Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Istilah Pityriasis Rosea pertama kali digunakan oleh Gilbert pada tahun

1860 yang berarti merah muda (rosea) dan bersisik (pityriasis). Pityriasis rosea

adalah sebuah bentuk peradangan akut dari erupsi kulit, ditandai dengan awalnya

muncul seperti plak bersisik bentuk oval pada batang tubuh (herald patch) yang

mempunyai gambaran khas asimtomatik yang dapat sembuh dengan sendirinya.

Lesi primer yang muncul akan diikuti kemunculan lesi-lesi berikutnya dalam

beberapa hari hingga beberapa minggu kemudian yang berlokasi sepanjang garis

tubuh (Christmas tree pattern). Pityriasis rosea sering menyerang para remaja dan

dewasa muda seperti eksantema virus yang berhubungan dengan reaktivasi

human-herpes virus 7 (HHV 7) dan terkadang HHV 6 (Blauvelt, 2008)

2.2 Epidemiologi

Kasus pityriasis rosea dapat terjadi mulai dari usia 10 hingga 43 tahun,

tetapi meskipun jarang dapat juga terjadi pada bayi dan usia tua. (Wolff et al,

2013). Literatur lainnya mengatakan bahwa pityriasis rosea terjadi pada usia

antara 10 dan 35 tahun, jarang terjadi pada usia sangat muda (kurang dari 2 tahun)

dan pada usia tua (lebih dari 65 tahun) (Blauvelt,2008). Pityriasis rosea dilaporkan

dapat terjadi dalam semua ras di seluruh dunia, terlepas dari keadaan iklim suatu

negara. Insiden tiap tahunnya rata-rata pada suatu pusat dilaporkan sebesar 0,16

% yaitu sekitar 158,9 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya. Meskpiun pityriasis

rosea biasanya dianggap lebih sering terjadi pada musim semi dan musim gugur

di daerah beriklim sedang, berbagai variasi musim belum dapat dibuktikan dalam

1
studi yang dilakukan di bagian negara lain. Pityriasis rosea jarang mengalami

kekambuhan/ episode berulang yang menunjukkan bahwa tubuh sudah

membentuk kekebalan alami setelah mengalami pityriasis rosea pertama

kali.(Blauvelt, 2008). Insiden pityriasis rosea pada pria dan wanita sama

banyaknya (Djuanda, 2010)

2.3 Etiologi

Bukti kuat menunjukkan bahwa pityriasis rosea dihubungkan dengan

reaktivasi dari virus HHV-6 dan HHV-7, dua virus herpes-B yang saling

berhubungan. (Wolff et al, 2013).

2.4. Patogenesis

Patogenesis pityriasis rosea masih belum diketahui. Berdasarkan

sejarahnya, pityriasis rosea diduga disebabkan oleh agen infeksius, dikarenakan

kemiripan ruamnya dengan ruam yang diakibatkan oleh virus, jarang terdapat

kasus berulang diduga karena respon imun yang bertahan lama setelah episode

pertama, kejadiannya yang terjadi pada musim-musim tertentu, terjadinya di

beberapa komunitas, dan timbulnya gejala seperti flu pada beberapa pasien.

(Blauvelt, 2008). Bukti ilmiah yang didapatkan bahwa Pityriasis rosea adalah

kelainan kulit yang dihubungkan dengan reaktivasi HHV 7 dan HHV 6 (kadang-

kadang oleh keduanya). RNA messenger pada HHV 7 dan sedikit HHV 6, serta

protein pada HHV 7 dan sedikit HHV 6 didapatkan pada leukosit-leukosit yang

menyebar pada perivascular pasien pityriasis rosea dan tidak ditemukan pada

orang sehat maupun pasien penyakit peradangan kulit yang lain. DNA HHV 7 dan

HHV 6 ditemukan pada saliva pasien pityriasis rosea yang tidak didapatkan pada

infeksi primer HHV 7 dan HHV 6.Diambil secara bersamaan, data ini

2
menguatkan pernyataan bahwa pityriasis rosea merupakan sistemik reaktivasi dari

HHV 6 dan HHV 7.Pasien-pasien pityriasis rosea viremik, yang mungkin dapat

menjelaskan hubungannya dengan gejala seperti flu pada beberapa pasien dan

mereka secara umum tidak memiliki sel-sel epitel yang terinfeksi pada lesi

kulitnya, yang menjelaskan sulitnya virus-virus ini dideteksi oleh mikroskop

electron dan PCR.

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala konstitusi, dapat dialami ataupun tidak sama sekali dialami oleh

pasien pityriasis rosea

Gatal ringan-sedang/asimtomatik

Herald patch/motherplaque/medallion sebagai lesi yang pertama

Makula bulat lonjong, tepi meninggi, lekat pada tepi

Sumbu panjang sejajar pelipatan kulit dan di punggun- gambaran pohon

cemara (Murtiastutik et al, 2009)

Lokasi lesi pada pityriasis rosea yaitu khas pada area yang tertutup

pakaian, leher sampai batas dagu, muka sangat jarang terjangkit, pada punggung

tampak seperti pohon cemara. Sebagian kasus lainnya efloresensi yang timbul

hanya pada ekstremitas atas dan paha. (Martodihardjo et al, 2005)

