Anda di halaman 1dari 13

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 General Anestesi (Anestesi Umum)

3.1.1 Definisi

Anestesi umum adalah suatu tindakan medis dengan tujuan utama untuk menghilangkan

rasa nyeri atau sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible.

Anestesi umum juga mempunyai karakteristik menyebabkan amnesia anterograd pada pasien,

sehingga pasien tidak akan bisa mengingat apa yang terjadi pada saat dilakukan anestesi atau

pun operasi pada pasien tersebut. Komponen trias anestesi yang ideal pada anestesi umum

terdiri dari hipnotik, analgesik, dan reaksasi otot.

3.1.2 Keuntungan

1. Mengurangi kesadaran pasien

Memungkinkan pemilihan obat pelemah otot yang tepat untuk jangka waktu yang

lama.

2. Memfasilitasi pemantauan penuh terhadap jalan nafas, pernapasan serta sirkulasi

pasien.

3. Dapat digunakan pada keadaan pasien yang memiliki alergi pada obat-obatan anestesi

lokal.Dapat diberikan tanpa merubah atau memindahkan pasien dari posisi terlentang.

4. Pemberian dapat disesuaikan atau ditambah secara lebih mudah untuk durasi

tambahan tak terduga.

5. Dapat diberikan dengan cepat dan reversibel.

3.1.3 Kerugian

1. Membutuhkan pemantauan ekstra dan biaya mahal.

10
11

2. Membutuhkan persiapan pra operasi pada pasien

3. Dapat menyebabkan peningkatan fisiologis yang membutuhkan intervensi aktif

4. Dapat menimbulkan komplikasi seperti mual atau muntah, sakit tenggorokan, sakit

kepala, menggigil, dan terrtundanya fungsi mental menjadi normal kembali.

5. Beberapa obat anestesi umum dapat mengakibatkan kenaikan suhu akut dan

berpotensi mematikan, asidosis metabolik, dan hyperkalemia.

3.1.4 Indikasi

Indikasi anestesi umum

1. Infant dan anak

2. Dewasa yang memilih anestesi umum

3. Pembedahannya luas atau eskstensif

4. Penderita sakit mental

5. Pembedahan lama

6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis untuk digunakan

7. Riwayat penderita toksik atau alergi obat anestesi lokal

3.1.5 Stadium anestesi

Pada anestesi umum dikenal stadium anestesi untuk mengetahui kedalaman anestesi,

yang terdiri dari:

1. Stadium I (Stadium Analgesia )

Dimulai dari saat pemberian obat anestesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium

ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnyarasa sakit).

Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat

dilakukanpada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflex bulu

mata.
12

2. Stadium II(Stadium Eksitasi atau Stadium Delirium)

Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernafasan yang irreguler,pupil

melebar dengan refleks cahaya (+/+), pergerakan bola mata tidak teratur,lakrimasi (+/+),tonus

otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya refleksmenelan dan kelopak mata.

3. Stadium III (Stadium Pembedahan)

Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga hilangnya

pernafasan spontan.Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernafasan spontan, hilangnya refleks

kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kek mulai menurun anan dengan

mudah. Pada stadium ini, pembedahan sudah boleh dilakukan. Stadium ini dibagi menjadi 4

stage:

a) Stage 1 : pernafasan teratur dan bersifat thoracoabdominal, pupil miosis, reflek

cahaya positif, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah hilang, tonus otot

mulai menurun.

b) Stage 2 : respirasi teratur bersifat thoracoabdominal, tidal volume menurun,

frekuensi nafas meningkat, bola mata terfiksir di sentral, pupil mulai midriasis,

refleks cahaya mulai menurun dan refleks kornea hilang.

c) Stage 3 : respirasi teratur dan bersifat abdominal akibat kelumpuhan nervi

intercostalis, lakrimasi hilang, pupil melebar dan sentral, tonus otot semakin

menurun.

d) Stage 4 : respirasi tidak teratur dan tidak adekuat karena otot diafragma lumpuh

dan makin nyata. Tonus otot sangat menurun, pupil midriasis, reflek sfingter ani

dan reflek kelenjar air mata hilang.

4. Stadium IV ( stadium paralysis)

Mulai henti nafas dan henti jantung.


