BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatarbelakangi oleh resistensi
insulin. Hormon insulin berfungsi untuk mengatur keseimbangan kadar gula
dalam darah sebagai akibat dari gangguan produksi hormon insulin, akan terjadi
kenaikan kadar gula darah di atas batas normal.1
Tanjung Rejo Kec. Percut Sei Tuan periode Januari mei tahun 2017, prevalensi
diabetes mellitus sebanyak 60 orang dan menempati urutan kedelapan dengan
proporsi 3,04%.3
Tabel 1.1 Laporan 10 Penyakit Terbesar di Puskesmas Tanjung Rejo kec.percut sei tuan
Januari- Maret tahun 2017
8. MAAG 85 0,85 %
hubungan diabetes melitus tipe 2 dengan TB paru Objek penelitian adalah pasien
yang datang ke Puskesmas Tanjung rejo kecamatan percut sei tuan tahun 2017.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Klasifikasi
Dokumen konsensus tahun 1997 oleh American Diabetes Associations
Expert Committee On The Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus
menjabarkan empat kategori utama diabetes: tipe 1, dengan karakteristik
ketiadaan insulin absolut; tipe 2, ditandai dengan resistensi insulin disertai defek
sekresi insulin; tipe 3, tipe spesifik; dan tipe 4, tipe gestasional.2
7
2.1.4 Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan yang sangat
penting yang untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, selanjutnya dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang
dikeluarkan oleh sel pankreas.2
Kelainan utama yang tergambar pada diabetes tipe 2 berupa resistensi
insulin dan penyusutan fungsi sekretorik sel-sel . Ketidakpekaan insulin dalam
merespon kenaikan gula darah menyebabkan peningkatan glukosa oleh hati seraya
penurunan ambilan glukosa oleh jaringan.2
9
Pada diabetes melitus 2, jumlah insulin normal malah mungkin lebih banyak
tetapi jumlah resepor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Reseptor
insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel.
Meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya
(reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke sel akan sedikit, sehingga akan
kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah
meningkat. Keadaan ini sama dengan diabetes melitus tipe 2. disamping kadar
glukosa yang tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut
resistensi insulin.2
Pada diabetes melitus 2 jumlah sel berkurang sampai 50-60% dari normal.
Jumlah sel meningkat. Yang mencolok adalah peningktan jumlah amiloid pada
sel yang disebut amilin. Baik pada dibetes tipe 1 dan 2, kadar glukosa darah
meningkat, bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan
keluar melalui urin. Kelimpahan glukosa dalam urin ini dinamakan glukosuria.2
tes toleransi glukosa oral (oral glucose tolerance test). Caranya pasien
yang telah berpuasa selama 10 jam (jangan lebih dari 16 jam) diambil
darahnya untuk diperiksa. Segera setelah darah diperoleh, pasien diberi
minuman yang mengandung 75 gram glukosa (1,75g/kgBB untuk anak-
anak dan 100g bagi wanita hamil). Darah pasien kemudian diambil lagi
setelah , 1, 2, dan 3 jam utntuk diperiksa. Kadar gula darah 110
mg/dL dianggap sebagai respon gula darah yang normal.6
Gula darah disimpulkan terganggu jika hasil pemeriksaan
menunjuk pada kisaran angka 110 hingga 126 mg/dL pada 2 jam
postprandial, dikatakan sebagai toleransi glukosa terganggu. Pasien
dipastikan mengidap DM seandainya kadar gula darah 2 jam
postprandial bernilai 200 mg/dL. 6
Tabel 2.3 : Patokan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa Untuk
Menyaring Dan Mendiagnosis Diabetes Melitus6
Bukan Belum Pasti Pasti
Kadar glukosa darah Plasma Vena <100 100-199 200
sewaktu (mg/dL) Darah Kapiler <90 90-199 200
Kadar glukosa darah Plasma Vena <100 100-125 126
puasa (mg/dL) Darah Kapiler <90 90-199 100
(sumber : Buku Obesitas Diabetes Melitus dan Dislipidemia, Tahun 2011)
2.1.8 Diagnosis
Pada tahun 1997, The Americans Diabetes Association ,membuat kriteria
diagnosa diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1. Glukosa plasma darah (FPG) 126mg/dL, pasien tidak mendapatkan
asupan kalori tambahan sedikitnya 8 jam
2. Gejala khas diabetes (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan)
ditambah pada glukosa darah sewaktu 200mg/dL, kapan saja tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
Glukosa plasma 2 jam 200mg/dL pada tes toleransi glukosa oral (TTGO). TTGO
ini dilakukan dengan menggunakan beban gluksa yang setara dengan 75g glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.2
300 makan
50
100
68
250 -
3000
2.2 TB Paru
2.2.1 Definisi
2.2.2 Etiologi
1. Gejala respiratorik
a. batuk 3 minggu
b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada
15
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak
ke luar.7
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
2.2.4 Klasifikasi
2.2.5 Patogenesis
2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform). 7
a. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
19
Kompleks ranke
3. Pemeriksaan Serologi
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang
terjadi. 7
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM)
yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. 7
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
d. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam
serum. 7
4. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat
mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. 7
5. Pemeriksaan BACTEC
20
9. Uji tuberkulin
Gambar 2.1 Alur Diagnosis TB7
21
2.2.7 Tatalaksana
Berat : Hepatitis
Telinga mendenging (tinitus),
Streptomisin 15mg/kgBB pusing dan
kehilangan keseimbangan
fase intensif 20mg /kg BB, Gangguan penglihatan
fase lanjutan 15 mg berupa berkurangnya ketajaman,
Etambutol /kg BB, 30mg/kg BB 3X buta warna untuk warna
seminggu, 45 mg/kg BB 2 X merah dan hijau.
