Anda di halaman 1dari 18

A.

LATAR BELAKANG PENELITIAN


Pseudomonas aeruginosa merupakan basilus gram negatif yang motil dan
dapat tumbuh pada suasana aerob dan tempat yang lembab, yang secara alamiah
dapat dijumpai pada bak cuci, keran air dan desinfektan yang digunakan lebih dari
24 jam. Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik yang
menjadi masalah utama pada kasus-kasus infeksi yang didapat di rumah sakit.
Bakteri ini banyak ditemukan sebagai bakteri penyebab infeksi nosokomial pada
saluran kemih, infeksi luka operasi, infeksi pembuluh darah, ventilator-associated
pneumonia (VAP) dan meningitis khususnya pasien dengan sistem imun rendah
yang berada di intensive care unit (ICU).
Data dari International Nosocomial Infections Consortium (INICC) telah
mengungkapkan peningkatan jumlah kasus VAP di Sanghai China dengan 17,2
dari kasus yang terjadi di ruangan ICU disebabkan oleh P. aeruginosa. Penelitian
tentang angka kejadian infeksi oleh P. aeruginosa sudah banyak dilakukan, di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2005, infeksi pada bayi baru
lahir dari seluruh kelahiran hidup dan angka kematian 14,18% karena P.
Aeruginosa. Berdasarkan laporan dari Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad pada Juni Desember 2013 didapatkan
bahwa P.Aeruginosa merupakan organisme terbanyak nomor tiga yang ditemukan
pada semua jenis sampel.
Multidrug resistant (MDR) adalah kemampuan organisme penyebab
penyakit untuk bertahan atas setidaknya 3 jenis antibiotika yang tersedia dan
merupakan salah satu masalah terbesar dalam kasus kegawatdaruratan di RS
terutama karena infeksi nosokomial yang disebabkan oleh bakteri P. aeruginosa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balikaran, P. Aeruginosa merupakan
infeksi tertinggi yang ditemukan di ICU dan antibiotika yang resisten terhadap P.
aeruginosa seperti imipenem 26%, gentamicin 67%, amikacin 26%, ceftazidime
34% . Namun masih ada beberapa antibiotika yang memiliki sensitivitas yang
besar terhadap P. aeruginosa seperti piperacillin sebesar 55,8% dan cefotaxime
sebesar 52,8%.
Hasil penelitian ketahanan (resistensi) terhadap antimikroba di RS.
Wahidin Sudirohusudo pada tahun 2005 oleh Irda Handayani dkk Menunjukkan

1
bahwa penicillin, streptomycin, erythromycin, ampicillin dan amoxicillin adalah
golongan antimikroba yang paling tinggi ketahanan (resistensi)nya, sementara
jenis bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Pseudomonas aeruginosa,
Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp dan Enterobacter spp. Berdasarkan
laporan dari Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Arifin Achmad pada Juni Desember 2013 didapatkan sensitivitas untuk P.
aeruginosa adalah piperacillin/tazobactam, cefepime, dan meropenem. Antibiotik
yang resisten untuk P. Aeruginosa adalah penisilin, sefalosporin generasi pertama,
kedua, ketiga, ceftriaxone, dan aztreonam.
Adanya peningkatan insiden infeksi P. aeruginosa yang disertai dengan
peningkatan kejadian resistensi terhadap antibiotik dan belum adanya laporan
kejadian infeksi bakteri yang harus diikuti setiap tahunnya menarik perhatian
penulis untuk melakukan penelitian tentang gambaran infeksi oleh P. aeruginosa
multidrug resistant di RSUD Arifin Achmad provinsi Riau tahun 2014-2015.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran infeksi oleh P. aeruginosa
multidrug resistant di RSUD Arifin Achmad provinsi Riau tahun 2014-2015.

C. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN


Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
infeksi oleh P. aeruginosa multidrug resistant di RSUD Arifin Achmad provinsi
Riau tahun 2014-2015.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui persentase P. aeruginosa multidrug resistant di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau.
2. Mengetahui distribusi P. aeruginosa multidrug resistant berdasarkan jenis
spesimen di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
3. Mengetahui distribusi P. aeruginosa multidrug resistant berdasarkan ruang
perawatan di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

2
4. Mengetahui pola resistensi P. aeruginosa multidrug resistant di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau.

D. MANFAAT KEGIATAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada peneliti,
peneliti lainnya, Fakultas Kedokteran Universitas Riau, RSUD Arifin Achmad,
maupun pasien.
1. Bagi peneliti
Peneliti akan mendapatkan informasi dan pengetahuan mengenai
gambaran infeksi oleh P. aeruginosa multidrug resistant di RSUD Arifin Achmad
provinsi Riau tahun 2014-2015.
2. Bagi peneliti lain
Sebagai bahan referensi, informasi dan pengetahuan bagi peneliti lain yang
akan melakukan penelitian lanjutan.
3. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Sebagai informasi dan literatur tambahan tentang resistensi antibiotik serta
dapat digunakan sebagai data awal bagi mahasiswa kedokteran untuk melakukan
penelitian bersifat deskriptif retrospektif.
4. Bagi RSUD
Penelitian ini akan menyediakan data pola bakteri P. aeruginosa di RSUD
Arifin Achmad terhadap beberapa antibiotik sehingga dapat digunakan sebagai
acuan untuk pemberian antibiotik pada pasien secara empirik, serta dapat
mengendalikan terjadinya peningkatan kejadian resistensi .
5. Bagi pasien
Pasien dengan infeksi P. aeruginosa di RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau akan mendapatkan antibiotik yang lebih tepat dan efektif.

E. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN


1. Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang, motil dan berukuran sekitar
0,6 x 2 mm. Bakteri ini tergolong kelompok bakteri gram negatif dan dapat
muncul dalam bentuk tunggal, berpasangan atau kadang-kadang dalam bentuk

3
rantai pendek. Pseudomonas aeruginosa dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37-
42C. Bakteri ini tidak memfermentasi karbohidrat dan bersifat oksidase positif,
tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa. Pseudomonas aeruginosa dapat
diidentifikasi berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase-positif, adanya pigmen
yang khas, dan pertumbuhan pada suhu 42C.
Pseudomonas aeruginosa terkenal karena ketahanannya terhadap
lingkungan, mampu tumbuh pada berbagai suhu dan kondisi pH, sehingga mudah
berkembang di tubuh manusia atau lingkungannya dan memungkinkan mereka
untuk bertahan dalam kondisi lembab atau kering. Suhu optimal pertumbuhan
adalah di kisaran 37 420 C dan memerlukan suatu pH optimum 6,5 - 7,5 untuk
tumbuh optimal. Pseudomonas aeruginosa mudah tumbuh dengan baik pada
medium agar MacConkey.
Klasifikasi Pseudomonas aeruginosa adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Proteobacteria
Ordo : Pseudomonales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : P. aeruginosa
Nama binominal : Pseudomonas aeruginosa

Gambar E.1 Pseudomonas aeruginosa di agar MacConkey

4
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
bakteri P. aeruginosa, yaitu:
- Pewarnaan gram
Pengamatan morfologi secara mikroskopik dilakukan dengan metode
pewarnaan Gram ( Gram staining).
Hasil yang didapatkan pada bakteri P. aeruginosa adalah berwarna merah.
Berbentuk batang.
- Uji katalase
Hasil yang didapatkan pada P. aeruginosa adalah uji katalase positif, yaitu
terbentuknya gelembung yang menunjukkan isolat tersebut mampu
memecah H2O2 menjadi O2 dan H2O.
- Uji oksidase
Hasil yang didapatkan pada P. aeruginosa adalah uji oksidase positif, yaitu
terbentuknya warna biru yang menunjukkan bahwa isolat menghasilkan
enzim oksidase.
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen gram negatif yang sering
dikaitkan dengan infeksi nosokomial. Bakteri tersebut juga telah diakui sebagai
penyebab muncul wabah nosokomial di seluruh dunia dan terdaftar sebagai salah
satu dari enam mikroorganisme berbahaya oleh Infectious Diseases Society of
America (IDSA).

