sel skuamosa yang bersifat lebih invasif dan dapat menembus membran basal
hingga substantria propia dari konjungtiva atau stroma kornea.
Istilah ocular surface squamous neoplasia (OSSN) (Neoplasia Skuamosa
pada Permukaan Mata)
Hirst untuk menunjukkan sebuah spektrum neoplasma yang berasal dari epitel
skuamosa mulai dari dysplasia sederhana hingga karsinoma sel skuamosa invasif
(SCC), yang melibatkan konjungtiva, limbus, dan kornea. (Lee & Hirst 1995).
Mirip dengan kanker leher rahim, tumor ini juga memiliki tingkat kekambuhan
yang relatif tinggi setelah pengobatan dan dapat bermetastasis. Tumor ini
dianggap sebagai keganasan tingkat rendah ( low grade) tetapi lesi invasif dapat
menyebar ke bola mata atau orbita. Bab ini menyoroti tentang epidemiologi,
etiologi dan faktor terkait, manifestasi klinis, alat diagnostik, dan standar
perawatan untuk pengelolaan tumor ini. Papiloma skuamosa juga disertakan
dimana beberapa papilloma konjungtiva mungkin memiliki potensi displastik.
2. Epidemiologi dan patogenesis
OSSN dianggap penyakit yang tidak biasa dengan insiden geografis yang
bervariasi dari 0,2 hingga 3,5 per 100.000, dengan frekuensi yang lebih besar di
dekat daerah khatulistiwa. (Lee & Hirst 1995) Ini adalah tumor permukaan mata
yang paling umum terdapat dalam banyak seri (Lee & Hirst 1995;. Shields et al
2004;. Shields & Shields 2004) Sebelum pandemik HIV, OSSN tercatat terjadi
terutama pada lansia dimana OOSN merupakan tumor oculo-orbital ketiga yang
paling umum terjadi setelah melanoma maligna dan limfoma. (Lee & Hirst 1995)
Tumor ini jarang terjadi di Amerika Serikat, dengan tingkat kejadian 0,03 per
100.000 orang, meskipun terdapat tingkatan sebesar 5 kali lipat lebih tinggi pada
laki-laki dan Kaukasia (Sun et al. 1997).
Patogenesis OSSN masih harus dikaitkan dengan faktor etiologi tertentu,
Faktor terkait utama adalah paparan radiasi ultraviolet (UV), infeksi human
papilloma virus, dan human immunodeficiency virus (HIV) seropositif.
2.1 Ultraviolet-B
Paparan kronis dari radiasi UV-B (290-320 nm) merupakan penyebab
utama dari kebanyakan penyakit mata seperti pingecular, pterygium, katarak, dan
degenerasi makula yang terkait dengan usia. (Taylor et al. 1992) Bukti dari studi
epidemiologi dan penderita kanker di seluruh dunia telah mengkonfirmasikan
bahwa tingkat kejadian OSSN meningkat bila daerahnya semakin dekat dengan
daerah khatulistiwa, kemungkinan akibat peningkatan radiasi UV matahari. (Lee
et al 1994; Newton et al 1996) Satu penelitan untuk kanker yang berbasis populasi
menemukan bahwa kejadian karsinoma sel skuamosa (SCC) mata menurun
sebesar 49% untuk setiap kenaikan 10 derajat dari lintang, berkurang hingga lebih
dari 12 kasus per juta per tahun di Uganda, menjadi kurang dari 0,2 kasus tiap juta
tiap tahun di Inggris. Insiden SCC menurun sekitar 29% tiap pengurangan unit
dalam paparan UV. (Newton et al. 1996). Terdapat banyak bukti yang
menghubungkan keganasan kulit dengan paparan UV. (English et al. 1997) Lesi
ini terjadi teruatama didaerah kulit yang sering terpapar sinar matahari. Lesi
OSSN sering ditemukan didaerah limbus kornea di daerah interpalpebral, di mana
paparan sinar matahari lebih besar. Limbus kornea merupakan daerah transisi, dari
konjungtiva menjadi epitel kornea, analog dengan junction squamocollumnar dari
serviks uteri yang rentan terhadap perubahan displastik. Peran dari sel induk
limbal pada perkembangan OSSN masih kontroversial. Sel-sel ini berumur
panjang dan memiliki potensi besar untuk divisi clonagenik. OSSN mungkin
terjadi dari disfungsi sel-sel induk limbal dan dari agen mutagenik seperti radiasi
UV yang menyebabkan mutasi pada gen penekan tumor P53, yang juga dikenal
sebagai gen TP53. Sebuah penelitian case-control telah menemukan bahwa mutasi
TP53 terdeteksi pada 56% kasus kanker (SCC) dan 14% dari kontrol. 50% dari
mutasi merupakan transisi CC-TT dimana terjadi mutagenesis dari molekular
signatur oleh sinar UV matahari. Prevalensi ini ditemukan tinggi bila
dibandingkan dengan jenis kanker laiinya (yang tidak melebihi dari 6%), tapi
didapatkan serupa dengan kanker kulit pada subyek dengan xeroderma
pigmentosum. (Ateenyi-Agaba et al. 2004) Elastosis akibat cahaya matahari juga
ditemukan lebih sering terjadi pada spesimen patologis dari neoplasia sel
skuamosa pada konjungtiva (53,3% kasus dan 3,3% dari kontrol). (Tulvatana et al.