Seminggu
Tabel 2.6. Dosis dan efek samping OAT lini 1
3. TERAPI PEMBEDAHAN7
a. lndikasi operasi
- Indikasi mutlak
Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi
dahak tetap positif
Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan
cara konservatif
Penderita dengan fistula bronkopleura dan empyema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif
- lndikasi relatif
24
BAB III
KERANGKA KONSEP
Kepatuhan Meminum
Obat DM
BAB IV
METODE PENELITIAN
Mengecek kembali data yang sudah di-entri, apakah ada kesalahan saat
meng-entri ke komputer.
4.7 Analisis Data
4.7.1 Analisis Univariat
Analisa univariat digunakan persentase, hasil dari setiap variabel
ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi.
4.7.2 Analisis Multivariat
A. Uji Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu
data apakah normal atau tidak. Uji normalitas dua data berupa uji
Kolmogrov Smirnov digunakan besar sampel >50 sedangkan uji Shapiro-
Wilk digunakan apabila besar sampel 50. Distribusi normal baku adalah
data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk p dan diasumsikan
normal. Jika nilainya diatas 0,05 maka distribusi data dinyatakan
memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya dibawah 0,05 maka
diinterpretasikan sebagai tidak normal.9
B. Uji Korelasi
Uji korelasi menggunakan uji statistik ANOVA. Pengujian analisis
dilakukan menggunakan program Software Statistik pada komputer
dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila didapatkan nilai p < 0,05, maka H0
ditolak dan Ha diterima.9
BAB V
HASIL PENELITIAN
Kurus 19 31,7
Normal 17 28,3
Gemuk 16 26,7
Obesitas 8 13,3
Total 60 100
P
aPada peneltian ini didapat dari 60 responden didapatkan bahwa
Index Massa Tubuh yang terbanyak yaitu Kurus sebanyak 19 orang
(31,7%), diikuti normal sebanyak 17 orang (28,3%), gemuk
sebanyak 16 orang (26,7%), dan yang tersedikit yaitu obesitas
sebanyak 8 orang (13,3%).
32
Rendah 16 26,7
Sedang 19 31,7
Tinggi 25 41,7
Total 60 100
Terkena 26 43,3
Total 60 100
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan
6.1.1 Distribusi Pasien DM tipe 2 yang Terkena TB paru
Pada peneltian ini didapat dari 60 responden didapatkan pasien DM tipe 2
yang terkena TB paru sebanyak 26 orang (43,3%) dan yang tidak terkena
sebanyak 34 orang (56,7%). Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Alishjabana,dkk10, yang didapatkan bahwa dari 454 orang penderita TB paru 181
orang diantaranya (40%) juga memiliki riwayat DM tipe 2 sebelumnya.
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang berkaitan dengan
gangguan fungsi imunitas tubuh, sehingga penderita lebih rentan terserang infeksi,
termasuk TB paru. Penyebab infeksi TB paru pada penderita DM adalah karena
defek fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan tubuh, termasuk gangguan
fungsi dari epitel pernapasan serta motilitas silia.6
Sel-sel efektor yang sering berkontribusi terhadap infeksi M. tuberculosis
adalah fagosit, yaitu makrofag alveolar, perkursor monosit, dan limfosit sel-T.
Makrofag alveolar, berkolaborasi dengan limfosit sel-T, berperan penting dalam
mengeliminasi infeksi tuberkulosis. Pada penderita diabetes melitus, diketahui
terjadi gangguan kemotaksis, fagositosis, dan antigen presenting oleh fagosit
terhadap bakteri M. tuberculosis; kemotaksis monosit tidak terjadi pada penderita
DM.11
IMT lainnya pada Pasien DM tipe 2 di Puskesmas Tanjung Rejo Kec. Percut Sei
Tuan Tahun 2017 Kabupaten Deli Serdang
Pasien yang tidak terkena TB paru yaitu sebanyak 34 orang dengan
rincian IMT yang termasuk kategori normal yang paling kecil kemungkinan
terkena TB paru yang dibuktikan dengan nilai sig = 0,001 (p<0,005) dan diikuti
dengan kategori kurus sig = 0,103. Artinya pasien yang termasuk kategori IMT
normal memiliki kemungkinan paling kecil untuk terkena TB paru.
Hal ini sama seperti penelitian yang dilakukan Izzati 12, diketahui
p=0,001 (p<0,05 ) yang berarti di dapatkan hubungan yang bermakna antara status
gizi dengan kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Andalas. Odds Ratio
9,412 artinya responden dengan status gizi kurang beresiko 9,4 kali menderita TB
Paru dibandingkan dengan responden dengan status gizi normal dan atau berlebih.
Status gizi yang buruk mengganggu sistem imun yang diperantarai
penurunan kadar respons Th-1, produksi TNF-, IFN-, serta produksi IL-1 dan
IL-6 juga ditemukan pada penderita TB paru disertai DM dibandingkan pada
penderita TB tanpa DM. Penurunan produksi IFN- lebih signifikan pada pasien
TB paru dengan DM tidak terkontrol dibandingkan pada pasien TB paru dengan
DM terkontrol. Hal itu memudahkan terjadinya penyakit infeksi termasuk TB paru
Hanya 10% dari yang terinfeksi basil TB akan menderita penyakit TB Setelah
terjadi infeksi primer dan sampai pada akhirnya basil TB menyebar ke seluruh
tubuh banyaknya basil TB yang masuk dan daya tahan tubuh host akan
menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Pada penderita yang daya tahan
tubuhnya buruk, respon imunnya buruk, tidak dapat mencegah multiplikasi kuman
sehingga dapat menjadi sakit dalam beberapa bulan kemudian.Tuberkulosis
sekunder dapat pula terjadi ketika daya tahan tubuh seseorang menurun karena
status gizi buruk.13,14,15
6.1.3 Analisis Hubungan Kepatuhan Minum Obat DM dengan TB paru
pada Pasien di Puskesmas Tanjung Rejo Kec. Percut Sei Tuan Tahun 2017
Pada penelitian ini diketahui dari 60 responden didapatkan 26 orang
terkena TB paru diketahui memiliki kepatuhan yang rendah dibuktikan dengan
nilai sig = 0,001 (p<0,05) dan tingkat kepatuhan sedang dengan nilai sig = 0,180.
38
BAB VII
KESIMPILAN DAN SARAN
39
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat setelah dilakukan penelitian adalah:
1. Pada peneltian ini didapat dari 60 responden didapatkan pasien DM tipe 2
yang terkena TB paru sebanyak 26 orang (43,3%) dan yang tidak terkena
sebanyak 34 orang (56,7%).
2. IMT dengan kategori kurus yang paling sering terkena TB paru dibuktikan
dengan nilai sig = 0,003 (p<0,05)
3. Kepatuhan yang rendah yang meningktkan resiko terkena TB Paru
dibuktikan dengan nilai sig = 0,001 (p<0,05)
7.2 Saran
1. Bagi peneliti
Dapat menggunakan hasil ini sebagai perbandingan untuk melakukan
penelitian yang sama dikemudian hari.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi ilmiah sehingga dapat
menambah wawasan dan memberikan sumbangan pengetahuan dibidang
kesehatan terutama khususnya mengenai hubungan DM tipe 2 dengan TB
Paru.
3. Bagi Tenaga Medis
Dengan adanya hasil dari penelitian ini diharapkan bagi pihak puskesmas
agar tetap dapat mempertahankan pola kerja yang ada dan membantu
menegakkan diagnosis dan membantu upaya pengobatan serta pencegahan
tentang terjadinya TB Paru yang disebabkan DM Tipe 2.