PENELITIAN FUNDAMENTAL
KETUA
ANGGOTA
Prof. Dr. Hamzah Upu, M.Ed Prof. Dr. Ir. Hj. Yusminah Hala,M.S
NIP. 19660801 198903 1 001 NIP. 19611212 198601 2 002
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian UNM
2
3
RINGKASAN
4
PRAKATA
Tim Peneliti
5
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL............................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN.................................................... 2
RINGKASAN ........................................................................... 3
PRAKATA................................................................................. 4
DAFTAR ISI............................................................................. 5
DAFTAR TABEL..................................................................... 6
BAB 1. PENDAHULUAN...................................................... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................ 9
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN................. 18
BAB 4. METODE PENELITIAN............................................. 19
BAB 5. HASIL DICAPAI.......................................................... 21
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN...................................... 36
DAFTAR PUSTAKA................................................................. 37
LAMPIRAN.............................................................................. 39
6
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi Beberapa Asam lemak dalam Tiga Minyak Nabati............... 10
2. Standar minyak Goreng Secara Nasional................................................. 14
3. Rata-rata bilangan peroksida minyak Mandar dengan pemberian bubuk 21
bawang merah selama penyimpanan.......................................................
4. Rata-rata bilangan peroksida minyak Mandar dengan pemberian bubuk 23
Wortel selama penyimpanan.......................................................
5. Rata-rata bilangan peroksida minyak Selayar dengan pemberian bubuk 26
bawang merah selama penyimpanan.......................................................
6. Rata-rata bilangan peroksida minyak Selayar dengan pemberian bubuk 29
Wortel selama penyimpanan.......................................................
7
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
8
enak. Selain itu, terjadi juga kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial
yang terdapat dalam minyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa
aldehid, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton, serta senyawa aromatis yang
mempunyai bau tengik dan rada getir (Ketaren, 2005).
Kerusakan pada minyak dapat diatasi dengan pemberian senyawa
antioksidan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi pada
minyak goreng. Antioksidan ada yang bersifat sintesis dan ada pula yang bersifat
alami. Antioksidan sintetik dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated
hydroxyanisole (BHA), Butylated hydroxytoluene (BHT), Propylgallate (PG), dan
Tertierbutyl hydroquinon (TBHQ)yang ditambahkan dalam makanan untuk
mencegah kerusakan lemak. Antioksidan alami berasal dari berbagai metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh berbagai tanaman, misalnya pada golongan fenol.
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan
untuk sebagai antioksidan dalam mencegah proses oksidasi pada minyak,
diantaranya kunyit, wortel, bawang merah, rosemari, buah kelor dan sebagainya.
Penelitian ini akan menguji kemampuan antioksidan alami yang berasal
dari wortel dan bawang merah dalam menekan proses oksidasi pada minyak
kelapa asal Sulawesi. Selain itu juga akan menguji kadar asam lemak bebas pada
minyak goreng asal Sulawesi yang diberi antioksidan. Hasil penelitian ini
diharapkan agar kualitas minyak goreng yang diolah secara tradisional memiliki
kualitas yang sama dengan minyak goreng kemasan.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai
pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan.
Minyak goreng termasuk bahan makanan yang penting. Berfungsi sebagai
bahan untuk menggoreng makanan, sehingga bahan yang digoreng akan
kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya, selain itu rasanya akan lebih
gurih dan nilai kalorinya bertambah. Menurut penelitian minyak goreng yang
beredar di pasaran biasanya berasal dari sumber yang sama yaitu berasal dari buah
kelapa sawit, namun perbedaan dalam pengolahan untuk menghasilkan minyak
goreng tentu akan berbeda pula mutunya. Terdapat dua jenis minyak goreng yang
beredar dipasaran berdasarkan jenis kemasannya yaitu biasa disebut minyak
goreng kemasan dan minyak goreng curah. Menurut penelitian minyak goreng
curah mudah terkontaminasi oleh udara dan air (teroksidasi) yang menimbulkan
ketengikkan sehingga mempengaruhi cita rasa, daya simpan minyak goreng
tersebut menjadi lebih singkat. Reaksi oksidasi pada lemak atau minyak dapat
dihambat dengan menggunakan antioksidan. Pada umumnya zat antioksidan yang
digunakan adalah antioksidan sintetik yaitu BHT dan BHA.
Jenis-Jenis Minyak Goreng
Berdasarkan sumbernya dari tanaman, diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen,
kedelai, dan bunga matahari.
b. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.
c. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit, cohume.
Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya,
yakni :a) Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids) merupakan
asam lemak jenuh yang terdapat pada air susu ibu (asam laurat) dan minyak
10
kelapa dan memiliki sifat yang stabil, serta tidak mudah bereaksi/berubah menjadi
asam lemak jenis lain. b) Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-
unsaturated fatty acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids)
merupakan asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang
mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi
yang stabil berupa asam lemak jenuh. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu
(poly-unsaturated), semakin mudah bereaksi/berubah minyak tersebut. Minyak
dengan asam lemak trans (trans fatty acid) merupakan asam lemak trans banyak
terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan
terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar kolesterol
jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan bayi-bayi lahir
premature.
Komposisi Minyak Goreng
Proporsi campuran perbedaan asam-asam lemak tersebut menyebabkan
lemak dapat berbentuk cair atau padat, bersifat sehat atau membahayakan
kesehatan, tahan simpan, atau mudah tengik.
Tabel 1. Komposisi Beberapa Asam lemak dalam Tiga Minyak Nabati
11
untuk mengurangi FFA untuk meningkatkan rasa dan penampakan minyak.
Netralisasi dilakukan dengan mereaksikan NaOH dengan FFA sehingga
membentuk endapan minyak tak larut yang dikenal sabun (soapstock). Jumlah
NaOh yang ditambahkan berkisar 0,1% atau sekitar 1,5 kg NaOH per ton minyak
per 1% FFA. Untuk menghilangkan pengotor berupa gum di dalam minyak
digunakan H PO selanjutnya dipisahkan melalui cara pengendapan (decantion)
3 4
12
kali penyaring akan lebih mahal harganya karena biaya produksinya menjadi
berlipat (Kukuh, 2010).
Penggunaan dan Mutu Minyak Goreng
Setiap minyak goreng tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral.
Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak merupakan
penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi
matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya sehingga menjadi cokelat. Suhu
penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 1770C sampai 2010C.
Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu
minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat kimia dan
stabilitas minyak. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol. Titik asap suatu minyak
goreng tergantung pada kadar gliserol bebasnya. Menurut Winarno yang dikutip
dari Jonarson (2004) makin tinggi kadar gliserol makin rendah titik asapnya,
artinya minyak tersebut makin cepat berasap. Makin tinggi titik asapnya, makin
baik mutu minyak goreng itu.
Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra (daging buah
kelapa yang dikeringkan) atau dari perasan santannya. Kandungan minyak pada
daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30%-35%, atau kandungan minyak
dalam kopra mencapai 63-72%. Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati
lainnya merupakan senyawa trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak
dan 90% diantaranya merupakan asam lemak jenuh. Selain itu minyak kelapa
yang belum dimurnikan juga mengandung sejumlah kecil komponen bukan lemak
seperti fosfatida, gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol (0,003%), dan asam lemak
bebas (< 5%) dan sedikit protein dan karoten. Sterol berfungsi sebagai stabilizer
dalam minyak dan tokoferol sebagai antioksidan (Ketaren, 1986). Setiap minyak
nabati memiliki sifat dan ciri tersendiri yang sangat ditentukan oleh struktur asam
lemak pada rangkaian trigliseridanya . Minyak kelapa kaya akan asam lemak
13
berantai sedang (C C ), khususnya asam laurat dan asam meristat. Adanya
8 14
asam lemak rantai sedang ini (medium chain fat) yang relatif tinggi membuat
minyak kelapa mempunyai beberapa sifat daya bunuh terhadap beberapa
senyawaan yang berbahaya di dalam tubuh manusia. Sifat inilah yang
didayagunakan pada pembuatan minyak kelapa murni (VCO, virgin coconut oil)
Secara garis besar proses pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan
dengan dua cara:
1. Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa segar, atau dikenal dengan
proses basah. Untuk menghasilkan minyak dari proses basah dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Cara Basah Tradisional
b. Cara Basah Fermentasi
c. Cara basah Sentrifugasi
d. Cara Basah dengan Penggorengan
2. Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan (kopra)
atau dikenal proses kering. Untuk menghasilkan minyak dari proses basah
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Ekstraksi secara mekanis (cara pres)
b. Ekstraksi menggunakan Pelarut
14
keluarga. Pada cara ini, mula-mula dilakukan ekstraksi santan dari kelapa parut.
Kemudian santan dipanaskan untuk menguapkan air dan menggumpalkan bagian
bukan minyak yang disebut blondo. Blondo ini dipisahkan dari minyak. Terakhir,
blondo diperas untuk mengeluarkan sisa minyak.
Cara Basah Fermentasi. Cara basah fermentasi agak berbeda dari cara
basah tradisional. Pada cara basah fermentasi, santan didiamkan untuk
memisahkan skim dari krim. Selanjutnya krim difermentasi untuk memudahkan
penggumpalan bagian bukan minyak (terutama protein) dari minyak pada waktu
pemanasan. Mikroba yang berkembang selama fermentasi, terutama mikroba
penghasil asam. Asam yang dihasilkan menyebabkan protein santan mengalami
penggumpalan dan mudah dipisahkan pada saat pemanasan.
Standar Mutu Minyak Kelapa
Minyak yang dihasilkan dari proses manapun yang digunakan selayaknya aman
untuk dikonsumsi. Secara nasional terdapat standar untuk minyak goreng seperti
tertera pada Tabel 2 di bawah ini.
No Kriteria Persyaratan
1 Bau dan Rasa Normal
2 Warna Muda Jernih
3 Kadar Air max 0,3%
4 Berat Jenis 0,900 g/liter
5 Asam lemak bebas Max 0,3%
6 Bilangan Peroksida Max 2 Meg/Kg
7 Bilangan Iod 45 - 46
8 Bilanagan Penyabunan 196 - 206
9 Index Bias 1,448 - 1,450
10 Cemaran Logam Max 0,1 mg/kg kecuali seng
Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang
dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas
tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari
radikal bebas.
15
Terdapat tiga macam antioksidan yaitu :
1. Antioksidan yang berasal dari dalam tubuh:
Antioksidan ini biasanya berupa enzim katalase, glutation peroksidase
(GSH.Prx), superoksida dismutase (SOD), asam urat dan ubiquinol (Winarno,
1997).Superoksida dismutase (SOD) adalah enzim yang mengaktivasi reaksi
dismutasi dari anion superoksida untuk membentuk hidrogen peroksida. Glutation
peroksidase adalah enzim yang berperan aktif dalam menghilangkan H2O2 dalam
tubuh dan mempergunakannya untuk merubah glutation (GSH) menjadi glutation
teroksidasi (GSSG), selain itu enzim ini mendukung aktivitas enzim SOD
bersama-sama dengan enzim katalase dan menjaga konsentrasi oksigen akhir agar
stabil dan tidak berubah menjadi pro-oksidan. Sebaliknya enzim katalase akan
melindungi sel secara langsung, melalui dekomposisi hidrogen peroksida menjadi
air.
2. Antioksidan Alami
Antioksidan alami dapat diperoleh dari tanaman atau hewan contohnya
tokoferol, vitamin C, poliphenol, indol, monoterpen, katekin, enzim, flavonoid,
dan karotenoida ( Pokorni, et al., 2001). Senyawa poliphenol mampu menghambat
reaksi oksidasi melalui mekanisme penangkapan radikal (radikal scavenging)
dengan cara menyumbangkan satu elektron pada elektron yang tidak berpasangan
dalam radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang
(Halliwel dan Gutteride, 1999). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
flavanoid dapat menghambat peroksidasi asam linoleat, mencegah pembentukan
anion superoksida, dan potensial melawan peroksidasi mikrosomal lipid yang
diinduksi oleh Fe(III)-ADH/NADPH (Taylor, 2002).
3. Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu butilated
hidroksianisol (BHA), butil hidroksitoluen (BHT), TBHQ, PG, dan NDGS yang
ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak.
Berdasarkan fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
pertama adalah antioksidan primer, antioksidan ini berfungsi mencegah
16
terbentuknya radikal bebas yang baru. Seperti SOD, GPx, seruloplasmin,
transferin, dan ferritin. Kedua adalah antioksidan sekunder seperti vitamin E,
vitamin C, -karoten, asam urat, bilirubin, dan albumin akan memutus jalur
pembentukan reaksi rantai dari radikal bebas. Ketiga adalah antioksidan tersier
seperti enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfoksida reduktase
berfungsi untuk memperbaiki struktur sel yang rusak akibat serangan radikal
bebas.
Antioksidan bekerja melindungi sel dan jaringan sasaran melalui
mekanisme : Memusnahkan (scavenger) radikal bebas secara dengan enzimatik
atau dengan reaksi kimia langsung, mengurangi pembentukan radikal bebas,
mengikat ion logam yang terlibat dalam pembentukan spesies yang reaktif
(transferin, seruloplasmin, dan albumin), memperbaiki kerusakan sasaran,
menghancurkan molekul yang rusak dan menggantinya dengan yang baru.
Antioksidan dalam Minyak Goreng
Minyak goreng sangat rentan terhadap kerusakan oksidasi karena proses
penggorengan berulang yang digunakan di industri pangan. Reaksi tersebut akan
mengakibatkan ketengikan dan membuat minyak goreng maupun produk
gorengan mengalami penurunan mutu.
Reaksi oksidasi pada minyak goreng dimulai dengan adanya pembentukan
radikal bebas yang dipercepat oleh cahaya, panas, logam (besi dan tembaga), dan
senyawa oksidator pada bahan pangan yang digoreng (seperti klorofil,
hemoglobin, dan pewarna sintetik tertentu). Faktor lain yang mempengaruhi laju
oksidasi adalah jumlah oksigen, derajat ketidakjenuhan asam lemak dalam
minyak, dan adanya antioksidan.
Untuk menghindari penurunan mutu akibat proses oksidasi, cara yang
paling ampuh adalah dengan penambahan antioksidan. Cara antioksidan
mencegah atau menghentikan proses oksidasi yaitu sebagai berikut: menurunkan
konsentrasi O2, menangkap senyawa yang dapat mengionisasi terbentuknya
peroksida dengan pemindahan hidrogen, menetralkan oksigen untuk mencegah
terbentuknya peroksida, mengikat ion logam yang dapat mengkatalisis reaksi
17
pembentukan radikal bebas, memutus reaksi berantai dengan mencegah
perpindahan hidrogen dari asam lemak, dan menetralkan peroksida
Antioksidan sengaja ditambahkan ke dalam minyak goreng untuk
mencegah ketengikan. Namun, antioksidan tersebut harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut: tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna atau
rasa yang tidak diinginkan, efektif untuk digunakan dalam konsentrasi yang
rendah, larut dalam lemak, mudah diperoleh, dan bersifat ekonomis
Contoh beberapa antioksidan untuk minyak goreng yaitu Butylated
hydroxyanisole (BHA), Butylated hydroxytoluene (BHT), Propylgallate (PG), dan
Tertierbutyl hydroquinon (TBHQ). TBHQ telah terbukti sebagai antioksidan yang
paling efektif untuk minyak nabati maupun lemak hewani karena TBHQ bersifat
lebih tahan terhadap panas dibandingkan antioksidan lainnya sehingga
mempunyai sifat carry through yang baik dan tetap memiliki aktivitas antioksidan
yang tinggi setelah pemanasan.
Minyak goreng tanpa penambahan antioksidan sebenarnya juga tersedia di
pasaran. Minyak goreng tersebut bersifat mengandalkan antioksidan alami yang
terdapat didalamnya.
18
BAB 3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bilangan peroksida asam
lemak bebas pada minyak asal Sulawesi setelah pemberian antioksidan alami.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas minyak goreng
yang diolah secara tradisional khususnya minyak goreng yang berasal dari
Sulawesi. Selain itu, dapat menjadi masukan yang berarti bagi pemerintah
khususnya Departemen Pergangan dan Perindustrian untuk menekan laju impor
minyak goreng dari luar negeri. Masukan yang berarti pula buat produsen minyak
kelapa yang diolah secara tradisional agar dapat menghasilkan minyak goreng
yang bekualitas tinggi
19
BAB 4
METODE PENELITIAN
Perlakuan Penelitian
Perlakuan penelitian meliputi :
1. Kontrol Negatif, minyak goreng tanpa penambahan antioksidan
2. Kontrol Positif, minyak goreng dengan penambahan BHT
3. Perlakuan A, minyak goreng dengan penambahan bubuk wortel 0,1, 0,2
% dan 0,3%
4. Perlakuan B. Minyak goreng dengan penambahan bubuk bawang merah 0,
1%, 0,2 % dan 0,3 %
A. Analisis Kimiawi
Penentuan Karakteristik Kimia sampel minyak sawit Nilai peroksidase
(PV), asam lemak bebas (FFA) konten, kadar air (MC) dan yodium. Nilai dari
minyak sawit ditentukan seperti yang dijelaskan oleh Aurand et al. (1987), FAO
(1992), dan Siew (2000).
20
2. Penentuan kadar asam lemak bebas (FFA)
Minyak goreng curah dilakukan dengan cara : sample ditimbang sebanyak 5
gram lalu dimasukkan dalam Erlenmeyer 100 mL lalu ditambahkan 25 mL
alkohol 96%. Kemudian dipanaskan sampai mendidih dan dikocok kuat-kuat
untuk melarutkan asam lemak bebasnya. Setelah dingin dititrasi dengan larutan
KOH 0,1 N dengan menggunakan indikator fenilptalin. Akhir titrasi tercapai
apabila terbentuk warna merah muda.
21
BAB 5
22
bubuk bawang merah memiliki zat yang bersifat sebagai antioksidan (dapat
menahan/mempengaruhi kenaikan bilangan peroksida) minyak Mandar. Nilai
Koefisien Keragaman (KK) yang kecil (<5%) menunjukkan uji lanjut
menggunakan prosedur uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
23
perlakuan pemberian bubuk bawang merah 0,1% dan 0,2 %. Pada hari ke-40,
perlakuan 0,3% berbeda nyata terhadap semua perlakuan, kontrol negatif, kontrol
positif, penambahan bubuk bawang merah 0,1%, 0,2%, 0,3%. Pada hari ke-50,
perlakuan pemberian bubuk bawang merah 0,3% berbeda nyata terhadap
perlakuan lainnya, dan perlakuan kontrol negatif tidak berbeda nyata terhadap
kontrol positif dan pemberian bubuk bawang merah 0,1%.
Penambahan bubuk bawang merah pada minyak Mandar dengan konsentrasi
0,1%, 0,2% dan 0,3% sama sekali tidak memperlihatkan adanya perubahan pada
warna minyak, begitu pula dengan bau dan rasa minyak. Warna, bau dan rasanya
masih tetap sama hingga hari ke-50. Meskipun pada hari ke-10 bilangan
peroksidasi minyak Mandar telah melewati batas ambang bilangan peroksidasi
minyak.
24
berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%. F hitung > F tabel. Nilai Koefisien
Keragaman (KK) yang kecil (<5%) menunjukkan uji lanjut menggunakan
prosedur uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Pada tabel terlihat bahwa semua perlakuan
menunjukkan peningkatan rata-rata bilangan peroksida mulai dari hari pertama
sampai hari ke-50.
Pada hari pertama, bilangan peroksida minyak goreng Mandar tanpa
pemberian antioksidan alami kontrol (-) tidak berbeda nyata terhadap minyak
goreng dengan penambahan BHT kontrol (+) dan berbeda nyata terhadap
penambahan antioksidan alami (tepung wortel dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%,
dan 0,3%). Sementara itu, bilangan peroksida pada perlakuan kontrol positif,
berbeda nyata terhadap perlakuan (pemberian tepung wortel dengan konsentrasi
0,1%, 0,2%, dan 0,3%). Sedangkan kondisi pada perlakuan berupa penambahan
antioksidan alami, tidak berbeda nyata terhadap setiap konsentrasi.
Pada hari ke-10, bilangan peroksida kontrol negatif berbeda nyata terhadap
perlakuan kontrol positif dan pemberian tepung wortel dengan konsentrasi 0,1%,
begitu pula terhadap penambahan tepung wortel dengan konsentrasi 0,2% dan
0,3%. Sedangkan untuk pengaruh bilangan peroksida kontrol positif, juga berbeda
nyata terhadap penambahan tepung wortel dengan konsentrasi 0,1%, 0,2% dan
0,3%. Jika dibandingkan antara perlakuan pemberian tepung wortel 0,1%, 0,2%
dan 0,3% maka perlakuannya tidak berbeda nyata. Hal yang sama juga terjadi
pada semua perlakuan dihari ke-20.
Pada hari ke-30, pola homogenitas bilangan peroksida juga berbeda
dibandingkan hari-hari sebelumnya. Perlakuan kontrol negatif, tidak berbeda
nyata terhadap perlakuan kontrol positif dan berbeda nyata terhadap penambahan
tepung wortel dengan konsentrasi 0,1%, 0,2% dan 0,3%. Sementara itu untuk
pengaruh bilangan peroksida kontrol positif, berbeda nyata terhadap penambahan
tepung wortel pada setiap konsentrasi. Sedangkan kondisi pada perlakuan berupa
penambahan tepung wortel, tidak berbeda nyata terhadap setiap konsentrasi.
Pada hari ke-40, bilangan peroksida kontrol negatif berbeda nyata terhadap
perlakuan kontrol positif dan pemberian tepung wortel dengan konsentrasi 0,1%,
begitu pula terhadap penambahan tepung wortel dengan konsentrasi 0,2% dan
25
0,3%. Sedangkan untuk pengaruh bilangan peroksida kontrol positif, juga berbeda
nyata terhadap penambahan tepung wortel dengan konsentrasi 0,1%, 0,2% dan
0,3%. Jika dibandingkan antara perlakuan pemberian tepung 0,1 %, 0,2% dan
0,3%, maka perlakuannya tidak berbeda nyata.
Pada hari ke-50 ini, pola homogenitasnnya juga berbeda. Perlakuan kontrol
negatif tidak berbeda nyata terhadap kontrol positif dan berbeda nyata terhadap
perlakuan dengan pemberian tepung wortel dengan konsentrasi 0,1%, 0,2% dan
0,3%. Sedangkan perlakuan kontrol positif terhadap pemberian tepung wortel
0,1% tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata terhadap pemberian tepung wortel
0,2% dan 0,3%. Jika perlakuan antar pemberian antioksidan alami (tepung wortel)
dibandingkan, dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian tepung berbeda nyata
terhadap setiap konsentrasi (0,1%, 0,2% dan 0,3%).
Penambahan tepung wortel pada minyak goreng Mandar dengan konsentrasi
0,1 %, 0,2 %, dan 0,3 % sama sekali tidak memperlihatkan adanya perubahan
pada warna minyak, begitu pula dengan bau dan rasa minyak. Warna, bau, dan
rasanya masih tetap sama hingga hari ke- 50. Meskipun pada hari ke 10 bilangan
peroksida minyak Mandar telah melewati batas ambang bilangan peroksida
minyak.
3. Bilangan Peroksida Minyak Selayar yang diberi Bubuk Bawang Merah
26
peroksidasi pemberian bubuk bawang merah dengan konsentrasi 0,1% tidak
berbeda nyata dengan pemberian bubuk bawang merah konsentrasi 0,2%, dan
konsentrasi 0,3%.
27
bubuk bawang merah konsentrasi 0,1%, tidak berbeda nyata dengan pemberian
bubuk bawang merah konsentrasi 0,2%, dan konsentrasi 0,3%.
Hasil pengamatan pada hari ketigapuluh terhadap kontrol negatif berbeda
nyata dengan kontrol positif, dan pemberian bubuk bawang merah konsentrasi
0,1%, konsentrasi 0,2%, tetapi berbeda tidak nyata dengan pemberian bubuk
bawang merah konsentrasi 0,3%. Bilangan peroksidasi pada kontrol positif
berbeda nyata dengan pemberian bubuk bawang merah konsentrasi 0,1%,
konsentrasi 0,2%, dan konsentrasi 0,3%. Bilangan peroksidasi pemberian bubuk
bawang merah konsentrasi 0,1% tidak berbeda nyata dengan pemberian bubuk
bawang merah konsentrasi 0,2% dan konsentrasi 0,3%.
Hasil pengamatan pada hari keempatpuluh terhadap kontrol negatif
berbeda nyata dengan kontrol positif, dan pemberian bubuk bawang merah
konsentrasi 0,1%, dan konsentrasi 0,3% tetapi tidak berbeda nyata dengan
pemberian bubuk bawang merah konsentrasi 0,2%. Bilangan peroksidasi pada
kontrol positif berbeda nyata dengan pemberian bubuk bawang merah konsentrasi
0,1%, konsentrasi 0,2%, dan konsentrasi 0,3%. Bilangan peroksidasi pemberian
bubuk bawang merah konsentrasi 0,1% tidak berbeda nyata dengan pemberian
bubuk bawang merah konsentrasi 0,2% dan konsentrasi 0,3%.
Hasil pengamatan pada hari kelimapuluh terhadap kontrol negatif berbeda
nyata dengan kontrol positif, dan pemberian bubuk bawang merah konsentrasi
0,1% dan tidak berbeda nyata dengan pemberian bubuk bawang merah dan
konsentasi 0,2% dan konsentrasi 0,3%. Bilangan peroksidasi pada kontrol positif
berbeda nyata dengan pemberian bubuk bawang merah konsentrasi 0,1%,
konsentrasi 0,2% dan konsentrasi 0,3%
Bilangan peroksida menunjukkan peningkatan selama masa penyimpanan.
Bilangan peroksida pada kontrol negatif lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
positif, pemberian bubuk bawang merah konsentrasi 0,1%, konsentrasi 0,2% dan
konsentrasi 0,3%.
Bilangan peroksida pada kontrol positif lebih kecil dibandingkan
pemberian bubuk bawang merah konsentrasi 0,1%; konsentrasi 0,2%; dan
konsentrasi 0,3%. Maka dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa
28
konsentrasi yang paling baik digunakan sebagai antioksidan pada minyak Selayar
adalah pemberian bubuk bawang merah dengan konsentrasi 0,1% sampai dengan
masa penyimpanan 10 hari.
29
Tabel 6. Rata-rata bilangan peroksidasi pada minyak goreng Selayar dengan
pemberian bubuk Wortel selama masa penyimpanan per 10 hari
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan bahwa perlakuan yang
diberikan, tidak berbeda nyata. Sedangkan huruf yang berbeda dalam satu kolom
menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berbeda nyata (P<0,05). K (-): Minyak
goreng Selayar tanpa penambahan antioksidan, baik sintetis maupun alami; K (+): Minyak
goreng Selayar dengan penambahan BHT 0,02%; P1 : Minyak goreng Selayar dengan
pemberian tepung wortel konsentrasi 0,1%; P2: 0,2%, dan P3: 0,3%.
30
hari ke-10. Kenaikan bilangan peroksidasi dari hari ke-1 hingga hari ke-10
berkisar antara 0,02-0,1 meq/kg.
Pada hari ke-20, pengaruh bilangan peroksidasi sedikit berbeda
dibandingkan hari ke-1 dan hari ke-10. Bilangan peroksidasi kontrol negatif
berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol positif dan pemberian tepung dengan
konsentrasi 0,1%; begitu pula terhadap penambahan tepung dengan konsentrasi
0,2% dan 0,3%. Sedangkan untuk pengaruh bilangan peroksidasi kontrol positif,
tidak berbeda nyata terhadap penambahan tepung 0,1%, tetapi berbeda nyata
terhadap penambahan tepung 0,2% dan 0,3%. Antara pemberian tepung 0,2% dan
0,3% pengaruhnya tidak berbeda nyata. Perbedaan kenaikan bilangan peroksidasi
dari hari ke-10 hingga hari ke-20 berkisar antara 0,4-0,9 meq/kg.
Pada hari ke-30, pola homogenitas bilangan peroksidasi juga berbeda
dibanding hari-hari sebelumnya. Perlakuan kontrol negatif, berbeda nyata
terhadap perlakuan lainnya. Begitu juga perlakuan kontrol positif terhadap
penambahan antioksidan alami. Sementara, bilangan peroksidasi antara perlakuan
pemberian tepung wortel 0,1% tidak berbeda nyata terhadap pemberian tepung
wortel 0,2%. Tetapi, akan berbeda nyata ketika dibandingkan dengan pemberian
tepung wortel 0,3%. Jika dibandingkan antara perlakuan pemberian tepung 0,2%
terhadap 0,3%, maka perlakuannya tidak berbeda nyata. Kenaikan bilangan
peroksidasi dari hari ke-20 hingga hari ke-30 berada di kisaran 0,2-0,4 meq/kg.
Pola yang sama juga ditemukan di hari ke-40 dengan kenaikan antara 0,1-0,5
meq/kg.
Di hari ke-50 ini, pola homogenitas juga berbeda. Perlakuan kontrol
negatif berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan kontrol
positif terhadap pemberian tepung wortel 0,1% tidak berbeda nyata, tetapi berbeda
nyata terhadap pemberian tepung wortel 0,2% dan 0,3%. Jika perlakuan antar
pemberian antioksidan alami (tepung wortel) dibandingkan, dapat dilihat bahwa
perlakuan pemberian tepung 0,1% tidak berbeda nyata terhadap 0,2%, namun
berbeda sangat nyata terhadap 0,3%. Untuk perlakuan 0,2% terhadap 0,3% tidak
berbeda nyata. Kenaikannya berkisar antara 0,3-0,5 meq/kg.
31
PEMBAHASAN
Bahan-bahan pangan mudah mengalami proses oksidasi ketika terjadi
kontaminasi dengan udara, baik karena cemaran mikroba maupun aktivitas radikal
bebas di sekitarnya. Proses oksidasi dapat merusak komposisi bahan pangan,
hingga menimbulkaan ketengikan. Jenis minyak yang berbeda akan menghasilkan
ketengikan dengan indikator bilangan peroksida yang berbeda pula.
Pengukuran bilangan peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar
peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi
lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak
sudah mengalami oksidasi, namun pada bilangan yang lebih rendah bukan selalu
berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Bilangan peroksida rendah
bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan
dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat
mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain (Raharjo, 2006).
Peningkatan bilangan peroksidasi terjadi pada semua perlakuan pada
minyak goreng asal Mandar yang diberi bawang merah. Pada kontrol negatif
menunjukkan peningkatan yang paling tinggi. Hal ini disebabkan karena kontrol
negatif tidak mendapatkan tambahan pengawet (antioksidan). Sehingga tampak
jelas adanya penigkatan bilangan peroksidasi mulai hari ke-10 hingga hari ke-50.
Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa pada minyak yang tidak diberi tambahan
antioksidan akan terjadi proses oksidasi lebih banyak jika dibandingkan dengan
minyak yang diberi senyawa antioksidan, sehingga terbentuk banyak senyawa.
Atau dengan kata lain, minyak yang tidak diberi antioksidan terjadi pengurangan
ikatan rangkap asam lemak jenuh dan lemak yang teroksidasi, sehingga
menyebabkan bilangan peroksidasi yang tinggi sedangkan pemberian antioksidan
dapat menghambat proses oksidasi selama penyimpanan sehingga tidak terjadi
perombakan lemak/minyak.
Perlakuan dengan penambahan antioksidan alami yakni bubuk bawang
merah dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, dan 0,3% menunjukkan penurunan
bilangan peroksidasi dibandingkan kontrol negatif dan kontrol positif. Namun
yang menunjukkan penurunan bilangan peroksidasi yang signifikan dari
32
perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan antioksidan
alami dengan konsentrasi 0,3%. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi bubuk bawang merah yang ditambahkan pada minyak Mandar maka
bilangan peroksidasi minyak akan semakin menurun.
Minyak goreng asal mandar yang diberi bubuk wortel menunjukkan pada
perlakuan kontrol negatif (tanpa penambahan antioksidan alami dan sintetik)
menunjukkan bahwa setiap pengamatan per sepuluh hari, dari hari pertama hingga
hari kelima puluh, bilangan peroksida minyak Mandar mengalami kenaikan rata-
rata 3 meq/kg. Dari data tersebut terlihat bahwa bilangan peroksida pada minyak
tanpa pemberian antioksidan, mengalami peningkatan selama masa penyimpanan
dengan rerata bilangan peroksidasi yang paling tinggi dibandingkan perlakuan
lainnya.
Batas maksimum bilangan peroksida minyak goreng menurut SNI-7381-
2008 adalah 2,0 meq/kg. Dengan mengacu pada nilai tersebut, maka bilangan
peroksida pada perlakuan kontrol negatif memenuhi syarat hanya sampai pada
masa penyimpanan 1 hari. Selebihnya, bilangan peroksidanya sudah melewati
batas maksimum karena nilai bilangan peroksida pada hari ke-10, 20, 30,40 dan
ke-50 berturut-turut adalah 3,413, 6,306, 9,500, 14,786, dan 19,740 meq/kg.
Pada minyak goreng asal selayar yang diberi bubuk wortel menunjukkan
bahwa pada perlakuan kontrol negatif (tanpa penambahan antioksidan alami dan
sintetik) menunjukkan bahwa setiap pengamatan per sepuluh hari, dari hari
pertama hingga hari kelima puluh, bilangan peroksidasi minyak goreng Selayar
mengalami kenaikan rata-rata 0,4 meq/kg. Dari data tersebut terlihat bahwa
bilangan peroksidasi pada minyak tanpa pemberian antioksidan, mengalami
peningkatan selama masa penyimpanan dengan rerata bilangan peroksidasi yang
paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
Data menunjukkan bahwa bilangan peroksida minyak tanpa perlakuan
(kontrol negatif) lebih tinggi dibandingkan yang lain, dan itu berarti minyak
mengalami proses oksidasi yang lebih cepat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
yang dikemukakan (Yusmeiarti, 2012) bahwa pada minyak yang tidak diberi
tambahan antioksidan akan terjadi proses oksidasi lebih cepat jika dibandingkan
33
dengan minyak yang diberi senyawa antioksidan, sehingga terbentuk senyawa
peroksida yang lebih banyak. Atau dengan kata lain, minyak yang tidak diberi
antioksidan terjadi pengurangan ikatan rangkap asam lemak jenuh dan lemak yang
teroksidasi, sehingga menyebabkan bilangan peroksidasi yang tinggi sedangkan
pemberian antioksidan dapat menghambat proses oksidasi selama penyimpanan
sehingga tidak terjadi perombakan lemak/minyak.
Bilangan peroksida pada minyak goreng asal Selayar yang diberi bubuk
bawang merah pada hari keduapuluh yang meningkat menunjukkan bahwa
minyak sebentar lagi akan tengik. Hari ketigapuluh ditandai dengan terjadinya
pembentukan peroksida yang menyebabkan kenaikan bilangan peroksidasi yaitu
terjadi pembentukan hidroperoksida menjadi aldehid dan keton. Sesuai yang
dikemukakan oleh Ketaren (1986), Peroksida dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Kenaikan bilangan
peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik. Terjadinya
oksidasi mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi dimulai dari
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya
asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksid menjadi aldehid dan
keton serta asam-asam lemak bebas. Aldehid berperan dalam pembentukan
ketengikan.
Bilangan peroksida pada kontrol positif dengan pemberian BHT 0,02%
juga menunjukkan peningkatan dari hari ke-1 sampai hari ke-50. Akan tetapi
peningkatan bilangan peroksidasinya lebih rendah dibandingkan minyak goreng
asal Kabupaten Kepulauan Selayar yang diberikan bubuk bawang merah
konsentrasi 0,1%, konsentrasi 0,2%, dan konsentrasi 0,3%. Berdasarkan SNI 01-
0222-95 batas maksimal penggunaan BHT pada makanan adalah 200 ppm atau
0,02%. BHT merupakan antioksidan phenolat yang banyak digunakan dalam
industri pangan. (Alamsyah, 2008).
Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama
merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen.
Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai
antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
34
radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara
turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding
radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu
memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme
pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih
stabil
Antioksidan yang digunakan dalam bahan pangan harus memenuhi
persyaratan tertentu, yaitu: 1) tidak beracun dan tidak mempunyai efek fisiologis,
2) tidak menimbulkan flavor yang tidak enak, 3) larut sempurna dalam minyak
atau lemak, 4) efektif dalam jumlah yang relatif kecil, dan 5) tidak mahal serta
selalu tersedia (Ketaren 1986). Berdasarkan hasil pengamatan juga dapat dilihat
perbandingan antara penambahan antioksidan alami bubuk bawang merah
memperlihatkan hasil yang lebih efektif dibandingkan antioksidan sintetik BHT.
Bahan antioksidan tersebut dapat meracuni dan bersifat karsinogenik (Panangan,
2010).
Walaupun batas ketengikan (peroksidasi) minyak kelapa menurut SNI-
7381-2008 adalah sebesar 2,0 meq/kg terjadi pada semua perlakuan termasuk
minyak yang ditambahkan bubuk bawang merah, namun bilangan peroksidasi
pada minyak yang diberikan bubuk bawang merah lebih rendah dibanding kontrol
negatif dan kontrol positif, ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh pemberian
bubuk bawang merah dan wortel terhadap minyak Mandar dan Selayar.
Wortel dalam bentuk tepung tidak murni mengandung beta karoten saja,
tetapi ada senyawa antioksidan lain yang turut berperan dalam meningkatkan
aktivitas antioksidan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Parwata (2010),
bahwa penentuan aktivitas antiradikal bebas yang dilakukan secara langsung
tanpa ada pemisahan dan pemurnian senyawa mengakibatkan aktivitas antiradikal
bebas yang dihasilkan tidak hanya dihasilkan oleh satu senyawa (misalnya
karotenoid) melainkan hasil kerja sama senyawa-senyawa antioksidan lainnya,
misalnya vitamin C, dan vitamin E
Alfa dan -karoten adalah pigmen karotenoid utama yang menyebabkan
warna kuning dan jingga. - karoten biasanya mencapai sedikitnya 50% dari
35
kandungan total karotenoid. Perbandingan -dan -karoten biasanya sekitar 1:2.
Karoten tidak tersebar merata dalam umbi. Pembentukan karoten berlangsung dari
jaringan ujung proksimal ke ujung distal akar tunggang. Pengolahan wortel
menjadi tepung, yang tidak murni mengandung antioksidan maupun penyebaran
karoten yang tidak merata dalam umbi bisa mempengaruhi sedikit banyaknya
konsentrasi antioksidan yang terdapat dalam umbi.
36
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
Aurand, LW., AE Woods, dan Wells, MR. 1987. Food composition and Analysis.
New York, Avi-Van Nostrand and Reinhold.; Pp 216-217.
FAO. 1992. Manual of Food Quality control; Chemical Analysis. Rome, Food
and Agricultural Organization.; Pp 217-219.
Halliwell, B., John M.C. Gutteridge. 1999. Free Radicals In Biology And
Medicine. Oxford University Press. Pp 225-230.
Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Panagan, Almunady T. 2011. Pengaruh Penambahan Tepung Wortel (Daucus
carota, L.) Terhadap Bilangan Peroksida dan Asam Lemak Bebas pada
Minyak Goreng Curah. Jurnal Penelitian Sains Vol. 14 No. 2(C) 14204
Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan.
Parwata, Oka Adi, Ratnayani, dan Ana Listya. 2010. Aktivitas Antiradikal bebas
serta Kadar Beta Karoten Pada Madu Randu (Ceiba Pentandra) dan
Madu Kelengkeng (Nephelium longata. L.). Jurnal Kimia 4 (1), Januari
2010:54-62. Universitas Udayana.
Pokorni, J., Yanishlieva, N., Gordon. 2001. Antioxidant In Food Practical
Applications. CRC Press. New York.
Taylor, L. 2000. Bitter Melon, In: Herbal Secret of the Rainforest.Sage Press.
Austin.
38
Winarno, F.G., 1997, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
39
LAMPIRAN 1. DOKUMENTASI PENELITIAN
40
PEMBUATAN BUBUK WORTEL
41
METODE TITRASI IODOMETRI
42
LAMPIRAN 2
A. Identitas Diri
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
43
C. PENGALAMAN PENELITIAN
Pendanaan
No. Tahun Judul Penelitian
Sumber* Jml (Juta Rp)
1. 2010 Perancangan Teknologi Pemanfaatan
Nimba (Azardiracta Indica) Sebagai Strategis
90
Pupuk Organik Plus Yang Dapat Nasional
Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca
2. 2009 Potensi penggunaan azardika (neem)
sebagai penghambat proses nitrifikasi Strategis
100
untuk menekan emisi gas-gas rumah Nasional
kaca
3. 2004- Skrining, purifikasi senyawa
2006 antimikroba dari siput bakau dalam
Kem. Riset
upaya pencarian senyawa bioaktif bahan 240
Teknologi
alam. (Program Penguatan Sains Dasar
MIPA, Kementrian Riset Teknologi).
4. 2003- Impact and mitigation of management
2006 on Green House Gases emission from
Chiba Univ.
tropical and temperate agroecosystems.. 300
Japan
(Kerjasama dengan Chiba University
Japan)
Pendanaan
No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Sumber* Jml (Juta Rp)
Volume/
No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal
Nomor
Effect of Controlled Water Level on Tropical
CH4 and N2O Emissions from Rice Vol. 56:4. Agriculture
1 2012
Fields in Indonesia &Developme
nt.
44
2. 2008 Influences of chemical fertilizers and a
nitification inhibitor on greenhouse Microbes and
23:29-34
gas fluxes in a corn (Zea mays L.) Environments
field in Indonesia.
3. 2005 Nitrous oxide production and Soil Science
reponsible microorganisms from 51: 693-696 and Plant
upland acid soil of Indonesia., Nutrition
4. 2008 Community structure of ammonia
oxidizing bacteria and their potential Vol. 25: p. Geomicrobiol
to produce nitrous oxide and carbon 381-389. ogy Journal.
dioxide in acid tea soils.
G. KARYA BUKU
H. PEROLEHAN HKI
45
No. Tahun Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tempat Respons
Lainnya yang Telah Diterapkan Penerapan Masyarakat
46
BIODATA ANGGOTA PENELITI FUNDAMENTAL
A. Identitas Diri
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
47
C. PENGALAMAN PENELITIAN
Pendanaan
No. Tahun Judul Penelitian
Sumber* Jml (Juta Rp)
1. 2002 Pengaruh ekstrak daun seledri dan telur Mandiri
omega 3 terhadap kadar kolesterol total 50
serum darah tikus putih (Tesis)
Pendanaan
No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Sumber* Jml (Juta Rp)
48
E. PUBLIKASI ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL
Volume/
No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal
Nomor
2002 Pengaruh Enzim Kolesterol Reduktase Jurnal
dari Ekstrak Daun Seledri (Apium Transformasi,/F
graveolens L) Terhadap Kadar MIPA UNM
Kolesterol Total Serum Darah Tikus
Putih (Rattus norvegicus L)
49
chanos) yang
Dibudidayakan di
Kabupaten Maros,
Pangkep, dan Barru
2. Seminar Nasional Uji Kapasitas Antioksidan IPB-Bogor,
Ekstrak Daun Sukun Dan 2011
Flavanoid
3. Seminar nasional Uji Aktifitas Antioksidan UIN-Jakarta,
Ekstrak Daun Sukun 2012
Terhadap Kadar Glukosa
Darah dan Malondialdehid
(MDA) pada Mencit (Mus
musculus)
5 Seminar Internasional
G. KARYA BUKU
H. PEROLEHAN HKI
50
No. Tahun Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tempat Respons
Lainnya yang Telah Diterapkan Penerapan Masyarakat
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah
benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian
hari ternyata dijumpai ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup
menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam pengajuan Penelitian Fundamental.
51
LAMPIRAN
PUBLIKASI ILMIAH
SEMINAR NASIONAL
28-29 Juli 2013 di Universitas Pancasila, Jakarta
52
53
PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG
ASAL SULAWESI DENGAN PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN ALAMI
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa banyak ditemukan di daerah pasang surut dengan iklim
dan topografi lahan yang sesuai dengan kondisi pantai. Di wilayah Sulawesi
khususnya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat memiliki komoditas perkebunan
kelapa yang sangat luas. Pohon kelapa yang banyak tumbuh di sepanjang pesisir
pantai sampai ke daerah pelosok sebagai tanaman perkebunan rakyat. Animo
masyarakat sejak dahulu telah memperdayakan kelapa untuk dimanfaatkan untuk
keperluan rumah tangga. Salah satunya adalah daging buah kelapa yang
dimanfaatkan untuk pembuatan minyak goreng. Sampai sekarang pun masyarakat
masih mengkonsumsi dan mempertahankan penggunaan minyak kelapa, bahkan
berupaya untuk mengembangkan dan mengoptimalkan perannya sebagai produk
olahan pangan yang berkhasiat dan berkualitas.
Namun, tidak semua minyak kelapa memiliki kualitas yang diinginkan.
Minyak kelapa yang diolah secara tradisional di beberapa daerah di Sulawesi,
dikenal sebagai minyak tanak mudah mengalami kerusakan atau cepat terjadi
54
proses oksidasi. Oleh karena itu, minyak tersebut hanya dapat dikonsumsi oleh
masyarakat setempat dan tidak da[pat dipasarkan keluar daerah tempat
produksinya.
Terjadinya proses oksidasi pada minyak goreng dapat menyebabkan
menurunkan kualitas minyak goreng. Proses oksidasi merupakan proses
pemecahan atau kerusakan pada minyak karena terjadinya oksidasi (kontak
dengan udara) yang dapat menyebabkan bau atau aroma tengik pada minyak.
Proses oksidasi dapat diketahui dengan menggunakan indikator bilangan
peroksida. Semakin tinggi bilangan peroksida semakin tinggi pula terjadinya
kerusakan pada minyak goreng (ASA 2000). Bilangan peroksida menunjukkan
banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan
polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang
dikandung oleh minyak yang rusak, terutama peristiwa oksidasi dn hidrolisis
(Sudarmadji, 1982)
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan
yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak
enak. Selain itu, terjadi juga kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial
yang terdapat dalam minyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa
aldehid, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton, serta senyawa aromatis yang
mempunyai bau tengik dan rada getir (Ketaren, 2005). Ketengikan terjadi bila
komponen cita rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan
oksidatif dari lemakdan minyak tidak jenuh. Komponen-komponen ini
menyebabkan bau dan cita rasa yang tidak diinginkan dalam lemak dan minyak
serta produk-produk yang mengandung lemak dan minyak (Raharjo S. 2004).
Kerusakan pada minyak dapat diatasi dengan pemberian senyawa
antioksidan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi pada
minyak goreng. Antioksidan ada yang bersifat sintesis dan ada pula yang bersifat
alami. Antioksidan sintetik dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated
hydroxyanisole (BHA), Butylated hydroxytoluene (BHT), Propylgallate (PG), dan
Tertierbutyl hydroquinon (TBHQ)yang ditambahkan dalam makanan untuk
mencegah kerusakan lemak (Halliwel, et al.,1989). Antioksidan alami berasal dari
berbagai metabolit sekunder yang dihasilkan oleh berbagai tanaman, misalnya
pada golongan fenol. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa jenis tanaman
yang bisa dimanfaatkan untuk sebagai antioksidan dalam mencegah proses
oksidasi pada minyak, diantaranya kunyit (Dyah Suci Perwitasary, 2002), wortel
(Panagan AT, 2011) , bawang merah (Panagan AT, 2010), rosemari (Lalas, S dan
V. Dourtoglou, 2003), minyak zaitun (Alonso SG., et al., 2003; Rohman et al.,
2011), dan ekstrak kayu secang (Rusdi, UD., et al., 2005).
Penelitian ini akan menguji kemampuan antioksidan alami yang berasal
dari bawang merah dalam menekan proses oksidasi pada minyak kelapa asal
Sulawesi. Hasil penelitian ini diharapkan agar kualitas minyak goreng yang diolah
secara tradisional memiliki kualitas yang sama dengan minyak goreng kemasan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat penelitian
55
Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei
2013. Tempat pelaksanaan di Laboratorium Biologi jurusan Biologi FMIPA
Universitas Negeri Makassar.
Prosedur Penelitian
1. Persiapan alat dan bahan
a. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven
(Mido/4/SS/F), lumpang alu, gelas kimia (Pirex) 250 ml dan 1000 ml,
Erlenmeyer (Pyrex) 250 ml, timbangan analitik (Schimazu), alat titrasi
(buret, statif dan klem), pipet tetes, gelas ukur, labu ukur, beker gelas,
corong pisah, batang pengaduk, kaki tiga dan kasa.
b. Bahan
Bawang merah berupa bubuk, minyak goreng kelapa asal Mandar,
antioksidan sintetik Butilen Hidroxy Toluen (BHT) 0,02 %, Na2S2O3
0,01 N (E-Merck), asam asetat glacial 60%(E-Merck), larutan KI (E-
Merck), kloroform 40% (E-Merck), indikator amilum/kanji, akuades,
plastik pembungkus, aluminium foil, bunsen, dan spoit
2. Sterilisasi Alat
Untuk sterilisasi alat digunakan oven. Hal ini bertujuan agar alat-alat
yang digunakan bebas dari mikroorganisme.
3. Prosedur Kerja
1) Pembuatan bubuk bawang merah
Bawang merah dicuci sampai bersih dan ditimbang sebanyak 500 gram,
selanjutnya bawang merah diiris tipis-tipis dan dikeringkan dalam oven pada
suhu 650 C selama 8-10 jam. Setelah kering, bawang merah digerus lalu
diayak halus (60 mesh), kemudian dibungkus plastik dan ditutup rapat.
2) Perlakuan penelitian
Perlakuan penelitian terdiri atas 5 perlakuan. (1) Kontrol negatif,
minyak Mandar dan Selayar sebanyak 250 gram tanpa penambahan
antioksidan, (2) Kontrol positif, minyak Mandar dan Selayar sebanyak 250
gram dengan penambahan BHT 0,02 %, (3), (4), dan (5) Minyak Mandar dan
selayar sebanyak 250 gram ditambah bubuk bawang merah dengan
konsentrasi yang berbeda, yakni 0,1%, 0,2%, 0,3% (Panagan, 2011). Baik
BHT dan bubuk bawang merah yang ditambahkan ke minyak terlebih dahulu
dipanaskan suhu 700C sambil diaduk selama 30 menit. Hal ini dilakukan agar
senyawa yang terkandung dalam antioksidan tersbebut larut dalam minyak.
Kemudian disaring pada labu Erlenmeyer. Seluruh sampel disimpan pada
suhu kamar, penentuan bilangan peroksida berdasarkan lama penyimpanan
yaitu 1, 10, 20, 30,40 dan 50 hari.
56
3) Penentuan bilangan peroksidasi minyak Mandar
Penentuan angka peroksida minyak Mandar dan Selayar dilakukan
dengan metode titrasi iodometri. Caranya adalah sebagai berikut : sampel
ditimbang sebanyak 5 gram dalam Erlenmeyer 100 ml, kemudian dimasukkan
20 ml campuran asam asetat glacial 60% dan kloroform 40%. Setelah minyak
larut, ditambahkan 0,5 ml larutan KI 6 M sambil dikocok lalu didiamkan
selama dua menit, kemudian ditambahkan 20 ml aquades. Setelah itu dititrasi
dengan natrium tio sulfat 0,01 N sampai warna kuningnya hampir hilang .
Untuk memperjelas titik akhir titrasi ditambahkan indikator amilum, lalu
dititrasi kembali dengan natrium tio sulfat sampai warna biru hilang.
Bilangan peroksida dalam minyak ditentukan oleh persamaan:
Bilangan peroksida (meq/Kg) =
( )
Keterangan :
S = Larutan natrium tiosulfat yang digunakan dalam titrasi ( ml)
N =Normalitas larutan natrium tiosulfat
57
pemberian antioksidan, Kontrol (+): Kontrol positif, minyak goreng dengan
penambahan BHT 0,02%, P1, P2, dan P3: minyak goreng dengan penambahan bubuk
bawang merah 0,1%, 0,2% , dan 0,3%
58
Keterangan : Huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan bahwa perlakuan yang
diberikan, tidak berbeda nyata. Sedangkan huruf yang berbeda dalam satu kolom
menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berbeda nyata.K (-): Minyak tanpa
penambahan antioksidan, baik sintetis maupun alami; K (+): Minyak dengan
penambahan BHT 0.02%; P1, P2 dan P3 : Minyak dengan pemberian bubuk bawang
merah berturut-turut konsentrasi 0,1%, konsentrasi 0,2% dan konsentrasi
0.3%.(P<0.05).
Analisis data menunjukkan adanya peningkatan bilangan peroksidasi dari
hari ke-1 sampai hari ke-50 (selama masa penyimpanan). Pengamatan hari ke-1,
kontrol negatif berbeda nyata dengan kontrol positif dan pada perlakuan minyak
goreng yang ditambahkan bubuk bawang merah pada konsentrasi 0,1%,
konsentrasi 0,2%, dan konsentrasi 0,3%. Bilangan peroksidasi pada kontrol positif
tidak berbeda nyata dengan pemberian bubuk bawang merah konsentrasi 0,1%,
tetapi berbeda nyata dengan pemberian bubuk bawang merah konsentrasi 0,2%,
dan konsentrasi 0,3%. Bilangan peroksidasi pemberian bubuk bawang merah
dengan konsentrasi 0,1% tidak berbeda nyata dengan pemberian bubuk bawang
merah konsentrasi 0,2%, dan konsentrasi 0,3%.
Hasil pengamatan pada hari kelimapuluh terhadap kontrol negatif berbeda
nyata dengan kontrol positif, dan pemberian bubuk bawang merah konsentrasi
0,1% dan tidak berbeda nyata dengan pemberian bubuk bawang merah dan
konsentasi 0,2% dan konsentrasi 0,3%. Bilangan peroksidasi pada kontrol positif
berbeda nyata dengan pemberian bubuk bawang merah konsentrasi 0,1%,
konsentrasi 0,2% dan konsentrasi 0,3%
Bilangan peroksida menunjukkan peningkatan selama masa penyimpanan.
Bilangan peroksida pada kontrol negatif lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
positif, dan minyak goreng yang diberi bubuk bawang merah pada konsentrasi
0,1%, konsentrasi 0,2% dan konsentrasi 0,3%.
Bilangan peroksida pada kontrol positif lebih kecil dibandingkan
pemberian bubuk bawang merah konsentrasi 0,1%; konsentrasi 0,2%; dan
konsentrasi 0,3%. Maka dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi yang paling baik digunakan sebagai antioksidan pada minyak Selayar
adalah pemberian bubuk bawang merah dengan konsentrasi 0,1% sampai dengan
masa penyimpanan 10 hari
Pembahasan
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar
peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi
lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi namun pada bilangan peroksidasi yang lebih rendah tidak
selalu disebabkan oleh kondisi oksidasi yang masih dini. Bilangan peroksida
rendah dapat disebabkan oleh laju pembentukan peroksida baru yang lebih kecil
dibandingkan dengan laju perombakannya menjadi senyawa lain, karena kadar
peroksida cepat mengalami perombakan dan bereaksi dengan zat lain (Raharjo S,
2006).
Minyak tanpa pemberian antioksidan (kontrol negatif) menunjukkan
peningkatan bilangan peroksidasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Tingginya bilangan peroksidasi tersebut menyebabkan
59
terjadinya proses oksidasi yang lebih cepat. Sesuai yang dikemukakan Yusmeiarti
(2012), bahwa pada minyak tanpa penambahan antioksidan akan terjadi proses
oksidasi lebih cepat dibandingkan dengan minyak yang diberi antioksidan,
sehingga terbentuk senyawa peroksida yang lebih banyak. Minyak tanpa
antioksidan terjadi pengurangan ikatan rangkap asam lemak jenuh dan lemak yang
teroksidasi, sehingga menyebabkan bilangan peroksidasi yang tinggi sedangkan
pemberian antioksidan dapat menghambat proses oksidasi selama penyimpanan
sehingga tidak terjadi perombakan minyak.
Batas maksimum bilangan peroksidasi minyak goreng menurut SNI-7381-
2008 adalah 2,0 meq/kg. Mengacu pada nilai tersebut, maka bilangan peroksidasi
pada minyak tanpa perlakuan masih memenuhi syarat hanya sampai masa
penyimpanan 20 hari. Penyimpanan diatas 20 hari bilangan peroksidasinya sudah
melewati batas maksimum karena nilai bilangan peroksidasi pada hari ke-30, ke-
40 dan ke-50 berturut-turut adalah 2,09, 2,51 dan 3,08 meq/kg.
Bilangan peroksida pada hari keduapuluh yang meningkat menunjukkan
bahwa minyak sebentar lagi akan tengik. Hari ketigapuluh ditandai dengan
terjadinya pembentukan peroksida yang menyebabkan kenaikan bilangan
peroksidasi yaitu terjadi pembentukan hidroperoksida menjadi aldehid dan keton.
Sesuai yang dikemukakan oleh Ketaren (2005). Peroksida dapat mempercepat
proses timbulnya bau tengik tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Kenaikan
bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
Terjadinya oksidasi mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi
dimulai dari pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya
ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksid menjadi
aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Aldehid berperan dalam
pembentukan ketengikan.
Bilangan peroksida pada kontrol positif dengan pemberian BHT 0,02%
juga menunjukkan peningkatan dari hari ke-1 sampai hari ke-50. Akan tetapi
peningkatan bilangan peroksidasinya lebih rendah dibandingkan minyak goreng
asal Kabupaten Kepulauan Selayar yang diberikan bubuk bawang merah
konsentrasi 0,1%, konsentrasi 0,2%, dan konsentrasi 0,3%. Berdasarkan SNI 01-
0222-95 batas maksimal penggunaan BHT pada makanan adalah 200 ppm atau
0,02%. BHT merupakan antioksidan phenolat yang banyak digunakan dalam
industri pangan. (Alamsyah, 2008).
Aktivitas antioksidan sintetik pada konsentrasi 0,02% merupakan batas
maksimal penggunaan BHT. BHT merupakan senyawa antioksidan murni, yang
hanya mengandung antioksidan jenis phenolat; tidak ada campuran bahan lain
sehingga kerjanya dalam menghambat peningkatan bilangan peroksidasi sangat
optimum.
Kandungan bubuk bawang merah bermacam-macam (protein, kalsium
fosfor, serat dan sebagainya) salah satunya quercetin. Konsentrasi bubuk bawang
merah 0,1%; 0,2% dan 0,3% masih bercampur dengan bahan-bahan tersebut.
Konsentrasi 0,1%; 0,2% dan 0,3% tersebut tidak hanya mengandung satu bahan
saja tetapi mengandung bahan lain. Sehingga mempengaruhi banyaknya quercetin
yang larut. Konsentrasi yang tinggi tidak menjamin banyaknya kandungan
quercetin yang larut.
60
Berdasarkan analisis data uji BNJ ketiga jenis perlakuan pemberian
bubuk bawang merah, konsentrasi 0,1% konsentrasi 0,2% dan konsentrasi 0,3%
mampu menurunkan bilangan peroksida minyak goreng. Bilangan peroksidasi
persepuluh hari mengalami kenaikan dan pengaruhnya tidak berbeda nyata.
Mengacu pada Standar Nasional Indonesia apabila konsentrasi 0,1%; konsentrasi
0,2%; dan konsentrasi 0,3% dibandingkan dengan kontrol negatif maka yang
paling baik digunakan adalah konsentrasi 0,1% dengan lama penyimpanan 10
hari.
KESIMPULAN
Pemberian bubuk bawang merah sebagai antioksidan alami pada minyak
goreng asal Sulawesi berpengaruh terhadap bilangan peroksidasi minyak dengan
menghambat kenaikan bilangan peroksida selama penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA
61
Rusdi U.D., Wahtu W., dan Sudiarto. 2005. Efek ekstrak kayu secang (Caesalpinia
sappan L) terhadap angka Iod dan peroksidasi bungkil kacang tanah. Animal
Production 7: 150-155
Sudarmaji, S, B. Haryono, dan Suhardi, 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty dan Pusat Antar Fakultas Pangan dan Gizi UGM,
Yogyakarta
Yusmeiarti, Firdausni, Failisnur, dan Silfia. 2012. Pengaruh Penambahan
Campuran BHA Asam Askorbat dan BHT Asam Askorbat Terhadap Daya
Simpan Rendang. Balai Industri Padang. Padang.
62
63
PUBLIKASI ILMIAH
SEMINAR INTERNASIONAL
24-25 OKTOBER DI UNIVERSITAS NEGERI
MKASSAR
64
65
EFFECT OF NATURAL ANTIOXIDANT FLOUR AS A
CARROT FOR PEROXIDE VALUE ON COOKING OIL
ORIGIN SULAWESI
YUSMINAH HALA* AND A. MUNISA*
ABSTRACT
Keywords: peroxide, cooking oil from Sulawesi, District Selayar and, Polman,
carrot, BHT
INTRODUCTION
Background
Coconut plantations are found in tidal areas with climate and topography
of the land in accordance with the condition of the beach. Especially in Sulawesi
South Sulawesi and West Sulawesi have commodity vast coconut plantations.
Coconut trees that grow along the coast to the rural areas as a smallholder crop.
Public interest has been wile since the first oil to be used for domestic purposes.
One is the coconut meat is used for the manufacture of cooking oil. Even now,
66
people still consume and retain the use of coconut oil, even trying to develop and
optimize its role as processed products are nutritious and quality food.
However , not all coconut oil has the desired quality. Coconut oil is
processed traditionally in some areas in Sulawesi, known as the oil " tanak "
susceptible to damage or rapid oxidation process occurs. Therefore, the oil can
only be consumed by the local people and not can sold out production areas.
The oxidation processes in the cooking oil can lead to lower quality of
cooking oil. Oxidation is the process of splitting or damage due to oil oxidation
(contact with air) that can cause odor or flavor of the oil rancid. Oxidation process
can be determined by using a peroxide indicator. The higher the number the
higher the peroxide damage to the cooking oil ( ASA 2000). Numbers indicate the
number of peroxide peroxide content in the oil due to oxidation and
polymerization processes. Free fatty acids showed a number of free fatty acids
contained by the damaged oil, hydrolysis dn especially oxidation event (
Sudarmadji, 1982).
Damage the oil will affect the quality and nutritional value of foods that
are fried. The oil damaged by oxidation and polymerization process will result in
a material with a less attractive appearance and taste bad. In addition, there was
also damage to most vitamins and essential fatty acids contained in the oil.
Oxidation of oil will produce aldehyde compounds, ketones, hydrocarbons,
alcohols, lactones, and aromatic compounds that have a rancid smell and a bit
bitter (Ketaren, 2005). Rancidity occurs when components of the taste and odor of
volatile formed as a result of oxidative damage lemakdan unsaturated oils. These
components cause the smell and taste of the unwanted fats and oils and products
containing fats and oils (Raharjo S. 2004).
Damage to the oil can be overcome by administration of antioxidant
compounds that aim to prevent the process of oxidation in edible oils. Synthetic
antioxidants that are there and some are natural. Synthetic antioxidants are made
from chemicals that is Butylated hydroxyanisole (BHA), Butylated
hydroxytoluene (BHT), propylgallate (PG), and Tertierbutyl hydroquinone
(TBHQ) were added in foods to prevent fat breakdown ( Halliwell, et al., 1989).
67
Natural antioxidant derived from a variety of secondary metabolites produced by
various plants, such as the phenol group. Based on the results of the study, there
are several types of plants that can be used for as antioxidants in preventing the
oxidation process in the oil, such as turmeric (Dyah DP., 2002), carrot (Panagan
AT , 2011), onion (Panagan AT , 2010), rosemary (Lalas , S and V. Dourtoglou ,
2003), olive oil (SG Alonso., et al., 2003; Rohman et al., 2011), and extract the
wooden cup ( Rusdi, UD., et al., 2005).
This study will test the ability of a natural antioxidant derived from red
onions in suppressing the oxidation process in palm oil from Sulawesi. The result
is expected to be the quality of the processed cooking oils traditionally have the
same quality as bottled cooking oil.
METHODS
The research is scheduled to be held in April and June 2013. Place in the
implementation of the Biological Laboratory of Biology Department, State
University of Makassar.
The research material is coconut cooking oil derived from the District
Selayar and Polman, onion comes from Enrekang, distilled water, benzene, glacial
acetic acid, ethanol, indicator PP, starch indicator , 30 % KI, 0.1 N NaOH, BHT,
and 0.02 N Na2S2O3
Research procedures
a. Tool
The tools used in this study is the oven (Mido/4/SS/F) , mortar pestle,
beaker (Pyrex) 250 ml and 1000 ml Erlenmeyer flask (Pyrex) 250 ml , analytical
balance (Schimazu), titration apparatus (burette, stative, and clamps), pipette,
68
measuring cylinder, volumetric flask, beaker glass, separating funnel, stirring rod,
three feet, and gauze .
b . Material
A red onion powder, coconut cooking oil origin Mandar, Butylene synthetic
antioxidant hydroxy Toluene ( BHT) 0.02 % , 0.01 N Na2S2O3 (E - Merck) , 60
% glacial acetic acid (E - Merck), a solution of KI (E - Merck) , chloroform 40 %
(E - Merck), an indicator of starch/starch, distilled water, plastic wrap, aluminum
foil, Bunsen, and syringe.
2 . Sterilization Equipment
Used for the sterilization oven. It is intended that the tools used are free of
microorganisms.
3 . Work procedures
Carrots washed thoroughly and weighed 500 grams, the next onion thinly
sliced and dried in an oven at 65o C for 8-10 hours. Once dry, red onion finely
crushed and sieved (60 mesh), then wrapped in plastic and sealed.
2 ) Treatment research
Study treatment consisted of 5 treatments. (1) negative control, Mandar oil and
Selayar much as 250 grams without the addition of antioxidants, (2) positive
control, Mandar and Selayar oil 250 grams with the addition of BHT 0.02 % , (3) ,
(4) , and (5) Mandar oil and added a screen as much as 250 grams of onion
powder with different concentrations, ie, 0.1 % , 0.2 % , 0.3 % (Panagan, 2011).
Both BHT and onion powder which is added to the first oil heated 70oC
temperature while stirring for 30 minutes. This is done so that the compounds
contained in the oil -soluble antioxidants tersbebut. Then filtered on the
Erlenmeyer flask. All samples are stored at room temperature, peroxide
determination based storage duration ie 1, 10, 20, 30, 40, and 50 days.
69
3 ) Determination of the number of oil peroxidation Mandar
POV = S x N x 1000
Bw sample
Description:
POV = peroxidation of value
S = volume of sodium thiosulfate solution used in titration (mL)
N = Normality of sodium thiosulfate solution (N)
RESULT
Cooking oil derived from the District Selayar treated by natural and
synthetic antioxidants added. Observation of these take place in a number
peroxidation during two months with a number peroxidation indicators that occur
in cooking oil. Observations were made every ten days, from day one to day fifty.
The results showed that all treatments increased number peroxidation
during storage. On the first day, cooking oil peroxidation Selayar numbers
without providing natural antioxidants and BHT (negative control) were
significantly different to cooking oil with the addition of BHT (positive control)
and the addition of natural antioxidants (flour carrots with concentrations of 0.1,
0.2, and 0 , 3%). Numbers peroxidation in the positive control on day one and day
10 was not significantly different with carrot flour administration with a
concentration of 0.1, 0.2, and 0.3%. Increased numbers peroxidation of the first
day until day 50 was 1.414 meq / kg (Table 1).
70
Table 1. The average value number peroxidation of cooking oil from Selayar
during 10 days
71
Table 2. The average value number peroxidation of cooking oil from Mandar
during 50 days
The average value number peroxidation (meq/kg) on day
Treatment
1st 10th 20th 30th 40th 50th
Negative control 1.560 b 3.413 d 6.306 c 9.500 b 14.786 c 19.740 c
Positive control 1.420 b 3.193 cd 5.973 bc 9.073 b 14.246 cb 19.366 c
P1. 0.1% 0.940 a 2.926 bc 5.393 ab 7.766 a 13.300 cba 19.120 c
P2. 0.2% 0.603 a 2.793 ab 5.286 ab 7.713 a 12.893 ba 17.326 b
P3. 0.3% 0.580 a 2.580 a 5.180 a 7.540 a 12.380 a 15.426 a
Description: The same letters in a column indicate that the treatment is given, "not significantly
different". Whereas different letters in a column indicates that the treatment given "significantly
different" (P <0,05).
72
flavor, 3) dissolved in the oil or fat, 4) effective in relatively small amounts, and
5) is inexpensive and always available (Ketaren, 2005).
Natural antioxidants in food can be derived from (a) existing antioxidant
compounds from one or two food components, (b) an antioxidant compound that
is formed from reactions during processing, (c) antioxidant compounds isolated
from natural sources and added to foods as a food additive (Rohman and Sugeng,
2010).
Increased numbers Selayar peroxidation cooking oil, influenced by the rate
of oxidative addition, is also influenced by water content in oil (oil processed
traditional) which can cause hydrolytic rancidity. Hydrolytic and oxidative
changes vang is responsible for the onset of rancidity of vegetable oils (Winarno,
1989).
Observations on day 1 to day 10 showed similar results. The only
difference being the increase peroksidasinya low numbers. This is because in the
early days of storage, the antioxidant activity and have not seen a clear influence
oxidative rate was still low. While the following days showed an increase
perokasidasinya number is higher than in the early days of storage. That is, the
rate of oxidation increases premises longer storage period.
A maximum number of cooking oil peroxidation according to ISO - 7381-
2008 was 2.0 mEq / kg . Based on these values , the number peroxidation in the
negative control treatment still qualifies only up to the 30 day storage period .
Whereas the other treatments , number peroksidasinya already reached its
maximum limit for number peroxidation values on day 40 and the 50th with
consecutive values are 2.51 and 3.0 meq / kg .
The data show that the oil peroxide without treatment ( negative control )
is higher than others , and that means the oil has a faster oxidation process . This
is consistent with the opinions expressed (Yusmeiarti, 2012) that the oil is not
going to happen given the additional antioxidant oxidation process is faster when
compared with a given oil antioxidant compounds , thus forming more peroxide
compounds . Or in other words , oil is not given a reduction in antioxidant double
bond saturated fatty acids and fats are oxidized , resulting in a high number
73
peroxidation while providing antioxidants to inhibit oxidation during storage so it
does not happen reshuffle fat / oil .
Based on the average value peroxide, then add flour treatment carrots
0.3% on oil Mandar more optimal than the negative control treatment, the positive
control, and the treatment of flour added carrots 0.1,% and 0.2%. So, the higher
the concentration, the effect on the decrease in the lower peroxide. It is
appropriate that proposed Dinagunata (2009), that a large concentration of
antioxidants that can be added at the rate of oxidative effect. At high
concentrations of the antioxidant activity of antioxidants is often disappear even
turned into a prooxidant.
One of the factors that affect the biosynthesis and degradation of
carotenoids is water. Carotenoids will rapidly oxidized to products that dry or
dehydrated, because water is bound in the product surface to form a protective
layer. Dried foodstuffs are very susceptible to loss of provitamin A activity due to
drying allowing oxidation through free radical oxidation mechanism
CONCLUTION
DAFTAR PUSTAKA
74
Dyah, SP. 2002. Penambahan kunyit sebagai antioksidan alami pada minyak
goreng curah. Jurnal Kimia dan Teknolog 8i: 8-14
Rohman and Sugeng. 2010. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kemuning
Murrayya paniculata (L) Jack secara invitro. Laboratorium Kimia
Analisis, Bagian Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Rusdi U.D., Wahtu W., dan Sudiarto. 2005. Efek ekstrak kayu secang (Caesalpinia
sappan L) terhadap angka Iod dan peroksidasi bungkil kacang tanah. Animal
Production 7: 150-155
Sudarmaji, S, B. Haryono, dan Suhardi, 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty dan Pusat Antar Fakultas Pangan dan Gizi UGM,
Yogyakarta
Winarno, F.G.1989. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
75
DRAFT DESKRIPSI PATEN
OLEH :
Pada minyak goreng asal selayar yang diberi bubuk wortel menunjukkan
bahwa pada perlakuan kontrol negatif (tanpa penambahan antioksidan alami dan
sintetik) menunjukkan bahwa setiap pengamatan per sepuluh hari, dari hari
pertama hingga hari kelima puluh, bilangan peroksidasi minyak goreng Selayar
mengalami kenaikan rata-rata 0,4 meq/kg. Dari data tersebut terlihat bahwa
bilangan peroksidasi pada minyak tanpa pemberian antioksidan, mengalami
peningkatan selama masa penyimpanan dengan rerata bilangan peroksidasi yang
paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 3).
Data menunjukkan bahwa bilangan peroksida minyak tanpa perlakuan (kontrol
negatif) lebih tinggi dibandingkan yang lain, dan itu berarti minyak mengalami
proses oksidasi yang lebih cepat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan (Yusmeiarti, 2012) bahwa pada minyak yang tidak diberi tambahan
antioksidan akan terjadi proses oksidasi lebih cepat jika dibandingkan dengan
minyak yang diberi senyawa antioksidan, sehingga terbentuk senyawa peroksida
yang lebih banyak. Atau dengan kata lain, minyak yang tidak diberi antioksidan
terjadi pengurangan ikatan rangkap asam lemak jenuh dan lemak yang teroksidasi,
sehingga menyebabkan bilangan peroksidasi yang tinggi sedangkan pemberian
antioksidan dapat menghambat proses oksidasi selama penyimpanan sehingga
tidak terjadi perombakan lemak/minyak
Tabel 3. Rata-rata bilangan peroksidasi pada minyak goreng dengan pemberian
bubuk bawang merah selama masa penyimpanan per 10 hari
Bilangan peroksida pada minyak goreng asal Selayar yang diberi bubuk
bawang merah pada hari keduapuluh yang meningkat menunjukkan bahwa
minyak sebentar lagi akan tengik. Hari ketigapuluh ditandai dengan terjadinya
pembentukan peroksida yang menyebabkan kenaikan bilangan peroksidasi yaitu
terjadi pembentukan hidroperoksida menjadi aldehid dan keton. Sesuai yang
dikemukakan oleh Ketaren (1986), Peroksida dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Kenaikan bilangan
peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik. Terjadinya
oksidasi mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi dimulai dari
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya
asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksid menjadi aldehid dan
keton serta asam-asam lemak bebas. Aldehid berperan dalam pembentukan
ketengikan (Tabel 4).
Bilangan peroksida pada kontrol positif dengan pemberian BHT 0,02%
juga menunjukkan peningkatan dari hari ke-1 sampai hari ke-50. Akan tetapi
peningkatan bilangan peroksidasinya lebih rendah dibandingkan minyak goreng
asal Kabupaten Kepulauan Selayar yang diberikan bubuk bawang merah
konsentrasi 0,1%, konsentrasi 0,2%, dan konsentrasi 0,3%. Berdasarkan SNI 01-
0222-95 batas maksimal penggunaan BHT pada makanan adalah 200 ppm atau
0,02%. BHT merupakan antioksidan phenolat yang banyak digunakan dalam
industri pangan. (Alamsyah, 2008).
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan,
tidak berbeda nyata. Sedangkan huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan bahwa
perlakuan yang diberikan berbeda nyata (P<0,05). K (-): Minyak goreng Selayar tanpa
penambahan antioksidan, baik sintetis maupun alami; K (+): Minyak goreng Selayar dengan
penambahan BHT 0,02%; P1 : Minyak goreng Selayar dengan pemberian tepung wortel
konsentrasi 0,1%; P2: 0,2%, dan P3: 0,3%.
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa banyak ditemukan di daerah pasang surut dengan iklim
dan topografi lahan yang sesuai dengan kondisi pantai. Di wilayah Sulawesi
khususnya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat memiliki komoditas perkebunan
kelapa yang sangat luas. Pohon kelapa yang banyak tumbuh di sepanjang pesisir
pantai sampai ke daerah pelosok sebagai tanaman perkebunan rakyat. Animo
masyarakat sejak dahulu telah memperdayakan kelapa untuk dimanfaatkan untuk
keperluan rumah tangga. Salah satunya adalah daging buah kelapa yang
dimanfaatkan untuk pembuatan minyak goreng. Sampai sekarang pun masyarakat
masih mengkonsumsi dan mempertahankan penggunaan minyak kelapa, bahkan
berupaya untuk mengembangkan dan mengoptimalkan perannya sebagai produk
olahan pangan yang berkhasiat dan berkualitas.
Namun, tidak semua minyak kelapa memiliki kualitas yang diinginkan.
Minyak kelapa yang diolah secara tradisional di beberapa daerah di Sulawesi,
dikenal sebagai minyak tanak mudah mengalami kerusakan atau cepat terjadi
proses oksidasi. Oleh karena itu, minyak tersebut hanya dapat dikonsumsi oleh
masyarakat setempat dan tidak da[pat dipasarkan keluar daerah tempat
produksinya.
Terjadinya proses oksidasi pada minyak goreng dapat menyebabkan
menurunkan kualitas minyak goreng. Proses oksidasi merupakan proses
pemecahan atau kerusakan pada minyak karena terjadinya oksidasi (kontak
dengan udara) yang dapat menyebabkan bau atau aroma tengik pada minyak.
Proses oksidasi dapat diketahui dengan menggunakan indikator bilangan
peroksida. Semakin tinggi bilangan peroksida semakin tinggi pula terjadinya
kerusakan pada minyak goreng (ASA 2000). Bilangan peroksida menunjukkan
banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan
polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang
dikandung oleh minyak yang rusak, terutama peristiwa oksidasi dn hidrolisis
(Sudarmadji, 1982)
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan
yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak
enak. Selain itu, terjadi juga kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial
yang terdapat dalam minyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa
aldehid, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton, serta senyawa aromatis yang
mempunyai bau tengik dan rada getir (Ketaren, 2005). Ketengikan terjadi bila
komponen cita rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan
oksidatif dari lemakdan minyak tidak jenuh. Komponen-komponen ini
menyebabkan bau dan cita rasa yang tidak diinginkan dalam lemak dan minyak
serta produk-produk yang mengandung lemak dan minyak (Raharjo S. 2004).
Kerusakan pada minyak dapat diatasi dengan pemberian senyawa
antioksidan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi pada
minyak goreng. Antioksidan ada yang bersifat sintesis dan ada pula yang bersifat
alami. Antioksidan sintetik dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated
hydroxyanisole (BHA), Butylated hydroxytoluene (BHT), Propylgallate (PG), dan
Tertierbutyl hydroquinon (TBHQ)yang ditambahkan dalam makanan untuk
mencegah kerusakan lemak (Halliwel, et al.,1989). Antioksidan alami berasal dari
berbagai metabolit sekunder yang dihasilkan oleh berbagai tanaman, misalnya
pada golongan fenol. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa jenis tanaman
yang bisa dimanfaatkan untuk sebagai antioksidan dalam mencegah proses
oksidasi pada minyak, diantaranya kunyit (Dyah Suci Perwitasary, 2002), wortel
(Panagan AT, 2011) , bawang merah (Panagan AT, 2010), rosemari (Lalas, S dan
V. Dourtoglou, 2003), minyak zaitun (Alonso SG., et al., 2003; Rohman et al.,
2011), dan ekstrak kayu secang (Rusdi, UD., et al., 2005).
Penelitian ini akan menguji kemampuan antioksidan alami yang berasal
dari bawang merah dalam menekan proses oksidasi pada minyak kelapa asal
Sulawesi. Hasil penelitian ini diharapkan agar kualitas minyak goreng yang diolah
secara tradisional memiliki kualitas yang sama dengan minyak goreng kemasan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei
2013. Tempat pelaksanaan di Laboratorium Biologi jurusan Biologi FMIPA
Universitas Negeri Makassar.
Prosedur Penelitian
4. Persiapan alat dan bahan
c. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven
(Mido/4/SS/F), lumpang alu, gelas kimia (Pirex) 250 ml dan 1000 ml,
Erlenmeyer (Pyrex) 250 ml, timbangan analitik (Schimazu), alat titrasi
(buret, statif dan klem), pipet tetes, gelas ukur, labu ukur, beker gelas,
corong pisah, batang pengaduk, kaki tiga dan kasa.
d. Bahan
Bawang merah berupa bubuk, minyak goreng kelapa asal Mandar,
antioksidan sintetik Butilen Hidroxy Toluen (BHT) 0,02 %, Na2S2O3
0,01 N (E-Merck), asam asetat glacial 60%(E-Merck), larutan KI (E-
Merck), kloroform 40% (E-Merck), indikator amilum/kanji, akuades,
plastik pembungkus, aluminium foil, bunsen, dan spoit
5. Sterilisasi Alat
Untuk sterilisasi alat digunakan oven. Hal ini bertujuan agar alat-alat
yang digunakan bebas dari mikroorganisme.
6. Prosedur Kerja
1) Pembuatan bubuk bawang merah
Bawang merah dicuci sampai bersih dan ditimbang sebanyak 500 gram,
selanjutnya bawang merah diiris tipis-tipis dan dikeringkan dalam oven pada
suhu 650 C selama 8-10 jam. Setelah kering, bawang merah digerus lalu
diayak halus (60 mesh), kemudian dibungkus plastik dan ditutup rapat.
2) Perlakuan penelitian
Perlakuan penelitian terdiri atas 5 perlakuan. (1) Kontrol negatif,
minyak Mandar dan Selayar sebanyak 250 gram tanpa penambahan
antioksidan, (2) Kontrol positif, minyak Mandar dan Selayar sebanyak 250
gram dengan penambahan BHT 0,02 %, (3), (4), dan (5) Minyak Mandar dan
selayar sebanyak 250 gram ditambah bubuk bawang merah dengan
konsentrasi yang berbeda, yakni 0,1%, 0,2%, 0,3% (Panagan, 2011). Baik
BHT dan bubuk bawang merah yang ditambahkan ke minyak terlebih dahulu
dipanaskan suhu 700C sambil diaduk selama 30 menit. Hal ini dilakukan agar
senyawa yang terkandung dalam antioksidan tersbebut larut dalam minyak.
Kemudian disaring pada labu Erlenmeyer. Seluruh sampel disimpan pada
suhu kamar, penentuan bilangan peroksida berdasarkan lama penyimpanan
yaitu 1, 10, 20, 30,40 dan 50 hari.
3) Penentuan bilangan peroksidasi minyak Mandar
Penentuan angka peroksida minyak Mandar dan Selayar dilakukan
dengan metode titrasi iodometri. Caranya adalah sebagai berikut : sampel
ditimbang sebanyak 5 gram dalam Erlenmeyer 100 ml, kemudian dimasukkan
20 ml campuran asam asetat glacial 60% dan kloroform 40%. Setelah minyak
larut, ditambahkan 0,5 ml larutan KI 6 M sambil dikocok lalu didiamkan
selama dua menit, kemudian ditambahkan 20 ml aquades. Setelah itu dititrasi
dengan natrium tio sulfat 0,01 N sampai warna kuningnya hampir hilang .
Untuk memperjelas titik akhir titrasi ditambahkan indikator amilum, lalu
dititrasi kembali dengan natrium tio sulfat sampai warna biru hilang.
Bilangan peroksida dalam minyak ditentukan oleh persamaan:
Bilangan peroksida (meq/Kg) =
( )
Keterangan :
S = Larutan natrium tiosulfat yang digunakan dalam titrasi ( ml)
N =Normalitas larutan natrium tiosulfat
Pembahasan
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar
peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi
lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi namun pada bilangan peroksidasi yang lebih rendah tidak
selalu disebabkan oleh kondisi oksidasi yang masih dini. Bilangan peroksida
rendah dapat disebabkan oleh laju pembentukan peroksida baru yang lebih kecil
dibandingkan dengan laju perombakannya menjadi senyawa lain, karena kadar
peroksida cepat mengalami perombakan dan bereaksi dengan zat lain (Raharjo S,
2006).
Minyak tanpa pemberian antioksidan (kontrol negatif) menunjukkan
peningkatan bilangan peroksidasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Tingginya bilangan peroksidasi tersebut menyebabkan
terjadinya proses oksidasi yang lebih cepat. Sesuai yang dikemukakan Yusmeiarti
(2012), bahwa pada minyak tanpa penambahan antioksidan akan terjadi proses
oksidasi lebih cepat dibandingkan dengan minyak yang diberi antioksidan,
sehingga terbentuk senyawa peroksida yang lebih banyak. Minyak tanpa
antioksidan terjadi pengurangan ikatan rangkap asam lemak jenuh dan lemak yang
teroksidasi, sehingga menyebabkan bilangan peroksidasi yang tinggi sedangkan
pemberian antioksidan dapat menghambat proses oksidasi selama penyimpanan
sehingga tidak terjadi perombakan minyak.
Batas maksimum bilangan peroksidasi minyak goreng menurut SNI-7381-
2008 adalah 2,0 meq/kg. Mengacu pada nilai tersebut, maka bilangan peroksidasi
pada minyak tanpa perlakuan masih memenuhi syarat hanya sampai masa
penyimpanan 20 hari. Penyimpanan diatas 20 hari bilangan peroksidasinya sudah
melewati batas maksimum karena nilai bilangan peroksidasi pada hari ke-30, ke-
40 dan ke-50 berturut-turut adalah 2,09, 2,51 dan 3,08 meq/kg.
Bilangan peroksida pada hari keduapuluh yang meningkat menunjukkan
bahwa minyak sebentar lagi akan tengik. Hari ketigapuluh ditandai dengan
terjadinya pembentukan peroksida yang menyebabkan kenaikan bilangan
peroksidasi yaitu terjadi pembentukan hidroperoksida menjadi aldehid dan keton.
Sesuai yang dikemukakan oleh Ketaren (2005). Peroksida dapat mempercepat
proses timbulnya bau tengik tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Kenaikan
bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
Terjadinya oksidasi mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi
dimulai dari pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya
ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksid menjadi
aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Aldehid berperan dalam
pembentukan ketengikan.
Bilangan peroksida pada kontrol positif dengan pemberian BHT 0,02%
juga menunjukkan peningkatan dari hari ke-1 sampai hari ke-50. Akan tetapi
peningkatan bilangan peroksidasinya lebih rendah dibandingkan minyak goreng
asal Kabupaten Kepulauan Selayar yang diberikan bubuk bawang merah
konsentrasi 0,1%, konsentrasi 0,2%, dan konsentrasi 0,3%. Berdasarkan SNI 01-
0222-95 batas maksimal penggunaan BHT pada makanan adalah 200 ppm atau
0,02%. BHT merupakan antioksidan phenolat yang banyak digunakan dalam
industri pangan. (Alamsyah, 2008).
Aktivitas antioksidan sintetik pada konsentrasi 0,02% merupakan batas
maksimal penggunaan BHT. BHT merupakan senyawa antioksidan murni, yang
hanya mengandung antioksidan jenis phenolat; tidak ada campuran bahan lain
sehingga kerjanya dalam menghambat peningkatan bilangan peroksidasi sangat
optimum.
Kandungan bubuk bawang merah bermacam-macam (protein, kalsium
fosfor, serat dan sebagainya) salah satunya quercetin. Konsentrasi bubuk bawang
merah 0,1%; 0,2% dan 0,3% masih bercampur dengan bahan-bahan tersebut.
Konsentrasi 0,1%; 0,2% dan 0,3% tersebut tidak hanya mengandung satu bahan
saja tetapi mengandung bahan lain. Sehingga mempengaruhi banyaknya quercetin
yang larut. Konsentrasi yang tinggi tidak menjamin banyaknya kandungan
quercetin yang larut.
Berdasarkan analisis data uji BNJ ketiga jenis perlakuan pemberian
bubuk bawang merah, konsentrasi 0,1% konsentrasi 0,2% dan konsentrasi 0,3%
mampu menurunkan bilangan peroksida minyak goreng. Bilangan peroksidasi
persepuluh hari mengalami kenaikan dan pengaruhnya tidak berbeda nyata.
Mengacu pada Standar Nasional Indonesia apabila konsentrasi 0,1%; konsentrasi
0,2%; dan konsentrasi 0,3% dibandingkan dengan kontrol negatif maka yang
paling baik digunakan adalah konsentrasi 0,1% dengan lama penyimpanan 10
hari.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA