Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu

Epidermis, Dermis dan Subkutis. (Djuanda, 2010)

Gambar 2.1. Anatomi Kulit (Tabri, 2010)

1. Lapisan terluar yaitu epidermis memiliki salah satu fungsi yaitu,

memberikan efek kelembapan kulit. Epidermis terdiri atas :

a. Lapisan basal atau stratum germinativum. Lapisan basal

merupakan lapisan epidermis paling bawah dan berbatas dengan

dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit. Melanin berfungsi

melindungi kulit terhadap sinar matahari.


b. Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Lapisan malpighi atau

disebut juga prickle cell layer (lapisan akanta) merupakan lapisan

epidermis yang paling kuat dan tebal. (Djuanda, 2010)

c. Lapisan granular atau stratum granulosum (Lapisan Keratohialin).

Lapisan granular terdiri dari 2 atau 3 lapis sel gepeng, berisi butir-

butir (granul) keratohialin yang basofilik. Stratum granulosum juga

tampak jelas di telapak tangan dan kaki. (Djuanda, 2010).

Komponen utama dari granula lamellar pada stratum granulosim

adalah pengeluaran lipid ke daerah interseluler dari sel sel stratum

korneum. Lipid pada stratum korneum lebih dari 50 % adalah

ceramides kemudian di ikuti oleh kelebihan dari kolesterol, asam

lemak bebas dan kolesterol sulfat . Lipid intraseluler pada stratum

korneum berfungsi untuk mencegah hilangnya cairan

transepidermal yang terlalu banyak (Shimizu, 2007).

d. Lapisan lusidum atau stratum lusidum. Lapisan lusidum terletak

tepat di bawah lapisan korneum. Terdiri dari sel- sel gepeng tanpa

inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang

disebut eleidin. (Djuanda, 2010)

e. Lapisan tanduk atau stratum korneum. Lapisan tanduk merupakan

lapisan terluar yang terdiri dari beberapa lapis sel-sel gepeng yang

mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi

keratin. Pada permukaan lapisan ini sel-sel mati terus menerus

mengelupas tanpa terlihat. (Djuanda, 2010). Stratum korneum

setidaknya terdiri dari 20 lapis sel-sel, terdapat 30% air yang


terkandung dalam lapisan ini yang mempunyai peran penting

dalam pertahanan awal dalam melawan infeksi. Faktor yang

mempunyai peranan untuk melembabkan disebut Natural

Moisturizer Factor (NMF) yang berada di lapisan stratum korneum

berperan dalam absorbsi dan retensi air. (Tabri, 2010)

Gambar 2.2 Lapisan Epidermis (Tabri, 2010)

2. Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal

daripada epidermis. Terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat

dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. (Djuanda, 2010).

3. Lapisan subkutis terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di

dalamnya. Jaringan subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan

limfe, kantung rambut, dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat

kelenjar keringat. (Djuanda, 2010).


2.1 Definisi

Iktiosis adalah sekelompok penyakit yang dikarakteristikkan dengan kulit

bersisik (scalling) generalisata, dan sering didapatkan area kulit yang menebal.

Sisik mencerminkan adanya gangguan diferensiasi epidermis/gangguan

keratinisasi Kata iktiosis berasal dari dari bahasa Yunani yaitu ichthys yang

berarti ikan. (Fleekman dan DiGiovanna, 2008)

Nama iktiosis vulgaris berasal dari bahasa yunani yang berarti ikan

karena presentasi klinik tampak seperti sisik ikan dan vulgaris adalah bahasa

latin yang berarti umum /biasa. (Bikowski, 2010). Dengan demikian, iktiosis

vulgaris diartikan sebagai bentuk umum dari iktiosis yang bertentangan dengan

iktiosis bentuk langka/jarang seperti iktiosis lamellar, hiperkerato epidermolitik,

dan iktiosis X-linked. (Bikowski, 2010)

2.2 Epidemiologi

Iktiosis vulgaris merupakan iktiosis yang paling umum terjadi dan relatif

ringan. Iktiosis vulgaris, terdapat sekitar 95% dari semua kasus iktiosis herediter.

