Disusun oleh :
dr. Indah Fisilmi Kaffah
Pendamping :
dr. Farah Heniyati
dr. Lucky Mirafra
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : dr. Indah Fisilmi Kaffah
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara
Topik :
Tanggal (kasus) :
Pendamping : dr. Farah Heniyati dan dr. Lucky Mirafra
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Laki-laki, usia 15 tahun datang dengan keluhan kejang 1 jam SMRS
Tujuan:
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen status epilepsi
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
DATA PASIEN
Nama : Sdr. F
Usia : 15 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Danaraja 2/9
Tanggal Masuk : 22 April 2017 21.20
No RM : 955142
3. Riwayat pengobatan:
Pasien pernah berobat di RS Jakarta dan dilakukan CT-Scan dan EEG saat
berumur 6 tahun, dokter mengatakan pasien akan kambuh kejang karena ada
sesuatu di otak yang disebabkan kejang saat pasien bayi. Keluarga berobat ke
dokter lalu pindah ke alternatif. Orangtua pasien lupa nama obat kejang
tersebut.
4. Riwayat keluarga:
Riwayat kejang (-)
Riwayat epilepsi (-)
6. Riwayat Imunisasi:
Imunisasi lengkap
7. Tumbuh Kembang :
Tidak sesuai umur
8. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien lahir BBLR
Lahir spontan, cukup bulan, presentasi kepala, langsung menangis
Riwayat infeksi atau trauma saat kehamilan (-)
Rutin kontrol kehamilan (+)
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis epilepsi melalui anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang.
2. Pilihan terapi
Anamnesis Sistem:
a. Demam (+)
b. Sistem Cerebrospinal : kejang (+), kaku (-)
c. Sistem Cardiovaskular : keringat dingin (-), nyeri dada (-)
d. Sistem Respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)
e. Sistem Gastrointestinal : BAB cair (-), muntah (-)
f. Sistem Genitourinari : BAK (+) , nyeri supra pubik (-)
g. Sistem Muskuloskeletal : deformitas (-)
h. Sistem Integumen : ikterik (-), sianosis (-)
2. Obyektif
KU : sakit sedang, GCS : 15
Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
RR : 20 x/menit
S : 38,3 C
SpO2 : 99 %
BB : 23 kg
PB : 115 cm
Status gizi : kurang
Pemeriksaan Fisik
Kepala :
Mata : CA -/-, SI -/-, pupil bulat isokor 3mm ODS
Hidung : PCH (-), rhinorre (-)
Mulut : Mukosa basah
Leher : KBG tidak teraba
Telinga: Otore (-)
Thorax :
Lassegue : spastik
Kernig : spastik
Brudzinski I : (-)
Brudzinski 2 : (-)
Nervus Cranialis : Sulit dinilai
Pemeriksaan motorik
Ekstremitas atas
Kekuatan: 5/5
Ekstremitas bawah
Kekuatan: 5/5
Refleks fisiologis
Bisep : +/+
Trisep : +/+
Brachioradialis : +/+
Patella : +/+
Achilles : +/+
Refleks patologis
Babinski : -/-
Chaddok : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
Schaffer : -/-
Koordinasi
Fungsi otonom
Miksi : normal
Defekasi : normal
4. Plan:
Diagnosis:
Status Epileptikus
Cerebral Palsy
Gizi Kurang
Pengobatan:
Infus RL 20 tpm
Inj. Diazepam 1 ampul k/p
Inj. Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam
Inj. Sanmol 1 gram k/p
Sanmol 3x1 tab
Phenitoin 2x1 tab
Pendidikan:
Perlu dijelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyebab, kondisi pasien, dan
pengobatan yang akan diberikan. Perlu juga di jelaskan untuk segera memanggil
petugas apabila pasien kejang kembali dan apa yang harus dilakukan menunggu
petugas datang.
Konsultasi:
Konsultasi dr. Sp.S
Konsul dr. Sp KFR
Konsul dr. Sp.GK
Rujukan:
Rujukan di tujukan kepada dokter spesialis saraf
Kontrol:
Kegiatan Periode Terapi
S: kejang (-), demam (-) 23-04-2017 Infus RL 20 tpm
O: status generalis : dbn Pukul 16.00 Inj. Diazepam 1 ampul k/p
Status neurologi : Inj. Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam
Rangsang meningen : (-) Inj. Sanmol 1 gram k/p
N.cranialis : sulit dinilai Sanmol 3x1 tab
Motorik : Hipertoni seluruh Phenitoin 2x1 tab
ekstermitas 5/5/5/
Sensorik : sulit dinilai
R.fisiologis : (+)
R.patologis : (-)
Kordinasi : sulit dinilai
Fungsi otonom : dbn
S: kejang (-), demam (-) 24-04-2017 Infus RL 20 tpm
O: status generalis : dbn Pukul 16.00 Inj. Diazepam 1 ampul k/p
Status neurologi : Inj. Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam
Rangsang meningen : (-) Inj. Sanmol 1 gram k/p
Motorik : Hipertoni seluruh Sanmol 3x1 tab
ekstermitas 5/5/5/ Phenitoin 2x1 tab
R.fisiologis : (+)
R.patologis : (-)
Fungsi otonom : dbn
Pendamping I Pendamping II
DEFINISI
Status epileptikus (SE) adalah suatu kondisi di mana bangkitan epilepsi
berlangsung terus-menerus, atau bangkitan berulang dengan /tanpa pemulihan
kesadaran, selama periode 30 menit atau lebih.1
SE adalah bangkitan yang berlangsung lebuh dari 30 menit, atau adanya dua
bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan
kesadaran.2
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik)
yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara dengan
atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel
saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked) . Epilepsi
adalah situasi dimana terjadi bangkitan kejang 2 kali atau lebih dalam setahun.3,4
KLASIFIKASI
Konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau bangkitan
berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan.2
Non-konvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan elektrografik
memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik termasuk
perubahan perilaku atau awareness.2
Berdasarkan klinis:
- SE fokal
- SE general
Berdasarkan durasi:
- SE Dini( 5-30 menit)
- SE menetap/ Established(>30 menit)
- SE Refrakter ( bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis
antikonvulsan awal dengan dosis adekuat )
PATOFISIOLOGI
Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling
berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan
bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Keadaan normal,
lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Apabila
mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan
breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi secara
abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah:
- Glutamat, yang merupakan brains excitatory neurotransmitter
- GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brains
inhibitory neurotransmitter.
Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan
asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin,
dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan
epilepsy belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut. Epileptic seizure apapun
jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak yang tidak mengikuti
pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron
yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi
yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi
inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis
serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu:
Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk
mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik.Sehingga dapat disimpulkan bahwa
untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian yang saling terkait :
Perlu adanya pacemaker cells yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk
menimbulkan bangkitan.
Hilangnya postsynaptic inhibitory controle sel neuron.
Perlunya sinkronisasi dari epileptic discharge yang timbul.
DIAGNOSIS
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:
Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal
menunjukkan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi?
Langkah kedua: apabila ya, maka bangkitan yang ada termasuk jenis
bangkitan yang mana?
Langkah ketiga: apakah faktor penyebabnya, sindrom epilepsi apa yang
ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh
pasien?
3.1. EEG
Indikasi :
- Membantu menegakkan diagnosis
- Menentukan prognosis pada kasus tertentu
- Pertimbangan dalam penghentian obat anti-epilepsi
- Membantu dalam menentukan letak fokus
Rekaman EEG termasuk rekaman waktu tidur, stimulasi fotik, dan hiper-
ventilasi.
Kira-kira 29-38% dari pasien epilepsi dewasa, EEG tunggal menunjukkan
kelainan epileptiform. Bila diulang pemeriksaannya, gambaran
epileptiform meningkat menjadi 59-77%.,
Bila EEG normal dan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat
dilakukan EEG ulangan dengan persyaratan khusus.
Dagnosis pasti
Ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinis bangkitan berulang
(minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG.
TATALAKSANA
Prinsip :
1. Stabilisasi pasien dengan prinsip kegawatan umum ( ABC )
2. Menghentikan bangkitan dan mencari etiologi secara simultan
3. Mencegah bangkitan ulang atau mengatasi penyulit
4. Mengatasi faktor pencetus
Bila setelah menit ke 60 belum teratasi (refrakter), sebaiknya perawatan
dilakukan di ICU.1
Tabel 2. Penatalaksanaan Umum dan Terapi Anti Epilepsi Spesifik pada Berbagai
Stadium Status Epileptikus 1,2
Catatan
Bila status epileptikus telah teratasi maka dilakukan pemeriksaan lanjut yang lebih
cermat.
Diazepam rectal 5-10 mg per rectum As tolerated Does not require Longer onset of action than
gel (0.2-0.5 mg/kg) Ivaccess IV; less control
Fosphenytoin 1400 mg IV <150 mg/min Easy transition to Long onset of action, utility
(20 mg/kg ) chronic of IM dosing unknown
administration
Lorazepam 4-8 mg IV 2 mg/min Prevent reccurence Longer onset of action than
(0.05-0.1 mg/kg diazepam
Midazolam 0.20 mg/kg IV or IM 2-5mg min Can be given IM with Possible greater chance of
efficacy equal to late seizure recurrent
diazepam
Valproic acid 1500-2000 mg IV 20-100 Appears safe Fastest administration rate
(25 mg/kg ) mg/min unknown
diluted 2:1
1. Lorazepam atau Diazepam IV adalah obat lini pertama yang paling umum
dipakai. Midazolam IM memiliki efikasi yang setara dengan diazepam dan tidak
memerlukan akses IV.
2. Berdasarkan atas berat badan rata-rata orang dewasa, dosis bolus
Benzodiazepin mungkin perlu diulang jika tidak ada efek obat dalam 5-10 menit.
2. Onset kejang
3. Usia gestasi
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 didapatkan dari 47 anak palsi
serebral dengan epilepsi didapatkan 40 anak mempunyai hasil neuroimaging yang
abnormal. Penelitian yang juga dilakukan pada tahun 2009 didapatkan 85.28 % anak
dengan palsi serebral memperlihatkan kelainan pada hasil CT-Scan atau MRI dimana
44.54% memperlihatkan epilepsi.
5. Riwayat epilepsi pada keluarga
Infeksi SSP sering ditemukan dinegara yang sedang berkembang, 30% sampai
50 % kasus diantaranya akan mengalami kecacatan. Kecacatan yang paling sering
ditemukan adalah palsi serebral dan epilepsi, yang dapat terjadi bersamaan atau
berdiri sendiri. Beberapa penelitian, menyatakan bahwa resiko terjadinya epilepsi
meningkat bila palsi serebral terjadi akibat komplikasi infeksi SSP
DAFTAR PUSTAKA