2003) Satu penelitian imunohistokimia menunjukkan bahwa radiasi UV dapat
berperan sebagai agen stimulasi dalam ekspresi beberapa enzim proteolitik,
seperti matriks metalloproteinase (MMP) dan inhibitor jaringan mereka (TIMPs),
yang relevan dengan neoplasia. (Ng et al. 2008)
2.2 Human papilloma virus
Human papiloma virus (HPV) adalah virus onkogenik dan peranan mereka
dalam karsinoma serviks pada manusia sangat jelas, namun peranan mereka dalam
kejadian OSSN masih tidak jelas. Nakamura menunjukkan bahwa 50% dari tumor
skuamosa pada permukaan okular dan kantung lakrimal terkait dengan HPV.
(Nakamura et al. 1997) Biopsi spesimen bersama dengan analisis dari jaringan
archrival tertanam mengungkapkan bahwa HPV risiko rendah tipe 6 dan 11 adalah
jenis virus yang paling banyak ditemukan berhubungan dengan papilloma
konjungtiva. (Sjo et al 2007;. Verma et al. 2008) HPV risiko tinggi tipe 16 dan 18
juga didapatkan dalam papiloma konjungtiva, bagaimanapun, keduanya biasa
ditemukan di dysplasia kelas tinggi, atau karsinoma sel skuamosa invasif dari
konjungtiva. (Sjo et al 2007;.. Verma et al 2008) Satu penelitian mengidentifikasi
DNA dari HPV 16, 18, dan mRNA dari daerah E6, yang mewakili virus yang
ditranskripsi secara aktif dari semua spesimen dari neoplasia intraepithelial
konjungtiva dengan menggunakan teknik PCR (n = 10). (Scott et al. 2002)
Sebaliknya, beberapa studi telah gagal untuk menunjukkan keikutsertaan
HPV pada tumor epitel konjungtiva maligna dan menyimpulkan bahwa HPV tidak
berhubungan dengan lesi konjungtiva maligna dan ditimbulkan dari mekanisme
lain, seperti UVB yang lebih penting sebagai etiologi dari lesi ini. (Eng et al
2002;. Tulvatana et al 2003;. Sen et al 2007;.. Manderwad et al 2009) Dengan
demikian, hubungan antara HPV dan OSSN bervariasi pada wilayah geografis
yang berbeda, dan mungkin tergantung pada metode deteksi yang digunakan.(Eng
et al 2002;. Sen et al 2007;. Guthoff et al. 2009; Manderwad et al. 2009)
dari
Amerika
Serikat
menemukan
bahwa
ada
peningkatan
dari prevalensi HIV di antara pasien dengan CIN yang berusia lebih muda dari 50
tahun. (Karp et al. 1996. Sebuah HIV/AIDS Cancer Match Registry Study in the
USA, menunjukkan bahwa risiko dari SCC konjungtiva meningkat terlepas dari
kategori HIV, jumlah limfosit CD4, dan waktu relatif dari onset AID. Risiko
tertinggi pada usia diatas 50 tahun, etnis hispanik, dan tinggal di daerah dengan
radiasi tinggi dari UV. (Guech-Ongey et al. 2008) Analisis jaringan
dari spesimen OSSN pada pasien HIV-1 telah mengidentifikasi beberapa virus
onkogenik termasuk HPV, EBV, dan KSHV, sehingga menyimpukan bahwa
agen-agen infeksi ini dapat berkontribusi untuk perkembangan dari keganasan ini
pada pasien HIV. (Simbiri et al. 2010)
2.4 Imunosupresi
Dari catatan, OSSN memiliki beberapa kesamaan dengan neoplasma kulit.
