Anda di halaman 1dari 16

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI RIAU DALAM PERLINDUNGAN DAN


PENINGKATAN KONDISI LINGKUNGAN PESISIR, LAUT DAN SUNGAI
H. Kasiarudin, Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau *)

I.

Konsep dan Tipe Ekosistem Terkait Pesisir, Pantai dan Sungai


Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Pengertian
ekosistem menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling memengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas dan produktifitas lingkungan hidup.
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang
melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga
aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus
materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua
energi yang ada.
Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama
dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan
lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk
keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme,
khususnya mikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan
suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan". Hal ini
mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat
terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya.
Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem
ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan
fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut,
inilah yang disebut dengan hukum toleransi. Misalnya: Panda memiliki toleransi
yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap
makanannya, yaitu bambu. Dengan demikian, panda dapat hidup di ekosistem
dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai
sumber makanannya. Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia dapat
memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir,
mengembangkan teknologi dan memanipulasi alam.
1 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

a. Ekosistem air laut.


Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi
dengan ion CI- mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya
tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25 C. Perbedaan
suhu bagian atas dan bawah tinggi, sehingga terdapat batas antara lapisan air
yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah yang disebut
daerah termoklin.
b. Ekosistem estuari.
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari
sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawagaram.
Ekosistem estuari memiliki produktivitas yang tinggi dan kaya akan nutrisi.
Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa
garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai
cacing, kerang, kepiting, dan ikan.
c. Ekosistem pantai.
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di
gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap
hempasan gelombang dan angin. Tumbuhan yang hidup di ekosistem ini
menjalar dan berdaun tebal.
d. Ekosistem sungai.
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin
dan jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan
gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi
sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Ekosistem sungai dihuni oleh hewan
seperti ikan kucing, gurame, kura-kura, ular, buaya, dan lumba-lumba.
e. Ekosistem terumbu karang.
Ekosistem ini terdiri dari coral yang berada dekat pantai. Efisiensi ekosistem
ini sangat tinggi. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme
mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan
ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut,
ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora. Kehadiran
terumbu karang di dekat pantai membuat pantai memiliki pasir putih.
f. Ekosistem lamun.
2 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

Lamun atau seagrass adalah satu satunya kelompok tumbuh-tumbuhan


berbunga yang hidup di lingkungan laut. Tumbuhtumbuhan ini hidup di habitat
perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya rumput di darat, mereka
mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkaitangkai yang merayap yang
efektif untuk berbiak. Berbeda dengan tumbuhtumbuhan laut lainnya (alga dan
rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Mereka juga
mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zatzat
hara. Sebagai sumber daya hayati, lamun banyak dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan.
II. Gambaran Wilayah Pesisir dan Daerah Aliran Sungai di Riau
A. Wilayah Pesisir
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang dimaksud dengan wilayah pesisir
adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut.
Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem yang memiliki potensi
sumberdaya yang besar dan bermanfaat dalam memberikan sumbangan bagi
peningkatan taraf hidup masyarakat dan devisa negara. Aktivitas perekonomian
yang dilakukan di kawasan pesisir diantaranya adalah kegiatan perikanan
(tangkap dan budidaya), industri dan pariwisata. Selain itu, kawasan pesisir
dapat juga digunakan sebagai tempat membuang limbah dari berbagai aktivitas
manusia.
Data BPS tahun 2011 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar
8.090 desa pesisir yang tersebar di 300 kabupaten/kota pesisir. Dari 234,2 juta
jiwa penduduk Indonesia, ada 67,87 juta jiwa yang bekerja di sektor informal, dan
sekitar 30% diantaranya adalah nelayan. Permasalahan yang berkaitan dengan
ekosistem pesisir dan laut adalah kerusakan fisik lingkungan pesisir, termasuk
ekosistem, sumberdaya ikan, pencemaran, sedimentasi dan alihfungsi untuk
kepentingan industri, tambak dan lain-lain; Masalah sosial ekonomi, diantaranya
kemiskinan, kelembagaan, konflik pemanfaatan lahan, kesenjangan sosial dan
ketidakpastian hukum. Ekosistem alami yang penting dan rawan kerusakan di
wilayah pesisir adalah terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Dampak
yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut antara lain kerusakan ekosistem
pesisir dan laut (mangrove, terumbu karang, dan lamun), hilangnya habitat biota
3 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