Pada pityriassis rosea yang klasik , pasien selalu menceritakan awal mula

munculnya lesi tunggal di bagian batang tubuh lalu di ikuti dengan banyak sekali

lesi-lesi yang lebih kecil di sekitarnya dalam beberapa hari hingga beberapa

minggu kemudian. Gejala pruritus yang parah di alami sekitar 25% pasien

pityriassis rosea tanpa komplikasi, pruritus ringan sampai sedang pada 50%

pasien dan 25 % pasien lainnya tidak mengeluh pruritus sama sekali. Sebagian

3
kecil pasien mengalami gejala konstitusi seperti flu-like symptomps termasuk

malaise, sakit kepala, nausea, tidak nafsu makan, demam dan nyeri-nyeri semdi

(arthralgia). (Blauvelt, 2008)

Lesi pada kulit

Lesi primer pada kulit, atau Herald patch terdapat pada 80 % pasien (50-

90%) mendahului eksantema. Bentuknya oval atau bulat, berbatas jelas berupa

plak (patch) yang sedikit meninggi 2-5 cm, berwarna merah-salmon, eritematus

atau hiperpigmentasi (khususnya pada orang yang berkulit gelap) dengan skuama

halus di bagian dalam tepi perifer plak dan kemungkinan multipel. (Wolff et al,

2013; Blauvelt, 2008). Ketika plak mengalami iritasi, maka akan tampak seperti

papulovesikuler ekzematus. Plak primer biasanya terdapat pada batang tubuh di

area yang tertutup pakaian, tetapi terkadang dapat ditemukan pada leher atau pada

bagian proksimal dari ekstremitas. Jarang pada wajah dan penis. Lokasi lesi

primer tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. .(Blauvelt, 2008; Wolff et al,

2013). Pityriasis rosea bila didapatkan pada bagian tubuh terbuka disebut

Pityriasis rosea inversa. (Murtiastutik et al, 2009)

Gambar 2.1. Gambaran plak primer yang khas dari pityriassi rosea, yaitu

berbentuk oval, dengan skuama halus pada bagian dalam tepi plak. (Blauvelt,

2008)

4
Gambar 2.2 Plak primer tanpa skuama dari pityriassis rosea (Blauvelt, 2008)

Gambar 2.3 Herald patch. Plak eritematosa (salmon red) dengan skuama yang

collarette menyusuri bagian tepinya yang meninggi. Collarette berarti bahwa

skuama melekat pada tepi lesi dan menghilang/berkurang di bagian tengah lesi.

(Wolff et al, 2013)

5
Interval munculnya plak primer dengan erupsi sekunder dapat berkisar

antara 2 hari sampai 2 bulan, tetapi erupsi sekunder khasnya muncul selama

dalam 2 minggu setelah munculnya plak primer. Kadangkala lesi primer dan

sekunder dapat muncul pada saat bersamaan. Erupsi sekunder muncul keluar

dalam interval beberapa hari dan mencapai maksimal rata-rata dalam 10 hari.

Erupsi simetris terutama muncul pada badan, leher dan ekstremitas bagiann

proksimal. Terdapat 2 tipe utama lesi sekunder: (1) plak kecil menyerupai plak

primer tetapi berukuran lebih kecil, sejajar dengan aksis panjang lines of cleavage

dengan distribusi seperti pola pohon cemara dan (2) papul kecil, kemerahan,

biasanya tanpa skuama, yang secara bertahap bertambah jumlahnya dan menyebar

ke perifer. Kedua tipe lesi ini dapat terjadi bersamaan. (Suriadiredja, 2014)

Morfologi lesi sekunder dapat tidak khas, dapat berupa makula tanpa

skuama, papul folikuler, plak menyerupai psoriasis, maupun plak tidak khas.

Daerah palmar dan plantar dapat terkena dengan gambaran klinis menyerupai

erupsi eksematosa. Pitiriasis rosea tipe vesikular jarang dijumpai, biasanya pada

anak dan dewasa muda. Dapat pula dijumpai varian pitiriasis rosea bentuk

urtikaria, pustular, purpurik,atau menyerupai eritema multiformis.

(Suriadiredja, 2014)

6
Gambar 2.4 Distribusi khas plak sekunder pityriasis rosea sesuai garis lipatan

kulit pada punggung dengan Christmas tree pattern (Blauvelt, 2008)

Gambar 2.5 Distribusi khas plak sekunder pityriasis rosea sesuai garis lipatan

kulit pada dada individu berkulit hitam. (Blauvelt, 2008)

7
(a) (b)

Gambar 2.6 (a) Pityriasis rosea vesikular, menunjukkan plak primer yang khas

dan plak sekunder papulovesikuler. (b) Herald patch, disertai papul dan plak kecil

bentuk oval yang mengikuti garis lipatan tubuh (Blauvelt, 2008 ; Wolff et al,

2013)

Gambar 2.7 Gambaran skematis plak primer (herald patch) dan distribusi khas

dari plak sekunder sesuai garis lipatan kulit pada tubuh dengan pola pohon

cemara /Christmas tree pattern. (Blauvelt, 2008; Wolff et al, 2013)

Gejala atipikal ditemukan pada rata-rata 20% penderita pityriasis rosea.

Lesi yang tidak sesuai dengan lesi pada pityriasis rosea pada umumnya yaitu

berupa tidak ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel atau bisa

8
menjdi satu-satunya manifestasi dari penyakit ini, atau hanya satu dari dua lesi .