Gambar E.2 Distribusi organisme penghasil organisme infeksi nosokomial.


Pseudomonas aeruginosa berkolonisasi di saluran pernapasan, kulit,
sistem perkemihan, sistem pencernaan, dan intravascular. Infeksi P. aeruginosa
yang berhubungan dengan paru-paru, cairan serebrospinal, cairan peritoneal dan
saluran kemih biasanya hanya terjadi pada pasien imunokompromais. Penggunaan
kortikosteroid jangka lama, infeksi luka operasi, trauma kranioserebral, infeksi

5
saluran kemih, pneumonia, meningitis, mediastinitis, osteomyelitis, penggunaaan
ventilasi mekanik dan trakeostomi merupakan faktor predisposisi perkembangan
infeksi tersebut. Sebagian besar pasien sakit kronis di ruang ICU yang merupakan
pasien dengan imunokompromais dan menghabiskan waktu yang lama di rumah
sakit adalah kelompok risiko tinggi untuk terinfeksi P. Aeruginosa dan tidak
jarang berdampak menjadi penyakit yang lebih serius.
Beberapa penelitian telah dilakukan dalam menganalisis faktor risiko
kolonisasi dan infeksi P. aeruginosa. Faktor risiko terjadinya penularan P.
aeruginosa, yaitu:
- Pasien usia lanjut
- Terapi antibiotik dalam waktu 90 hari terakhir (3 bulan)
- Penggunaan peralatan medis tambahan, seperti :
Dialisis pada pasien kronis dalam 30 hari terakhir
Ventilasi mekanis
Kateter ( kateter intravena atau infus, kateter vena sentral, kateter
urin)
Luka Jahitan
- Penurunan sistem kekebalan tubuh akibat penyakit atau terapi
- Tingginya frekuensi resistensi antibiotik di rumah sakit maupun di
lingkungan luar rumah sakit
- Rawat inap jangka panjang
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen oportunistik yang paling
sering ditemui karena kemampuannya untuk berkolonisasi lebih mudah di rumah
sakit sehingga mempercepat terjadinya perkembangan resistensi. Peran
pencemaran lingkungan dalam transmisi infeksi nosokomial pada umumnya dan
Infeksi P. aeruginosa khususnya diakui dengan baik.
Berdasarkan studi lain, dilaporkan bahwa peran pencemaran lingkungan
melalui tangan dengan tingkat higienitas yang rendah juga dapat menjadi faktor
yang signifikan dalam transmisi patogen ini. Penggunaan air yang terkontaminasi
P. aeruginosa atau daerah yang basah yang bisa mempercepat pertumbuhan dari
bakteri P. aeruginosa dan mempengaruhi terhadap penularan infeksi kepada
pasien. Penularan silang terjadi melalui kontak langsung dari tangan (terutama
pada organ kulit yang rusak) dan sarung tangan yang digunakan oleh petugas

