Anda di halaman 1dari 10

Gejala dan Penatalaksanaan Cervisitis Gonokokal

Devina Hendriyana Gunawan

102014039/C1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Pendahuluan

Penyakit menular seksual pada saat ini sangat banyak dijumpai. Dimana penyakit tersebut
ditularkan melalui hubungan seksual. Jika menderita penyakit ini, bisa menimbulkan komplikasi
yang sangat banyak. Komplikasi yang bisa ditimbulkan misalnya, karena penangannya
terlambat atau pengobatannya yang tidak adekuat. Cervisitis pada wanita memiliki banyak fitur
yang sama dengan urethritis pada pria dan banyak kasus disebabkan oleh infeksi penyakit
menular seksual. Gangguan ini mempengaruhi sekitar 60% perempuan karena infeksi bakteri
seperti gonore atau infeksi pra dan pasca persalinan. Faktor risiko untuk pengembangan
cervicitis termasuk mulai hubungan seksual pada usia dini, risiko tinggi perilaku seksual, riwayat
penyakit menular seksual, dan memiliki banyak pasangan seks. Cervicitis gonorrhea adalah
peradangan pada dinding rahim (cervix) yang disebabkan oleh bakteri Nesseria gonorrhea yang
merupakan bakteri gram negatif. Gejala yang ditimbulkan: tidak nyaman di bagian perut bagian
bawah (perempuan) atau nyeri saat buang air kecil (laki-laki). Sebesar 10% pada laki-laki dan
50% pada perempuan berupa asimptomatik atau tidak menimbulkan gejala atau pun tanda-
tanda.1

Anamnesis

Anamnesis pasien dilakukan secara auto-anamnesis kepada pasien itu sendiri.Hal-hal


yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah identitas, keluhan utama pasien, keluhan penyerta,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga. Diketahui
pada skenario bahwa pasien 22 tahun merupakan ibu rumah tangga status perkawinan sudah
menikah, belum memiliki anak. Pasien mengeluh keluar cairan di vagina sejak 2 minggu yang
lalu keputihan tersebut berwarna putih kekuningan. Dapat juga ditanyakan adanya nyeri pelvis

1
dan bau pada sekresi vagina yang keluar. Juga dapat ditanyakan adanya rasa terbakar dan adanya
nyeri saat melakukan aktivitas seksual yang merupakan suatu komplain mayor yang biasanya
dikeluhkan. Nyeri saat miksi juga dapat terjadi pada pasien ini. Didapatkan adanya flek darah
setiap setelah melakukan hubungan seksual.

Tanyakan juga riwayat haid, teratur atau tidak dan riwayat menarche. Diketahui haid
terakhir kali 3 minggu yang lalu. Tanyakan kapan terakhir berhubungan seks dan tanyakan apa
sering berganti-ganti pasangan atau tidak. Tanyakan juga apakah sudah pernah hamil atau belum
dan riwayat kontrasepsi. Tanyakan juga apakah ada riwayat merokok, minum alcohol, dan pola
makan.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik, yang dilakukan adalah dengan melihat keadaan umum dan kesadaran
umum pasien, sclera dan konjungtiva kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda
vital. Pemeriksaan vital berupa tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, dan frekuensi
pernafasan. Pada pemeriksaan didapatkan hasil keadaan umum: tampak sakit ringan, kesadaran:
compos mentis, TTV: dalam batas normal, Status generalis dalam batas normal.

Pada pemeriksaan ginekologi, pertama dilakukan inspeksi untuk pada vulva. Dilihat
apakah ada lesi, perbuahan warna, dan pembengkakan dan didapatkan hasil tidak tampak
kelainan pada inspeksi genitalia luar. Kemudian pemeriksaan menggunakan inspekulo dengan
cara: 1

Hangatkan spekulum dengan air hangat


Pisahkan labia dengan telunjuk tangan kiri saat memasukkan spekulum dengan tangan
kanan kedalam vagina.
Masukkan spekulum dalam keadaan tertutup setengah miring (450) dan setelah melewati
introitus vagina rotasikan spekulum melawan arah jarum jam agar berada dalam posisi
normal.
Saat ujung spekulum sudah menyentuh daerah fornix posterior, spekulum dapat dibuka
agar dapat terlihat portio.
Bila ada indikasi : lakukan pengambilan Pap Smear dan Kultur.
Perhatikan keadaan servik ostium uteri eksternum

2
Perhatikan mukosa vagina
Keluarkan spekulum dalam keadaan tertutup dan dengan cara seperti saat insersi.
Bila ada getah dari servix, maka diambil mengunakan lidi yang ada kapas diujungnya
pada ostium uteri externum.