Distribusi dari erupsi sekunder mungkin khusus di perifer, Keterlibatan wajah

juga telah dilaporkan dan banyak terjadi pada anak-anak. Bentuk lokal dari

penyakit ini mungkin meliputi area tubuh tertentu yaitu scalp, axilla, vulva dan

pangkal paha. (Blauvelt, 2008)

Morfologi dari lesi sekunder juga dapat atipikal, dan pada kasus seperti

itu, untuk mendiagnosis pityriasis rosea jadi lebih menantang. Beberapa makula

mungkin tampak dengan sedikit skuama, beberapa papula mungkin folikular, dan

plak yang tipikal mungkin tidak ada atau menyerupai psoriasis. Telapak tangan

dan telapak kaki kadang bisa terkena, dan manifestasi klinis pada pasien ini

mungkin menyerupai erupsi eksematous. Tipe vesikuler dari pityriasis rosea tidak

umum, biasanya dijumpai pada anak atau dewasa muda. Bentuk lesi lebih

bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura, pustule juga dapat

ditemukan pada pityriasis rosea. Bentuk atipikal yang tidak seragam ini dapat

menyulitkan dalam diagnosis, karena beberapa pasien memilki plak yang klasik

bercampur dengan berbagai lesi yang atipikal seperti vesikel, papul folikular, dan

purpura. (Blauvelt, 2008)

Contoh pityriasis rosea yang paling membingungkan adalah pityriasis

rosea dengan gambaran vesikula atau menyerupai eritema multiforme. Ini

biasanya akibat iritasi dan berkeringat, seringkali sebagai konsekuensi pengobatan

yang tidak adekuat (pityriasis rosea irritata). (Wolff et al, 2013). Kasus yang

jarang ditemukan enantema dapat berupa makula dan plak hemoragik , bula pada

lidah dan pipi, atau lesi yang menyerupai ulkus aphtous. Distrofi kuku setelah

pityriasis rosea juga pernah dilaporkan. Limfadenopati juga bisa didapatkan pada

9
pasien pityriasis rosea khususnya pada awal penyakit ini dan berhubungan dengan

flu-like symptomps. (Blauvelt, 2008)

2.6 Diagnosis

Diagnosis pada pityriasis rosea pada gejala klinis serta lokasi yang khas

(Martodihardjo et al, 2008)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pityriasis rosea dapat menggunakan KOH

dan biopsi kulit. Pada kasus pityriasis rosea yang klasik, sebagian besar pasien

tidak perlu melakukan biopsi kulit karena diagnosis hanya didasarkan pada

temuan klinis dan dikarenakan gambaran histologi yang tidak spesifik.

Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis

Pityriasis rosea dengan gejala atipikal. Gambaran tipikal dari pityriasis rosea yaitu

pada lapisan epidermis ditemukan adanya parakeratosis fokal, tidak ada atau

menipisnya lapisan granular, akantosis ringan, spongiosis ringan, pada dermis

ditemukan edema papilla dermis, dan infiltrat intersisial dari limfosit dan

histiosit perivascular dan superficial dermis, eksositosis limfosit dan sedikit

ekstravasasi eritrosit . (Blauvelt, 2008)

Gambar 2.8. Gambaran histopatologi non spesifik tipikal dari pityriasis rosea

10
meliputi patchy parakeratosis, tidak ada atau menipisnya lapisan granular,

akantosis ringan, spongiosis, dan infiltrat limfohistiosit pada dermis superfisial.

(Blauvelt, 2008)

Gambaran histologi antara lesi primer dan sekunder tidak ada perbedaan.

Pada lesi yang sudah lama, infiltrate perivascular sering dijumpai pada lapisan

superfisial maupun lapisan dalam. Lesi seperti ini sulit dibedakan dengan liken

planus maupun psoriasis. (Blauvelt, 2008)

Pemeriksaan darah rutin menunjukkan hasil yang normal dan tidak

direkomendasikan. Namun leukositosis, neutrofilia, basofilia, dan sedikit

peningkatan dari LED dan meningkatnya protein seperti globulin 1 dan 2 , dan

albumin telah dilaporkan. (Blauvelt, 2008).

2.8 Diagnosis Banding

1. Sifilis sekunder
Penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan lanjutan

dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan timbulnya chancre.. Sifilis sekunder

bisa datang dengan lesi kulit menyerupai makula pada pityriasis rosea dengan

sedikit skuama tanpa adanya herald patch, lesi tipikal melibatkan telapak tangan

dan kaki, mungkin didapatkan kondiloma lata, keluhan sistemik lebih banyak, dan

didapatkan adanya limfadenopati. Tes serologi sifilis seperti VDRL dapat

dilakukan untuk menegakkan diagnosis. . (Blauvelt, 2008).

11
Gambar 2.9. Sifilis sekunder (Wolff et al, 2013)

1. Tinea Korporis

Penyakit yang disebabkan oleh jamur dermatofita pada daerah muka,

tangan, badan, dan ekstremitas. Gejala klinisnya yaitu gatal , lesi kulit berupa

makula dengan pinggir berskuama dan penyembuhan di bagian tengah (central

healing). (Hamzah, 2010). Tinea korporis dapat menyerupai pityriasis rosea

terutama bila pityriasis rosea hanya berupa plak primer atau ketika lokasinya

berada di inguinal. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada tinea

korporis, skuama berada di tepi, plak biasanya tidak berbentuk oval, dari

Pemeriksaan KOH 10% dapat membedakan antara kedua penyakit ini.

(Blauvelt, 2008).

Gambar 2.10 Tinea korporis (Wolff et al, 2013)

12
2. Dermatitis Numularis

Lesi dari dermatitis numularis umumnya berbentuk bulat seperti uang

logam, tidak oval, tidak berskuama collarette, berupa papul-papul kecil dan

vesikel yang lebih terlihat jelas dibandingkan pada pityriasis rosea.

Pemeriksaan biopsi kulit dapat dilakukan jika secara klinis meragukan.

(Blauvelt, 2008).

Gambar 2.11 Dermatitis Numularis (Blauvelt, 2008).

3. Psoriasis Gutata

Psoriasis tipe gutata biasanya terlihat pada anak-anak dan dewasa dan

mungkin merupakan tanda pertama dari penyakit, selalu dipicu oleh

Streptococcal tonsillitis. Beberapa makula kecil muncul tiba-tiba pada tungkai

dan secara tiba-tiba menjadi bersisik. Ruamnya biasa bersih dalam beberapa

bulan kemudian tetapi psoriasis tipe plak dapat muncul kemudian.

Psoriasis gutata dapat meragukan dalam mendiagnosis pityriasis rosea

adalah ketika hanya ada beberapa lesi, lesi sesuai garis lipatan kulit, dan

ketika perjalan klinisnya kronik. Perbedaann pityiriasis rosea adalah pada

psoriasis gutata, plak berukuran lebih kecil, skuamanya tebal dan tidak halus.

13
Pemeriksaan biopsi kulit dapat dilakukan jika secara klinis meragukan.

(Blauvelt, 2008).

Gambar 2.11. Psoriasis vulgaris tipe gutata. Lesi kecil, terpisah satu sama lain, eritematosa,

Gambar 2.12 Psoriasis vulgaris tipe gutata

4. Pityriasis lichenoides chronica

Pityriasis likenoides kronik mungkin timbul dengan gambaran pola

christmas tree pada badan , tetapi lesi yang tipikal akan dapat ditemukan pada

ekstremitas. Pityriasis likenoides kronik dicirikan dengan perjalanan penyakit

yang kronik, lesi yang lebih kecil dan skuama yang lebih tebal dari pada

pityriasis rosea, tidak ditemukan adanya herald patch, dan pada umumnya

ditemukan di ekstremitas. (Blauvelt, 2008).

14
Gambar 2.12 Papula diskret dengan gambaran seperti skuama halus seperti
central mica, yang lebih terlihat jelas setelah sedikit scrapping. (Wolff et al, 2013)

5. Erupsi obat dengan gambaran seperti pityriasis rosea

Berbagai macam obat-obatan telah dilaporkan dapat menimbulkan rash

seperti pityriasis rosea, Oleh karena itu sangat penting menggali anamnesis

tentang riwayat pengobatan yang dikonsumsi pasien atau tidak.Obat-obatan

yang dapat menimbulkan rash seperti pityriasis rosea yaitu arsenic, barbiturate,

bismuth, captopril, ketotifen, istotretinoin, omeprazole, metronidazole,

terbinafin, dll. Pitryasis rosea akibat obat mungkin termasuk tipe klasik, tetapi

ia juga dapat menunjukkan gambaran yang atipikal, perjalan klinis yang

berlarut-larut, lesi yang lebih besar, selanjutnya ditandai dengan

hiperpigmentasi dan bertransformasi menjadi dermatitis likenoid.

6. Morbus Hansen

Morbus Hansen (kusta, lepra) adalah penyakit infeksi kronis yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang menyerang syaraf tepi

(perifer), kulit dan jaringan tubuh lainnya, kecuali sistem syaraf pusat. Gejala

klinis berupa kelainan syaraf tepi bisa bersifat sensorik, motorik dan

autonomik. Kelainan kulit dapat eritematus atau hipopigmentasi dengan adanya

gangguan estesi yang jelas. (Murtiastutik et al, 2009)

15
Gambar 2.13 Morbus Hansen

8. Dermatitis seboroik

Penyakit kulit dengan keradangan superficial kronis yang mengalami

remis dan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai tempat predileksi. Area

seboroik adalah bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea (kelenjar

minyak) yaitu daerah kepala (kulit kepala, telinga bagian luar, saluran telinga,

kulit di belakang telinga), wajah (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan

nasolabial, dagu), badan bagian atas (daerah presternum, daerah interskapula,

areolla mammae) dan daerah lipatan (ketiak, lipatan di bawah mammae,

umbilicus, lipatan paha, daerah anogenital, dan lipatan pantat). (Murtiastutik et al,

2010)

16
Gambar 2.14 Dermatitis Seboroik

10. Likhen Planus

Liken planus adalah dermatosis akut atau kronik yang menyerang

kulit atau membran mukosa, dikarakteristikkan dengan flat-topped (Latin

planus, flat),merah muda hingga keunguan, mengkilat, papul berbentuk

polygonal yang gatal. Dikarakteristikkan dengan 4P papul, purple, polygonal,

prutitic (Wolff, 2013)