6
kesehatan profesional untuk pasien. Kolonisasi pada kulit atau kontaminasi pada
permukaan sarung tangan secara tidak langsung tejadi ketika petugas kesehatan
menyentuh pasien dan atau menyentuh berbagai permukaan benda.
2. Infeksi yang ditimbulkan
Pseudomonas aeruginosa merupakan penyebab utama nosokomial infeksi
di seluruh dunia. Infeksi yang disebabkan oleh P. aeruginosa sulit untuk dikontrol
karena adanya resistensi multidrug, yang membatasi pilihan terapi di pasien sakit
kritis dan lemah, terutama mereka di unit perawatan intensif. Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) menyatakan dari seluruh infeksi Pseudomonas
yang dilaporkan di seluruh dunia, hampir sebagian besar disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa. P. aeruginosa bertanggung jawab untuk 12-19% dari
seluruh infeksi gram-negatif. Jean-Paul Pirnay dkk. melaporkan bahwa kejadian
infeksi nosokomial yang disebabkan oleh patogen multiresisten adalah 441 pasien
dirawat. P. aeruginosa termasuk salah satu insiden tertinggi, terutama dalam
perawatan intensif unit (83%). Di Indonesia, P. aeruginosa merupakan salah satu
bakteri gram negatif yang menyebabkan infeksi nosokomial yaitu sebesar 19,5 %.
Penyakit yang timbul akibat infeksi bakteri tersebut adalah:
a. Infeksi luka bakar
Pseudomonas aeruginosa umumnya diisolasi dari luka korban tempur dari
Irak dan Afghanistan. Laporan yang sama selama perang di Vietnam mengangkat
kemungkinan kontaminasi lingkungan sebagai sumber potensial terjadinya
infeksi. Bakteri ini menjadi organisme yang paling umum terisolasi (32,5% kasus)
dari anggota militer yang menjadi korban pertempuran dengan fraktur tibialis
terbuka. Sebuah studi tahun 2003 di kapal Navy US menyatakan bahwa P.
aeruginosa juga merupakan penyebab umum dari infeksi pada pasien luka bakar
di rumah sakit, tetapi infeksi yang disebabkan sering lebih ringan bila
dibandingkan dengan organisme lain.
b. Infeksi saluran kemih
Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan infeksi saluran kemih yang
sering dihubungkan dengan penggunaan foley kateter. Infeksi ini lebih sering
terjadi di ruang perawatan daripada di ICU. Rahul Mittal dkk meneliti bahwa ISK
akibat P. aeruginosa berjumlah 40% dari seluruh ISK yang berada di rumah sakit.

7
c. Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)
Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) adalah salah satu manifestasi
klinis infeksi P. aeruginosa yang sering didapat di rumah sakit (34%-68%). P.
aeruginosa memiliki kemampuan untuk membentuk biofilm pada permukaan
tabung endotrakealse sehingga Pneumonia dapat menimbulkan ancaman bagi
pasien yang memerlukan ventilasi mekanis. Pseudomonas aeruginosa merupakan
salah satu agen yang paling penting yang menyebabkan VAP bersama-sama
dengan Acinetobacter Baumannii, Staphylococcus aureus dan
Enterobacteriaceae.
d. Penyakit lainnya
Terdapat sejumlah kecil laporan kasus endokarditis yang ditimbulkan oleh
P. aeruginosa. Pada mata, A. baumannii dapat menyebabkan keratitis,
endophthalmitis, perporasi kornea, hal ini dihubungkan dengan pengunaan lensa
kontak atau pasca operasi mata.
3. Resistensi pada Pseudomonas aeruginosa
Mekanisme resistensi untuk spesies A. baumanii mirip dengan spesies
Pseudomonas, meskipun bakteri tersebut belum dipelajari secara mendalam.
Mekanisme resistensi umumnya terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
a. Inaktivasi obat.
Mikroba menghasilkan gen pengkode enzim seperti -laktamase yang
merusak cincin -laktam agar antibiotik menjadi tidak aktif. Mekanisme yang
terjadi diawali dengan pemutusan ikatan C-N pada -laktam dan mengakibatkan
antibiotik tidak dapat berikatan dengan protein transpeptdase sehingga terjadi
kehilangan kemampuan untuk menginhibisi pembentukan dinding sel bakteri dan
menghancurkan agnen antibakteri sebelum dapat bekerja.
b. Mengurangi akses ke target bakteri.
Molekul antibiotik kecil dan polar dapat menembus masuk dan keluar sel
melalui lubang-lubang kecil yang disebut porin. Saluran Porin dan protein
membran luar berperan penting dalam pengangkutan agen antimikroba ke dalam
sel untuk mendapatkan akses ke target bakteri. Hilang atau berkurangnya ekspresi
porin dapat menyebabkan penurunan permeabilitas membran luar, bila porin
menghilang atau mengalami mutasi, maka masuknya antibiotik akan terhambat,