Diyakini bahwa supresi kekebalan lokal pada kulit dari kerusakan akibat sinar
matahari dapat menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi HPV, yang
Fitur klinis lesi: morfologi, ukuran, lokasi, permukaan, feeder vessels, dan
lokasi anatomi yang tepat apakah konjungtiva (bergerak dengan
konjungtiva
ketika
melakukan
anestesi
topikal
dengan
ujung
Diagnosis patologis
Karena tampilan klinis saja mungkin tidak membedakan lesi intraepithelial
dari lesi invasif, baku emas untuk diagnosis pasti adalah histologi jaringan,
yang dapat dilakukan oleh insisi atau eksisi biopsi. Untuk tumor yang
relatif kecil (< 4 jam keterlibatan limbus atau diameter basal<15 mm),
biopsi eksisi umumnya lebih disukai dari pada biopsi insisi. Lesi yang
lebih besar dapat didekati oleh wedge biopsyatau punch biopsy. Biopsi
insisi juga cocok untuk kondisi yang idealnya diobati dengan kemoterapi
topikal, atau perawatan lain, seperti radiasi.
Gambar. 11. Karsinoma sel skuamosa A. massa difus melibatkan lebih dari
dua kuadran limbus. Temuan B. Temuan Gonioscopic dalam mata yang
sama menunjukkan invasi angulus oleh massa.
4.1 Histologi
Fitur histologis OSSN dapat diklasifikasikan sesuai dengan keberadaan
sel-sel displastik yang berasal dari lapisan sel basal yang meluas ke arah
permukaan. Ada berbagai pola perubahan displastik, mulai dari sel-sel skuamosa
kecil dengan peningkatan rasio inti-sitoplasma (N/C), sel-sel skuamosa besar
dengan inti hiperkromatik, dan sel spindle di sekitar inti berbentuk oval. Sel-sel
displastik mengandung inti yang abnormal baik dengan pleomorfisme nuklir atau
anisonukleosis.Selain itu, gambaran tanda mitosis mengalami peningkatan dan
secara bertahap terdorong ke arah permukaan seiring dengan tingkat
displasia. Banyak gambaran mitosis yang abnormal.Istilah histologis digunakan
untuk menggambarkan OSSN meliputi (Font et al 2006.):
namun
ditemukan. Ketebalan
sugestif
keterlibatan
untuk
infeksi
HPV
dapat
diperkirakan
bila
dengan
p53
serta
pengecatan
argyrophillic
nucleolar
organizer
4.2 Sitologi
Sitologi permukaan okular dapat dilakukan dengan dua teknik utama:
pertama dengan sitologi eksfoliatif dengan menggunakan kerokan spatula atau
cytobrush untuk mengumpulkan sampel, dan kedua adalah sitologi impresi
dengan menggunakan perangkat pengambil untuk mengumpulkan sampel melalui
kontak dengan permukaan lesi. Fitur sitologi dari OSSN telah ditelaah oleh
beberapa penulis. (Lee & Hirst 1995)
inti
tidak
teratur,
atau
pengerasan
membran
Karsinoma sel skuamosa invasif: gambaran sitologi dari SCC telah dinilai
menjadi dua kelompok.
o Grade1-2: Ditandai aberasi sitologi dengan tanda sel ganas aneh
termasuk tadpole cell dengan cytolplasmic tail, selserat atau
spindle, sel hiperkeratinisasi dengan sitoplasma merah atau oranye
refraktil buram, dan inti ganas.
o Grade 3-4: Sel kanker besar atau kecil dengan sitoplasma
sedikit. Sel mukosanya tidak berkeratin mungkin sebagian sel yang
rusak, atau kehilangan bantalan sitoplasma secara lengkap dengan
inti pleomorfik besar hingga raksasa. Dengan invasi dalam dan
ulserasiyang lebih, latarbelakang "diatesis" tumor-sel tumor
nekrotik, eksudat debris sel, darah, dan leukosit dalam keadaan
yang lebih menonjol.
Keuntungan dari sitologi yakni teknik yang sederhana dalam diagnosis dan
tindak
lanjut
setelah
pengobatan
OSSN,
terutama
untuk
mendeteksi
menempel ke permukaan material dan dapat diangkat dan diproses lebih lanjut
untuk analisis dengan berbagai metode. IC merupakan teknik sederhana dan noninvasif untuk diagnosis dan follow up setelah pengobatan beberapa gangguan pada
permukaan mata. Keuntungan utamanya adalah bahwa cara ini memungkinkan
pengumpulan sampel epitel yang relatif mudah dengan tingkat ketidaknyamanan
minimal bagi pasien, dapat dilakukan secara rawat jalan, dan memungkinkan
lokalisasi lebih tepat pada daerah yang sedang diperiksa. Selain itu, hubungan sel
ke sel dapat dinilai, yang memungkinkan seseorang untuk melihat sel-sel sesuai
keadaan in vivo.