Setelah spekulum dihapus, pemeriksaan bimanual dilakukan untuk menilai nyeri atau
pembesaran leher rahim, rahim, dan adneksa. Tangan kiri di abdomen bagian bawah dan tangan
kanan (jari telunjuk dan tengah) dalam vagina. Cervisitis atau penyakit radang panggul (PID)
dicurigai jika pasien memiliki kelembutan gerak serviks (yaitu, jika dia mengalami rasa sakit
atau nyeri saat pemeriksa lembut bergerak leher rahim dari sisi ke sisi. Pada pemeriksaan
bimanual didapatkan hasil permukaan vagina dan servik licin, uterus teraba diatas simfisis, dan
tidak ada masa pada adneksa.1

Pemeriksaan Penunjang

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merekomendasikan testing on self-


or clinician-collected endocervical dan swab vagina, serta pada spesimen urin. Nucleic acid
amplification testing (NAAT) adalah yang paling sensitif dan spesifik untuk gonorrheal dan
infeksi klamidia, dan juga memungkinkan untuk pengujian pada berbagai jenis specimen terluas.
Pemeriksaan gram dari swab vagina dengan pewarnaan biru methilen atau giemsa, positif
terinfeksi Neisseria gonorrhoeae jika ditemukan diplokokus gram negative.2

Untuk kultur digunakan dua macam media yaitu media transport dan media pertumbuhan.
Media transport yang dapat digunakan adalah media Transgrow. Media ini selektif dan nutritif
untuk N.gonorrhoeae dan N.meningiditis, dapat bertahan selama 96 jam dan dapat berfungsi
sebagai media pertumbuhan. Media pertumbuhan yang sering digunakan adalah media Thayer
Martin. Media ini mengandung vankomisin, colistin, dan nistatin. Pada media modifikasi Thayer
Martin ditambahkan trimetoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman Proteus spp.2

Pemeriksaan pH normal vagina dilakukan menggunakan kertas lakmus. pH normal


vagina berkisar antara 3,5-4,5. Keasaman pH pada vagina berguna untuk mencegah pertumbahan
bakteri yang merugikan di vagina. pH vagina yang menjadi basa meningkatkan resiko terjadinya
infeksi. pH >4,5 juga bisa menandakan adanya bacterial vaginosis.2

3
Working Diagnosis

Cervisitis merupakan infeksi pada serviks uteri sering terjadi karena luka kecil bekas
persalinan yang tidak dirawat atau infeksi karena hubungan seksual. Cervisitis disebabkan oleh
infeksi menular seksual (IMS), jamur, dan bakteri. Pada beberapa penyakit kelamin, seperti
gonore, sifilis, ulkus mole dan granuloma inguinal, dan pada tuberculosis, dapat ditemukan
radang pada serviks. Faktor risiko untuk terkena antara lain berganti-ganti pasangan seksual,
merokok, human papilloma virus (HPV) atau HIV.3

Penyakit cervisitis masuk dalam golongan penyakit infeksi menular seksual (IMS).
Infeksi menular seksual berupa masalah kesehatan umum yang bermakna di sebagian besar
negara seluruh dunia. Angka kejadian IMS diperkirakan cukup tinggi di banyak negara dan
kegagalan untuk melakukan diagnosis serta pengolahan pada stadium awal dapat menyebabkan
komplikasi dan gejala sisa yang serius.3

Differential Diagnosis

Vaginosis bacterial merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh lebih dari satu jenis
bakteri, sebanyak 45% kasus bakteri yang menimbulkan infeksi vagina diantaranya adalah
gardnerella vagina, mobiluncus dan mikoplasma. Penyakit ini menimbulkan gangguan ekosistem
vagina sehingga jumlah laktobasilus berkurang. Dengan demikian pengeluaran hydrogen
peroksidase semakin berkurang dan menambah infeksi bakteri anaerobik. Dasar diagnosisnya
adalah terdapat cairan abu-abu homogen, terasa gatal, pH meningkat menjadi diatas 4.5, pada
pemeriksaan laboratorium laktobasilus Doderlein diganti dengan banyak jenis bakteri, cairan
ditambah dengan larutan KOH 10% akan memberikan bau ikan busuk menurut Whiff Amire.4

