Anda di halaman 1dari 16

1.

Jenis-jenis Operasi Katarak


Intra Capsular Cataract Extraction ( ICCE ) / Ekstraksi Katarak Intra
Kapsuler ( EKIK )
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Dapat dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah
putus. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
dipindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi.
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular. Operasi ini lebih susah untuk sembuh karena luka
insisi yang sangat lebar sekitar 160-1800, IOL harus diletakkan di camera oculi
anterior atau dijahit di posterior, dan resiko terjadi komplikasi atau penyulit lebih
besar. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma,
uveitis, endoftalmitis, kebocoran vitreus, dan perdarahan.
2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE ) / Ekstraksi Katarak Ekstra
Kapsuler ( EKEK )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glaukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps
badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat
mengalami ablasi retina, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat
melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat
timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
EKEK konvensional atau standar dianggap kurang berisiko untuk pasien
dengan katarak yang sangat keras atau jaringan epitel kornea yang lemah.
Sebuah ekstraksi katarak ekstrakapsular konvensional membutuhkan waktu
kurang dari satu jam untuk dilakukan. Setelah daerah sekitar mata telah
dibersihkan dengan antiseptik, kain steril digunakan untuk menutupi sebagian
wajah pasien. Pasien diberikan baik anestesi lokal untuk membuat mati rasa
jaringan di sekitar mata atau anestesi topikal untuk membuat mati rasa mata itu
sendiri. Eyelid holder digunakan untuk membuat mata tetap terbuka selama
prosedur. Jika pasien sangat gelisah, dokter mungkin dapat menggunakan obat
penenang secara intravena.
Setelah anestesi telah diberlakukan, ahli bedah membuat sayatan di kornea
pada titik di mana sklera dan kornea bertemu. Meskipun panjang khas sayatan
EKEK standar adalah 10-12 mm, perkembangan IOLs akrilik yang dapat dilipat
telah memungkinkan ahli bedah bekerja dengan sayatan yang hanya 5-6
mm. Variasi ini kadang-kadang disebut sebagai EKEK sayatan kecil (small-
insision / SICS). Setelah sayatan dibuat, ahli bedah membuat robekan sirkular di
depan kapsul lensa, teknik ini dikenal sebagai capsulorrhexis. Ahli bedah
kemudian dengan hati-hati membuka kapsul lensa dan membuang nukleus lensa
dengan memberikan tekanan dengan instrumen khusus. Setelah nucleus
dikeluarkan, ahli bedah menggunakan suction untuk menghisap sisa korteks
lensa. Suatu bahan viskoelastik khusus disuntikkan ke dalam kapsul lensa kosong
untuk membantu mempertahankan bentuk sementara ahli bedah memasukkan
IOL. Setelah lensa intraokular telah ditempatkan dalam posisi yang benar,
substansi viskoelastik akan dibuang dan sayatan ditutup dengan dua atau tiga
jahitan.

Prosedur ECCE. Insisi yang dibuat lebih lebar daripada SICS.


3. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal
lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur
sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui
irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital,
traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak
senilis padat, dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan
dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa
intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.
Dalam phakoemulsifikasi, ahli bedah menggunakan probe ultra-sound
dimasukkan melalui sayatan untuk memecah nukleus lensa menjadi potongan-
potongan yang lebih kecil. Teknik baru menawarkan keuntungan insisi yang lebih
kecil dari standar EKEK, jahitan sedikit atau tidak ada untuk menutup sayatan,
dan waktu pemulihan lebih pendek untuk pasien. Teknik ini memiliki sejumlah
keunggulan dibandingkan EKEK konvensional, terutama karena diperlukan insisi
lebih kecil. Hal ini diyakini dapat mengurangi surgically induced astigmatism dan
memungkinkan refraksi stabil dan rehabilitasi visi dan kegiatan sehari-hari. Selain
itu, operasi phakoemulsifikasi menunjukkan inflamasi dan kerusakan sawar
darah-aqueus humor yang lebih rendah daripada yang diamati dengan operasi
EKEK .

