Anda di halaman 1dari 9

Faringokonjungtivitis

Oleh
Anggrainy Treeseptiani Obiraga
10.2009.091
Kelompok B4
Email : avo612ls@yahoo.co.id
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna no. 6, Jakarta Barat
2011
Bab I
Pendahuluan
Pengertian

pernafasan

atau

respirasi

adalah

suatu

proses

mulai

dari

pengambilan

oksigen,pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas
menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.
1.Sistem pernafasan terdiri daripada hidung , trakea , peparu , tulang rusuk , otot interkosta ,bronkus ,
bronkiol , alveolus dan diafragma .
2.Udara disedot ke dalam paru-paru melalui hidung dan trakea .
3.Dinding trakea disokong oleh gelang rawan supaya menjadi kuat dan sentiasa terbuka.
4.Trakea bercabang kepada bronkus kanan dan bronkus kiri yang disambungkan kepada
peparu
5.Kedua-dua bronkus bercabang lagi kepada bronkiol dan alveolus pada hujung bronkiol .
6.Alveolus mempunyai penyesuaian berikut untuk memudahkan pertukaran gas :
( a ) diliputi kapilari darah yang banyak
( b ) dinding sel yang setebal satu sel ( dinding sel yang nipis ) .
( c ) permukaan yang luas dan lembap .
Mekanisme pernafasan
A.Mekanisme ini terbagi atas inspirasi dan ekspirasi.
B.Melibatkan perubahan pada :
Otot interkosta
Tulang rusuk
Diafragma
Isipadu rongga toraks
Tekanan udara di peparu
1

C.Inspirasi
Otot interkosta luar mengecut( =Tulang rusuk dinaikkan ke atas ) ; otot diafragma
mengecut ( =diafragma menjadikannya leper ), isipadu rongga toraks bertambah dan tekanan
udara peparu menjadi rendah , tekanan udara di luar yang lebih tinggi menolak udara kedalam
peparu .
D.Ekspirasi
Otot interkosta luar mengendur ( =Tulang rusuk dmenurun ke bawah ) ; otot diafragma mengendur
( =diafragma melengkung ke atas ), isi rongga toraks berkurang dan tekanan udara paru-paru menjadi
tinggi , tekanan udara dalam paru-paru yang lebih tinggi menolak udara keluar .

Bab II
Pembahasan
A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik1
Anamnesis
Anamnesis luas yang menggali perjalanan waktu, sifat, dan keparahan gejala merupakan
factor paling penting dalam menegakkan penyakit respirasi (atau penyakit lain apapun).
Pendekatan logis yang sistematik disusun sebagai berikut dan memastikan dilakukannya
penyelidikan yang menyeluruh dan lengkap.
1. Gambaran umum : usia, jenis kelamin, ras dan status perkawinan dicatat karena
mungkin berhubungan dengan penyakit spesifik. Oleh karena itu, tuberculosis (TB)
lebih sering terjadi pada orang Asia, sarkoidosis pada orang Afrika-Karibia.
2. Keluhan utama : buatlah daftar gejala-gejala utama.
3. Riwayat penyakit saat ini : gambaran spesifik gejala-gejala utama, manifestasi
sistemik terkait (misalnya demam, kaku otot, keringat malam hari, malaise,
penurunan berat badan, limfadenopati, arthritis,ruam).
4. Riwayat penyakit dahulu : selidikilah keadaan respirasi sebelumnya; batuk rejan pada
masa anak-anak berhubungan dengan bronkoektasis dewasa. Nilailah pemahaman
mengenai penyakit saat ini dengan kepatuhan dengan obat-obatan, dan kebutuhan
akan ventilasi mekanik.
5. Obat-obatan
6. Riwayat penyakit keluarga, pekerjaan, dan sosial.
Pemeriksaan Fisik2
1. Konjungtiva.
Konjungtiva adalah selaput mata yang melapisi palpebra dan bola mata (konjungtiva
bulbi). Pada keadaan anemia, konjungtiva akan tampak pucat (anemic). Pada radang
konjungtiva (konjungtivitis), tampak konjungtiva berwarna merah, mengeluarkan air
mata dan kadang-kadang secret mukopurulen. Trakoma merupakan konjungtivitis
yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Peradangan konjungtiva yang disertai
neovaskularisasi disekitarnya disebut flikten. Kadang-kadang didapatkan pelebaran
arteri konjungtiva posterior yang disebut innjeksi konjungtival. Bila pelebaran
pembuluh darah terjadi pada pembuluh perikorneal atau arteri siliaris anterior, maka
disebut injeksi siliar; sedangkan bila pelebaran pembuluh darah terjadi pada
pembuluh episklera dan arteri siliaris longus disebut injeksi episklera. Peradangan
konjungtiva seringkali disertai dengan perlekatan konjungtiva dengan kornea atau
palpebra yang disebut simblefaron.
2. Faring
Untuk memeriksa faring, tekanan lidah ke bawah dengan penekan lidah, sehingga
faring akan tampak. Perhatikan dinding belakang fariing, apakah terdapat hiperemi
3