Gambar. 12. Gambaran histologis. Displasia ringan A.; sel-sel basal yang
teratur dengan peningkatan ukuran inti dan kromatin inti yang kasar. B.
displasia berat; sel-sel epitel yang bervariasi dalam bentuk dan ukuran
dengan inti pleomorfik besar. Sel-sel permukaan merata dengan inti
pyknotic. C. Karsinoma in situ: seluruh ketebalan epitel terdiri dari sel-sel
displastik dengan bantalan inti pleomorfik. Perhatikan reaksi inflamasi
dalam stroma. D. Invasif karsinoma sel skuamosa; sarang invasif dalam
stroma terdiri dari sel-sel aneh mirip dengan yang di epitel. Inti yang
plemorfik dengan membran inti tebal dan nukleolus yang menonjol
(Pengecatan Hematoksilin dan Eosin . Pembesaran asli X40) memberikan
yang ketidaknyamanan bagi pasien, dapat dilakukan pada kondisi rawat
jalan, dan memberikan lokalisasi area yang lebih tepat untuk diteliti. Selain
itu, hubungan antara satu sel dengan yang lainnya dapat dinilai, yang
memberikan kesempatan melihat sel-sel tersebut ada secara in vivo.
Keberhasilan hasil IC dalam menegakkan diagnosis OSSN pada kasuskasus yang telah terkonfirmasi secara histologis telah dilaporkan, dengan hasil
positif sekitar 77 80 % kasus. (Nolan et al. 1994; Tole et al. 2001) Salah satu
penelitian pada tumor-tumor permukaan okular menemukan bahwa IC memiliki
nilai prediktif positif sebesar 97.4% dan nilai negatif sebesar 53,9%, jika
dibandingkan dengan histologi. (Tananuvat et al. 2008) Keterbatasan IC adalah,
penilaian
indeks
modifikasi
dari
sistem
Bethesda
yang
membuktikan bahwa suatu skor indeks prediktif > 4,5 menunjukkan titik potong
terbaik untuk diagnosis SCC menggunakan IC dengan sensitivitas 95%,
spesifisitas 93%, nilai prediktif positif 95%, dan nilai prediktif negatif 93%.
(Barros et al. 2009) Oleh karena itu, keterampilan dan pengalaman ahli sitologi
diperlukan untuk interpretasi spesimen-spesimen IC.
4.3Analisis imunohistokimia : indeks proliferative KI-67
Antigen nuklear Ki-67 diekspresikan dalam semua fase siklus sel, kecuali
pada fase G0. Analisis imunohistokimia Ki-67 telah diterapkan pada diagnosis
kronik. Kondisi-kondisi lainnya yang sering kali salah antara lain : pterigium,
pingecula, pannus kornea, keratokonjungtivitis viral, dan distrofi kornea.
5. Penatalaksanaan
5. 1 Papiloma konjungtiva
Banyak papiloma konjugtiva yang mengalami regresi spontan. Papiloma
pedunkulata merupakan papiloma kecil, yang secara kosmetik dapat diterima dan
sering kali asimtomatik, meskipun dibutuhkan berbulan-bulan hingga bertahuntahun untuk resolusi spontan. Lesi-lesi yang lebih besar dan lebih berpedukulata
secara umum menimbulkan gejala dan tidak dapat diterima secara kosmetik, oleh
karena itu, direkomedasikan dilakukan operasi ditambah dengan kryoterapi.
Papiloma sesil harus diobservasi secara ketat. Jika terdapat bukti bahwa terjadi
perubahan displastik, eksisi dengan kryoterapi harus dilakukan.
Eksisi komplit tanpa manipulasi tumor (teknik tanpa sentuh) merupakan
bagian krusial dari operasi eksisi untuk meminimalisir risiko virus menyebar ke
konjungtiva sehat yang tak terlibat. Kryoterapi freeze-thaw ganda diaplikasikan ke
konjuctiva yang tereksisi untuk mencegah rekurensi tumor. Suatu eksisi yang
tidak lengkap dapat menstimulasi pertumbuhan dan menyebabkan rekurensi lesi
dan perburukan outcome kosmetik.(Gambar 14) Interferon- alpha 2b topikal
(Schechter et al. 2002; Kothari et al. 2009) dan mitomycin C(Hawkins et al.
1999; Yuen et al. 2002) telah digunakan dalam terapi papiloma konjunctiva. Agenagen imunomodulasi seperti cimetidin oral menyebabkan regresi viral terkait
papiloma. (Chang & Huang 2006)
Gambar
14.
Papiloma
konjungtiva
rekuren
multifocal
melibatkan
dari mata yang berlawanan, graft mukosa bukal, atau transplantasi membran
amnion.
