Anda di halaman 1dari 4

BAB 3

PEMBAHASAN

Pasien Nn.A, Perempuan, usia 14 tahun datang ke poli kulit RSUD Jombang

dengan keluhan gatal didaerah selangkangan dan di kemaluan. Pasien didiagnosis

mengalami kandidiasis intertriginosa. Dari identitas pasien menunjukkan kesesuaian

dengan teori, dimana berdasarkan teori menunjukkan bahwa kandidiasis dapat

menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan (Kuswadji, 2010).

Diagnosis kandidiasis intertriginosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis dapat diketahui

faktor predisposisi dan gejala klinis pada pasien. Dari hasil anamnesis didapatkan

keluhan gatal didaerah selangkangan dan di kemaluan. Gatal dirasakan sejak > 2

minggu yang lalu. Rasa gatal dirasakan semakin bertambah hebat ketika pasien

berkeringat. Pasien mengatakan kulit di daerah selangkangannya kemerahan dan

timbul seperti bisul kecil kecil di sekitarnya, kadang terasa perih . Biasanya pasien

menggaruknya untuk mengurangi rasa gatal sehingga kulit di sekitar selangkangannya

yang kemerahan tadi mengelupas (lecet). Pasien telah mencoba memberikan salep

yang didapatkannya dari puskesmas (pasien lupa nama obatnya), namun rasa gatal

menetap dan tidak berkurang. Hal ini sesuai teori bahwa gejala klinis kandidiasis

kutis biasanya terjadi pada lipatan kulit yang lembab dan termaserasi. Keluhan yang

sering terjadi adalah gatal, kemerahan, dan daerah yang termaserasi (Gupta, 2009).

Berdasarkan teori, infeksi kandida dapat terjadi apabila terdapat faktor

predisposisi baik endogen maupun eksogen. Pada pasien ini faktor predisposisi

endogen yang mungkin adalah kegemukan karena dilihat dari indeks massa tubuhnya

pasien tergolong kedalam kategori obesitas. Dari hasil anamnesis riwayat sosial
pasien didapatkan bahwa pasien adalah seorang pelajar, Pasien mandi, ganti pakaian,

ganti celana dalam tidak tentu kadang 1 atau 2 kali sehari. Pasien mandi

menggunakan sabun merk Lifebuoy. ketika habis BAK/ BAB, pasien sering tidak

mengeringkan daerah selangkangan dan kemaluannya dan langsung menggunakan

celana dalam, dari hasil anamnesis tersebut, faktor eksogen yang mungkin pada

pasien ini adalah kelembaban dan kebersihan diri yang kurang. Selain itu secara

epidemiologi, prevalensi tinggi terjadi di negara berkembang, banyak terjadi di daerah

tropis seperti Indonesia dengan kelembaban udara yang tinggi dan didukung oleh

cuaca yang panas menyebabkan produksi keringat yang banyak dan mengakibatkan

lokasi lipatan kulit yang tertutup pakaian menjadi lembap dan rentan terhadap infeksi

kandidiasis intertriginosa. (Soetojo, 2016).

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan ditemukan pada regio genitalia

eksterna serta regio inguinal dextra dan sinistra tampak makula eritematosa, berbatas

jelas disertai sedikit skuama halus, disertai satelit papul dan erosi. Hal tersebut sesuai

teori bahwa gambaran effloresensi pada kandidiasis intertriginosa adalah berupa

bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi

oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah

meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti

lesi primer. (Kuswaji, 2010). Kulit nyeri, inflamasi, eritematous, dan ada satelit

vesikel/pustula, bula atau papulopustular yang pecah meninggalkan permukaan yang

kasar dengan tepi yang erosi. (Suyoso et al, 2005).

Diagnosis klinis perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan KOH Pada pemeriksaan KOH dilakukan pengerokkan kulit yang

kemudian diperiksa dengan larutan KOH 10-20% atau dengan pewarnaan gram. Pada

pemeriksaan tersebut akan tampak budding yeast cell (2 spora seperti angka 8)
dengan atau tanpa pseudohifa (gambaran seperti untaian sosis). (Suyoso et al, 2005)

Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan ini harus

dilakukan dan bila hasilnya posiitif sudah dapat memastikan diagnosis, tetapi jika

hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis apabila anamnesis dan klinis menyokong.

(Suyoso et al, 2005) .

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Loratadin 10 mg tab 1x1,

Ketoconazole cream 2% dan ketokonazole tab 200 mg. Hal ini sesuai dengan teori

bahwa terapi yang diberikan pada kandidiasis kutis yaitu dengan menggunakan obat

antijamur topikal seperti nystatin atau golongan azole/ imidazole cream 2 kali sehari.

Antijamur sistemik pada kasus ini yaitu ketoconazole tab 200 mg pada kasus sesuai

dengan teori dimana antijamur sistemik yang dapat digunakan yaitu fluconazole,

itrakonazole atau ketoconazole. Ketoconazole 200 mg tablet ini dapat diberikan

selama 1-2 minggu. (Wolff et all, 2013). Loratadin 10 mg tab 1x1 pada kasus ini

bertujuan untuk mengurangi gatal pada pasien.


BAB 4
KESIMPULAN

Kandidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur jenis

Candida. Jamur Candida yang sering menyerang manusia adalah Candida albicans.

Jamur ini merupakan flora normal kulit, dapat menjadi patogen tergantung pada

kondisi tertentu sesuai factor resiko terjadinya kandidiasis. Prevalensi tinggi

terjadinya kandidiasis yaitu pada negara berkembang seperti Indonesia, hal ini

dikarenakan daerah Indonesia yang beriklim tropis, sehingga memungkinkan jamur

untuk bertumbuh dan berkembang biak. Candida dapat menyerang manusia pada

daerah selaput lendir atau mukosa, pada daerah kulit, dan juga sistemik.

Kandidiasis kutis adalah suatu infeksi jamur pada kulit yang disebabkan oleh

jamur genus Candida. Kandidiasis kutis dibagi menjadi kadidosis intertriginosa,

kandidiasis perianal, paronikia dan onikomikosis kandidiasis kutis generalisata Untuk

pengobatannya, secara non medikamentosa dengan mengurangi atau menghindari

faktor predisposisi, secara medikamentosa dapat diberikan pengobatan anti jamur

topikal dan antijamur sistemik seperti nistatin atau golongan imidazole.

Prognosis dapat membaik apabila faktor predisposisi dapat dihilangkan atau

dikurangi dan pasien menggunakan obat sesuai dengan anjuran yang semestinya.

Anda mungkin juga menyukai