Prosedur phacoemulsification.
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan
teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena
lebih cepat sembuh, jahitan lebih sedikit atau tidak ada, kauterisasi minimal
sampai tidak ada daripada ECCE, dan lebih murah, tidak butuh latihan lama
dibanding phaco. Operasi ini menggunakan teknik insisi supero oblik (arah jam 9-
12) pada perbatasan sklera-konjungtiva selebar 5-6 mm, lalu membuat
terowongan (tunnel) untuk capsulorhexis, pengeluaran korteks lensa, sampai
pemasukkan IOL yang dapat dilipat.

2. Jenis-jenis Operasi Pterygium

Adapun Teknik Pembedahan yang dapat dilakukan pada pterigium adalah sebagai
berikut:
1. Eksisi dengan bare sclera
Pada teknik operasi ini dilakukan eksisi kepala dan badan pterygium sedangkan sklera
dibiarkan terbuka untuk mengalami epitelisasi kembali. Tingkat kekambuhan pada teknik ini
tinggi, yaitu antara 24 % sampai 89 %, dan telah didokumentasikan dalam berbagai laporan.
Teknik operasi menggunakan mikroskop yang dilakukan di bawah anastesi lokal. Dilakukan
eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai pinggir limbus, kemudian
pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan tendon di bawah badannya dengan
menggunakan gunting.
2. Transplantasi membran amnion (amniotic membrane transplantation)
Teknik operasi ini berupa grafting dengan menggunakan membran amnion, yang
merupakan lapisan paling dalam dari plasenta yang mengandung membrana basalis yang
tebal dan matriks stromal avaskular. Dalam dunia oftalmologi, membran amnion ini
digunakan sebagai draft dan dressing untuk infeksi kornea, sterile melts, dan untuk
merekonstruksi permukaan okuler untuk berbagai macam prosedur. Cara kerja teknik ini
adalah dimana komponen membran basalis dari membran amnion ini serupa dengan
komposisi dalam konjungtiva. Untuk alasan inilah teori terkini menyatakan bahwa membran
amniotik memperbesar support untuk limbal stem cells dan cornea transient amplifying cells.
Klonogenisitas dipelihara dengan meningkatkan diferensiasi sel goblet dan non goblet. Lebih
jauh lagi, hal tersebut dapat menekan diferensiasi miofibroblast dari fibroblas normal untuk
mengurangi scar dan pembentukan vaskuler. Mekanisme ini membantu penyembuhan untuk
rekonstruksi konjungtiva, defek epitel, dan ulserasi stromal. Setelah dilakukan pengangkatan
konjungtiva luas dilakukan transplantasi membran amnion. Membran amnion diletakkan
diatas defek dan dijahitkan ke sklera. Transplantasi membran amnion telah terbukti dapat
mengurangi pterigium rekuren karena membran amnion dapat menekan signal TGF- di
konjungtiva sehingga reaksi pembentukan fibroblastik dan jaringan parut dapat dikurangi.

3. Teknik Autograft Konjungtiva


Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar
superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium tersebut. Komplikasi
jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-
hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan
orientasi akurat dari graft tersebut.

4. Eksisi dengan membran mukosa


Dilakukan pemotongan konjungtiva dan symblepharon sehingga dapat membebaskan
perlengketan jaringan fibrosa. Pterigium dipotong pipih dari kornea sehingga dapat
dibebaskan dari konjungtiva, sclera dan otot rektus mata yang normal. Kornea, skelra, limbus
dan jaringan disekitarnya yang tersisa sangat tipis. Keratektomi dilakukan pada korneosklera
yang dipotong pipih kemudian dilakukan graft donor kornea dengan nilon nomor 10/0 dengan
jahitan secara terputus. Kemudian di lakukan graft pada sclera dan konjungtiva yang diambil
dari membrane mukosa bibir dengan ketebalan 0,2 mm, dilakukan penjahitan dengan
menggunakan vikril nomor 7/0.
5. Avulsi pterigium dengan konjungtiva limbal graft
Dilakukan anestesi topical pada mata dengan menggunakan proparakain HCl 0,5%.
Kemudian dilakukan injeksi peribulbar terpatnya dibawah pterigium dengan menggunakan
xylocain 2% dan adrenalin (1:100.000). Dilakukan sayatan kecil pada bagian pterigium
sehingga pterigium dapat dipisahkan dari episklera dan kornea. Kemudian dilakukan
penyuntikan xylocain 2% 0,25 ml dengan adrenalin (1:100.000) untuk membuat balon
konjungtiva setipis mungkin dan diambil sampai ke limbus. Tanpa pengangkatan flap,
kemudian langsung digeser ke sclera yang akan di graft dan dijahit dengan nilon nomor 10/0.