pantai dan laut, abrasi, penurunan kualitas air laut dan peningkatan kekeruhan
air laut akibat maraknya penambangan pasir laut.
Luas keseluruhan Provinsi Riau adalah 107.932,71 km 2 yang terdiri atas
wilayah daratan sebesar 80.11% (89.150,16 km2) dan wilayah perairan sebesar
19,89% (18.782,55 km2). Hasil identifikasi kerusakan kondisi eksisting kerusakan
pesisir dalam SLHD Riau 2011 (BLH Provinsi Riau, 2011) menunjukkan bahwa
luas tutupan mangrove pada tahun 2003 adalah sekitar 188.684,6769 hektar.
Pada tahun 2010, luas tutupan mangrove tinggal 175,295.2659 hektar.
Dengan begitu, dalam waktu tujuh tahun (2003-2010) terjadi pengurangan
luas tutupan mangrove sebesar 13.389,411 hektar atau sekitar 1912 hektar per
tahunnya. Dibandingkan dengan hutan mangrove sekunder yang berkurang
sekitar 2.627,371 hektar, luasan hutan mangrove primer yang berubah jauh lebih
besar atau sekitar 10.762,039 hektar sebagaimana tersaji pada tabel berikut ini :
Tabel 1: Pengurangan Luas Tutupan Mangrove di Riau 2003-2010
Pengurangan luas tutupan
Luas (Ha)
Pengurangan hutan mangrove primer
10.762,039
Pengurangan hutan mangrove sekunder
2.627,371
Jumlah
13.389,411
Sumber : BLH Provinsi Riau, 2010
Hal ini mengindikasikan telah terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap
hutan mangrove di Riau. Dalam perspektif pengendalian dampak perubahan
iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) di Provinsi Riau,
kerusakan wilayah pesisir Riau yang umumnya berada di Bengkalis, Rokan Hilir,
Dumai, Indragiri Hilir, Siak, Pelalawan dan Kepulauan Meranti perlu mendapatkan
perhatian serius dari berbagai pihak. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang
sangat rentan dengan kenaikan air laut (sea level rise) akibat perubahan iklim.
Kenaikan air laut akan mengurangi wilayah pesisir dan pada gilirannya akan
berdampak terhadap kelangsungan hidup manusia.
Berdasarkan kajian BLH Riau dan IPB pada tahun 2012, emisi GRK
Provinsi Riau pada tahun baseline 2010 adalah sebesar 0.27CO2-e, dengan
kontribusi terbesar dari sektor kehutanan (56%) dan limbah (37%). Sejalan
dengan tingginya alih fungsi lahan dan hutan (termasuk mangrove) serta sering
terjadinya kebakaran hutan dan lahan, maka Riau menjadi salah satu provinsi
penyumbang gas CO2 terbesar di Indonesia. Dampak perubahan iklim meskipun
terjadi secara perlahan dan dalam waktu yang cukup panjang, sudah dirasakan
masyarakat saat ini. Menurut data Bappenas, selama abad 20, Indonesia
mengalami peningkatan suhu rata-rata udara permukaan tanah 0,5 C. Kajian
4 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

Universitas Riau (2007) mengindikasikan adanya peningkatan suhu rata-rata


1,4 C dalam rentang waktu 14 tahun (1991-2005) di kota Pekanbaru, dengan
suhu tertinggi rata-rata mencapai 34 C pada periode Januari-Mei 2009 (BMG
Pekanbaru, 2009). Dengan merujuk pada hasil-hasil kajian ini dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa sudah ada indikasi atau gejala perubahan iklim di Provinsi
Riau.
Grafik 1 : Peningkatan suhu rata-rata di Pekanbaru

Sumber : BMKG Pekanbaru

B. Daerah Aliran Sungai


Daerah aliran sungai di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
Tentang Sumber Daya Air diartikan sebagai suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
Provinsi Riau memiliki 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS) utama
yaitu DAS Kampar, Rokan, Indragiri dan DAS Siak. Umumnya DAS di Riau
mengalami ancaman pencemaran/kerusakan lingkungan yang sangat serius.
Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi Riau 2011 (BLH
Provinsi Riau, 2011), umumnya, sungai-sungai besar di Provinsi Riau seperti
Sungai Kampar, Sungai Siak, Sungai Rokan dan Sungai Indragiri telah
mengalami pencemaran akibat terlampauinya baku mutu lingkungan hidup oleh
beberapa parameter pencemaran air. Dengan merujuk pada hasil olahan data
Program Menuju Indonesia Hijau (MIH) KLH RI dalam Status Lingkungan Hidup
Indonesia 2010 dalam SLHD Provinsi Riau 2011 (BLH Provinsi Riau, 2011),
diketahui bahwa pada periode 2000-2009, tutupan hutan di DAS Prioritas
5 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