yang biasanya berhubungan dengan infeksi saluran napas atas. Pada sinusitis,
biasanya akan tampak post natal drips. Pada anak-anak yang menderita difteria akan
didapatkan selaput putih pada dinding faring yang sulit diangkat, bila dipaksa
diangkat akan timbul perdarahan; pseudomembran.
B. Pemeriksaan Penunjang3,4,5
Infeksi adenovirus dideteksi dengan isolasi dan dan identifikasi dalam biakan sel, deteksi
antigen langsung pada bahan pemeriksaan, klinik, PCR, dan serologi.
Adenovirus dapat diasingkan dari bahan usapan tenggorok, feses, atau usapan/kerokan
kunjungtiva dan membiakannya dalam biakan jaringan berasal manusia (ginjal, atau sel Hela,
KB, atau HEP-2).
Isolasi dan identifikasi virus : bergantung pada penyakit klinis, virus dapat diperoleh
dari tinja, urine, usapan tenggorok, konjungtiva, usapan tenggorok, konjungtiva, atau
usapan rectum. Biakan primer sel ginjal embrio manusa merupakan sel yang paling
peka, tetapi biasanya sukar diperoleh. Isolasi dapat diidentifikasi sebagai adenovirus
dengan menggunakan antibody fluoresensi atau uji fiksasi komplemen (CF) guna
mendeteksi antigen khusus kelompok. Uji ini dilakukan dengan menggunakan
antibody antiheksona dan cairan biakan dari sel yang terinfeksi. Uji HI dan Nt
mengukur antigen-antigen khusus-tipe dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi

serotype khusus.
Serologi :
Uji fiksasi komplemen (CF) merupakan cara yang mudah diterapkan untuk
mendeteksi infeksi oleh semua kelompok adenovirus. Terjadinya peningkatan titer
antibody pengikat komplemen sebanyak 4x lipat atau lebih pada serum antara fase
akut dan fase penyembuhan menunjukkan adanya infeksi adenovirus yang baru
terjadi, walaupun tipe yang mengifeksi tidak dapat diketahui.
Bila diperlukan identifikasi khusus respons serologi penderita, dapat digunakan uji Nt
atau HI. Pada kebanyakan kasus, titer antibody netralisasi penderita memperlihatkan
kenaikan sebanyak empat kali lipat atau lebih terhadap tipe adnovirus yang

ditemukan pada penderita.


C. Diagnosis Kerja3,4,6,7,8
Demam faringokonjungtiva (infeksi Adenovirus)
Gejalanya serupa dengan demam faringitis akut (demam dapat mencapai 40C), disertai nyeri
tenggorokan (faringitis akut),terjadi radang selaput mata (konjungtivitis), kelenjar getah
bening preaurikular membesar dan nyeri tekan. Demam faringokonjungtivitis cenderung
terjadi sebagai wabah, seperti pada perkemahan musim panas anak-anak (konjungtivitis
kolam renang). Virus kelompok B, terutama tipe 3,7,dan 14 paling banyak berperan.
Manifestasi klinis
Demam faringokunjungtiva menunjukkan gejala demam, faringitis, konjungtivitis, dan
adenopati leher. Adenovirus juga menyebabkan terjadinya :
Faringitis, pneumonia, dan batuk pilek.

Penyakit saluran napas akut (ARD) terutama pada anggota militer yang baru direkrut

(adenovirus tipe 4 dan 7).


Keratokonjungtivitis (adenovirus tipe 8,19, dan 37) biasanya pada orang dewasa.
Gastroenteritis akut (adenovirus tipe 40 dan 41) pada bayi dan anak-anak kecil
Sistitis hemoragik (adenovirus tipe 11)
Penyakit saluran napas berat/pneumonia (adenovirus tipe 14) pada pasien dari semua

kelompok.
Perjalanan Penyakit
Demam faringokonjungtivitis merupakan suatu varian dari sindroma faring dan disebabkan
oleh virus yang sama. Masa inkubasi 5-12 hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersidat
epidemic. Diawali dengan faringtis yang berat dan diikuti oleh konjungtivitis yang umumnya
bilateral. Dapat pula diawali dengan konjungtivitis yang berlangsung lebih lama 1-2 minggu
dari gejala faringitis itu sendiri. Didapatkan fotofobia dan nyeri pada bola mata. Sindroma ini
banyak terdapat pada anak sekolah dan penggemar berkemah pada musim semi dan musim
panas.
D. Diagnosis Banding7
1. Tonsilitis akut
Tonsilitis akut banyak terdapat pada anak-anak. Tersering disebabkan oleh Streptococcus
hemolyticus dan Streptococcus viridians. Pada pemeriksaan patologi anatomis akan
ditemukan jaringan tonsil membengkak, berwarna kemerahan karena peradangan dan
dalam kripta terdapat banyak leukosit, sel epitel yang sudah mati dan kuman pathogen.
Gejalanya ialah nyeri tenggorok, mulut bau, nyeri menelan, kadang-kadang disertai
otalgia, demam tinggi, dan pembesaran kelenjar submandibular.
2. Laringitis akut
Penyebabnya kuman virulen, meskipun tidak merupakan penyebab spesifik daripada
penyakit ini. Kuman tersebut ialah Streptococcus hemolyticus, Streptococcus viridians,
Pneumococcus, Staphylococcus hemolyticus, dan Hemophilus influenza. Trauma, bahan
kimia, radiasi, alergi, dan pemakaian suara yang berlebihan dapat mempermudah
terjadinya penyakit ini.
Gejalanya ialah peningkatan suhu tubuh, batuk, pilek, nyeri menelan, dan pada waktu
berbicara suara serak sampai amfoni, sesak napas, dan stridor.
3. Konjungtivitis hemoragis akut
Disebut juga konjungtivitis hemoragis epidemic (penyakit Apollo). Disebabkan virus
Picorna. Sering mengenai anak dan dewasa, sangat menular, bersifat epidemis. Masa
inkubasi 1-2 hari. Merupakan self limiting disease.
4. Keratokonjungtivitis epidemic
Terutama mengenai orang dewasa, sering juga mengenai anak dan bersifat epidemis.
Sering penularan terjadi di tempat pemeriksaan. Disebabkan Adenovirus tipe 8. Masa
inkubasi 5-10 hari. Gejala kliniknya berupa konjungtivitis folikularis disertai keratitis
subepitelalis.
5

5. Trakoma
Penyakit ini jarang ditemukan pada anak, lebih banyak mengenai orang dewasa. Masa
inkubasi 7-10 hari. Disebabkan virus Psitacosislymphogranuloma trachomatosa.
Memberikan gejala brupa rasa gatal dan seperti berpasir pada mata. Pada pemeriksaan
mata ditemukan folikel, papil, sikatriks pada konjungtiva tarsalis dan panus trakomatosa
di bagian atas kornea.
E. Etiologi4,9,10,11