17
Pitiriasis rosea Morbus hansen Dermatitis Tinea korporis Psoriasis
seboroik vulgaris
Definisi Bentuk Morbus Hansen Kelainan kilit Penyakit pada Penyakit yang
peradangan akut (kusta, lepra) yang didasari jaringan yang penyebabnya
dari erupsi kulit, adalah penyakit oleh factor mengandung zat autoimun,
ditandai dengan konstitusi dan tanduk, misalnya bersifat kronik
infeksi kronis
awalnya muncul bertempat S.korneum pada dan residif,
yang disebabkan
seperti plak predileeksi di epidermis, ditandai dengan
oleh kuman
bersisik bentuk tempat-tempat rambut, dan kuku adanya bercak-
Mycobacterium
oval pada batang seboroik yang disebabkan bercak eritema
leprae yang
tubuh (herald gol.jamur berbatas tegas
patch) yang menyerang dermatofita. dengan skuama
mempunyai syaraf tepi kasar, berlapis-
gambaran khas (perifer), kulit lapis dan
asimtomatik yang dan jaringan transparan atau
dapat sembuh tubuh lainnya, putih keabu-
dengan kecuali sistem abuan.
sendirinya.
syaraf pusat.
Etiologi Belum diketahui Mycobacterium Belum Jamur: Autoimun
diduga akibat leprae diketahui golongan
reaktivasi dari dermatofit
virus HHV-6 dan Microsporum,
HHV-7
Trichophyton,
Epidermophyto
n.
Klinis gejala 1. Kelainan kulit Umumnya gatal Gatal lebih Keadaan
konstitusi yang pada area dominan umum dbn
Gatal ringan hipopigmentasi seboroik, sifat Gatal ringan
/eritematosa kronik dan
dengan gangguan mudah kambuh,
estesi yang berkaitan
jelas(+) dengan stres,
2. Kelainan kelelahan, atau

18
syaraf tepi bisa paparan sinar
bersifat matahari
sensorik,
motorik dan
autonom
Eflores Makula besar Kelainan kulit Eritema dan Macula Bercak eritema
ensi yang disebut dapat eritematus skuama yang eritematosa (plak) dengan
Herald patch atau berminyak agak berbatas tegas skuama di
diikuti makula hipopigmentasi kekuningan, terdiri atas atasnya
bulat lonjong, dengan adanya batas kurang dengan,
searah pelipatan gangguan estesi jelas. skuama,
kulit, tepi yang jelas. kadang-kadang
meninggi dengan vesikel
dengan skuama dan papul di
kekuningan di tepi. Daerah
atasnya dengan tengahnya lebih
gam baran tenang.
Cristmas tree
appearance
Predile Khas pada tubuh Dapat Area seboroik kulit tubuh Scalp, lutut,
ksi tertutup pakaian menyerang kulit tidak berambut siku, sakrum
dan jaringan
tubuh lainnya,
kecuali sistem
syaraf pusat
(Hutomo, 2005; Blauvelt, 2008; Murtiastutik et al, 2009)

2.9 Terapi

Karena pityriasis rosea dalah penyakit yang dapat sembuh sendiri, maka

tidak memerlukan terapi aktif pada kasus tanpa komplikasi. Edukasi pasien

diperlukan pada setiap kasus. (Blauvelt,2008). Perlu diberikan konseling pada

penderita bahwa penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya, tidak menular, tidak

19
meninggalkan bekas, organ tubuh tidak akan mengalami gangguan karena penyakit

ini, dan penyakit ini jarang mengalami kekambuhan. (Martodihardjo et al, 2005)

Pengobatan Lokal dapat diberikan talcum acidum salicycum 1-2 %. Antihistamin

oral dapat menghilangkan pruritus. (Wolff et al,2013). Kortikosteroid topikal kerja

menengah berguna untuk menghilangkan pruritus. (Blauvelt,2008). Kortikosteroid

topikal diberikan bila timbul rasa gatal ringan serta adanya dermatitis sekunder (bila

keluhan > 1 bulan. Kortiosteroid oral : prednisone dengan dosis 30-60 mg berguna

untuk menghilangkan rasa gatal, menahan sementara perjalanan penyakitnya dan

dapat menhilangkan lesinya, diberikan terutama bila penyakitnya 1 bulan.

(Martodihardjo et al, 2005).

Pemberian acyclovir 5x800mg selama 1 minggu (derivat acyclovir) relatif

tidak mahal dan dapat ditoleransi dengan baik, pemberian obat ini harus

dipertimbangkan pada pasien pityriasis rosea di awal perjalanan penyakit dengan flu-

like symptom atau dengan penyakit kulit yang luas. Beberapa pasien dengan

pityriasis rosea memperoleh manfaat dari fototerapi, walaupun harus dilakukan

dengan hati hati karena dapat meningkatkan resiko terjadinya hiperpigmentasi post

inflamasi setelah penyakit ini sembuh. (Blauvelt,2008).

2.10 Komplikasi

Tidak ada komplikasi serius dari pityriasis rosea. (Blauvelt,2008)

2.11 Prognosis

Semua pasien dengan pityriasis rosea dapat mengalami penyembuhan

secara spontan dari penyakitnya. Durasi penyakit ini bervariasi pada umumnya

antara empat sampai sepuluh minggu, dengan beberapa minggu pertama ditandai

dengan sebagian besar lesi kulit inflamatori, dan gejala-gejala seperti flu (flu like

20
symptom) dan hiperpigmentasi dapat terjadi pada pityriasis rosea. Seperti penyakit

kulit lainnya, hal ini terjadi lebih sering pada orang dengan warna yang kulit lebih

gelap, dengan hiperpigmentasi yang menonjol. (Blauvelt,2008)

Pengobatan dengan fototerapi sinar ultraviolet juga dapat memperburuk

hiperpigmentasi post inflamasi dan harus digunakan dengan hati-hati, Penyakit ini

mungkin dapat berulang, tetapi sangat jarang terjadi. (Blauvelt,2008)

21
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : Tn. S

Usia : 50 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Bahasa : Indonesia

Alamat : Mojowarno, Jombang

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Supir

Tgl Pemeriksaan : 17 Juli 2017

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama :

Bentol-bentol merah di badan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Jombang dengan

keluhan muncul bentol-bentol di badan. Bentol-bentol tersebut muncul

sejak 2 minggu lalu. Bentol-bentol berwarna merah awalnya muncul di

tangan, beberapa hari kemudian bentol bentol bertambah banyak hingga

muncul di sekitar dada, perut, punggung, leher dan wajah pasien. Sebelum

muncul bentol-bentol merah di tubuhnya pasien minum obat herbal dan

bio seven untuk mengobati asam uratnya. Obat tersebut sekarang sudah

22
tidak dikonsumsi lagi tapi bentol-bentol merah di tubuhnya semakin

banyak. Paien tidak merasakan gatal, nyeri atau pun tebal pada kulitnya

yang bentol-bentol merah tersebut. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya

panas badan, sakit kepala, lemas maupun flu sebelumnya. Pasien belum

pernah memberikan obat baik obat luar ataupun obat minum untuk bentol-

bentol di tubuhnya ini.

c. Riwayat penyakit dahulu (RPD):

Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya

Pasien tidak pernah mengalami sakit kulit lainnya.

Riwayat Diabetes mellitus (-), Hipertensi (-),Asma (-),Asam urat (+)

Pasien tidak pernah memiliki riwayat alergi makanan atau alergi obat.

d. Riwayat penyakit keluarga (RPK):

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan sama.

Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat alergi, riwayat

asma

e. Riwayat sosial (R.Sos):

Aktivitas pasien sehari-hari bekerja sebagai supir truk Semen gresik

Pasien mandi 3 kali sehari, ganti baju sebanyak 2 kali sehari, pasien

tidak memiliki hewan peliharan dirumah.

2.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran /GCS : Compos mentis /456

Kepala : Lihat Status Dermatologis

23
Leher : Lihat Status Dermatologis

Thorax : Lihat Status Dermatologis

Abdomen : Lihat Status Dermatologis

Ekstremitas : Lihat Status Dermatologis

b. Status Lokalis (Dermatologis)

Sifat efloresensi :

Tampak multipel plak eritematosa bentuk oval dengan diameter

bervariasi disertai skuama tipis di beberapa tempat et regio

thorakalis antero-posterior dan regio abdomen sumbu panjang

sejajar searah pelipatan kulit

Tampak urtikaria eritematus, multipel et regio coli, facialis,

brachii dekstra dan sinistra

1.4 Resume

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Jombang dengan

keluhan muncul bentol-bentol di badan. Bentol-bentol tersebut muncul

sejak 2 minggu lalu. Bentol-bentol berwarna merah awalnya muncul di

tangan, beberapa hari kemudian bentol bentol bertambah banyak hingga

muncul di sekitar dada,perut, punggung, leher dan wajah pasien. Sebelum

muncul bentol-bentol merah di tubuhnya pasien minum obat herbal dan

bio seven untuk mengobati asam uratnya. Obat tersebut sekarang sudah

tidak dikonsumsi lagi tapi bentol-bentol merah di tubuhnya semakin

banyak. Paien tidak merasakan gatal, nyeri atau pun tebal pada kulitnya

yang bentol-bentol merah tersebut. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya

panas badan, sakit kepala,lemas maupun flu sebelumnya. Pasien belum

24
pernah memberikan obat baik obat luar ataupun obat minum untuk bentol-

bentol di tubuhnya ini. Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini

ataupun sakit kulit lainnya sebelumnya dan pasien tidak memiliki riwayat

hipertensi, diabetes mielitus, dan asma. Pasien memiliki riwayat gout

arthritis (+). Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang

sama. Pasien sehari-hari bekerja sebagai supir truk semen gresik.

Status Dermatologis :

Tampak multipel plak eritematosa bentuk oval dengan diameter

bervariasi disertai skuama tipis di beberapa tempat et regio

skuama tipis di beberapa tempat et regio thorakalis antero-

posterior dan regio abdomen sumbu panjang sejajar searah

pelipatan kulit

Tampak urtikaria eritematus, multipel et regio facialis, coli,

brachii dekstra dan sinistra

2.5 Diagnosis Kerja

Pityriasis Rosea

2.6 Diagnosis Banding

- Morbus Hansen

- Tinea korporis

- Psoriasis Vulgaris

- Dermatitis seboroik

2.7 Planning

1. Planning diagnosis: Histopatologi (tidak dilakukan)

25
2. Planning terapi :

a. Medikamentosa

- Topical steroid

Elox cream 0,1% (pagi & malam)

- Oral steroid

Methylprednisolon 2 x 4 mg (pagi-siang)

- Antihistamin

Loratadin tab 1 x 10 mg (malam)

2.8 Monitoring

Keluhan pasien dan efloresensi

2.9 Edukasi

- Menjelaskan diagnosis penyakit dan rencana pengobatan yang akan

dilakukan

- Obat diminum dan cara penggunaan obat luar sesuai anjuran.

- Menjelaskan bahwa penyakit ini tidak menular

- Menjelaskan bahwa penyakit ini tidak berbahaya dan dapat sembuh

dengan sendirinya dalam waktu 4-10 minggu.

- Menjelaskan bahwa lesi di kulit dapat sembuh sempurna tanpa

meninggalkan bekas

- Menjelaskan bahwa organ tubuh tidak akan mengalami gangguan

karena penyakit ini

- Menjelaskan bahwa penyakit ini jarang sekali mengalami

kekambuhan

26
2.10 Prognosis

Prognosis dari kasus ini baik. Semua pasien dengan pityriasis rosea dapat

mengalami penyembuhan secara spontan dari penyakitnya, umumnya dalam

waktu 4-10 minggu.

27
2.11 Foto kasus

28
29
BAB 3

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien Tn.S, berusia 50 tahun, didiagnosis mengalami

pityriasis rosea. Kasus pityriasis rosea dapat terjadi mulai dari usia 10 hingga 43

tahun, tetapi meskipun jarang dapat juga terjadi pada bayi dan usia tua. (Wolff et

al, 2013). Literatur lainnya yaitu Fitzpatrick Dermatology in General Medicine

menyebutkan bahwa pityriasis rosea terjadi pada usia antara 10 dan 35 tahun,

jarang terjadi pada usia sangat muda (kurang dari 2 tahun) dan pada usia tua (lebih

dari 65 tahun) (Blauvelt,2008). Pada kasus ini pasien berusia 50 tahun yang

berarti termasuk dalam usia yang masih dapat terkena pityriasis rosea. Untuk

laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan prevalensi terjadinya pityriasis

rosea.

Pityriasis rosea adalah sebuah bentuk peradangan akut dari erupsi kulit,

ditandai dengan awalnya muncul seperti plak bersisik bentuk oval pada batang

tubuh (herald patch) yang mempunyai gambaran khas asimtomatik yang dapat

sembuh dengan sendirinya. Pada kasus ini pasien mengeluh muncul bentol-bentol

kemerahan di tubuhnya. Pasien tidak merasakan gatal, nyeri, panas atau pun

tebal pada area tubuh yang terdapat bentol-bentol kemerahan terserbut. Pasien

juga tidak mengeluhkan adanya panas badan, lemas, atau sakit kepala, maupun flu

sebelumnya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa manifestasi klinis pityriasis rosea

dapat bersifat asimtomatik, dan gejala konstitusi seperti demam, malaise, sakit

kepala tidak harus selalu dialami oleh setiap pasien. ( Murtiastutik et al, 2009)

Bentol-bentol berwarna merah di tubuh pasien pada kasus ini awalnya

hanya muncul pada bagian tangan, berdasarkan gambaran lesi dan lokasi awal

30
munculnya lesi pada kasus ini kurang sesuai dengan teori dimana plak primer lesi

yang pertama muncul pada pityriasis rosea tipikal, biasanya terdapat pada batang

tubuh di area yang tertutup pakaian, tetapi terkadang dapat ditemukan pada leher

atau pada bagian proksimal dari ekstremitas. Jarang pada wajah dan penis.

.(Blauvelt, 2008; Wolff et al, 2013). Lesi primer pada kulit, atau Herald patch

terdapat pada 80 % pasien (50-90%) mendahului eksantema. Bentuknya oval atau

bulat, berbatas jelas berupa plak (patch) yang sedikit meninggi 2-5 cm, berwarna

merah-salmon, eritematus atau hiperpigmentasi (khususnya pada orang yang

berkulit gelap) dengan skuama halus di bagian dalam tepi perifer plak dan

kemungkinan multipel. (Wolff et al, 2013; Blauvelt, 2008). Namun, pada

pityriasis rosea terkadang ditemukan gejala-gejala atipikal. Gejala atipikal

ditemukan pada rata-rata 20% penderita pityriasis rosea yaitu berupa tidak

ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel atau bisa menjdi satu-

satunya manifestasi dari penyakit ini, atau hanya satu dari dua lesi . Distribusi dari

erupsi sekunder mungkin khusus di perifer, Keterlibatan wajah juga telah

dilaporkan dan banyak terjadi pada anak-anak. Bentuk lokal dari penyakit ini

mungkin meliputi area tubuh tertentu yaitu scalp, axilla, vulva dan pangkal paha.

(Blauvelt, 2008)

Predileksi lesi kulit sekunder khas pada pityriasis rosea yaitu pada bagian

tubuh yang tertutup pakaian, batasnya leher sampai dagu, jarang sekali mengenai

wajah. Pada kasus ini, lesi kulit yang ditemukan sebagian sesuai dengan teori

yaitu berada di area yang tertutup pakaian seperti area dada, perut, punggung.

Namun pada pasien ini lesi juga didapatkan lesi di area wajah, dimana

31
berdasarkan teori area wajah jarang sekali terkena pada pityriasis rosea.

(Martodihardjo et al, 2005)

Pada pemeriksaan fisik, distribusi lesi sekunder didapatkan tampak

multipel plak eritematosa bentuk oval dengan diameter bervariasi disertai skuama

tipis di beberapa tempat et regio thorakalis antero-posterior dan region abdomen,

sumbu panjang searah pelipatan kulit, selain itu didapatkkan urtikaria eritematus,

multipel et regio coli, facialis, brachii dekstra dan sinistra. Berdasarkan teori

terdapat 2 tipe utama lesi sekunder: (1) plak kecil menyerupai plak primer tetapi

berukuran lebih kecil, sejajar dengan aksis panjang lines of cleavage dengan

distribusi seperti pola pohon cemara dan (2) papul kecil, kemerahan, biasanya

tanpa skuama, yang secara bertahap bertambah jumlahnya dan menyebar ke

perifer. Kedua tipe lesi ini dapat terjadi bersamaan. (Suriadiredja, 2014) Lesi di

kulit pasien sebagian sesuai dengan teori yaitu pada regio thorakalis anterior,

posterior dan abdomen, yaitu tampak multipel plak eritematosa bentuk oval

dengan diameter bervariasi disertai skuama tipis di beberapa tempat et regio

thorakalis anteroposterior dan regio abdomen dengan sumbu panjang searah

pelipatan kulit. Namun, pada regio facialis, regio coli, regio brachii dextra dan

sinistra pada kasus ini didapatkan morfologi lesi yang kurang sesuai dengan

pityriasis rosea yang klasik, yaitu tampak urtikaria eritematus, batas jelas,

multipel et regio coli, facialis, brachii dekstra dan sinistra. Pada teori

menyebutkan morfologi lesi sekunder pada pityriasis rosea memang dapat tidak

khas, dapat berupa makula tanpa skuama, papul folikuler, plak menyerupai

psoriasis, maupun plak tidak khas. Pityriasis rosea tipe vesikular jarang dijumpai,

biasanya pada anak dan dewasa muda. Dapat pula dijumpai varian pitiriasis rosea

32
bentuk urtikaria, pustular, purpurik,atau menyerupai eritema multiformis.

(Suriadiredja, 2014)

Terapi yang diberikan pada kasus pityriasis rosea yaitu bersifat simtomatis.

Pada kasus ini diberikan loratadine tablet 10 mg diberikan 1 x sehari, Metyl

prednisolone tablet 4 mg diberikan 2 x sehari, Selain itu, pasien juga terapi

topikal berupa Elox cream 0,1 % (mometasone furoate cream 0,1%) dioleskan 2

kali sehari pagi dan malam. Loratadin diberikan untuk mengatasi keluhan

pruritus, merupakan antihistamin trisiklik yang bekerja cukup lama (Long acting),

mempunyai selektivitas tinggi pada reseptor histamin H1 perifer dan tidak

menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik. Elox cream 0,1 % (mometasone

furoate cream 0,1%) dioleskan pada lesi 2 kali sehari pagi dan malam.

Mometasone furoate merupakan steroid topikal berguna untuk menghilangkan

pruritus. (Blauvelt,2008). Methylprednisolon 4 mg termasuk kortikotsteroid

sistemik berguna untuk menghilangkan rasa gatal, menahan sementara perjalanan

penyakitnya dan dapat menhilangkan lesinya, diberikan terutama bila penyakitnya

1 bulan. (Martodihardjo et al, 2005).

33
BAB 4

KESIMPULAN

Pityriasis rosea adalah sebuah bentuk peradangan akut dari erupsi kulit,

ditandai dengan awalnya muncul seperti plak bersisik bentuk oval pada batang

tubuh (herald patch) yang mempunyai gambaran khas asimtomatik yang dapat

sembuh dengan sendirinya. Etiologi Pitiasis Rosea tidak diketahui. Beberapa bukti

terbaru mengindikasikan bahwa Pitiriasis Rosea merupakan jenis eksantem virus

dan etiologinya mungkin berkaitan dengan human herpes virus.

Pityriasis rosea biasanya terjadi pada rentang usia 10-43 tahun, jarang

pada usia < 2 tahun atau > 65 tahun. Lesi primer yang muncul pada pityriasis

rosea (herald patch) akan diikuti kemunculan lesi-lesi berikutnya dalam beberapa

hari hingga beberapa minggu kemudian yang berlokasi sepanjang garis lipatan

kulit dengan gambaran menyerupai pohon natal (Christmas tree pattern).

Predileksi umumnya pada area yang tertutup oleh pakaian, leher sampai batas

dagu, jarang mengenai wajah. Gejala konstitusi seperti demam, malaise, sakit

kepala, nausea dapat dialami oleh sebagian kecil pasien ataupun tidak sama sekali

dialami oleh pasien pityriasis rosea. Rasa gatal yang timbul pada pityriasis rosea

umumnya ringan/ asimtomatik.

Penyakit ini merupakan penyakit self limiting disease, umumnya sembuh

sendiri dalam waktu 4-8 minggu. Edukasi pasien diperlukan pada setiap kasus.

Antihistamin oral dapat menghilangkan pruritus.Kortikosteroid topikal kerja

menengah berguna untuk menghilangkan pruritus. Kortikosteroid topikal

diberikan bila timbul rasa gatal ringan serta adanya dermatitis sekunder (bila

keluhan > 1 bulan. Kortiosteroid oral yaitu prednisone dengan dosis 30-60 mg

34
berguna untuk menghilangkan rasa gatal, menahan sementara perjalanan

penyakitnya dan dapat mengilangkan lesinya, diberikan terutama bila penyakitnya

1 bulan. (Martodihardjo,2005;Blauvelt, 2008).

35

Anda mungkin juga menyukai