Namun, OSSN dapat disebarkan atau multifokal, dengan batas-batas yang
sulit dideteksi secara klinis, dan juga terdapat kesempatan bagi area ini terlewati
dari pemeriksaan histopatologi. Tingkat kekambuhan yang dilaporkan setelah
pengobatan bedah sangat signifikan (berkisar antara 15% -52%). (Lee & Hirst
1995; Tabin et al 1997;. Sudesh et al 2000;.. McKelvie et al 2002) Eksisi
inkomplit dengan margin bedah yang positif telah diidentifikasi sebagai faktor
risiko utama terhadap kekambuhan. (McKelvie et al. 2002) Semakin berat derajat
OSSN maka semakin tinggi tingkat rekurensi. Dengan kryoterapi adjuvan, tingkat
rekurensi tampaknya berkurang (dari 28,5% pada OSSN primer dan 50% pada
OSSN rekuren setelah eksisi sederhana, menjadi 7,7% dan 16,6% setelah eksisi
dengan kryoterapi). (Sudesh et al. 2000)
Kekurangan dari pengobatan bedah adalah komplikasi yang dihasilkan
dari proses penyembuhan, terutama pada lesi-lesi lanjut, yaitu jaringan granulasi,
symblepharon,
pseudopterygium,
diplopia
akibat
pemendekan
jaringan,
blepharoptosis, defisiensi sel induk/ stem cell limbal, dan komplikasi lain.
Permasalahan-permasalahan bedah ini menyebabkan penyelidikan lebih lanjut ke
metode pengobatan alternatif yang lebih aman.
5.2.2 Kemoterapi
Karena tingkat kekambuhan yang relatif tinggi setelah eksisi bedah,
berbagai perawatan topikal telah dianjurkan sebagai terapi tunggal untuk OSSN.
Terapi topikal menawarkan suatu metode non-bedah untuk mengobati seluruh
permukaan mata dengan kurang menekankan pada definisikan margin tumor.
sehingga berpotensi menghilangkan lesi-lesi subklinis. Pengobatan topikal dapat
mengunakan obat dengan konsentrasi tinggi, untuk menghindari efek samping
sistemik. Di samping itu, peningkatan biaya, stres, nyeri, dan trauma yang terkait
dengan prosedur bedah juga dapat dihindari. Berbagai obat topikal telah
digunakan secara efektif untuk mengobati kondisi ini, yaitu mitomycin C (MMC),
5-fluorouracil (5-FU), dan interferon. MMC merupakan agen topikal yang paling
sering digunakan oleh kelompok dokter spesialis penyakit eksternal. (Stone et al.
2005) Agen-agen ini telah digunakan sebagai terapi tunggal atau adjuvan
pembedahan (preoperasi, intraoperasi, dan pascaoperasi) untuk pengobatan
OSSN.
Mitomycin C
Mitomycin C (MMC) adalah antibiotik ankylating yang mengikat DNA
dalam seluruh fase siklus sel yang menyebabkan cross-linking ireversibel dan
penghambatan sintesis nukleotida. Ketika diaplikasikan pada permukaan
konjungtiva sebagai adjuvan pembedahan, MMC telah terbukti menghambat
migrasi sel fibroblast, menurunkan produksi matriks ekstraseluler, dan
menginduksi apoptosis pada fibroblast kapsula Tenon. Selain itu, juga diketahui
bahwa efek jaringan kronis dari pemberian MMC topikal dapat bertahan selama
bertahun-tahun setelah penghentian pengobatan, sehingga meniru efek radiasi
ionisasi. (McKelvie & Daniell 2001)
MMC telah banyak digunakan dalam operasi glaukoma dan pterygium
karena efek anti-fibrotik pada fibroblast subkonjungtiva. Penggunaan MMC untuk
pengobatan OSSN pertama kali deskripsikan pada tahun 1994. (Frucht-Pery &
Rozenman 1994) Sejak saat itu, berbagai seri kasus yang menggunakan MMC
telah dipublikasi dengan konsentrasi dan jangka waktu yang berbeda. Protokol
umum dari pemberian MMC topikal berkisar dari 0,02% -0,04% dan diberikan
empat kali sehari untuk mata yang sakit selama 7 sampai 28 hari. (Gambar 15)
Dalam salah satu seri kasus menunjukkan bahwa bahkan MMC dengan
konsentrasi yang lebih kecil dari 0,002% efektif dalam pengobatan OSSN primer
dan rekuren. (Prabhasawat et al. 2005) Beberapa penelitian (mirip dengan yang
digunakan dalam fraksinasi radiasi dalam pengobatan kanker-kanker sistemik)
menyukai siklus 7 hari dan bergantian antar-minggu (1 minggu pemberian dan 1
minggu off) untuk memungkinkan sel-sel Satu percobaan randomise control
menemukan bahwa tetes mata MMC 0,04% yang digunakan 4 kali sehari selama 3
minggu efektif dan menyebabkan resolusi awal pada OSSN noninvasif. Tingkat
resolusi relatif pada MMC dibandingkan dengan plasebo adalah 40,87 dan waktu
rata-rata untuk resolusi tumor dalam penelitian ini adalah 121 hari, serta tidak ada
komplikasi yang serius yang ditemukan pada follow up jangka menengah. (Hirst
2007) MMC juga telah digunakan sebagai tambahan terapi bedah untuk OSSN:
perioperatif, untuk mengurangi ukuran lesi yang luas sebelum eksisi bedah
(chemoreduction), intraoperatif, dan postoperatif untuk mengurangi kekambuhan
(Kemp et al, 2002; Chen et . al 2004; Gupta & Muecke 2010)
Gambar. 15. neoplasia kornea intraepithelial berat yang diobati dengan
mitomycin C 0,02% empat kali sehari, bergantian setiap minggu: A.