Gambar 1. Adenovirus

Gambar 2. Adenovirus tipe 3


Gambar 3. Adenovirus tipe 14
Virus ini pertama kali diberi nama adenovirus karena pertama kali diisolasikan dari kultur sel
jaringan adenoid manusia. Adenovirus yang ditemukan pada tahun 1953 oleh Rowe dan
kawan-kawan termasuk dalam family Adenoviridae, genus Mastadenovirusyang terdiri dari 6
subgrup (A-F).
Sifat adenovirus
Virion dengan struktur kapsid ikosahedral, besarnya 70-80 nm, terdiri dari 252 kapsomer dan
12 serat inti protein dalam, besarnya 40-45 nm.
Genom virus terdiri dari DNA berserat rangkap, berat molekul 20-25 juta. Ada tiga golongan
berdasarkan perbandingan basa (base ratio) :
Kadar guanosin-sitosin (G-C) rendah (48-49%)
Kadar G-C pertengahan (50-53%)
Kadar G-C tinggi (56-60%)
Adenovirus dengan kadar G-C rendah bersifat sangat kuat onkogenik (tipe 12,18, dan 31),
sedangkan tipe sangat lemah onkogenik (tipe 3,7,14,16, dan 21) mempunyai kadar G-C
pertengahan. DNA dalam bentuk infektif sudah diasingkan dan dengan cara hibridisasi silang
penentuan golongan tersebut dapat dilaksanakan.
6

F. Epidemiologi3,9
Adenovirus terdapat di seluruh dunia. Adenovirus terdapat sepanjang tahun dan tidak
menyebabkan wabah penyakit di masyarakat. Penyebaran adenovirus terutama melalui jalur
oral-tinja, tetapi dapat juga ditularkan melalui droplet pernapasan atau lewat benda-benda
yang terkontaminasi.
G. Patofisiologi9,10
Adenovirus pertama kali menyerang sel epitel mukosa saluran pernafasan dan beberapa
mukosa sel lainnya seperti konungtiva gastrointestinal dan saluran genitalia. Penempelan
virus pada sel hospes melalui protein fiber.
Setelah virus masuk ke dalam sitoplasma sel hospes, DNA virus akan menyusup masuk ke
dalam nucleus dan terintegrasi pada kromosom sel hospes. Setelah replikasi dan proses
perakitan, virion keluar dari sel untuk selanjutnya menginfeksi sel sekitarnya.
Replikasi dan multiplikasi adenovirus dalam sel hospes dapat menimbulkan kerusakan sel
hospes berupa lisis sel dan kematian sel. Infeksi laten/persisten dimana virus tetap hidup
tetapi tidak menimbulkan kematian sel antara lain pada jaringan limfoid, tonsil, adenoid, dan
Peyers patches. Transformasi onkogenik pada sel dimana virus dpat berkembang biak tanpa
menyebabkan kematian sel hospes.
H. Penatalaksanaan7,8
Pengobatannya hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astringen,
lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotic dengan steroid topical. Pengobatan
biasanya simtomatik dan antibiotic untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan tetes
I.

mata sulfasetamid 10-30%, 4 kali shari dan tablet sulfa peroral.


Komplikasi8
1. Tonsilitis
Adalah suatu peradangan pada tonsil (amandel). Amandel atau tonsil adalah dua buah
kelenjar getah bening di kedua sisi belakang tenggorokan. Amandel adalah bagian dari
sistem kekebalan tubuh yang mengandung sel-sel antibodi untuk menjebak dan
membunuh bakteri dan virus patogen dalam perjalanan memasuki tubuh. Tonsilitis adalah
peradangan amandel sehingga amandel menjadi bengkak, merah, melunak dan memiliki
bintik-bintik putih di permukaannya. Pembengkakan ini disebabkan oleh infeksi baik
virus atau bakteri. Ada banyak virus yang dapat menyebabkan tonsilitis, yang paling
umum adalah virus Epstein-Barr dan virus Coxsackie. Di antara bakteri yang
menyebabkan tonsilitis, kelompok streptokokus A adalah yang paling umum.
2. Otitis Media
Otitis media akut adalah infeksi bagian tengah telinga (otitis= telinga, media= tengah)
yang umumnya menyerang bayi dan anak-anak. Tuba estachius yang lebih pendek pada
anak-anak daripada orang dewasa memudahkan masuknya bakteri dan virus ke dalam
telinga tengah. Sekitar 50 persen bayi pernah mengalami infeksi telinga tengah ini
sebelum ulang tahun pertama mereka. Infeksi telinga ini seringkali berkembang setelah
infeksi virus, seperti pilek atau flu. Bagian di belakang gendang telinga akan
membengkak dan mengumpulkan cairan (efusi). Gejala otitis media pada bayi muda
7

terdiri dari demam, rewel, selera makan menurun, susah tidur, cairan bocor dari telinga
dan sering menarik-narik atau menggosok telinga. Muntah, mual, dan diare juga dapat
terjadi. Anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin mengeluhkan rasa sakit di
telinga dan gangguan pendengaran sementara. Gejala ini biasanya datang tiba-tiba.
3. Sinusitis
Sinusitis dapat terjadi secara akut, subakut, kronis, alergis atau hiperplastiks. Gejala
sinusitis bervariasi tergantung pada tipe infeksinya. Gejala umumnya berupa hidung
tersumbat dan adanya cairan ingus dari belakang hidung yang menetes ke hulu
kerongkongan. Pada sinus alergi gejala utamanya adalah bersin-bersin, pengeluaran
cairan terhambat, hidung terasa panas dan gatal. Infeksi sinus alergi berhubungan dengan
alergi rhinitis (radang selaput lendir hidung).
Pada infeksi sinus akut gejala utamanya selain hidung tersumbat juga diikuti ingusan
sesudah 24 - 48 jam dan akhirnya mengeluarkan cairan nasal disertai nanah. Gejala
lainnya yaitu badan terasa sakit, sakit tenggorokan dan pusing. Pada infeksi sinus sub
akut gejalanya yaitu hidung tersumbat, tidak enak pada wajah, lelah, dan pengeluaran
cairan nasal yang disertai nanah yang akan berakhir lebih dari 3 minggu setelah infeksi
akut berakhir. Infeksi sinus kronis gejalanya serupa dengan infeksi sinus akut, kecuali
pada infeksi kronis dapat menyebabkan keluarnya cairan dari hidung secara terus
menerus dan disertai nanah. Pada infeksi sinus hiperplastik menyebabkan hidung
tersumbat secara kronis dan sakit kepala.
J. Prognosis
Baik jika pengobatan dilakukan secara cepat dan tepat, selain itu prognosis juga dipengaruhi
oleh pola hidup bersih dan sehat.
Buruk jika terjadi komplikasi.
K. Pencegahan3,9,10
Tindakan pencegahan penting untuk dilakukan terutama bagi para tenaga kesehatan yang
merawat penderita, desinfeksi kolam renang umum, sterilisasi peralatan dan alat bantu medis,
kebiasaan mencuci tangan dan berperilaku hidup sehat.
Pemberian imunisasi dapat dilakukan dengan vaksin oral untuk adenovirus tipe 4,7,21 yang
telah tersedia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle J.Pengambilan anamnesis. At a glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit
Erlangga. 2005. Jakarta.
2. Subekti I, Setiyohadi B. Pemeriksaan fisis umum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna
Publishing. 2009. Jakarta.
3. Jawetz, Melnick, Adelberg. Adenovirus. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.Ed. XXII. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2007. Jakarta.
4. Sardjito R. Adenoviridae. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Staf Pengajar FKUI. 2000.
Jakarta.
5. Gillespie S, Bamford K. Virus DNA. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi. Ed. III. 2008.
Jakarta.
6. Alsagaff, Hood; Amin, Muhammad; Saleh, WBM Taib. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. 2001. Surabaya.
7. Penyakit tenggorokan. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2001. Jakarta.
8. Penyakit-penyakit saluran napas bagian atas. Diunduh dari medicastore.com, tanggal 19 Juli 2011.
9. Kenneth D.S, Stephen A.M. Demam tonsilofaringitis adenovirus. Mikrobiologi dan Penyakit
Infeksi. Karisma Publishing Group. 2011. Jakarta.
10. Radji M. Adenovirus. Imunologi dan Virologi. ISFI Penerbit. 2010. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai