebarkan nares anterior dengan meregangkan ala nasi. Melihat jelas
dengan menyisihkan rambut hidung. Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi
anterior :
Mukosa. Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada radang berwarna
merah, pada alergi pucat atau kebiruan (livid)
Septum. Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat
deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses, dll.
Konka. Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrofi, hipotrofi atau atrofi
Persiapan
a. Penderita
a. Salam memperkenalkan diri sekliagus menanyakan identitas pasien
b. Informed cosent
b. Alat dan bahan
a. Lampu kepala
b. Spekulum hidung
c. Pemeriksa
a. Pengetahuan mengenai pemeriksaan hidung
b. Cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan
Cara
Penutup
- Rhinosinusitis
- Pneumonia aspirasi
- Aspirasi ke saluran napas shock, penurunan tekanan darah mendadak
hipotensi, hipoksia, iskemik serebri, insufisiensi coroner, infark miokard,
kematian.
- Tidak sampe aspirasi pembuluh darah terbuka
- Efek dari pemasangan tampon rhinosinusitis, otitis media, septikemia.
- RHINITIS
- A. Pendahuluan
1. Definisi
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di
hidung. (Dipiro, 2005 )
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat
dibedakan menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan
membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh
suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang
pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan
insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa
yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena
rinitis vasomotor.
2. Epidemologi
Rhinitis alergi merupakan penyakit umum dan sering dijumpai.
Prevalensi penyakit rhinitis alergi pada beberapa Negara berkisar antara
4.5-38.3% dari jumlah penduduk dan di Amerika, merupakan 1 diantara
deretan atas penyakit umum yang sering dijumpai. Meskipun dapat
timbul pada semua usia, tetapi 2/3 penderita umumnya mulai menderita
pada saat berusia 30 tahun. Dapat terjadi pada wanita dan pria dengan
kemungkinan yang sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi
genetic kuat. Bila salah satu dari orang tua menderita alergi, akan
memberi kemungkinan sebesar 30% terhadap keturunannya dan bila
kedua orang tua menderita akan diperkirakan mengenai sekitar 50%
keturunannya (PERSI,2007).
Perkiraan yang tepat tentang prevalensi rhinitis alergi agak sulit
berkisar 4 40%
Ada kecenderungan peningkatan prevalensi rhinitis alergi di AS dan di
seluruh dunia
Penyebab belum bisa dipastikan, tetapi nampaknya ada kaitan dengan
meningkatnya polusi udara, Populasi dust mite, kurangnya ventilasi di
rumah atau kantor, dll.
B. Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri
dari 2 fase yaitu :
1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan
alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore karena
hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan
pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.
2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat
(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48
jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan
tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan,
eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada tempat
deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret
kental.
C. Etiologi
1. Alergen
Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala
rinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari
merupakan alergen hirupan utama penyebab rinitis alergika dengan
bertambahnya usia,
sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan penyebab yang
penting.
2. Polutan
Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis.
Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di
luar termasuk gas buang disel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur
dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah
diketahui lebih jelas.
3. Aspirin
Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitis
alergika pada penderita tertentu.
D.Gambaran Klinis
1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
(umumnya bersin lebih dari 6 kali).
2. Hidung tersumbat.
3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan
alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih
keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung
atau infeksi sinus.
4. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan
tenggorok.
Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
E. Diagnosis
1. Amnesis
Gejala khas yang bisa didapatkan adalah sebagai berikut :
serangan timbul bila terjadi kontak dengan alergen penyebab
didahului rasa gatal di hidung, mata, atau kadang pada pallatum molle
bersin-bersin paroksismal (dominan) : > 5kali/serangan, diikuti produksi
sekret yg encer danhidung buntu gangguan pembauan, mata sembab dan
berair, kadang disertai sakit kepala tidak didapatkan tanda infeksi (mis :
demam) mungkin didapatkan riwayat alergi pada keluarga
2. Pemeriksaan Fisis
konka edema dan pucat, secret seromucinou
3. Pemeriksaan Penunjang
Tes kulit prick test
Eosinofil sekret hidung. Positif bila 25%
Eosinofil darah. Positif bila 400/mm3
bila diperlukan dapat diperiksa
IgE total serum (RIST & PRIST). Positif bila > 200 IU
IgE spesifik (RAST)
X-foto Water, bila dicurigai adanya komplikasi sinusitis
F.Pelaksanaan
1. Medis
Simtomatik :
Intermiten ringan : anti histamin (2minggu) dan dekongestan
(pseudoefedrin 2x30mg)
Anti histamin pada saat serangan dapat dipakai CTM 3 x 2-4mg. Untuk
yang non sedatif
dapat dipakai loratadin, setirizin (1 x 10 mg) atau fleksonadine
(2x60mg). Desloratadine
adalah turunan baru loratadine yang punya efek dekongestan. Anti
histamin baru non sedatif cukup aman untuk pemakaian jangka panjang.
Intermiten sedang berat, persisten ringan : steroid topikal, cromolyn
(mast cell stabilisator),
B2 adrenergik (terbutaline). Kortikosteroid (deksametasone,
betametasone) untuk serangan
akut yang berat, ingat kontra indikasi. Dihentikan dengan tappering off
Dekongestan lokal : tetes hidung, larutan efedrine 1%, atau
oksimetazolin 0.025% -
0.05%, bila diperlukan, dan tidak boleh lebih dari seminggu. Dipakai
kalau sangat perlu
agar tidak menjadi rhinitis medikamentosa
Dekongestan oral : pseudoefedrine 2-3 x 30-60mg sehari. Dapat
dikombinasi dengan
antihistamin (triprolidin + pseudoefedrine, setirizin + pseudoefedrine,
loratadine +
pseudoefedrine)
R.A persisten sedang berat : bisa digunakan steroid semprot hidung
Pembedahan : apabila ada kelainan anatomi (deviasi septum nasi), polip
hidung, atau komplikasi lain yang memerlukan tindakan bedah
2. Asuhan Keperawatan
Mendorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan,
perkembangan dan prognosis kesehatan
Mengatur kelembapan ruangan untuk mencegah pertumbuhan jamur
Menjauhkan hewan berbulu dari pasien alergi, namun hal ini sering
tidak dipatuhi terutama oleh pecinta binatang
Membersihkan kasur secara rutin.
G. Prognosis
1. Sinusitis kronis (tersering)
2. Poliposis nasal
3. Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan
sensitive terhadap aspirin)
4. Asma
5. Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah
6. Hipertropi tonsil dan adenoid
7. Gangguan kognitif
Daftar Pustaka
1. Dorland, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.
Jakarta: EGC
2. Smeltzer, suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
3. Peralmuni. Terapi Imun Alergen Spesifik Pada Rinitis Alergi: Kajian
4. Mekanisme Biomolekuler, Indikasi, Efektivitas. Online. 2011.
Available from URL: http://www.peralmuni.medindo.com/
5. Mohammad. Rhinitis alergika. Online. 2011 Available from URL:
http:// www.nn-
no.facebook.com/topic.php?uid=100064742713&topic=9732
6. www.google.com
- SINUSITIS
2.4.1. Definisi
Sinusitis didefinikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.
(Hueston,2002).
dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari
infeksi gigi. Ramalinggam (1990) di Madras, India mendapatkan bahwa
rinosinusitis maksila tipe dentogen sebanyak sepuluh persen kasus
yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal. Menurut Becker et
al. (1994) dari Bonn, Jerman menyatakan sepuluh persen infeksi pada
sinus paranasal disebabkan oleh penyakit pada akar gigi. Granuloma
dental, khususnya pada premolar kedua dan molar pertama sebagai
penyebab rinosinusitis maksila dentogen. Hilger (1994) dari
Minnesota, Amerika Serikat menyatakan terdapat sepuluh persen
kasus rinosinusitis maksila yang terjadi setelah gangguan pada gigi.
Menurut Farhat (2004) di Medan mendapatkan insiden rinosinusitis
dentogen di Departemen THT-KL/RSUP Haji Adam Malik sebesar
13.67% dan yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal (71.43%).
(Saragih, 2007).
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan
bahan tambahan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan
(Saragih, 2007).
2.4.4. Patofisiologi
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena
2009).
berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan
kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan
merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.
sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi
serta pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya
kelainan apikal
(Mansjoer,2001).
dan maksila yang dapat dilakukan transiluminasi. Pada sinus yang sakit
akan menjadi suram atau gelap (Ross, 1999). Dengan nasal endoskopi
dapat diketahui sinus mana yang terkena dan dapat melihat adanya
faktor etiologi lokal. Tanda khas ialah adanya pus di meatus media
pada sinusitis maksila, etmoidalis anterior dan frontal atau pus di
meatus superior pada sinusitis etmoidalis posterior dan sfenoidalis
(Mehra dan Murad, 2004; Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Selain
itu, nasal endoskopi dilakukan untuk menegakkan
anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secarakeseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya
dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak
membaik dengan pengobatan
2.4.7. Terapi
Prinsip terapi :
c. Operatif
mukosa serta
2.4.8. Komplikasi
(Hilger, 1997).
2.4.9. Prognosis
POLIP
2.2 Definisi
Polip nasi adalah suatu proses inflamasi kronis pada mukosa hidung
dan sinus paranasi yang ditandai dengan adanya massa yang
edematous pada rongga hidung (Erbek et al,2007).
Polip nasi muncul seperti anggur pada rongga hidung bagian atas,
yang berasal dari dalam kompleks ostiomeatal. Polip nasi terdiri dari
jaringan ikat longgar, edema, sel-sel inflamasi dan beberapa kelenjar
dan kapiler dan ditutupi dengan berbagai jenis epitel, terutama epitel
pernafasan pseudostratified dengan silia dan sel goblet (Fokkens et
al,2007).
Gejala utama dari polip nasi adalah sumbatan hidung yang terus
menerus namun dapat bervariasi tergantung dari lokasi polip. Pasien
juga mengeluh keluar ingus encer dan post nasi drip. Anosmia dan
hiposmia juga menjadi ciri dari polip nasi. Sakit kepala jarang terjadi
pada polip nasi (Drake Lee 1997, Ferguson et al 2006).
2.6 Diagnosis
2.7 Penatalaksanaan