Iktiosis vulgaris adalah penyakit keturunan yang umum di Amerika Serikat,

dengan prevalensi sekitar 1 kasus dari 250 sampai 300 orang. Penyakit ini diduga

diwarisi dalam pola dominan autosomal dengan ekspresivitas yang

bervariasi.Karena gejala membaik dengan usia, prevalensi sebenarnya mungkin

lebih tinggi. Iktiosis acquired sangat jarang. Prevalensi ini di Amerika Serikat

tidak diketahui. Iktiosis vulgaris herediter ditemukan di seluruh dunia, dan

prevalensi tergantung pada lokasi. Satu studi di Berkshire, Inggris, mengamati


frekuensinya 1 kasus dalam 250 anak sekolah. Iktiosis acquired sangat jarang.

Prevalensinya di seluruh dunia tidak diketahui. (Schwartz, 2016)

Insiden iktiosis vulgaris sama antara pria dan wanita, dan penyakit ini

diturunkan secara autosomal dominan. Walaupun bayi lahir dengan kulit yang

normal, iktiosis vulgaris biasa terjadi selama tahun pertama kehidupan. (Fleekman

dan DiGiovanna, 2008)

2.3 Etiologi

Etiologi iktiosis vulgaris tidak diketahui. Penyakit ini diduga diturunkan

secara autosomal dominan. Terdapat penurunan atau ketiadaan dari fillagrin.

Fillagrin adalah protein pada epidermis yang sangat penting untuk aggregasi

keratin. Epidermis berproliferasi secara normal, tetapi keratin dipertahankan

sehingga lapisan stratum korneum yang menebal. (Johnson et al, 2013).

2.2 Patofisiologi

Stratum korneum adalah lapisan kulit terluar yang salah satu fungsinya

adalah mempertahankan keseimbangan air dalam kulit agar kulit tidak menjadi

kering. Sel stratum korneum pada kulit normal mendatar menyebabkan penurunan

permeabilitas terhadap air. Sel- sel pada stratum korneum dari penderita iktiosis

lebih kecil dan kurang mengandung ceramide dibandingkan sel kulit normal. Sel

yang berukuran kecil menunjukkan sel ini tidak mendatar sehingga

permeabilitasnya terhadap air meningkat. Dengan kata lain stratum korneum lebih

rentan terhadap invasi bahan-bahan yang larut dalam air dibandingkan kulit

normal. Ceramide merupakan komponen lemak interselluler yang penting untuk

menahan air. Penemuan lain menunjukkan bahwa dilapisan granuler epidermis

terdapat profilagrin yaitu suatu protein dengan berat molekul tinggi


didesfosforilasi menjadi fillagrin, yang selanjutnya menyebabkan kerusakan

pembentukan faktor pelembab alami (natural moisturizing factor). Kekeringan

kulit menunjukkan bahwa stratum korneum tidak mampu menahan hidrasi kulit

secara adekuat dimana terjadi penurunan kemampuan mengikat air dan

peningkatan pengeluaran air transepidermal. Hal ini mengakibatkan struktur kulit

menjadi lebih rapuh dan cenderung membentuk retak / fisura (sisik pada iktiosis).

Disamping itu kulit kering cenderung mengalami penurunan ambang rasa gatal,

sehingga kulit menjadi lebih mudah gatal. Proses ini menimbulkan kerusakan

pada stratum korneum. (Tabri, 2010)

Untuk proses penyerapan air terdapat Hidrofobilipid bilayer dengan

adanya lapisan lipid ini air dapat masuk kedalam lapisan sel, dengan adanya lipid

ini, air dapat masuk ke dalam sel. Ketiadaan lipid mengakibatkan kerenggangan

sel-sel di stratum korneum, sehingga dapat terjadi pelepasan air. Satu proses

penting dalam stratum korneum adalah proses deskuamasi, proses ini melepaskan

sel-sel mati dalam kulit . Proses deskuamasi ini juga berperan dalam mengganti

sel mati yang terlepas tadi dengan sel yang baru.