13

3.1.6 Teknik anestesi umum

Terdapat tiga cara ventilasi pada anestesi umum:

1.) Dengan sungkup muka nafas spontan

Indikasi teknik ini dilakukan untuk operasi dengan tindakan singkat (30-60 menit)

dengan keadaan umum pasien baik (ASA 1). Keadaan lambung harus kosong. Prosedur teknik

ini antara lain:

a) Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

b) Pasang infuse, sebagai media untuk memasukan obat anestesi

c) Premedikasi, apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang yang

memberi efeksedasi atau anti-anxiety seperti benzodiazepine ataupun obat dengan

efek analgesia, seperti golongan opioid.

d) Induksi

e) Pemeliharaan

2.) Intubasi Endotrakeal dengan nafas spontan

Dilakukan dengan memasukkan endotrakheal tube (ET) ke dalam trakhea melalui oral

atau nasal. Diindikasikan untuk tindakan operasi lama dan kemungkinan terdapat kesulitan

dalam mempertahankan airway seperti pada operasi-operasi dibagian leher dan kepala.

Prosedur teknik ini antara lain:

a) Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

b) Pasang infuse, sebagai media untuk memasukan obat anestesi

c) Premedikasi, apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang yang

memberi efeksedasi atau anti-anxiety seperti benzodiazepine ataupun obat dengan

efek analgesia, seperti golongan opioid.

d) Induksi

e) Diberikan obat pelumpuh otot dengan durasi singkat


14

f) Intubasi

g) Pemeliharaan

3.) Intubasi Dengan Nafas Kendali (Kontrol)

Prosedur teknik ini dilakukan sama dengan prosedur Intubasi Endotrakeal dengan

nafas spontan, namun obat pelumpuh otot yang digunakan adalah obat pelumpuh otot dengan

efek durasi lebih panjang. Selain itu, obat pelumpuh otot dapat diulang kembali pemberiannya

pada saat pemeliharaan.

3.1.7 Obat pada anestesi umum

1. Premedikasi

Premedikasi dilakukan pada tahap persiapan pra bedah.Tujuan dilakukannya

pemberian obat premedikasi adalah untuk mencegah efek parasimpatomimetik dari anestesi,

mengurangi kecemasan dan nyeri yang dirasakan pasien. Obat yang digunakan adalah:

a. Anxiolythic

Contoh: golongan benzodiazepine (diazepam, midazolam)

b. Analgesic

Contoh: paracetamol, opium

c. Parasympathetic blocker

Contoh: hyoscine, atropine, glycopyrronium

d. Acid aspiration prophylaxis

Contoh: cimetidin, ranitidin

e. Antithrombotic prophylaxis

Contoh: heparin
15

2. Induksi anestesi dan penjagaan anestesi

a. Thiopentone

Obat ini berasal dari golongan barbiturate, bekerja dengan cepat.obat yang berasal

dari golongan ini tidak mempunyai efek analgesik

1) Farmakodinamik

Obat ini seperti halnya golongan barbiturat lainnya menyebabkan mengantuk (hipnotik), sedasi

dan depresi pernafasan. Mekanisme kerja dari thiopenton adal;ah dengan meningkatkan

ambang batas neuron terhadap eksitasi, mendepresi pusat pernapasan secara langsung, dan

menurunkan kepekaan terhadap CO2.

2) Farmakokinetik

Obat ini dapat diberikan secara intravena.Thiopentone dimetabolisme di hepar dan

diekskresikan oleh ginjal bersama urin.

3) Dosis

Thiopentone diberikan dengan dosis pada orang dewasa 3 5 mg/kg BB diberikan selama 10

15 detik.

4) Efek samping

Penggunaan Thiopentone dapat menyebabkan hipotensi, apnea, obstruksi jalan napas, aritmia,

batuk, bersin, dan reaksi hipersensitif.

b. Propofol

Propofol merupakan emulsi minyak-air yang berwarna putih dan mudah larut

dalam lemak.Propofol memiliki waktu induksi yang singkat dan pemulihan yang cepat pula

tanpa rasa pusing dan mual.

1) Farmakodinamik
16

Propofol termasuk dalam obat sedative-hipnotik, injeksi intravena pada dosis terapeutik

memberi efek hipnotik.Waktu paruh dalam darah otak 1 3 menit.Obat ini bekerja dengan

menghambat reseptor GABA pada saraf pusat.

2) Farmakokinetik

Propofol dimetabolisme di hepar dan sebagian besar diekskresikan lewat ginjal bersama urin,

hanya sebagian kecil yang diekskresikan bersama feses.

3) Dosis

Pada orang dewasa sehat kurang dari 55 tahun dosis induksi yang diberikan adalah 2 2,5

mg/kg BB. Pasien dengan usia di atas 55 tahun atau pasien ASA III dan IV dapat diberikan

dosis 1 1,5 mg/kg BB. Pasien pediatric dapat diberika dosis 2,5 3,5 mg/kg BB.