8
hal ini menyebabkan agen antibakteri tidak dapat bekerja. Selain itu, mikroba
dapat mengaktifkan pompa efluks untuk membuang keluar antibiotik yang ada di
dalam sel.
c. Mengubah target struktural atau fungsi selular.
Mekanisme ini terjadi melalui pembentukan Penicillin-Binding Proteins
(PBPs) lain yang sudah dimodifikasi, yaitu PBP2a yang mengakibatkan
penurunan afinitas antimikroba golongan -laktam. Suatu strain yang resisten
terhadap metisilin berarti akan resisten juga terhadap semua derivat penisilin,
sefalosporin dan karbapenem. Pembentukan PBP2a ini menyebabkan afinitas
terhadap penisilin menurun sehingga bakteri tidak dapat diinaktivasi.
4. Pilihan antibiotik
Timbulnya resistensi P. aeruginosa terhadap ampisilin dan gentamisin
memberikan masalah yang cukup besar dalam dunia kesehatan karena ampisilin,
gentamisin dan meropenem saat ini merupakan terapi lini pertama bagi pasien
yang terinfeksi P. aeruginosa di rumah sakit, hal ini menyebabkan infeksi P.
aeruginosa seringkali sulit untuk diobati. Yaman dkk melaporkan bahwa
meropenem adalah antibiotik yang paling efektif terhadap organisme gram negatif
(89%) diikuti oleh imipenem (87,2%) dan piperasilin / tazobactam. Tetapi,
peningkatan resistensi karbapenem termasuk meropenem menimbulkan fakta
bahwa penggunaan kembali antibiotik lama seperti polimiksin B dan colistin,
yang digunakan secara klinis di akhir 1950-an. Ayu dkk mengatakan bahwa
pseudomonas masih memiliki sensitivitas terhadap antibiotik siprofloksasin
generik dan paten.
5. Epidemiologi infeksi
Pseudomonas aeruginosa yang tahan terhadap hampir semua antibiotik
kini tersedia secara komersial di seluruh dunia. Biasanya, Pseudomonas
aeruginosa ditemukan pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif yang
menggunakan ventilator-associated pneumonia. P. aeruginosa "Panresistant"
dapat didefinisikan sebagai bakteri yang resisten terhadap semua antibiotik beta
-lactam dan kuinolon yang umumnya digunakan sebagai terapi empiris untuk
ventilator-associated pneumonia. P.aeruginosa juga dapat hidup lingkungan
rumah sakit. Berdasarkan penelitian epidemiologi molekuler yang dilakukan oleh

9
Paterson DL mengungkapkan bahwa hanya 1 atau 2 koloni P. aeruginosa yang
menyebabkan infeksi di unit perawatan intensif. Namun, P. aeruginosa
panresistant juga dapat dipilih untuk penggunaan antibiotik. Mengingat kurangnya
pilihan antibiotik untuk mengobati infeksi strain panresistant, maka perlu adanya
pengawasan pada unit khusus, kelembagaan, dan tingkat nasional.
6. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan dari tinjauan pustaka di atas, maka dapat dibuat kerangka
pemikiran sebagai berikut:

Pseudomonas aeruginosa

P.aeruginosa sensitif antibiotik P.aeruginosa Multidrug resistant

Pola Distribusi Distribusi


resistensi berdasarkan berdasarkan
\ jenis spesimen ruang
perawatan

Pola Distribusi Distribusi


resistensi berdasarkan berdasarkan
F. METODE PENELITIANruang
jenis spesimen
perawatan pada penelitian ini adalah deskriptif
Desain penelitian yang digunakan
retrospektif untuk mengetahui gambaran infeksi dan pola resistensi Pseudomonas
aeruginosa terhadap Multidrug resistant yang diisolasi pada pasien yang dirawat
di seluruh ruang rawat inap RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun 2014-
2015.
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik Bagian
Mikrobiologi RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau pada bulan Mei hingga
Oktober 2016.

10
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data hasil kultur bakteri dan
uji resistensi antibiotik yang positif Pseudomonas aeruginosa dari pasien yang
dirawat diseluruh ruang rawat inap di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
periode 1 Januari 2014 31 Desember 2015. Metode yang digunakan untuk besar
sampel pada penelitian adalah metode total sampling.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah data sekunder pasien infeksi
Pseudomonas aeruginosa yang mempunyai hasil kultur dan uji resistensi di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau yang tercatat pada status rekam medik.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah data sekunder pasien infeksi
selain oleh Pseudomonas aeruginosa di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
yang tercatat pada status rekam medik.
Pengumpulan data dimulai dari melihat data pemeriksaan kultur bakteri
dan uji resistensi antibiotik yang ada di buku besar (buku register) dari tanggal 01
Januari 2014 - 31 Desember 2015. Selanjutnya mengambil semua data (hardcopy)
hasil kultur bakteri dan uji resistensi antibiotik yang positif Pseudomonas
aeruginosa dalam alat Vitek sesuai yang tercantum dalam buku besar.
Setelah seluruh data hasil kultur bakteri dan uji resistensi antibiotik yang
Pseudomonas aeruginosa telah lengkap dan terkumpul, maka dilakukan
pengolahan data dengan cara memasukkan data yang ada ke dalam software
WHONET 5,6. Data yang akan diolah adalah berdasarkan: jenis spesimen dan
ruang perawatan. Penyajian data dilakukan secara deskriptif menggunakan tabel
distribusi frekuensi untuk digunakan dalam mengambil kesimpulan.
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat lolos kaji etik oleh unit etik
penelitian kedokteran/kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Roadmap penelitian dapat dilihat dibawah ini :

Observasi data hasil pemeriksaan kultur bakteri dan uji resistensi


antibiotik yang ada di buku besar (buku register) dari tanggal 01
Januari 2014 - 31 Desember 2015

Mengambil hardcopy hasil kultur bakteri dan uji


resistensi antibiotik yang positif Pseudomonas
aeruginosa dalam alat Vitek sesuai yang tercantum
dalam buku besar
11
Melakukan crosscheck data pasien pada buku
besar dan alat Vitek

Mengolah data dengan cara memasukkan


data yang ada kedalam software
WHONET 5.6

Penyajian data menggunakan


tabel distribusi frekuensi

G. DAFTAR PUSTAKA
1. AA ES, ME Akinnusi, JP Wiener-Kronish, SV Lynch, LA Pineda KS.
Persistent infection with Pseudomonas aeruginosa in ventilator-associated
pneumonia. 2008:178(5):513-519.
2. Al GR et. Most Commonly Reported (%) Bacterial Isolates Associated with
Nosocomial Infection: ICU Surveillance, NNIS System 2003. 2005:848-
854.

3. Al KP et. Trauma-related infections in battlefield casualties from Iraq.


2007:245(5):803-811.

12
4. Aloush Valerie, Venezia Navon, Yardena SSI, Cabili Shaltiel CY.
Multidrug-Resistant Pseudomonas aeruginosa: Risk Factors and Clinical
Impact. 2006;50:43-48.
5. Al YA et. Investigation of the antibiotic susceptibility patterns of pathogens
causing nosocomial infections. 2004:25: 1403-1409.
6. Bergey D H HJG. Bergeys Manual of Determinative Bacteriology. 9th ed.
Baltimore; 1994.
7. Boucher HW, Talbot GH, Bradley JS et al. Bad bugs, no drugs: no
ESKAPE! An update from the Infectious Diseases Society of America.
2009:48:1-12.
8. Brooks GF, Butel JS MS. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba
Medika; 2005.
9. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Overview of drug-
resistant Acinetobacter infections in healthcare settings. [internet].
10. CW Eifrig, IU Scott, Jr Flynn HW DM. Endophthalmitis caused by
Pseudomonas aeruginosa. 2003:110(9):1714-1717.
11. EN Johnson, TC Burns, RA Hayda, DR Hospenthal CM. Infectious
complications of open type III tibial fractures among combat casualties.
2007:45(4):409-415.
12. Falagas ME KS. Colistin: the revival of polymyxins for the management of
multidrug-resistant Gram-negative bacterial infections. 2005:40:1333-1341.
13. Focaccia R, Gomes Da Conceicao OJ. Pneumonia Hospitalar. Rev Bras
Med. 2005;51(SPEC. ISS.):95-98. doi:10.1164/rccm.200405-644ST.
14. G. Ducel, J. Fabry LN. Prevention of hospital-acquired infections. World
Heal Organ. 2002:1-64. doi:WHO/CDS/CSR/EPH/2002.12.
15. Hazlett L. Corneal response to Pseudomonas aeruginosa infection.
2004:23(1):1-30.
16. Jacquelyn C. pseudomonas-infections. 2013.
http://www.healthline.com/health/pseudomonas-infections#Treatment6.
17. Jawetz, Melnick & A. Mikrobiologi Kedokteran. 23rd ed. Jakarta: EGC;
2007.
18. J Barshay, A Nemets, A Ducach Gl. Pseudomonas aeruginosa endocarditis

13
in acute myeloid leukemia: a rare complication. Int J Biomed Sci.
2008;4(4):330-332. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23675106.
19. KA Davis, KA Moran, CK McAllister PG. Multidrug-resistant
Acinetobacter extremity infections in soldiers. 2005:11(8):1218-1224.
20. Kramer, A., Schwebke, I., & Kampf G. How Long Do Nosocomial
Pathogens Persist on Inanimate Surfaces? A Systematic Review. 6th ed.
BMC Infectious Diseases; 2006.
21. LaBauve AE, Wargo MJ. Growth and laboratory maintenance of
Pseudomonas aeruginosa. Curr Protoc Microbiol. 2012;(SUPPL.25).
doi:10.1002/9780471729259.mc06e01s25.
22. Langaee Y Taimour, Gagnon Luc AH. Inactivation of the ampD Gene
inPseudomonas aeruginosa Leads to Moderate-Basal-Level and
Hyperinducible AmpC -Lactamase Expression. Antrimicribial Agents
Chemother. 2016;44:583-589.
23. LB R. Challenges in identifying new antimicrobial agents effective for
treating infections with Acinetobacter baumannii and Pseudomonas
aeruginosa. 2006:43(Suppl 2):100-105.
24. L1 Ghibu , E Miftode, A Teodor , C Bejan CD. Risk factors for
Pseudomonas aeruginosa infections, resistant to carbapenem.
2010:114(4):1012-1016.
25. Lorente C, Del Castillo Y RJ. Prevention of infection in the intensive care
unit: current advances and opportunities for the future. 2002:8:461-464.
26. ME A. MacConkey Agar Plates. Pseudomonas aeruginosa. American
Society for Microbiology (ASM) [internet].
27. Mehta Y, Gupta A, Todi S, Myatra SN, Samaddar DP. Guidelines for
prevention of hospital acquired infections. 2014;(C):149-163.
doi:10.4103/0972-5229.128705.
28. Meletis Georgios BM. Pseudomonas aeruginosa: Multi-Drug-Resistance
Development and Treatment Options. 2013.
29. Mittal Rahul, Aggarwal Sudhir, Saroj Sharma, Sanjay Chhibber KH.
Urinary tract infections caused by Pseudomonas aeruginosa: A minireview.
2009;2(3):101-111. http://dx.doi.org/10.1016/j.jiph.2009.08.003.

14
30. Moehario LH, Hartono TS, Wardoyo EH, Tjoa E. Trend of antibiotics
susceptibility of multidrugs resistance Pseudomonas aeruginosa in Jakarta
and surrounding areas from 2004 to 2010. African J Microbiol Res Vol.
2012;6(9):2222-2229. doi:10.5897/AJMR11.1576.
31. Naidu K, Nabose I, Ram S, Viney K, Graham SM, Bissell K. A descriptive
study of nosocomial infections in an adult intensive care unit in fiji: 2011-
12. J Trop Med. 2014;2014:1-5. doi:10.1155/2014/545160.
32. Paten G. Artikel Penelitian Perbedaan Sensitivitas Kuman Pseudomonas
Aeruginosa Penyebab Infeksi Nosokomial Terhadap Beberapa Antibiotika.
2014;3(June 2013):327-331.
33. Paterson D. The epidemiological profile of infections with multidrug-
resistant Pseudomonas aeruginosa and Acinetobacter species. 2006:2:S43-
S48.
34. Patricia Shields CL. Oxidase Test Protocol. 2013.
35. Pirnay JP, De Vos D, Cochez C, et al. Molecular epidemiology of
Pseudomonas aeruginosa colonization in a burn unit: Persistence of a
multidrug-resistant clone and a silver sulfadiazine-resistant clone. J Clin
Microbiol. 2003;41(3):1192-1202. doi:10.1128/JCM.41.3.1192-1202.2003.
36. Shin DH, Choi YS CY. Unusual Properties of Catalase A (KatA) of
Pseudomonas Aeruginosa PA14 Are Associated with Its Biofilm Peroxide
Resistance. 190(8) ed. J Bacteriol; 2007.
37. Siegel RE. Emerging gram-negative antibiotic resistance: daunting
challenges, declining sensitivities, and dire consequences. Respir Care.
2008;53(4):471-479.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18364060\nhttp://rc.rcjournal.com/co
ntent/53/4/471.full.pdf.
38. Suriani S. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Laju pertumbuhan Lima Isolat
Bakteri Anggota Genus Pseudomonas yang diisolasi dari Ekosistem Sungai
Tercemar Deterjen di sekitar Kampus Universitas Brawijaya Effect of
temperature and pH on the growth rate of Five Bacterial I. 2013;3(2):58-62.
39. Wellinghausen N, Kthe J, Wirths B, Sigge A, Poppert S. Superiority of
molecular techniques for identification of gram-negative, oxidase-positive

15
rods, including morphologically nontypical Pseudomonas aeruginosa, from
patients with cystic fibrosis. J Clin Microbiol. 2005;43(8):4070-4075.
doi:10.1128/JCM.43.8.4070-4075.2005.
40. Wong V, Levi K, Baddal B, Turton J, Boswell TC. Spread of Pseudomonas
fluorescens due to contaminated drinking water in a bone marrow
transplant unit. J Clin Microbiol. 2011;49(6):2093-2096.
doi:10.1128/JCM.02559-10.
41. YQ1 Wu, HW Shan, XY Zhao XY. [Nosocomial infection caused by
Pseudomonas aeruginosa in intensive care unit]. 2011:23(2):88-90.

H. JADWAL PELAKSANAAN
Agus Septem Okto
Mei Juni Juli
Jenis Kegiatan tus ber ber
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan proposal
Pengurusan izin
penelitian
Observasi data hasil
pemeriksaan kultur
dan uji resitensi
Mengambil
hardcopy
pemeriksaan dari
Vitek
Cross check data
Pengolahan data

16
Penyajian data
Penyusunan laporan
penelitian
Sosialisasi hasil
penelitian di RSUD
Arifin Achmad
Penyusunan artikel
ilmiah

I. RENCANA BIAYA
Harga Satuan
No Nama Barang Satuan Qty Total (Rp)
(Rp)
Fotokopi proposal dan 2 100.0
1 Exp 5
penjilidan 0.000 00
Fotokopi laporan dan 3 280.0
2 Exp 8
penjilidan 5.000 00
30 300.0
3 Canon Colour Ink Cartridge Unit 1
0.000 00
28 1.400.
4 Canon Black Ink Cartridege Unit 5
0.000 000
3 304.0
5 Kertas A4 70 gram Rim 8
8.000 00
50 500.0
6 Izin Penelitian lembar 1
0.000 00
Konsumsi peneliti 1 4.320.00
11 orang 270
(3org x 90hari) 6.000 0
Transportasi peneliti
orang 9 300.000 2.700.000
(3org x 3 bulan)
48 96.00
14 Bolpoin lusin 2
.000 0
10.000.00
TOTAL 0
Terbilang: sepuluh juta rupiah

17
18

Anda mungkin juga menyukai