Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO:

Seorang laki-laki berusia 20 tahun, dibawah oleh keluarganya ke unit gawat darurat
RS karena kejang. Keluhan disertai sulit makan atau menelan dan demam. Dari anggota
keluarga, didapatkan penjelasan bahwa telapak kaki pasien pernah tertusuk paku 12 hari yang
lalu namun tidak diobati. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang, tekanan
darah 130/80 mmHG, denyut nadi 88x/menit, frekuensi nafas 28x/menit, suhu 38,80C,
trismus, terdapat kekakuan pada wajah, leher dan anggota gerak. Perut kaku seperti papan
dan telapak kaki kanan bengkak dengan kulit tegang kemerahan. Pada telapak kaki kanan
juga ditemukan luka tusuk yang dalam dan bernanah.

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit Tetanus adalah penyakit infeksi dan berbahaya karena mempengaruhi


sistem saraf dan otot. Yang diakibatkan eksotoksin yang kuat dari kuman Cloastridium
tetani, yang berperan terhadap munculnya menifestasi klinis pada tetanus sebagai kejang
otot paroksismal, diikuti kekakuaan otot seluruh badan. Kekakuaan otot ini selalu tampak
pada otot masseter atau wajah dan otot rangka dan dapat sulit bernafas. Kata tetanus
diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang.

Penyakit Tetanus disebabkan oleh neurotoksin atau disebut tetanospasmin yang


berasal dari bakteri Gram positif anaerob, yaitu Cloastridium tetani . Bakteri
Cloastridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia, hewan peliharaan
dan juga di daerah pertanian, namun dapat ditemukan pada peralatan rumah sakit yang
tidak steril juga besi berkarat, ujung jarum atau peniti yang tidak steril. Dan infeksi
Cloastridium tetani biasanya bermula pada suatu luka pada kulit, dimana dapat tidak
disadari atau dianggap, selain itu infeksi dapat terjadi pada luka bakar, infeksi persalinan,
dan infeksi pada tali pusar yang disebut tetanus neonatorum dan dapat terjadi setelah
beberapa operasi bedah, dimana sumber infeksi berupa plaster, benang jahit dan perban
yang tidak steril.3

1|Page
1.2 TUJUAN

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:

Mengetahui dan Menjelaskan pengertian tentang Tetanus


Mengetahui dan Menjelaskan tentang, anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan,
diagnosis, patofisiologi, pathologi, etiologi, pelaksanaan, komplikasi,
prognosis, pencegahan dan epidemologi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan untuk mengetahui identitas, keluhan utama, riwayat


penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, anamnesis
susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya,
kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).

a. Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau suami atau isteri atau yang bertanggung jawab, alamat, pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan
bahwa pasien yang dihadapi adalah memang pasien yang dimaksud. Selain itu,
identitas ini juga perlu untuk data penelitian, asuransi dan lain sebagainya.
Seorang laki-laki (No Name) berusia 20 tahun, jenis kelamin laki-laki.
b. Keluhan Utama (Chief Complaint)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai
dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.

2|Page
Pasien mengalami kejang-kejang
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pada pasien
datang berobat.
Kejang disertai sulit makan, menelan dan demam
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.
Didapatkan penjelasan dari keluarga kalau telapak kaki pasien pernah tertusuk
paku 12 hari yang lalu namum tidak diobati.
e. Anamnesis Susunan Sistem
Bertujuan mengumpulkan data-data positif dan negatif yang berhubungan dengan
penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Penting untuk mengetahui kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit
infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu juga ditanyakan riwayat
kehamilan dan kelahiran.
g. Riwayat Pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu
ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari
seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya.1

2.2 ETIOLOGI

Cloastridium tetani adalah kuman berbentuk batang, panjang, ramping


berukuran 2-5 X 0,4-0,5 milimikron. Kuman ini berspora dan termasuk dalam
golongan Gram positif hidupnya dengan proses anaerob atau tanpa memerlukan
oksigen. Cloastridium tetani dapat dijumpai pada tinja binatang terutama kuda,
domba, sapi, kucing, tikus, anoa, dan ayam. juga bisa pada manusia dan juga pada
tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut.

Sporanya bisa tahan dalam beberapa bulan bahkan beberapa tahun, sebagai
organisme yang hidup, walaupun dorman. Pada keadaan anaerob, organisme ini

3|Page
secara mudah diisolasi pada blood agar atau pada kari daging. Organisme ini tidak
mengfermentasi karbohidrat, tidak biasa mencairkan gelatin, dan menghasilkan
sedikit perubahan pada susu basa. jika menginfeksi luka seseorang atau bersamaan
dengan benda bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut. Spora yang
dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung, seperti
penabuh gendang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat
neurotoksik. Toksin ini adalah tetanospasmin, yang mula-mula akan menyebabkan
kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, sedangkan
dikatakan bahwa pada suhu 650C toksin akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu,
dikenal pula tetanolisin yang bersifat hemolisis yang perannya kurang berarti dalam
proses penyakit.2

2.3 PATHOGENESIS

Berbagai keadaan dibawah ini dapat menyebabkan keadaan anaerob yang


disukai untuk tumbuhnya kuman tetanus yaitu:

1. luka dalam misalnya luka tusuk karena paku, tusukkan pecahan kaca
atau kaleng, pisau dan benda tajam lainnya.
2. Luka karena tabrakan, kecelakaan kerja ataupun karena perang.
3. Luka-luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga atau tonsil
dan gigitan serangga juga bisa merupakan tempat masuknya kuman
penyebab tetanus.

Setelah masuk ke dalam target sel host, metalloprotease menguraikan


komponen protein tertentu dari sistem neurotocytosis. Substrat protease utama adalah
protein membran pada vesikel sinapsis, termasuk synaptobrevin (VAMP),SNAP-25,
dan syntaxin.

Port of entry biasanya pada lokasi luka tusuk atau goresan, dan Cloastridium
tetani dapat berpoliferasi hanya jika potensi oxidase-reduksi lebih rendah daripada
jaringan normal. Luka tusuk dalam, luka bakar, luka tabrak, dan luka lain yang
mendukung kondisi untuk pertumbuhan dari organisme ini.

4|Page
Ketika keadaan mendukung, basil bermultiplikasi pada lokasi tempat inokulasi
primer dan menghasilkan toksin. Toksin kemudian menjelajah secara sentripetal di
dalam aksoplasma dari serat alpha motorik dan berakumulasi pada neuron motorik
pada endoplasma retikulum membran. Sehingga, fiksasi toksin terhadap neuron dan
akibat internalisasi menghasilkan efek reversibel. Pemotongan membran protein sel
neuron host oleh neurotoksin yang aktif mengkatalisis mengakibatkan pada blockade
neuroexositosis yang persisten dan berkesinambungan. Blokade ini mengakibatkan
adanya penyebaran impuls yang tidak terkendali, hyperreflexia, dan kontraksi otot
konstan. Otot yang terkuat, biasanya ekstensor, mengalami efek yang paling besar.
Toksin juga memberikan pengaruh terhadap sistem saraf simpatis.

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level


dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat
pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS )
dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia
jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.

Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi


fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi
terhadap batang otak. Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang
menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter
sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif
terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan
kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis
sehingga timbul spasme otot yang khas . 3

5|Page
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa
ke kornu anterior susunan syaraf pusat

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

Toksin ini bersifat seperti antigen, sangat mudah di ikat oleh jaringan saraf
dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik.
Sedangkan toksin yang bebas dalam darah, sangat mudah dinetralkan oleh antitoksik
spesifik.4

2.4 PATHOLOGI
Perubahan morfologi amat minimal dan tidak spesifik. Jaringan luka biasanya
hanya menampakkan reaksi radang non-spesifik dengan nekrosis jaringan. Pada
jaringan saraf juga menampakan reaksi non-spesifik, dan terdiri atas pembengkakan
sel-sel ganglion motorik yang berhubungan dengan pembengkakan dan lisisnya inti
sel.

2.5 GEJALA KLINIS

Masa tunas tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya
mendadak, didahului sakit kepala, gelisah, nyeri dan ketegangan otot terutama pada
rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena
spasmes otot masseter. Kejang otot ini akan berlanjut menjadi opistotonus, pada
dinding perut dan sepanjang tulang belakang dan ahkirnya pada seluruh tubuh. Bila
serangan kejang tonik sedang berlangsung, sering tampak risur sardonicus pada otot
muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan kebawah,
bibir tertekan kuat pada gigi.