3. Indikasi dan Kontraindikasi Pemeriksaan Tonometri


Indikasi
Penderita glaukoma akut
Setiap orang yang berusia 35 tahun
Penderita DM
Keluarga penderita Glaukoma
Pasien yang buta sebelah mata

Kontraindikasi
Pasien yang mengalami infeksi pada mata
Adanya trauma pada mata
Sensitive terhadap anestesi lokal
Pada pasien yang tidak dapat menahan mata untuk tidak berkedip, risiko abrasi
kornea

Cara Pemeriksaan Tonometri Schiotz

4. Pergerakan Bola Mata

Dalam setiap mata didapat 6 otot yang berfungsi menggerakkan bola mata , yang terdiri dari :
4 musculi rectus, yang berada mulai dari anulus zinii, di sekeliling n. II yang terletak
di apeks posterior orbita dan terdiri dari :
M. Rectus Medialis
Rectus medius mempunyai origo pada annulus zinnii dan pembungkus dura
saraf optik yang sering memberikan rasa sakit pada pergerakkan mata bila
terdapat neuritis retrobulbar dan berinsersi 5mm di belakang limbus. Rectus
medius merupakan otot mata yan paling tebal dengan tendon terpendek.
M. Rectus Lateralis
Rectus lateralis mempunyai origo pada anulus zinnii di atas dan di bawah
foramen optik .
M. Rectus superior
Rectus superior mempunyai origo pada anulus zinnii dekat fisura orbita
superior beserta lapis dura sarf optik yang akan memberikan rasa sakit pada
pergerakan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar . Otot ini berinsersi
7mm di belakang limbus .

M. Rectus Inferior
Rectus inferior mempunyai origo pada anulus zinnii , berjalan antara obliqus
inferior dan bola mata atau sclera dan insersi 6mm di belakang limbus yang
pada persilangan dengan obliqus inferior diikat kuat oleh ligament Lockwood

2 musculi obliqua, yaitu :


M. Obliqus Superior
Obliqus superior berorigo pada anulus zinnii dan ala parva tulang sfenodi di
atas foramen optik , berjalan menuju trochlea dan dikatrol balik dan kemudian
berjalan di atas otot rectus superior yang kemudian berinsersi pada sclera di
bagian temporal belakang bola mata
M. Obliqus Inferior
Obliqus inferior mempunyai origo pada fossa lacrimal tulang lacrimal
berinsersi pada sclera posterior 2mm dari kedudukan makula
Persarafan Pada Otot-otot Gerak mata

Otot otot ini juga di persarafi oleh tiga saraf cranialis yaitu n. oculomotorius, n. troclearis ,
n. abdusen . Ketiga saraf ini memiliki nukleus yang berada pada batang otak, bersama dengan
jaras yang menghubungkan mereka dengan nukleus-nukleus lain ( misal vestibularis ) dan
dengan pusat melihat ( melihat horizontal di pons dan melihat vertikal di otak tengah ).
Semuanya mengkoordinasi pergerakan kedua mata.

Tiap mata dapat bergerak secara abduksi ( menjauh dari hidung ), aduksi ( mendekati hidung
), melihat ke atas ( elevasi ), ke bawah ( depresi ), intorsi ( memutarnya satu mata ke arah
hidung ), ekstorsi ( memutarnya satu mata menjauhi hidung ).

Otot yang dipersarafi oleh n. Oculomototorius yaitu : M. rectus medial, M. Rectus inferior ,
M. Rectus Superior , M. Obliqus inferior .
Otot yang dipersarafi oleh n. Trochlearis yaitu : M. Obliqus Superior
Otot yang dipersarafi oleh n. Abdusens yaitu : M. Rectus Lateralis
Hubungan antar nukleus memastikan gerakan kedua mata terkoordinasi, misal nya saat
melihat ke kanan m. Rectus lateralis kanan dan m. Rectus medial kiri sama-sama terstimulasi
( yoke muscles ). Disaat yang sama, inervasi otot-otot antagonis yang mengerakkan mata kiri
( m. Rectus lateralis kiri dan m. Rectus medialis kanan ) terinhibisi.

Fungsi dari otot-otot gerak mata

OTOT MATA GERAK PRIMER GERAK SEKUNDER

M. Rectus Lateralis Abduksi -


M. Rectus Medialis Aduksi -
M. Rectus Superior Elevasi Aduksi , intorsi
M. Rectus Inferior Depresi Aduksi , ekstorsi
M. Obliqus Superior Intorsi Abduksi , depresi
M. obliqus Inferior Ekstorsi Abduksi , elevasi

M. Rectus Lateralis hanya bekerja untuk abduksi, sedang M. Rectus Medialis untuk aduksi.
Otot-otot yang lain mempunyai gerak sekunder , disamping gerak primer.

Kerja elevasi dan depresi dari M. Rectus superior dan M. Rectus Inferior bertambah bila mata
dalam keadaan abduksi, sedang kerja elevasi dan deprsi dari M. Obliqus Superior dan M.
Obliqus Inferior bertambah bila mata dalam keadaan aduksi.
Pergerakan satu mata :
Duksi : Rotasi monokuler dengan mata lain ditutup
Aduksi, adalah rotasi monokuler ke nasal
Abduksi, adalah rotasi monokuler ke temporal
Supraduksi ( Elevasi ), adalah rotasi monokuler ke atas
Infraduksi ( Depresi ), adalah rotasi monokuler ke bawah
Torsi : Pergerakkan memutar seperti roda
Intorsi, adalah memutarnya satu mata ke arah hidung
Ekstorsi, adalah memutarnya satu mata menjauhi hidung

Pergerakan Kedua mata


Versi : Pergerakan dari kedua mata ke arah yang sama.
Dextroversi/Levoversi: Pergerakan dari kedua mata kekanan/kekiri.
Supraversi/Infraversi : Pergerakan dari kedua mata ke atas/kebawah
Dextrocycloversi : Pergerakan memutar dari kedua mata ke
kanan ( clockwise )
Levocycloversi : Pergerakan memutar dari kedua mata ke kiri
Vergens : Pergerakan dari kedua mata ke arah yang sama
Konvergens : Kedua mata bergerak ke arah nasal
Divergens : Kedua mata bergerak ke arah temporal
Pada pergerakan mata yang terkoodinir , satu otot dari satu mata bergandengan dengan satu
otot dari mata yang lain , untuk melakukan pergerakan dalam 6 arah jurusan kardinal dari
penglihatan. Otot-otot yang berpasangan itu disebut Yoke Muscles .
Menurut hukum Hering : Pada setiap gerakan mata bersama, ke 6 arah kardinal , Yoke
Muscles ini mendapat rangsangan kekuatan yang sama.

Yokes Muscles (Harings Law)

Dalam pergerakan bola mata, salah satu otot mata berpasangan dengan otot mata lain
pada bola mata yang lain .

Jurusan Penglihatan Mata Kanan Mata kiri


Kardinal

Ke atas kanan M. Rectus Superior M. Obliqus inferior


Ke kanan M. Rectus Lateralis M. Rectus medialis
Ke kanan bawah M. Rectus inferior M. Obliqus superior
Ke kiri bawah M. Obliqus superior M. Rectus inferior
Ke kiri M. Rectus medialis M. Rectus lateralis
Ke atas kiri M. Obliqus inferior M. Rectus superior

OD OS

Pergerakan mata lurus ke bawah/ ke atas tidak di anggap sebagai jurusan penglihatan
kardinal, karena tak ada pasangan Yoke Muscles yang terutama bertanggung jawab
terhadap gerakan ini.
5. Perjalanan Pembuluh Darah Konjungtiva

Pembuluh darah okular berasal dari arteri oftalmika, yang merupakan cabang dari arteri

karotis interna. Arteri oftalmika bercabang menjadi arteri retina sentralis, arteri siliaris

posterior, dan beberapa arteri silaris anterior.

Vaskularisasi konjungtiva berasal dari 2 sumber, yaitu :

1. Arteri Palpebralis

Pleksus post tarsal dari palpebra, yang diperdarahi oleh arkade marginal dan perifer dari

palpebra superior akan memperdarahi konjungtiva palpebralis. Arteri yang berasal dari

arkade marginal palpebra akan melewati tarsus, mencapai ruang subkonjungtiva pada
daerah sulkus subtarsal membentuk pembuluh darah marginal dan tarsal. Pembuluh darah

dari arkade perifer palpebra akan menembus otot Muller dan memperdarahi sebagian

besar konjungtiva forniks. Arkade ini akan memberikan cabang desenden untuk

menyuplai konjungtiva tarsal dan juga akan mengadakan anastomose dengan pembuluh

darah dari arkade marginal serta cabang asenden yang melalui forniks superior dan

inferior untuk kemudian melanjutkan diri ke konjungtiva bulbi sebagai arteri konjungtiva

posterior.

2. Arteri Siliaris Anterior

Arteri siliaris anterior berjalan sepanjang tendon otot rektus dan memperca-bangkan diri

sebagai arteri konjungtiva anterior tepat sebelum menembus bola mata. Arteri ini

mengirim cabangnya ke pleksus perikorneal dan ke daerah konjungtiva bulbi sekitar

limbus. Pada daerah ini, terjadi anastomose antara pembuluh darah konjungtiva anterior

dengan cabang terminal dari pembuluh darah konjungtiva posterior, menghasilkan daerah

yang disebut Palisades of Busacca.

Arteri-arteri Konjungtiva
Vena-vena konjungtiva lebih banyak dibandingkan arteri konjungtiva. Diameter vena-

vena ini bervariasi dari 0,01 hingga 0,1 mm dan dapat diidentifikasi dengan mudah. Drainase

utama dari konjungtiva talsalis dan konjungtiva bulbi langsung mengarah ke vena-vena

palpebralis. Beberapa vena tarsalis mengarah ke vena-vena oftalmikus superior dan inferior,

yang akan berakhir pada sinus kaverosus.

Sistem vena Konjungtiva

6. Anatomi Kornea

Kornea (cornum = seperti tanduk) merupakan selaput bening mata yang tembus
cahaya dan pelindung struktur mata internal. Jaringan ini bersifat avaskular dan transparan.
Kornea dewasa mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, 0,65 mm di tepi, dan diameter 11,5
mm. Kornea memberikan kontribusi dari total kekuatan refraksi mata atau setara dengan
40 dioptri dari total 50 dioptri mata manusia
Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan
oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata dan udara bebas. Sebagai tambahan, kornea
perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus.
Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf
terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea
dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan
pada daerah limbus.
Dari anterior ke posterior, kornea memiliki 5 lapisan yang berbeda-beda. Adapun
lapisan-lapisan tersebut sebagai berikut
1. Epitel
Terdiri 5 lapis sel epitel squamous bertingkat tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan
epitel kira-kira 5% (50 m) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air
mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal sering
terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapisan sel sayap
dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan
sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya
regenerasi
2. Membran bowman
Lapisan basal tipis yang berasal dari sel basal epitel squamous bertingkat. Lapisan
ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap trauma, namun tidak memiliki daya
regenerasi. Apabila terjadi trauma akan menimbulkan jaringan parut. Tebal
lapisan ini sekitar 12 m
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan
tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar
sekitar 0,5 mm yang saling menjalin dan mencakup seluruh diameter kornea.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di
antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descemet
Lapisan ini merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang
tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang
terus seumur hidup dan mempunyai tebal 40 m. Lebih kompak dan elastis
daripada membran Bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma dan proses
patologik lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang lain
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal
antara 20-40 m melekat erat pada membran Descemet melalui hemidesmosom
dan zonula okluden. Endotel dari kornea ini dibasahi ole h aqueous humor.
Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya
regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi
cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat
akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan
(edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi.
Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan
membran semipermeabel, kedua lapisan ini mempertahankan kejernihan daripada
kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadi edema kornea
dan kekeruhan pada kornea

Anda mungkin juga menyukai