Iktiosis vulgaris diklasifikasikan sebagai hiperkeratosis retensi. Satu-

satunya penanda molekular yang diketahui dipengaruhi oleh iktiosis vulgaris

herediter adalah profilaggrin, prekursor filaggrin dengan berat molekul tinggi.

Profilaggrin, yang disintesis dalam lapisan granular epidermis, merupakan

komponen utama butiran keratohyalin. Melalui berbagai modifikasi

posttranslasional, profilaggrin diubah menjadi filaggrin, yang menggabungkan

fraksi keratin di lapisan bawah stratum korneum. Filaggrin bersifat proteolyzed

dan dimetabolisme, menghasilkan asam amino bebas yang mungkin memainkan


peran penting sebagai senyawa pengikat air di stratum korneum bagian atas.

Siklus normal hidrasi kulit berkontribusi pada deskuamasi normal. Siklus ini

terganggu pada iktiosis vulgaris. (Schwartz, 2016).

Ekspresi normal gen profilaggrin dapat dideteksi pertama kali pada lapisan

granular. Pada iktiosis vulgaris, ekspresi profilaggrin tidak ada atau berkurang

pada epidermis. Kelainan biokimia ini berkorelasi dengan penurunan jumlah

butiran keratohyalin dan tingkat keparahan klinis dari kondisi tersebut. Analisis

kultur keratinosit telah menunjukkan mRNA profilaggrin yang berkurang.

Dibandingkan dengan jumlah normal, satu penelitian menemukan hanya 50%

mRNA profilaggrin dan 10% protein profilaggrin yang ada. Penelitian telah

menunjukkan bahwa regulasi posttranskripsi yang tidak tepat menyebabkan

penurunan stabilitas mRNA profilaggrin. (Schwartz, 2016).

Mutasi pada gen penyandi filaggrin telah diidentifikasi sebagai penyebab

iktiosis vulgaris dan ditunjukkan sebagai faktor predisposisi utama dermatitis

atopik baik di Eropa dan Jepang. (Schwartz, 2016).

(a) (b)

Gambar 2.3 Perbedaan struktur antar sel di stratum korneum (a) kulit

normal (b) pada penderita iktiosis. ( Tabri, 2010)


2.4 Manifestasi Klinis

Sangat umum berhubungan dengan atopi. Xerosis dan pruritus memburuk

pada bulan-bulan terjadinya musim dingin. Perhatian ditujukan terhadap masalah

kosmetik pada pasien, terutama saat hiperkeratosis parah. (Johnson et al, 2013)

a. Kulit kering (Xerosis)

b. Scaly skin (bersisik).

c. Keratosis pilaris, yaitu hiperkeratosis perifolikular dengan ditandai papul

papul kecil seperti duri seperti warna kulit normal , dapat berkelompok-

kelompok atau menyebar luas, paling banyak ditemukan di lapisan

ekstensor dari ekstremitas. Pada anak-anak, juga terdapat pada pipi.

d. Tangan dan kaki biasanya tidak terkena, tetapi didapatkan hiperlinear

palmo- plantar. Pada beberapa pasien didapatkan penebalan kulit pada

palmar dan plantar mirip seperti keratoderma.

e. Gatal-gatal ringan pada kulit (Johnson et al , 2013)

f. Atopi sering ditemukan dan dapat bermanifestasi sebagai hay fever, eksim,

asma . Temuan ini dapat membingungkan diagnosis, sebab hiperlinear

palmo-plantar juga didapatkan pada pasien atopi yang tidak memiliki

iktiosis vulgaris. (Fleekman dan Giovanna, 2008)


2.5 DIAGNOSIS

Diagnosis iktiosis vulgaris dibuat berdasarkan temuan klinis dan adanya

abnormalitas dari granula keratohyalin pada pemeriksaan mikroskop elektron.

(Johnson et al, 2013)

2.5.1 Anamnesis

Walaupun kulit pada iktiosis vulgaris herediter terlihat dan terasa

normal saat lahir, ini berangsur-angsur menjadi kasar dan kering pada anak usia

dini. Onset dimulai pada usia 3-12 bulan. (Johnson et al, 2013)

a. Kulit cenderung kering (xerosis) dan bersisik menjadi gejala yang paling

menonjol . Sisik dapat meliputi daerah tulang kering, lengan, punggung,

pantat, dan lateral paha. Axilla, fossa antecubiti dam fossa poplitea tidak

terkena.

a. Area popok biasanya tidak terpengaruh.

b. Gejala perbaikan penting terjadi selama bulan-bulan musim panas.

c. Riwayat keluarga dengan iktiosis vulgaris herediter mungkin sulit untuk

dipastikan karena berbagai derajat penetrasi dan peningkatan umum gejala

dari waktu ke waktu.

d. Banyak pasien iktiosis vulgaris herediter terkait manifestasi atopik

(misalnya, asma, hay fever, ekzema,). Kondisi atopik dapat ditemukan

dalam banyak anggota keluarga, dengan atau tanpa gejala iktiosis vulgaris..

(Schwartz, 2016)
2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Gambaran klinis pada Iktiosis vulgaris :

b. Pada kulit bayi yang baru lahir dapat tampak normal, biasa gejala tampak

pada tahun pertama kehidupan.

c. Kulit kering (xerosis)

d. Kulit bersisik , Sisik dapat halus, tetapi dapat juga lebih besar, dan berbatas

tegas seperti pola sisik ikan. Sisik dapat meliputi daerah tulang kering,

lengan, punggung, pantat, dan lateral paha. Sisik biasanya lebih terlihat jelas

pada bagian ekstensor dari ekstremitas

e. Axilla, fossa antecubiti dam fossa poplitea tidak terkena

f. Area popok tidak terpengaruh.

g. Daerah wajah biasanya tidak terkena, kecuali pada dahi dan pipi. Keratosis

pilaris, yaitu hiperkeratosis perifoikular dengan ditandai papul papul kecil

seperti duri seperti warna kulit normal , dapat berkelompok-kelompok atau

menyebar luas, paling banyak ditemukan di lapisan ekstensor dari

ekstremitas. Pada anak-anak, juga terdapat pada pipi.

h. Banyak garis di telapak tangan dan telapak kaki (hiperlinear) (Johnson et al,

2013)

i. Kulit menebal, cenderung paling terlihat pada telapak tangan dan telapak

kaki.

j. Sangat jarang, individu dengan iktiosis vulgaris dapat mengalami

hipohidrosis dengan intoleransi panas. (Fleekman dan Giovanna, 2008)


Gambar 2.1 Distribusi dari iktiosis vulgaris. Titik-titik menandakan

keratosis pillaris. (Johnson et al, 2013)


Gambar 2.2 Iktiosis vulgaris. hiperkeratosis seperti sisik ikan yang halus

di area pektoral. ((Johnson et al, 2013)

Gambar 2.3 Grayish tessellated (tilelike). Sisik yang berikatan dengan

erat. Kesamaannya dengan kulit ikan atau kulit hewan amfibi terlihat sangat jelas.

Fossa popliteal terlihat normal. Ini adalah bentuk yang parah dari iktiosis vulgaris.

(Johnson R.A et al, 2013)


Gambar 2.4. Iktiosis vulgaris. Keratosis pillaris: lengan. Kecil, folikular,

berbentuk seperti duri-duri, terjadi sebagai manifestasi dari iktiosis vulgaris yang

ringan. Sebagian besar terlihat di bagian bahu, lengan atas, dan paha. Deskuamasi

dari kulit non folikular menghasilkan daerah kulit yang hipomelanotik

(kekurangan pigmen) mirip dengan pitriasis alba. (Johnson et al, 2013)

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan gambaran hiperkeratosis,

berkurangnya atau tidak adanya lapisan granular Pada pemeriksaan dengan

mikroskop electron, tampak bentukan granula keratin yang kecil dan sedikit

jumlahnya. Lapisan germinativum mendatar (Johnson et al, 2013)


Gambar 2.5 Histopatologi iktiosis vulgaris. Tidak tampak adanya lapisan

granular. (Johnson et al, 2013)

2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari iktiosis vulgaris adalah iktiosis didapat, dan semua

tipe dari iktiosis herediter lainnya.

Kasus iktiosis herediter lainnya onsetnya yaitu dimulai pada saat bayi

lahir, daerah lipatan sendi di ekstremitas juga terpengaruh, Iktiosis didapat dapa

dibedakan dengan iktiosis vulgaris dari umur saat onset, klinis, dan adanya tumor

atau penyakit lain yang mendasari sebelum terjadinya iktiosis. (Shimizu, 2007)

Tabel 2.1 Perbandingan dari tipe iktiosis (Shimizu, 2007)

Iktiosis X-linked Bullous Nonbullous Harlequin


vulgaris iktiosis congenital congenital ichthyosis
ichthyosifor ichthyosiform
m erythroderma
(BCIE) (NBCIE),
lamellar
ichthyosis
Frekuensi Umum Jarang Jarang Jarang Sangat jarang
Pewarisan Semi X-linked Autosomal Autosomal Autosomal
Sifat Dominan resesif dominan resesif resesif
Onset Balita Pada saat Pada saat Pada saat lahir Pada saat lahir,
lahir, atau lahir, atau
sesaat sesaat
setelah setelah lahir
lahir
Gejala di Ekstremitas, Abdomen Seluruh Seluruh tubuh Seluruh tubuh
kulit : punggung > tubuh
daerah punggung,
Lokasi intertriginosa, daerah
lapisan intertrigin
ekstensor > osa,
flexor lapisan
ekstensor=
flexor

Bentuk Sisik halus Besar, Hiperkerato Kemerahan, Hiperkeratosis


sisik sis berat sisik halus atau yang tebal,
berwarna berwarna fisura yang
coklat coklat gelap , dalam,
gelap berukuran ektropion
besar (iktiosis
lamellar)

Patologi Hiper Hiper Degenerasi Hiperkeratosis Hiperkeratosis


keratosis, Keratosis, lapisan (dengan atau yang berat
penipisan lapisan granular tanpa
dari lapisan granular parakeratosis)
granular hampir
normal
Gen Filaggrin Steroid Keratin 1 Transglutamin ABCA12
penyebab (FLG) sulfatase atau keratin ase 1 pada
10 beberapa kasus
Gambar 2.6 Varian iktiosis herediter

(a) (b)

(c) (d)

Gambar : (a) : Lamellar iktiosis, (b) X-linked iktiosis , (c) Epidermolitik


Hiperkeratosis, (d) Harlequin Iktiosis
2.7 Tatalaksana

Hidrasi dari stratum korneum. Kelenturan dari stratum korneum

dipengaruhi oleh jumlah air yang dikandung di dalamnya, Hidrasi paling

baik dicapai dengan pemberian immersi pada saat mandi dan diikuti

dengan pemberian petrolatum, krim yang mengandung ikatan urea yang

dapat mengikat air di stratum korneum.

Agen keratolitik. Campuran propilen glikol-gliserin-asam laktat. Propilen

glikol (44-60% di dalam air); asam salisilat 6 % dalam propilen glikol dan

alkohol, Asam - hidroksi (asam laktat atau asam glikolat) dapat

mengurangi sisik (Hati-hati terhadap hipersalisme). Sediaan yang

mengandung Urea (2-10%) dapat efektif.

Sistemik retinoid. Isotreonin dan acitrein sangat efektif , tetapi dibutuhkan

monitoring terhadap toksisiitas. Hanya kasus berat mungkin yang

membutuhkan terapi intermitten. (Johnson et al, 2013)

2.8 Prognosis

Gejala iktiosis vulgaris membaik pada musim panas dan dengan

meningkatnya kelembapan. Selain itu, prognosis iktiosis vulgaris membaik

seiring bertambahnya usia. Iktiosis vulgaris memburuk pada lingkungan kering

dan dingin. (Docrat, 2007)

Anda mungkin juga menyukai