Gejala biasanya mulai terjadi 8 hari setelah tubuh terkena infeksi, dan akan
menyerang selama 3 hari sampai 3 minggu. Nyeri pada tulang rahang dan gigi
seringkali membuat pasien sulit untuk membuka mulutnya atau untuk menelan
makanan. Gambaran umum yang khas pada tetanus ialah badan kaku dengan
opistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dengan tangan mengepal dan
biasanya kesadaran tetap baik.

6|Page
Rangsangan timbul paroksimal dapat di cetuskan oleh rangsangan suara,
cahaya maupun sentuhan akan tetapi dapat timbul secara spontan. Karena kontraksi
otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia, sianosis retensi urin bahkan dapat terjadi
fraktur collumna vetebralis itu pada anak-anak dan dijumpai demam. 3

Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:

1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal ) yaitu tetanus yang dijumpai adanya kontraksi
otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis,
dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut
biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan
biasanya menghilang secara bertahap.Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi
generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan
kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik
tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah
pemberian profilaksis antitoksin.
2. Cephalic Tetanus yaitu bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1
2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka
pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
3. Generalized tetanus (tetanus umum) yaitu bentuk yang paling banyak dikenal.
Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh
karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang
sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter,
bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa
Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (
kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot
pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa
terjadi disuria dan retensi urin, kompressi fraktur dan pendarahan didalam otot.
Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan
dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal.

Tetanus tidak dapat ditularkan antara sesama manusia. Umumnya penyakit


tetanus mudah menyerang pada mereka yang belum pernah menerima vaksinasi
tetanus atau pada mereka yang pernah mendapatkan vaksinasi namun lebih dari 10

7|Page
tahun yang lalu. Pasien yang terkena penyakit tetanus harus dirawat di rumah sakit
untuk mendapatkan perawatan yang intensif.4

2.6 PEMERIKSAAN

2.6.1 PEMERIKSAAN FISIK

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu


istirahat, berupa :
1. Gejala klinik didapatkan tampak sakit sedang, dengan tekanan darah
130/80 mmHG, denyut nadi 88X/menit, frekuensi nafas 28X/menit, suhu
38,80C. Terjadi kekakuan pada wajah, leher dan anggota gerak. Terlihat
peruk kaku seperti papan dan telapak kaki kanan bengkak dengan kulit
tegang kemerahan. Pada kaki kanan juga ditemukan luka tusuk yang
dalam dan mengandung nanah.

2.6.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium yaitu dengan SGOT, biasanya terdapat leukositosis


ringan dan kadang-kadang didapatkan peninggian tekanan cairan otak serta dijumpai
myoglobinuria. Dilakukan Kultur terhadap kuman yaitu Cloastridium tetani (+). 5

2.7 DIAGNOSIS

Melalui anamnesis yang dilakukan terdapat riwayat luka-luka yang telah di


sebutkan. Disertai gejala klinis berupa kekakuan otot terutama di daerah rahang, perut
itu. Maka diagnosisnya pasien mengarah pada tetanus.

DIAGNOSIS BANDING (DD)

Pada trismus dapat pula terjadi pada abses retrofaring, abses gigi yang berat
dan pembesaran kelenjar limfe pada leher. Kekakuan juga dapat di jumpai pada
meningitis, tetapi pada hal terakhir ini biasanya tampak jelas demamnya, kesadaran
yang menurun dan kelainan cairan serebrospinalis. Pada penyakit rabies juga di
temukan spasme laring dan faring tetapi tidak di sertai dengan trismus. kejang tonik

8|Page
berkelanjutan tidak nampak pada pasien dengan rabies kejangnya biasa intermitten
dan klonik. Trismus jarang ditemukan. Untuk tetani dibedakan dengan tetanus dengan
pemeriksaan kadar Ca dan P dalam darah pasien.3,4

2.8 PENATALAKSANAAN

Terapi secara umum bertujuan untuk mengeliminasi kuman tetani,


menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan
pernafasan sampai pulih.
Dan tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut:
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, dengan cara membersihkan
luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang
benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata
laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan
pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan
persendok atau parenteral.

9|Page
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahaya dan tindakan
terhadap penderita seperti sentuhan.
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trakeotomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Obat obatan
1. Anti toksin
Tetanus imun globulin (TIG) lebih dianjurkan pemakaiannya dibandingkan
dengan anti tetanus serum (ATS) yang berasal dari hewan. Dengan dosis
inisial TIG yang dianjurkan adalah 5000 U intramuskular yang dilanjutkan
dengan dosis harian 500-6000 U tidak boleh diberikan secara intravena karena
TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana
ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila pemberian TIG tidak
memungkinkan, ATS dapat diberikan dengan dosis 5000 U intramuskular dan
5000 U intarvena. Setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensivitas.
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan secara intramuskular. Pemberian TT harus
dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.3
2. Anti kejang
Beberapa obat yang dapat digunakan serta mempunyai efek samping dari obat
yang di maksud adalah

Tabel JENIS ANTIKONVULSAN


___________________________________________________________
Jenis Obat Dosis Efek Samping
________________________________________________________
Diazepam 0,5 1,0 mg/kg Stupor, Koma
Berat badan / 4 jam (IM)
Meprobamat 300 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada
Klorpromasin 25 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan

________________________________________________________

10 | P a g e
Dosis diazepam pada saat dimulai pengobatan ( setelah kejang
terkontrol ) adalah 20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali pemberian
(pemberian dilakukan tiap 3 jam ). Kemudian dilakukan evaluasi terhadap
kejang, bila kejang masih terus berlangsung dosis diazepam dapat dinaikkan
secara bertahap sampai kejang dapat teratasi. Dosis maksimum adalah 40
mg/kgBB/hari( dosis maintenance ).
Bila dosis optimum telah didapat, maka skedul pasti telah dapat dibuat,
dan ini dipertahan selama 2-3 hari , dan bila dalam evaluasi berikutnya tidak
dijumpai adanya kejang, maka dosis diazepam dapat diturunkan secara
bertahap, yaitu 10 -15 % dari dosis optimum tersebut. Penurunan dosis
diazepam tidak boleh secara drastis, oleh karena bila terjadi kejang, sangat
sukar untuk diatasi dan penaikkan dosis ke dosis semula yang efektif belum
tentu dapat mengontrol kejang yang terjadi.
Bila dengan penurunan bertahap dijumpai kejang, dosis harus segera
dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila tidak terjadi kejang
dipertahankan selama 2- 3 hari dan dirurunkan lagi secara bertahap, hal ini
dilakukan untuk selanjutnya . Bila dalam penggunaan diazepam, kejang masih
terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan anti
kejang lainnya harus dilakukan.4
3. Anti biotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit per hari selama 10 hari, IM.
Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit per
KgBB/ 12 jam IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap
peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-
40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam
dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan
dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani,
bukan untuk toksin yang dihasilkannya.
Kemudian ada metronidazol yang aktif melawan bakteri anaerob dan protozoa.
Dengan dosis 500mg per oral tiap 6 jam atau IV tiap 12 jam, tidak lebih dari
4g/hari. Doksisiklin untuk menghambat sintesis protein dan pertumbuhan
bakteri dengan pengikatan pada sub unit 30s atau 50s ribosomal dari bakteri

11 | P a g e
yang rentan. Dengan dosis 100 mg per oral atau IV tiap 12 jam pemberian
sesuai dengan BB juga.3

2.9 KOMPLIKASI

Pada Komplikasi tetanus yang sering dijumpai adalah laringospasm, kekakuan


otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektase serta kompresi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu
bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure. 4

2.10 PROGNOSIS

Prognosis tetanus diklasfikasikan dari tingkat keganasannya, yaitu :

1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )

2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum

3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

Di pengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan, yaitu:

1. Masa inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari) misalnya, Jika periode ini
lebih pendek dari 48 jam, serangan mungkin lebih parah dan jika intervalnya
lebih lama, penyakit ini akan menjadi lebih ringan. Namun, kejadian tetanus
tidak dapat diprediksi sampai derajat keparahan dan frekuensi kejang telah
jelas.
2. Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 tahun), Pada neonatus kasus fatal terjadi
pada 66% kasus tetanus pada kelompok umur tersebut dan untuk pasien

12 | P a g e
dengan umur 50 tahun ke atas sekitar 70%. Kontrasnya, untuk pasien umur 10-
19 tahun, angka kasus yang fatal hanya 10% hingga 20%.
3. Frekuensi kejang yang sering
4. Kenaikan suhu badan yang tinggi
5. Pengobatan yang terlambat
6. Periode trismus dan kejang yang semakin sering
7. Adanya penyulit spasme otot pernapasan dan obstruksi jalan napas.3,4

2.11 PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit tetanus meliputi:

1. Mencegah terjadinya luka


2. Merawat luka secara adekuat
3. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan
memberikan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus akan
memperpanjang masa inkubasi. Umumnya di berikan dalam dosis 1500 U
intramuskular setelah dilakukan pemeriksaan kulit.
4. Sedangkan di negara barat, pencegahan tetanus dilakukan dengan pemberian
toksoid dan tetanus imun globulin (TIG) .4

2.12 EPIDEMIOLOGI

Tetanus tersebur di seluruh dunia. Kasus tetanus yang dilaporkan di Amerika


Serikat Tetanus is worldwide in distribution. Spora secara luas tersebar pada tanah
dan feses hewan. Tetanus spora atau toxin dapat mengkontaminasi berbagai produk
biologis dan peralatan operasi, seperti vaksin dan serum. Seseorang yang tidak
diimunisasi, berapapun umur atau apapun jenis kelaminnya, memiliki probabilitas
yang sama untuk terinfeksi.

Walaupun Cloastridium tetani tersebar dimana-mana, tetanus termasuk


penyakit yang jarang terjadi, namun NT masih merupakan masalah serius pada
negara-negara berkembang, dimana tetanus menjadi penyabab dari 8% hingga 69%
dari mortalitas neonatus. Asia tenggara 210.000 dan Afrika sub-Sahara yang paling
dominant 152.000. afrika selatan kira-kira 300 per tahun, di Inggris kira-kira 12-15

13 | P a g e
kasus.Di India, NT, merupakan penyebab kedua terbanyak mortalitas neonatus
dibawah septisemia. Lebih dari 300.000 bayi meninggal tiap tahunnya akibat NT.6

Penyakit ini dapat dicegah terjadi pada neonatus dengan memberikan


imunisasi kepada wanita baik sebelum atau selama kehamilan dan meningkatkan
frekuensi pertolongan persalinan oleh ahli medis berkompeten. Faktanya, dengan
peralatan modern, teknik asepsis, dan imunisasi aktif, tetanus tetap merupakan
penyakit yang tidak dapat dieliminasi. WHO pada tahun 1992, memperkirakan
imunisasi dan persalinan steril akan mencegah 686.000 kematian neonatus akibat
tetanus ( Galazka and Gasse, 1995 ). Angka insiden pada tahun 1998-2000 dilaporkan
0,16 juta per populasi. Sedangkan pada tahun 1976 berkurang dari 100 kasus di
laporkan. Sampai saat ini masih antara 50-70 kasus dilaporkan per tahun. 3

14 | P a g e
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tetanus merupakan masalah kesehatan yang utama di dunia. Sehingga


penatalaksanaan intensif jangka panjang diperlukan. Karena di negara-negara
maju masih terjadi beberapa kasus tiap tahun terutama pada pasien-pasien tua
yang tidak diimunisasi. Dan juga pada angka mortalitas yang tinggi pula.3

Seorang laki-laki berusia 20 tahun, mengalami kejang keluhan disertai


sulit makan atau menelan dan demam. Didapatkan telapak kaki pasien pernah
tertusuk paku 12 hari yang lalu namun tidak diobati. Dan pada pemeriksaan
fisik didapatkan tampak sakit sedang, tekanan darah 130/80 mmHG, denyut
nadi 88x/menit, frekuensi nafas 28x/menit, suhu 38,80C, trismus, terdapat
kekakuan pada wajah, leher dan anggota gerak. Perut kaku seperti papan dan
telapak kaki kanan bengkak dengan kulit tegang kemerahan. Pada telapak kaki
kanan juga ditemukan luka tusuk yang dalam dan bernanah. Maka pasien di
duga menderita sakit tetanus.

Dengan demikian hipotesis yang di buat dapat di terima.

15 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Supartondo., Setiyohadi B., Anamnesis;2009. Interna Publishing. Jakarta: h. 25-8.


2. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran . Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI.
Binarupa Aksara.
3. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simandribata K.M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 3, edisi 5. h.2911-23. InternaPublishing, Jakarta. 2009.
4. Soeparman, waspadji S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. PAPDI. Jilid 1. Edisi
ketiga. Fakultas Kedokteran UI.
5. Diunduh dari
http://www.detikhealth.com/read/2010/02/01/170444/1290524/770/pemeriksaan fisik-
penunjang-inkontinensia urin tgl 12 november 2012.
6. Utama H.W Diunduh dari http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/10/epidemiologi-
inkontinensia urin-.html tgl 12 november 2012.

16 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai