Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Kejadian Sentinel
2.1.1 Pengertian
1. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
cedera yang serius (Permenkes Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011).
2. Suatu Kejadian tak diharapkan yang menyebabkan kematian atau cedera fisik
atau psikologis serius, atau resiko daripadanya. ( Joint Commission
International (TJC))
3. Kejadian sentinel yaitu kejadian yang tidak diharapkan (KTD) yang
menyebabkan kematian atau cedera serius, saat dilakukan tindakan
pembedahan.(Depkes, 2008)
4. Sentinel event adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cidera
yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan
atau tidak dapat diterima, seperti operasi pada bagian tubuh yang salah
5. Kejadian sentinel adalah kejadian yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang serius di rumah sakit disebabkan karena buruknya komunikasi.(Alvarado
et al, 2006)
6. Alvarado (2006) mengungkapkan bahwa ketidakakuratan informasi dapat
menimbulkan dampak yang serius pada pasien, hampir 70% kejadian sentinel
yaitu kejadian yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius di rumah
sakit disebabkan karena buruknya komunikasi.
7. Kejadian Sentinel adalah Insiden keselamatan pasien dengan keterlibatan
seorang pasien yang meninggal atau cacat
Dari berbagai sumber di atas kejadian sentilen dapat diambil kesimpulan
bahwa kejadian sentilen adalah suatu kejadian tidak diharapkan (KTD) yang
mengakibatkan kematian atau cidera yang serius.
Kejadian sentilen biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak
diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang
salah,amputasi pada kaki yang salah dan sebagainya sehingga pencarian fakta
terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan
dan prosedur yang berlaku. Rumah sakit menetapkan definisi operasional dari
kejadian sentinel yang meliputi :
1. Kematian yang tidak diduga dan tidak terkait dengan perjalanan penyakit
pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya (contoh, bunuh diri)

1
2. Kehilangan fungsi yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit pasien
atau kondisi yang mendasari penyakitnya
3. Salah tempat, salah prosedur, salah pasien bedah dan
4. Bayi yang diculik atau bayi yang diserahkan kepada orang yang bukan
orang tuanya
2.1.2 Faktor Penyebab Terjadinya Sentinel
1. Ketidaktepatan/kesalahan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di
hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan
identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat
tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat
situasi lain.
2. Ketidak efektifan dalam berkomunikasi
Hampir 70 % kejadian sentinel pada pasien terjadi karena
ketidakakuratan informasi yang disebabkan oleh komunikasi tidak efektif
(Alvarado, et. al., 2006). Kesalahan kesenjangan komunikasi, dan
pengaruh faktor manusia juga menyebabkan terjadinya kesalahan dalam
pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien (Cahyono, 2008).
Ketidakefektifan komunikasi ini dapat juga terjadi antara juga perawat
dengan dokter. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan
terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium
klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan. Komunikasi juga mudah
terjadi kesalahan pada saat pelaksanaan handover yang tidak berjalan
lancar. Hal akan berimbas pada penyediaan informasi yang tidak akurat
dan hal ini dapat membahayakan kondisi pasien. informasi yang harus
disampaikan dalam handover harus berkesinambungan agar asuhan
keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Hal ini berarti apabila
pelaksanaan handover tidak baik dapat menyebabkan terputusnya arus
informasi dan dapat berakibat pada gagalnya pemberian asuhan
keperawatan selanjutnya. Ketidaklancaran pelaksanaan handover
mayoritas disebabkan oleh faktor internal perawat seperti sifat malas dan
kesibukan perawat komunikasi, gangguan, interupsi, kebisingan,
kelelahan, memori, pengetahuan atau pengalaman.
3. Ketidaktepatan pemberian obat kepada pasien

2
Ketidaktepatan pemberian obat kepada pasien ini dapat
dikarenakan oleh berbagai hal seperti kesalahan membaca resep yang
diberikan oleh dokter, dan juga kesalahan dalam mengoplos obat ataupun
pemberian obat yang seharusnya tidak diberikan kepada pasien.
. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications)
adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang
tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM,
atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan
dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat
secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih
pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila
perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien,
atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum
ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat.
4. Kesalahan dalam melakukan tindakan medis
Kesalahan dalam melakukan tindakan medis dapat dicontohkan
seperti ketidaktepatan lokasi amputasi terhadap pasien.
5. Ketidakpastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien pada operasi, adalah sesuatu
yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan
ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di
dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible
handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi
yang sering terjadi.

2.1.3 Upaya Pencegahan Kejadian Sentinel

3
Upaya yang dapat dilakukan agar tidak terjadi kejadian sentinel adalah :

1. Ketepatan identifikasi pasien


Ketepatan indentifikasi pasien agar tidak terjadi kejadian sentinel dapat
dengan cara seperti berikut :
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis.
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/
prosedur.

e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang


konsisten pada semua situasi dan lokasi.

2. Peningkatan komunikasi yang efektif


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
yang dipahami oleh pasien/antar perawat/dokter, akan mengurangi
kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi
yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah
diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah
terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan
kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke
unit pelayanan.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki komunikasi adalah:
a. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
b. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan
kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah
atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.
d. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi
keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten
3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan
pasien. Cara yang paling efektif untuk mengurangi kesalahan dalam
pemberian obat atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke

4
farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur
juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara
benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut,
sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk peningkatan keamanan obat yang
perlu diwaspadai adalah :
a. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
b. Implementasi kebijakan dan prosedur.
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.

d. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus


diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).
4. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi
Hal-hal yang dapat dilakukan adalah :
a. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan
dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan
pasien di dalam proses penandaan.
b. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain
untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
sebelum insisi/time-out tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur/tindakan pembedahan.

d. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung


proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental
yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
5. Akreditasi rumah sakit
Akreditasi rumah sakit pada saat ini telah mulai dituntut oleh
masyarakat pengguna jasa rumah sakit. Menurut keputusan Dirjen

5
Pelayanan Medis Depkes RI no. HK.00.06.3.5.00788, yang dimaksudkan
dengan Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan dari pemerintah
yang diberikan kepada rumah sakit yang telah memenuhi standar yang
ditetapkan. Tujuan dari akreditasi rumah sakit adalah mendapatkan
gambaran seberapa jauh rumah sakit di Indonesia telah memenuhi
berbagai standar yang ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan
rumah sakit dapat dipertanggungjawabkan (Wijono, 1999). Undang-
undang Kesehatan No 44 Tahun 2009 Pasal 40 Ayat (1) menyatakan
bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali. Meskipun
akreditasi rumah sakit telah berlangsung sejak tahun 1995 dengan berbasis
pelayanan; yaitu 5 pelayanan, 12 pelayanan, dan 16 pelayanan, namun
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin
kritisnya masyarakat Indonesia dalam menilai mutu pelayanan kesehatan,
maka dianggap perlu dilakukannya perubahan yang bermakna terhadap
mutu rumah sakit Indonesia. Perubahan tersebut tentunya harus diikuti
dengan pembaharuan standar akreditasi rumah sakit yang lebih berkualitas
dan menuju standar internasional. Dengan semakin kritisnya masyarakat
Indonesia dalam menilai mutu pelayanan kesehatan maka Kementrian
Kesehatan RI khususnya Dirjen Bina Upaya Kesehatan memilih dan
menetapkan Sistem Akreditasi Rumah Sakit yang mengacu kepada
akreditasi JCI (Nurhayati, A., 2013).
6. Menerapkan kegiatan tindakan kesehatan dengan benar
Kegiatan ini meliputi pengkoordinasian pekerjaan tim kesehatan,
memantau dan mengarahkan pekerjaan, melakukan pengawasan.
2.1.4 Contoh Masalah Kejadian Sentinel
a. Kesalahan lokasi, salah prosedur, salah pasien dalam tindakan pembedahan
b. Instrumen atau benda tertinggal pada pasien setelah operasi atau prosedur
lainnya
c. Kejadian penculikan atau bayi yang diserahkan kepada orang yang bukan
orang tuanya.
d. Kesalahan pengobatan yang menyebabkan kematian pasien yang diyakini
cukup disebabkan oleh pemberian obat yang salah

6
e. Kematian maternal atau morbiditas serius yang terkait dengan persalinan
f. Kematian yang tidak diduga dan tidak terkait dengan perjalanan alamiah
penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya (contohnya bunuh
diri).
g. Kehilangan fungsi utama (major) secara permanen yang tidak terkait dengan
perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya.

Contoh Kasus Nyata:


1. Memberikan Suntikan Streptomycin Mengakibatkan Kematian Pasien
Peristiwa ini terjadi bermula dari seorang pasien perempuan
bernama Rusmini (25 tahun) pada tanggal 4 januari 1979 sekita pukul
17.00datang ke praktik dr.Strm untuk berobat. Setelah pasien diperiksa ,
dokter menarik diagnosis bahwa pasien sakit flu dan pilek yang kadang-
kadang batuk dan dahaknya sulit keluar ( Tonsila phryngitis). Dokter
memberikan suntikan streptomycin , karena pasien mengatakan bahwa
sebelumnya pasien pernah di suntik streptomycin. Lalu sang dokter
percaya dan mengagapnya bahwa pasien kuat dengan reaksi obat tersebut ,
lalu sang dokter menyuntiknya kembali , dan akhirnya pasien tidak kuat
dan keadaan pasien melemah lalu di rujuk ke RSU terdekat dan setelah
dievalusi bahwa pasien tidak kuat dengan reaksi obat tersebut dan setelah
15 menit kemudian pasien dnyatakan meninggal dunia .
2. Pada suatu kasus di tahun 1990 kasus demers v. United states, pasien
masuk rumah sakit untuk menjalani penanaman alat pacu jantung
(pancemaker). Setelah prosedur dilakukan, ditemukan pasien secara keliru
telah diberi diltiazem(cardiazem), obat yang seharusnya diberikan kepada
pasien lain. Kesalahan ini menyebabkan pasien meninggal sehingga istri
pasien mengangkat perkara ini

2.1.5 Alur Pelaporan


A. Alur Pelaporan Insiden Kepada Tim Keselamatan Pasien diRS (Internal)
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah sakit,
wajib segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi
dampak / akibat yang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan
mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada

7
Atasan langsung. (Paling lambat 2 x 24 jam ); diharapkan jangan menunda
laporan.
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada Atasan
langsung pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan
Manajemen : Supervisor/Kepala Bagian/ Instalasi/ Departemen / Unit).
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko
terhadap insiden yang dilaporkan.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan
dilakukan sebagai berikut : (pembahasan lebih lanjut lihat BAB III)
Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 1
minggu.
Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 2
minggu
Grade kuning : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA oleh
Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
Grade merah : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah / RCA oleh
Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi
dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS .
7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan
(RCA) dengan melakukan Regrading.
8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis
akar masalah / Root Cause Analysis (RCA)
9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan
Rekomendasi untuk perbaikan serta "Pembelajaran" berupa : Petunjuk /
"Safety alert" untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi
11. Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan umpan balik
kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di Rumah
Sakit

8
12. Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing masing
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.
B. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE KKPRS - KOMITE
KESELAMATAN
PASIEN RUMAH SAKIT (Eksternal)
Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA yang
terjadi pada pasien dan telah mendapatkan rekomendasi dan solusi oleh Tim
KP di RS (internal) / Pimpinan RS dikirimkan ke KKPRS dengan melakukan
entry data (e-reporting) melalui website resmi KKPRS :
www.buk.depkes.go.id. Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) dan solusi
atas laporan secara nasional (Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011).

9
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

10
DAFTAR PUSTAKA

Helm, ann . 2006. Malpraktik Keperawatan. Jakarta, EGC

McMahon. 1999. Managemen Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta, EGC

Chazawi, Adami. 2016. Malapraktik Kedokteran. Jakarta, sinar Grafika

http://www.lean-indonesia.com/2014/06/kejadian-sentinel-sentinel-event.html (diakses pada


tanggal 12 juli 2017)

https://www.scribd.com/doc/80875445/MAKALAH (diakses pada tanggal 12 juli 2017)

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUK
Ewi4ye--w4PVAhWJrY8KHUuaCboQFgg1MAE&url=http%3A%2F%2Fppds.fk.ub.ac.id%2Fwp-
content%2Fuploads%2F2016%2F04%2FPelaporan-Insiden-Keselamatan-
Pasien_200516.pdf&usg=AFQjCNFWyzvOSh2n3R5IDA5cFvMFqR-CHw (diakses pada tanggal 12 juli
2017)

http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/website_ikprs/content/pedoman_pelaporan.pdf (diakses
pada tanggal 12 juli 2017)

http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/artickle/view/1009 (diakses pada tanggal 12 juli 2017)

http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jkt/article/view/63 (diakses pada tanggal 12 juli 2017)

http://jurnal.unikal.ac.id/index.php/medika/article/view/392 (diakses pada tanggal 12 juli 2017)

http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/503 (diakses pada tanggal 12 juli 2017)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada tanggal


12 juli 2017)

11
12

Anda mungkin juga menyukai