Penampilan sebelum pengobatan; B. Lesi sebagian terobati dua bulan setelah
pengobatan; C. Massa sepenuhnya terobati tiga bulan setelah pengobatan; D.
Kornea tampak jelas tanpa adanya kekambuhan delapan tahun kemudian.
Gambar. 16. A. Skleritis mata dengan neoplasia konjungtiva intraepithelial
setelah biopsi eksisi dan pasca operasi mitomycin C.B. Scleral menipis pada
mata yang sama satu tahun kemudian setelah scleritis terobati.
Komplikasi yang dilaporkan pada pengobatan MMC terhadap OSSN
diantaranya hiperemia konjungtiva, erosi epitel punctum, dan keratoconjunctivitis.
Serangkaian penelitian retrospektif yang luas (n = 100 mata) terhadap tumor
permukaan mata yang diobati dengan MMC topikal 0,04% mengungkapkan
bahwa reaksi alergi dan stenosis punctum adalah dua komplikasi yang sering
terjadi. (Khong & Muecke 2006) Beberapa efek samping ini dapat diatasi dengan
menghentikan obat dan menambahkan steroid topikal 3-4 kali sehari. Tidak ada
perubahan signifikan yang ditemukan pada sel endotel kornea setelah pengobatan
dengan MMC topikal 0,04% yang diberikan secara siklik. (Panda et al. 2008)
Namun, ditemukan bahwa MMC memiliki efek yang dapat menyebabkan
kerusakan pada sel endotelium setelah operasi pterygium, sehingga obat ini harus
digunakan secara bijaksana dan diikuti dengan pengawasan jangka panjang.
(Bahar et al. 2009) Meskipun efek samping yang sering terjadi terkait dengan
pemberian MMC topikal dapat berbeda pada setiap individu, defisiensi limbal
stem cell dipandang sebagai komplikasi jangka panjang yang signifikan. (Dudney
& Malecha 2004; Russell et al 2011.) McKelvie and co melaporkan efek MMC
terhadap perngobatan OSSN pada aspek sitologi; MMC terlihat dapat
menyebabkan kematian sel secara apoptosis dan nekrosis. Perubahan seluler yang
berkaitan dengan MMC disebabkan oleh radiasi-cytolmegaly, nucleomegaly, dan
vacuolation. Perubahan ini dapat bertahan setidaknya 8 bulan setelah penghentian
terapi MMC. (McKelvie & Daniell 2001) Perubahan sitologi jangka panjang pada
permukaan okular yang diinduksi oleh MMC telah dibuktikan dalam penelitian
lain. (Dogru et al. 2003) Komplikasi MMC seperti scleromalacia, perforasi
kornea, katarak, glaukoma, dan uveitis anterior telah dilaporkan dalam
pengobatan pterygium dan harus menjadi perhatian jika agen ini digunakan dalam
lesi konjungtiva terbuka atau digunakan secara berlebihan. (Rubinfeld et al. 1992)
(Gambar 16)
Ketika MMC diresepkan sebagai pengobatan untuk OSSN, harus
dilakukan beberapa tindakan pencegahan. Pasien dan keluarga mereka disarankan
untuk hati-hati dalam menggunakan obat. Wanita hamil dan anak-anak harus
menghindari kontak langsung dengan obat. Pasien harus diinstruksikan untuk
menutup mata mereka selama setidaknya 5 menit setelah instillasi (terjadinya
pengaruh yang bengangsur-angsur) dari MMC atau penyumbat ditempatkan di
kedua punctum superior dan inferior untuk menghindari penyerapan obat secara
nasolakrimalis maupun sistemik. Karena MMC adalah agen kemoterapi, semua
botol sisa obati ini harus dikembalikan ke apotek agar dapat dibuang dengan cara
yang tepat.
5-Fluorouracil
Seperti halnya MMC, 5-fluorouracil (5-FU) topikal telah digunakan untuk
menghambat subconjunctival fibroblas pada operasi glaukoma. 5-FU adalah
antimetabolit yang digunakan untuk mengobati banyak kanker epitel karena
aksinya yang cepat terhadap sel-sel yang berproliferasi dengan cepat. Cara
kerjanya dengan menghambat timidilat sintetase selama fase S dari siklus sel,
mencegah sintesis DNA dan RNA pada sel yang membelah dengan cepat
disebabkan kurangnya timidin. Pemberian 5-FU 1% topikal selama siklus 4 hari
"on" diikuti oleh 30 hari "off" sampai terjadi resolusi lesi adalah metode yang
efektif serta dapaat ditoleransi dengan baik pada pengobatan OSSN, baik tunggal
maupun sebagai obat tambahan untuk tindakan eksisi atau terapi debulking.
(Yeatts et al 2000;. Al-Barrag et al .; Parrozzani et al .; Rudkin & Muecke) Telah
dilaporkan efek samping lokal yang terkait dengan 5-FU topikal, seperti toksisitas
kelopak mata, keratitis superfisial, epifora, dan defek epitel kornea. (Rudkin &
Muecke 2011) Dengan menggunakan mikroskop confocal, tidak ada toksisitas
jangka panjang pada kornea terkait dengan 5-FU 1% topikal dibandingkan dengan
mata yang dijadikan sebagai kontrol. (Parrozzani et al. 2011) Keuntungan dari
agen ini adalah kecilnya efek samping, murahnya obat, serta mudah untuk
digunakan baik oleh tenaga medis maupun oleh pasien.
Interferon
Interferon (IFN) adalah kelompok protein yang terikat pada reseptor
permukaan sel target dan memicu terjadinya kaskade antiviral dan antitumor
intraseluler. Interefon-alpha sistemik telah digunakan pada pengobatan hairy cell
leukemia, kondiloma acuminata, sarkoma karposi pada AIDS, dan hepatitis (B
dan C). Rekombinan topikal IFN-2b (1 juta IU / ml) 4 kali sehari telah
digunakan secara efektif dalam pengobatan OSSN primer. (Sturges et al. 2008)
Efek antiviral dari IFN-2b dapat menjelaskan mengapa agen tersebut kurang
efektif sebagai pengobatan utama untuk lesi yang tidak terkait dengan infeksi
HPV. Topikal IFN-2b telah digunakan secara efektif dalam pengelolaan lesi
berulang atau bandel di mana eksisi bedah atau MMC yang dilakukan telah gagal.
(Holcombe & Lee 2006) Agen ini ditoleransi dengan baik dan tidak merusak sellimbal stem sel secara nyata. Subconjunctival / perilesional IFN-2b (1-3000000
IU / ml) juga telah digunakan secara efektif untuk pengobatan pada OSSN primer
dan rekuren. (Nemet et al 2006;.. Karp et al 2010) Pemberian IFN topikal yang
perlahan-lahan, tampaknya berhubungan dengan beberapa efek samping, seperti
konjungtivitis folikular dan injeksi konjungtiva, yang tampaknya dapat benarbenar sembuh setelah penghentian obat. (Schechter et al. 2008) Dilaporkan
adanya microkista epitel kornea setelah pemberian interferon topikal yang identik
dengan yang telah dilaporkan pada terapi interferon sistemik. (Aldave & Nguyen
dipertimbangkan agen
topikal sebagai rejimen pengobatan OSSN, agen tersebut harus digunakan dengan
hati-hati karena efek jangka panjangnya terhadap permukaan okular mata, juga
kelopak mata yang berdekatan dan sistem drainase nasolacrimal, belum
didefinisikan sepenuhnya.
Modalitas terapi lainnya untuk pengelolaan OSSN meliputi plak
brachytherapy dengan Iodine-125 (Walsh-Conway & Conway 2009), terapi betaradiasi, gamma radiasi, dan imunoterapi dengan dinitrochlorobenzene (DNCB).
(Lee & Hirst 1995) Pengobatan agresif seperti enukleasi atau exenterasi
dipertimbangkan pada kasus dengan invasi ocular atau orbital. (Shields & Shields
2004)
6. Tujuan klinis
OSSN adalah tumor yang tumbuh lambat; Namun beberapa kasus jika
diabaikan dapat menyerang bulbus dan orbita dan dapat menyebabkan kematian.