Kampar dan Siak mengalami penurunan sedangkan sebaliknya luasan


pemukiman mengalami peningkatan.
Salah satu aktifitas yang mencemari lingkungan adalah Penambangan
Emas Tanpa Ijin (PETI) terutama di DAS Indragiri, Kampar dan Kuantan.
Dampak negatif dari PETI yang perlu diwaspadai adalah pencemaran sungai dan
wilayah
sekitarnya
akibat
penggunaan
merkuri
dalam
proses
penambangan/pengolahan emas. Mungkin kita perlu belajar dari Tragedi
Minamata di Jepang pada tahun 1950an. Minamata merupakan nama sebuah
teluk di Jepang yang pernah mengalami pencemaran limbah logam berat
(merkuri) yang dibuang oleh perusahaan ke lingkungan. Akibatnya masyarakat di
wilayah tersebut mengalami berbagai gangguan penyakit syaraf.
Permasalahan pencemaran lingkungan juga mulai terjadi di DAS Siak dan
DAS Rokan baik oleh limbah domestik maupun limbah industri/pabrik. Terkait
dengan kerusakan lingkungan, sebagian daerah aliran sungai di Riau mulai
terancam daya dukung dan daya tampungnya akibat alih fungsi sempadan
sungai untuk kebun sawit, perladangan, pemukiman dan aktifitas lainnya.
Padahal, menurut Pasal 52, ayat (2), huruf b, Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2008, sempadan sungai merupakan kawasan perlindungan setempat.
Oleh karena itu, sempadan sungai harus tetap hijau atau berhutan karena
umumnya areal ini memiliki nilai konservasi yang tinggi (high-conservation value
area) dan juga berperan sebagai ruang terbuka hijau (green open space).
Kondisi-kondisi ini akhirnya memunculkan pertanyaan yaitu kebijakan apa
yang mesti dilakukan dalam upaya perlindungan dan peningkatan kondisi
lingkungan pesisir, laut dan pantai serta Daerah Aliran Sungai di Provinsi Riau?

III.

Strategi Pengendalian Pencemaran/Kerusakan Kawasan Pesisir dan DAS


Untuk melakukan upaya pengendalian pencemaran/kerusakan kawasan
pesisir dan daerah aliran sungai di Riau, BLH Provinsi Riau terlebih dahulu
merumuskan visi dan misi di dalam suatu rencana strategis. Visi Lingkungan
Hidup Provinsi Riau adalah Terwujudnya Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
6 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

melalui Pengelolaan Lingkungan Hidup. Untuk mencapai visi ini maka misi atau
tugas yang harus dilaksanakan adalah :
1. Meningkatkan kualitas lingkungan dan perlindungan lingkungan ;
2. Mewujudkan pengelolaan informasi lingkungan hidup yang berkualitas ;
3. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya perlindungan dan
konservasi sumber daya alam ;
4. Mewujudkan pengendalian kebakaran hutan dan lahan secara terpadu dan
efektif dalam rangka mengendalikan perubahan iklim.
Kemudian, hal lain yang lain yang juga menjadi acuan pengendalian
pencemaran/kerusakan kawasas pesisir dan daerah aliran sungai adalah
Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang lingkungan hidup. Berdasarkan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 19 Tahun 2008 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota, pemerintah provinsi wajib menyelenggarakan
pelayanan di bidang lingkungan hidup yang terdiri dari:
1. Pelayanan informasi status mutu air
2. Pelayanan informasi status mutu udara ambien atau udara bebas
3. Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan
pencemaran/perusakan lingkungan hidup.
Dengan mengacu pada Rencana Strategis dan Standar Pelayanan
Minimum (SPM) BLH Provinsi Riau periode 2009-2013, upaya-upaya
pengendalian pencemaran/kerusakan pesisir, laut dan daerah aliran sungai yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
A. Upaya-upaya pengendalian pencemaran/kerusakan wilayah pesisir
Sosialisasi/penyuluhan pada masyarakat pesisir mengenai upaya
pencegahan abrasi/kerusakan pantai;
Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian kerusakan pesisir dan
pembentukan serta pembinaan kelompok masyarakat pesisir;
Pelatihan pembibitan mangrove dan gerakan penanaman mangrove di
lokasi-lokasi yang mengalami kerusakan; Di bawah ini beberapa kegiatan
BLH Provinsi Riau dalam rangka pengendalian pencemaran/kerusakan
kawasan pesisir:

7 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

Tabel 2 : Lokasi sosialisasi dan pelatihan pembibitan mangrove


No

Jenis Kegiatan

Desa/Kelurahan

Kab/Kota

Sosialisasi dan pelatihan


pembibitan mangrove
(2009)

Tl Makmur
Guntung
Sei Bakau
Sinaboi

Dumai
Dumai
Rokan Hilir
Rokan Hilir

Sosialisasi dan pelatihan


pembibitan mangrove
(2010)

Guntung
Bunsur
Parit Api-api
Bantar
Tj Melayu
Raja Berjamu
Petodaan

Dumai
Siak
Bengkalis
Kepulauan Meranti
Inhil
Rohil
Pelalawan

Sosialisasi dan pelatihan


pembibitan mangrove
(2011)

Guntung
Bunsur
Parit Api-api,
Anak Setatah
Tj. Melayu,
Penghulu
Bejamu
Petodaan

Dumai
Siak
Bengkalis
Kepulauan Meranti
Indragiri Hilir
Rokan Hilir
Pelalawan

Raja

Sumber : BLH Provinsi Riau


1. Melakukan monitoring dan koordinasi pengelolaan kawasan pesisir
terpadu;
2. Melakukan kajian identifikasi eksisting kerusakan kawasan pesisir.
3. Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Riau yang
menyediakan berbagai informasi kondisi lingkungan di Riau termasuk
kawasan pesisir.
4. Mendorong munculnya/berkembangnya kearifan lokal (local wisdom)
dalam melestarikan hutan mangrove/pesisir melalui pembinaan dan
pemberian penghargaan lingkungan hidup bagi individu/kelompok yang
berjasa dalam pelestarian mangrove. Berdasarkan Pasal 1, UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku
dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan
mengelola lingkungan hidup secara lestari. Berikut ini adalah nama-nama
individu/kelompok yang berjasa di Riau dalam melestarikan mangrove;
8 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

Penghargaan lingkungan hidup KALPATARU dari Presiden RI


1. Kelompok Tani Mekar Sari di Desa Bantan Air, Bengkalis (menerima
penghargaan pada tahun 1999 dengan kategori penyelamat
lingkungan dalam bentuk penyelamatan ekosistem mangrove).
2. Abbas H. Usman di Desa Sungai Asam, Indragiri Hilir (menerima
penghargaan pada tahun 2008 dengan kategori perintis lingkungan).
3. Defitri Akbar/LSM Bahtera Melayu di Bantan, Bengkalis (menerima
penghargaan pada tahun 2008 dengan kategori penyelamat
lingkungan dalam bentuk penyelamatan ekosistem mangrove).
Penghargaan lingkungan hidup SETIA LESTARI BUMI dari Gubernur
Riau:
1. Darwis Saleh/LSM Pencinta Alam Bahari, Dumai (menerima
penghargaan pada tahun 2009 dengan kategori penyelamat
lingkungan dalam bentuk penyelamatan ekosistem mangrove, Bandar
Bakau Dumai).
2. Kadarsiono/LSM Tegas, di Desa Anak Setatah, Kepulauan Meranti
(menerima penghargaan pada tahun 2011 dengan kategori
penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan ekosistem
mangrove).
3. Herman Yahya/Desa Sungai Alam, Bengkalis (menerima penghargaan
pada tahun 2012 dengan kategori penyelamat lingkungan dalam
bentuk penyelamatan ekosistem mangrove).

B. Upaya pengendalian pencemaran/kerusakan lingkungan DAS


Pemantauan kualitas air sungai (Sungai Siak, Indragiri, Rokan dan
Sungai Kampar). Pemantauan ini dilakukan dalam rangka pemenuhan
SPM lingkungan hidup untuk layanan informasi status mutu air.
Pengawasan ketaatan pelaku usaha/bisnis dalam pelaksanaan
AMDAL/UKL-UPL, pengelolaan limbah cair, pengelolaan emisi udara
dan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) melalui
Program Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan Perusahaan
(PROPER).
Sosialisasi konsep 3 R (Reduce-Reuse-Recycle) atau konsep kurangigunakan kembali-daur ulang sampah khususnya sampah plastik pada
9 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

tahun 2013.
Kegiatan ini diharapkan dapat mengubah perilaku
masyarakat dalam pengelolaan sampah yang semula perilakunya
membuang sampah sembarangan menjadi perilaku positif yaitu
memanfaatkan sampah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi
(mendaur ulang plastik bekas menjadi tas plastik dan sebagainya). Hal
ini diharapkan berdampak positif terhadap berkurangnya sampah plastik
yang dibuang ke anak sungai atau sungai.
Pembinaan konservasi keanekaragamanhayati bagi perusahaan
perkebunan kelapa sawit. Melalui pembinaan ini diharapkan akan
tumbuh kesadaran dunia usaha untuk melindungi areal sempadan
sungai, sekitar mata air dan kubah gambut.
Penyusunan Master Plan Pengelolaan Ekosistem Gambut oleh KLH
RI (bekerjasama dengan BLH Riau pada tahun 2009). Luas Kawasan
Hidrologis Gambut Riau (KLH RI, 2009) adalah 5,7 juta hektar yang
terdiri atas;
a. Kawasan Lindung Kubah Gambut (1.692.985 hektar). Sekitar
200.191 hektar diantaranya memiliki tutupan pohon yang rusak.
b. Kawasan Budidaya Gambut (4.026598 hektar). Sekitar 1.313.524
hektar diantaranya memiliki tutupan pohon yang sudah rusak.
Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan yang mengacu pada
master plan pengelolaan ekosistem gambut Riau diharapkan akan
memberikan kontribusi positif baik langsung maupun tidak langsung
terhadap kelestarian sumber daya air di Riau karena gambut memiliki
kemampuan yang baik sebagai penyimpan air (water reservoir) dan
daerah tangkapan air (catchment area).
Sosialisasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di
11 kabupaten/kota pada tahun 2012. KLHS merupakan instrumen
penting yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 14,
huruf a) untuk mencegah pencemaran/kerusakan lingkungan hidup.
Melalui sosialisasi ini, diharapkan seluruh penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang/Menengah (RPJP/RPJMD) pemerintah kabupaten/kota dapat
mengacu pada KLHS sehingga pencemaran/kerusakan lingkungan
yang timbul akibat pemanfaatan ruang yang tidak ramah lingkungan
dapat diminimalkan.

10 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

Ikut mendorong terwujudnya pengelolaan Cagar Biosfer Giam Siak


Kecil Bukit Batu agar kelestarian ekosistem sungai, tasik dan hutan
rawa gambut yang ada di cagar biosfer dapat terjaga dengan baik.
Sejauh ini, BLH Provinsi Riau telah melakukan pembinaan konservasi
keanekaragamanhayati di Desa Temiang (2011) dan Desa Sepahat
(2012), Bengkalis.
Mendorong munculnya/berkembangnya kearifan lokal (local wisdom)
dalam melestarikan lingkungan melalui pembinaan dan pemberian
penghargaan lingkungan hidup bagi individu/kelompok yang berjasa
dalam pelestarian sungai dan sumber mata air. Berikut beberapa namanama individu/kelompok yang berjasa dalam pelestarian pelestarian
sungai dan hutan;

Penghargaan lingkungan hidup KALPATARU dari Presiden RI


1. Masriadi-Yayasan Pelopor/Masyarakat Adat Rumbio di Kenagarian
Rumbio, Kampar (menerima penghargaan pada tahun 2011 dengan
kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan Hutan
Larangan Adat Rumbio). Atas jasanya, kelestarian hutan adat ini
berdampak positif terhadap kelestarian anak sungai dan sumber mata
air di sekitar hutan tersebut.
Penghargaan lingkungan hidup SETIA LESTARI BUMI dari Gubernur Riau
1. Basri/Lembaga Adat Pangkalan Indarung, di Desa Pangkalan Indarung,
Kuantan Singingi (menerima penghargaan pada tahun 2010 dengan
kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan lubuk
larangan). Lubuk larangan merupakan upaya masyarakat untuk
melakukan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan berbagai jenis
ikan lokal dengan berbasis kearifan lokal.
2. M. Syafri/Masyarakat Adat Dusun Ingu, Rokan Hulu. (menerima
penghargaan pada tahun 2011 dengan kategori penyelamat lingkungan
dalam bentuk penyelamatan lubuk larangan).
3. Lembaga Adat Teratak Air Hitam, di Desa Teratak Air Hitam, Kuantan
Singingi (menerima penghargaan pada tahun 2012 dengan kategori
penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan Hutan Adat Teratak
Air Hitam). Atas jasanya, kelestarian hutan adat ini berdampak positif
terhadap kelestarian anak sungai yang menjadi sumber mata air bagi
masyarakat sekitar hutan tersebut.
11 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

IV.