Kandidiasis vagina merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh infeksi tunggal atau
kombinasi kandida albikans, kandida ptopikalis dan kandida glabrata. Sifat kandidiasis vagina
timbul karena komensal yang dapat menimbulkan eksaserbasi akut pada penyakit ibu dalam
pemberian antibiotic dosis tinggi, pemberian kortison, pemakai kontrasepsi oral, penyakit
diabetes melitus dan perubahan hormonal pada kehamilan. Diagnosa kandidiasis vagina adalalah
terdapat leukorea, seperti dadih, putih menggumpal, terasa gatal, pH cairan vagina menjadi 4.5,
tampak eritem dan bintik merah pada dinding vagina yang dapat menjalar pada vulva dan pahan

4
atau lipat paha, pada pemeriksaan KOH akan memperlihatkan hifa, pseudohifa dan budding
jamur.4

Cervisitis

Cervisitis adalah peradangan jaringan serviks. Hampir semua kasus cervisitis disebabkan
oleh penyakit menular seksual dan, bisa juga karena cedera pada jaringan serviks, kontrol jalan
lahir yang berkurang seperti diafragma dan bahkan kanker.Kondisi ini memiliki gejala khusus
yang membantu dalam diagnosis. Cervisitis merupakan infeksi jangka panjang yang tidak
memiliki gejala khusus dan karena itu tidak diobati oleh banyak wanita. Kondisi ini hanya
terdeteksi dengan pemeriksaan ginekologi rutin.5

Ada dua jenis cervisitis, yaitu cervisitis akut dan kronis. Cervisitis akut adalah infeksi
endoserviks yang disebabkan oleh bermacam-macam organisme, termasuk gonokokus dan
streptokokus. Serviks kemerahan, pembengkakan mulut rahim dan terkongesti dengan secret
purulen yang banyak. Gejala terlazim adalah leukorea, yang dapat disertai dengan nyeri pelvis
jika pasien menderita endometritis atau salphingitis penyerta. Cervisitis kronis dapat
menyebabkan leukorea, bercak pendarahan (spotting) atau pendarahan pascakoitus. Manifestasi
klinik terlazim meliputi erosi, suatu keadaan yang ditandai oleh hilangnya lapisan superficialis
epitel skuamosa dan pertumbuhan berlebihan jaringan endoserviks. Peradangan merangsang
usaha reparasi dalam bentuk pertumbuhan epitel skuamosa ke atas yang mengambil beberapa
duktus dari kelenjar endoserviks. Mukus yang tertahan ini dapat menyebabkan pembentukan
kista nabothi.5

Etiologi

Sevisitis terbagi dua, ada yang non-infeksi dan tipe infeksi. Masing-masing memiliki
etiologi yang berbeda. Tipe non-infeksi mukopurulen bisa disebabkan oleh paparan dari epitel
kolumnar serviks faktor menular pada vagina, seperti merokok, douching dan kontrasepsi oral
kombinasi. sebelumnya besar prospektif studi menemukan hubungan yang signifikan dengan
penggunaan kontrasepsi oral yang dikombinasikan. Adapun tipe infeksi memiliki etiologi
Chlamydia trachomatis, N. gonorrhea, Mycoplasma hominis, Mycoplasma genitalia,
Ureaplasma urealyticum, adenovirus, Herpes simpleks virus, dan cytomegalovirus.4

5
Cervisitis sering terjadi dan mengenai hampir 50% wanita dewasa dengan faktor resiko
perilaku seksual bebas resiko tinggi, sekresi yang berlebihan, memiliki pasangan seksual lebih
dari satu, aktivitas seksual pada usia dini dan trauma persalinan.4

Epidemiologi

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan bahwa lebih dari 19
juta infeksi menular seksual yang baru (IMS) terjadi setiap tahun, hampir setengah dari mereka
di antara orang-orang yang berusia 15-24 tahun. Selain konsekuensi kesehatan yang berpotensi
parah, IMS menimbulkan beban ekonomi yang luar biasa, dengan biaya medis langsung setinggi
$ 17 miliar dalam satu tahun. Gonore adalah penyakit menular kedua yang paling sering
dilaporkan di Amerika Serikat, dengan lebih dari 300.000 kasus yang dilaporkan pada tahun
2010. Setiap tahun, sekitar 700.000 infeksi gonokokal baru terjadi. Sama seperti klamidia,
gonore diyakini tidak dilaporkan. Dalam sebuah studi dari 1.469 pasien gawat darurat
didiagnosis dengan cervisitis, ditemukan bahwa 1,8% dan 9,3% dari pasien dengan cervisitis
juga positif untuk gonore atau klamidia, masing-masing.5

Patofisiologi

Gonokkokus memiliki por (protein I) yang menjulur dari selaput sel gonokokus. Protein
ini terdapat dalam bentuk trimer untuk membentuk pori-pori di permukaan untuk tempat
masuknya beberapa nutrient ke dalam sel. Gonokokus juga memiliki Opa (protein II) yang
memiliki fungsi untuk perlekatan gonokokus pada sel inang. Protein III bejerja sama dengan Por
dalam pembentukan pori-pori pada permukaan sel. Gonokokus memiliki Lipooligosakarida
(LOS) yang tidak mempunyai rantai samping antigen O yang panjang dan kadang-kadang
disebut polisakarida. Racun dalam infeksi gonokokus terutama disebabkan oleh pengaruh
endotoksin LPS. 6
Daerah yan mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng
yang belum berkembang (imatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas. Gonokokus dapat
menyerang selaput lendir saluran genitourinary, mata, rectum, dan tenggorokan, mengakibatkan
supurasi akut yang dapat menyebabkan invasi jaringan. Hal ini diikuti oleh peradangan kronis
dan fibrosis. 6,7

6
Gonokokus memiliki protein pili yang membantu perlekatan bakteri ini sel epitel yang
melapisi selaput lendir, terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks dan uretra. Pertama-
tama mikroorganisme melekat ke membrane plasma (dinding sel), lalu menginvasi ke dalam sel
dan merusak mukosa sehingga muncul respon inflamasi dan eksudasi.6,7
Gonokokus akan menghasilkan berbagai macam produk ekstraseluler yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel, termasuk diantaranya enzim seperti fosfolipase, peptidase, dan
lainnya. Kerusakan jaringan ini tempaknya disebabkan oleh dua komponen permukaan sel yaitu
LOS (lipooligosakarida) yang berperan menginvasi sel epitel dengan cara menginduksi produksi
endotoksin yang mengakibatkan kematian sel mukosa dan peptidoglikan. Mobilisasi leukosit
PMN menyebabkan terbentuknya mikroabses subephitelial yang pada akhirnya akan pecah dan
melepas PMN dan gonokokus.6

Penatalaksanaan

Medikamentosa
Pengobatan empiris standar untuk cervisitis adalah azitromisin untuk wanita yang terkena
dampak dan mitra seksual mereka. Sebagai prevalensi heteroseksual local gonore sangat rendah,
pengobatan bersamaan untuk gonore tidak rutin diberikan secara empiris. Azitromisin Kegagalan
di 28% dari pria dengan M. genitalium terkait uretritis telah dilaporkan dan lebih sering terjadi
ketika M. genitalium berasal dari tenggara Asia, di mana ada muncul resistensi macrolide. Hal
ini memiliki implikasi pengobatan yang penting ketika M. genitalium dikaitkan dengan
cervicitis. di sana laporan tingkat izin peningkatan M. genitalium dengan program diperpanjang
azitromisin dan moksifloksasin. Sejarah alami dari cervisitis tidak didefinisikan atau manfaat
dari perawatan lebih lanjut untuk tidak responsive kasus dan mitra mereka. Menurut CDC dapat
diberikan terapi: 8
Seftriakson 125 mg i.m (dosis tunggal) atau
Sefiksim 400 mg per oral (dosis tunggal) atau
Siprofloksasin 500 mg per oral (dosis tunggal) atau
Ofloksasin 400 mg per oral (dosis tunggal)

Non medikamentosa
Melakukan pemeriksaan dan pengobatan pada pasangan tetap.

7
Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi
Pemakaian kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali
risiko penularan penyakit

Komplikasi

1. Bartholinitis

Pada kondisi ini ditandai bengkak pada daerah genital sekitar kelenjar bartholini,
terasa sakit dan susah untuk berjalan. Secara klinis teraba benjolan lunak, fluktuasi positif,
bentuk oval kemerahan atau tampak masa meradang. Infeksi pada kelenjar ini dapat sebagai
akut bartholinitis berupa abses bartholini, kronik bartholinitis atau kista bartholinitis.5

2. Salpingitis akut

Salpingitis akut perlu diperhatikan karena akan mengakibatkan infertilitas dan


kehamilan ektopik. Pada penderitanya didapatkan gejala nyeri pada perut bagian bawah,
dispareuni, menstruasi abnormal dan intermenstrual bleeding. Pada pemeriksanaan fisik
terdapat nyeri tekan perut bagian bawah kanan dan kiri atau daerah adneksa, nyeri gerak
serviks, duh tubuh endoserviks abnormal dan terkadang bisa menimbulkan abses tubo
ovarian.

3. Penyakit radang panggul (PRP)

PRP merupakan komplikasi yang sangat penting diperhatikan karena terjadi pada
100% pasien yang tidak mendapat pengobatan. Kondisi tersebut selain menyebabkan
infertilitas dan kehamilan ektopik, juga menimbulkan kematian pada wanita di negara
berkembang atau miskin. Gejalanya berupa serangan akut kolik pada perut bagian bawah dan
menimbulkan nyeri yang berkelanjutan. Nyeri yang terjadi secara bilateral disertai dengan
anoreksia, nausea dan vomiting. Terdapat pula gejala dispareuni, nyeri saat berjalan, badan
disertai panas sampai diatas 39o C dan sakit kepala. Gangguan menstruasi berupa dismenore
dapat terjadi pada 60% kasus. Pada pemeriksaan dalam terdapat nyeri gerak serviks,
sedangkan pemeriksaan secara bimanual akan teraba masa palpable.

8
4. Endometritis

Pada endometritis bakteri Neisseria Gonorrhoeae masuk ke dalam uterus dan


menyerang endometrium dan menimbulkan radang di daerah tersebut. Keluarnya cairan
berupa nanah, nyeri panggul hebat dan demam merupakan gejala pada endometritis. Masalah
ini biasanya tidak mengganggu fertilitas karena bakteri senang tinggal di endometrium dan
akan menyebar keluar dari tuba falopii. Apabila dibiarkan endometritis dapat berisiko bagi
kesehatan karena terbentuknya jaringan parut dan abses di rongga rahim.

Kesimpulan

Dari kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa perempuan usia 22 tahun tersebut menderita
cervisitis yang disebabkan oleh gonorrhea. Cervisitis merupakan infeksi pada serviks uteri sering
terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat atau infeksi karena hubungan
seksual. Cervisitis disebabkan oleh infeksi menular seksual (IMS), jamur, dan bakteri. Pada
beberapa penyakit kelamin, seperti gonore. Penatalaksanaannya adalah dengan memberikan obat
antibiotic, misalnya single dose cefixime atau yang lainnya.

Daftar Pustaka

1. Kementerian Kesehatan RI Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.


Infeksi menular seksual. Jakarta: Bakti Husada; 2011.h.11-8.
2. Tanto C, Frans L, Sonia H, Eka AP. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Essential
Medicine; 2014.h.343.
3. Karnath BM. Manifetations of gonorrhea and clamydial infection. Hospital Physician.
May 2009;p.44.
4. Manuaba I.B.G, Manuaba I.A.C. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2007.h.633-4.
5. Taber B. Kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2004.h.124-5
6. Jawetz, Melnick, Adelberg Dalam Nugroho E, Maulany RF, Setiawan I. editor.
Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC; 1995.h.280-3.
7. Price SA, Wilson LMC. Pathophysiology Clinical concept of disease processes. Edisi 6.
2002;p.1336-7.

9
8. Mazzaro JM, David M. Management of women with cervicitis. IDSA: The Journal of
Infectious Disease. 2007; 44(3): 107.

10

Anda mungkin juga menyukai