4) Efek samping

Efek samping dari propofol antara lain depresi pernapasan, pada sistem kardiovaskular dapat

berupa hipotensi, aritmia, bradikardia. Propofol juga berefek pada sususan saraf pusat berupa

kejang, euphoria, dan kebingungan.

c. Ketamin

Ketamin merupakan salah satu agen anestesi umum yang sering dijumpai dan

sering pula disalahgunakan.Obat ini termasuk golongan non barbiturate dengan mula kerja

cepat.Ketamin memiliki efek analgesik yang baik namun tidak menyebabkan hipotensi.

1) Farmakodinamik

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik maka pasien akan mengalami

perubahan kesadaran. Apabila diberikan secara intramuscular efek akan tampak dalam waktu

5 8 menit. Ketamin bekerja dengan menghambat aktivasi reseptor NMDA oleh glutamate,

mengurangi pembebasan presinaps glutamate.

2) Farmakokinetik
17

Ketamin dapat diberikan melaui intravena atau intramuscular.Ketamin larut dalam lemak,

selain itu obat ini di metabolisme di hepar dan diekskresikan oleh ginjal.

3) Dosis

Dosis yang digunakan untuk induksi adlah 1 2 mg/kgBB secara intravena dan 6 8 mg/kgBB

secara intramuscular. Untuk rumatan digunakan dosis serial 50% dosis intravena dan 25% dosis

intramuscular

4) Efek samping

Penggunaan obat ini dapat mnyebabkan peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan intra

cranial, peningkatan tekanan intraocular, hipersalivasi, halusinasi dan mimpi buruk.

d. Halothane

Halothane merupakan agen anestesi yang poten.Obat ini bersifat non iritan dan

depresan kardiak yang cukup poten.Konsentrasi yang diberikan sebesar 30%.Halothane dapat

menurunkan tonus otot bronchial, sehingga bagus untuk pasien yang beresiko mengalami

bronkokonstriksi.Halothane dimetabolisme di hepar dan dapat menyebabkan disfungsi

hepar.Efek samping dari obat ini adalah hipotensi, disritmia, dan disfungsi hepar.

e. Isofluran

Memiliki aksi yang serupa dengan halothane.Obat initidak menyebabkan depresi

kardiak serta tidak bersifat hepatotoksik maupun nefrotoksik.

f. Sevofluran

Obat ini lebih poten dibandingkan dengan isofluran dan pemulihannya lebih cepat.

g. N2O

Nitrous oxide memiliki kemampuan analgesik kuat tetapi anestetik lemah.Gas

tersebut kurang poten untuk induksi dan tidak dimetabolisme dalam tubuh.Untuk anastesi

digunakan campuran 70% nitrous oxide dan 30% oksigen.Untuk analgesic, digunakan
18

campuran 50% nitrous oxide dan 50% oksigen. Efek samping dari gas ini adalah mual, muntah,

pneumothorax, pneumoenchepal, pneumo peritoneum, kembung dan tuli pasca operasi.

3.2 Laparotomi

3.2.1 Definisi

Suatu tindakan pembedahan dengan cara membuka dinding abdomen untuk mencapai isi

rongga abdomen.

3.2.2 Teknik

1. Midline Epigastric Incision

Incisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc. Xiphoideus hingga

1 cm diatas umbilikus. Kulit, fat subcutan, linea alba, fat extraperitoneal, dan

peritoneum dipisahkan satu persatu.

2. Midline Subumbilical Incision

Incisi dilakukan persis pada garis tengah,dan bisa merupakan perluasan dari Midline

3. Epigastris Incision

Sebagai aturan umum, peritoneum harus dibuka dari ujung bawah dari incisi, untuk

menghindari lig.falciforme, tetapi untuk Midline Subumbilical Incision peritoneum

harus dibuka dari bagian atas incisi untuk menghindari cidera kandunung kemih.

Peritoneum harus dibuka dengan sangat hati-hati. Cara yang paling aman adalah

membukany adengan menggunakan dua klem artery, yang dijepitkan dengan sangat

hati-hati pada peritoneum. Kemudian peritoneum diangkat dan sedikit diggoyang-

goyang untuk memastikan tidak adanya struktur dibawahnya yang ikut terjepit.

Kemudian peritoneum diincisi dengan menggunakan pisau. Incisi ini harus cukup

lebar untuk memasukkan 2 jari kita yang akan dipergunakan untuk melindungi

struktur dibawahnya sewaktu kita membuka seluruh peritoneum.


19

4. Upper Paramedian Incision

Incisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-kira 2,5-

5 cm dari garis tengah. Incisi dilakukan vertical, mulai dari batas costa, berakhir pada

2-8 cm dibawah umbilicus.

5. Lower Paramedian Incision

Incisi ini similiar dengan Upper Paramedian Incision dan, biasanya, memang

merupakan perluasan dari Upper Paramedian Incision hingga dapat mencapai

abdomen dari batas costa hingga ke pubis.

6. Lateral Paramedian Incision

Modifikasi dari Paramedian Incision yang dikenalkan oleh Guillou et al. Dimana

incisi dilakukan pada pertemuan dari pertengahan dan 1/3 luar dari rectus sheat.Pada

titik ini anterior rectus sheat terdiri dari 2 lapis.Anterior sheat dipisahkan dari otot

rectus. Dan kemudian Posterior sheat atau peritoneum , atau keduanya dipisahkan

dengan cara yang sama dengan anterior sheat. Secara teoritis, tekhnik ini akan

memperkecil kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan incisional hernia.

7. Vertical Muscle Splitting Incision

Incisi ini sama dengan conventional paramedian incision, hanya otot rectus pada incisi

ini dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally) pada 1/3 tengahnya, atau jika

mungkin pada 1/6 tengahnya. Incisi ini berguna untuk membuka scar yang berasal

dari incisi paramedian sebelumnya.

8. Kocher Subcostal Incision

Incisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk megakses gallbladder dan

biliary passages.. Sedangkan incisi subkostal kiri dilakukan biasanya untuk

splenektomi elektif.
20

Incisi dilakukan mulai dari garis tengah, 2,5-5 cm di bawah Proc. Xiphoideus dan

diperluas menyusuri batas costa kira-kira 2,5 cm dibawahnya, sepanjang kira-kira 12

cm

9. McBurney Gridiron Incision

Dilakukan untuk kasus Appendicitis Akut Dan diperkenalkan oleh Charles McBurney

pada tahun 1894.Incisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease,

tetapi jika penderitanya gemuk atau jika mungkin diperlukan untuk memperluas incise

maka dibuat incise oblique.

10. Pfannenstiel Incision

Incisi yang popular dalam bidang gynecologi dan juga dapat memberikan akses pada

ruang retropubic pada laki-laki untuk melakukan extraperitoneal retropubic

prostatectomy.Incisi dilakukan kira-kira 5 cm diatas symphisis Pubis skin crease

sepanjang 12 cm.

3.2.3 Komplikasi

1. Stitch Abscess

Biasanya muncul pada hari ke 10 postopersi atau bisa juga sebelumnya, sebelum

jahitan incisi tersebut diangkat.. Abses ini dapat superficial ataupun lebih dalam. Jika

dalam ia dapat berupa massa yang teraba dibawah luka, dan terasa nyeri jika di raba.

Abses ini biasanya akan diabsopsi dan hilang dengan sendirinya, walaupun untuk

yang superficial dapat kita lakukan incisi pada abses tersebut. Antibiotik jarang

diperlukan untuk kasus ini.

2. Sellulitis

Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema dan proses

inflamasi sekitarnya. Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli,


21

Streptococcus Faecalis, Bacteroides, dsb. Penderitanya biasanya akan mengalami

demam, sakit kepala, anorexia dan malaise. Keadaan ini dapat diatasi dengan

membuka beberapa jahitan untuk mengurangi tegangan dan penggunaan antibiotika

yang sesuai. Dan jika keadaannya sudah parah dan berupa suppurasi yang extensiv

hingga kedalam lapisan abdomen, maka tindakan drainase dapat dilakukan.

3. Infeksi Gangren

Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12-72 jam setelah

operasi, peningkatan temperature (39 -41 C), Takhikardia (120-140/m), shock yang

berat.Keadaan ini ddapat diatasi dengan melakukan debridement luka di ruang

operasi, dan pemberian antibiotika, sebagai pilihan utamanya adalah, penicillin 1 juta

unit IM dilanjutkan dengan 500.000 unit tiap 8 jam.

4. Hematoma

Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya hilang

dengan sendirinya, ataupun jika hematom itu cukup besar maka dapat dilakukan

aspirasi.

5. Keloid

Penyebab dari keadaan ini hingga kini tidak diketahui, hanya memang sebagian orang

mempunyai kecenderungan untuk mengalami hal ini lebih dari orang lain. Jika keloid

scar yang terjadi tidak terlalu besar maka injeksi triamcinolone kedalam keloid dapat

berguna, hal ini dapat diulangi 6 minggu kemudian jika belum menunjukkan hasil

yang diharapkan. Jika keloid scar nya tumbuh besar, maka operasi excisi yang

dilanjutkan dengan skin-graft dapat dilakukan.

6. Disrupsi dan Eviserasi

Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi antara 0-3 %.

Dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien >60 tahun dibanding yang lebih muda.
22

Laki-laki dibanding wanita 4 : 1. Komplikasi ini dapat terjadi karena kesalahan pada

prosedur pembedahan ataupun karena faktor kondisi pasien.

Anda mungkin juga menyukai