ARAH KEBIJAKAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DIMASA MENDATANG


Upaya-upaya yang dilakukan tersebut memang dirasakan belum optimal
sepenuhnya sehingga berbagai permasalahan pencemaran/kerusakan
lingkungan yang mengancam kelestarian kawasan pesisir dan daerah aliran
sungai di Provinsi Riau masih terjadi. Hal ini terjadi karena adanya kelemahan
dalam hal kapasitas dan jumlah sumber daya manusia BLH Provinsi Riau,
anggaran yang belum memadai dibidang lingkungan hidup dan masih lemahnya
kesadaran, kepedulian dan komitmen sebagian stakeholder dalam pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan strategi
pengendalian pencemaran/kerusakan lingkungan, arah kebijakan dibidang
lingkungan hidup di masa yang akan datang yang perlu dilakukan adalah ;
1. Meningkatkan dan memperkuat upaya pengendalian pencemaran/kerusakan
yang sudah ada.
2. Meningkatkan dan memperkuat kesadaran, kepedulian dan komitmen serta
kemitraan/kerjasama para stakeholder (pemerintah, masyarakat, dunia
usaha, universitas, tokoh masyarakat, NGO) dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
3. Melindungi, mengembangkan kearifan lokal (local wisdom) yang sudah ada
dan mendorong munculnya kearifan lokal baru melalui;
a. Pembuatan regulasi daerah tentang tata cara pengakuan keberadaan,
kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat terkait perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
b. Inventarisasi keberadaan, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat
terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
c. Pemberdayaan/pembinaan masyarakat hukum adat/kader lingkungan.
4. Mendorong terwujudnya Program Kampung Iklim (PROKLIM) yang
berbasis kemandirian masyarakat khususnya di desa-desa pesisir di Provinsi
Riau termasuk pada desa-desa pesisir pada Cagar Biosfer Giam Siak Kecil
Bukit Batu. Proklim adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong masyarakat untuk
melakukan peningkatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan
iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca serta memberikan penghargaan
terhadap upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah
dilaksanakan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayahnya.
5. Mendorong terlaksananya Program Coorporate Social Responsibility
(CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dibidang lingkungan hidup
12 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

misalnya pembangunan taman keanekaragamanhayati di luar kawasan hutan


guna menambah luasan ruang terbuka hijau, pendidikan lingkungan hidup,
perubahan iklim dan sebagainya.
6. Melakukan Kajian Kerentanan dan Adaptasi terhadap Dampak
Perubahan Iklim (KRAPI) pada kawasan pesisir Riau. Melalui kajian
kerentanan ini akan diketahui sebaran desa-desa pesisir yang sangat rentan
terhadap kenaikan permukaan air laut dan upaya adaptasi (penyesuaian diri)
yang dapat dilakukan.

13 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

REFERENSI
Hasil Kajian/Laporan
1. KLH RI, 2009, Master Plan Pengelolaan Ekosistem Gambut Riau, Jakarta.
2. BLH Provinsi Riau, 2010, Rencana Strategis BLH Provinsi Riau, Pekanbaru.
3.

BLH Provinsi Riau, 2010, Identifikasi Kondisi Eksisting Kerusakan Lingkungan


Hidup Kawasan Non Hutan (Pesisir), Pekanbaru.

4.

BLH Provinsi Riau, 2011, Status Lingkungan Hidup Provinsi Riau 2011,
Pekanbaru.

Peraturan Perundang-Undangan
1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 19 Tahun 2008 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota.
2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 19 Tahun 2012 Tentang
Program Kampung Iklim.
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil.
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Internet:
1. www.wikipedia.org

14 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

15 | Page
BLH Provinsi Riau

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

16 | Page
BLH Provinsi Riau

Anda mungkin juga menyukai