Tumor ini memiliki potensi untuk kambuh setelah pengobatan. Pada serangkaian
OSSN, pada lesi intraepithelial dan invasif, ditemukan bahwa keterlibatan sclera
terjadi pada 37%, invasi orbital 11%, dan tidak ada metastasis atau kematian yang
berhubungan dengan tumor. (Tunc et al.1999) Pada serangkaian 26 SCC
konjungtiva, invasi intraokular terjadi pada 11% pasien, invasi kornea atau sclera
30%, dan invasi orbital 15%. Exenterasi diperlukan pada 23% kasus, dan 8%
meninggal karena metastasis. (McKelvie et al. 2002) Faktor yang diprediksi yang
berhubungan dengan peningkatan kekambuhan tumor secara signifikan yaitu
meliputi usia tua, lesi berdiameter besar, indeks proliferasi tinggi (Ki-67 skor),
dan surgical margin positif. (McKelvie et al. 2002)
Sebuah studi jangka panjang CCIN juga menemukan bahwa tingkat
kekambuhan setelah operasi lebih tinggi pada kasus dengan surgical margin yang
positif dibandingkan dengan free margin (56% berbanding 33%). Waktu untuk
kekambuhan berkisar antara 33 hari sampai 11,5 tahun setelah pengobatan primer,
dan pada pasien dengan eksisi tidak lengkap kambuh lebih awal daripada pasien
dengan free margin. (Tabin et al. 1997) Pertumbuhan tumor kambuhan yang
lambat dan bukti adanya kekambuhan laten 10 tahun setelah operasi,
mengakibatkan perlunya untuk follow up pasien tahunan selama sisa hidupnya.
OSSN pada individu imunosupresi tampaknya memiliki agresifitas yang
berbeda dengan perjalanan klinis yang relatif jinak pada OSSN klasik
(Masanganise & Magava 2001; Gichuhi & Irlam 2007). Tumor sering tumbuh
dengan pesat dan memiliki kecenderungan untuk menyerang bulbus oculi atau
orbita. Masalah ini diperparah oleh fasilitas kesehatan yang buruk, dan kepatuhan
pasien, yang sering ditemukan di daerah endemis HIV. Manajemen dengan
pendekatan standar pada pasien-pasien ini sering dikaitkan dengan tingkat
kekambuhan dan invasi intraokular atau orbital
7. Kesimpulan
OSSN adalah spektrum penyakit mulai dari simple displasia sampai
karsinoma invasif. Lesi ini dianggap memiliki keganasan yang rendah, tetapi
secara invasif dapat menyebar ke seluruh bulbus oculi atau orbit. OSSN adalah
tumor permukaan mata yang paling umum dan memiliki insiden yang bervariasi
pada setiap lokasi geografis yang berbeda. Faktor risiko utama adalah paparan
UV-B dimana terdapat meningkatnya insiden OSSN di daerah yang dekat dengan
khatulistiwa. Faktor risiko penting lainnya adalah human papilloma visur dan
human immunodeficiency virus (HIV). Namun, tidak jelas apakah faktor host
(misalnya faktor genetik dan gangguan kekebalan terkait HIV) atau karakteristik
epitel permukaan mata juga merupakan bagian dari etiopatogenesis dari OSSN.
Gejala OSSN berkisar dari tidak adanya gejala sama sekali sampai gejala nyeri
yang berat atau hilangnya penglihatan. Secara klinis, tumor ini paling sering
muncul di daerah interpalpebral, terutama di daerah limbal. Diagnosis dan
penanganan awal dapat mengurangi risiko agresifitas lokal dan dapat
meningkatkan prognosis pasien dalam hal kontrol lokal dan mempertahankan
visus. Dalam praktek klinis, OSSN umumnya dievaluasi dengan histologi
jaringan. Perkembangan teknik diagnostik pra-operasi seperti pemeriksaan
sitologi adalah kemajuan dalam hal penemuan diagnosis dan tindakan follow up
setelah pengobatan. Bedah eksisi tambahan dengan cryotherapy dikombinasikan
dengan abrasi alkohol pada kasus keterlibatan kornea merupakan strategi
pengobatan utama. Tingkat kekambuhan lebih tinggi pada OSSN dengan tingkat
yang lebih berat dan yang memiliki margin bedah yang adekuat pada eksisi awal.
Perawatan manajemen standar untuk OSSN tampaknya bergeser ke arah
kemoterapi topikal seperti MMC, 5 FU, dan interferon sebagai terapi tunggal, atau
sebagai tambahan terapi bedah, terutama dalam kasus-kasus OSSN difus atau
unoperable. Pengobatan alternatif ini terus berkembang meskipun memiliki
kekurangan dalam literatur jangka panjang yang telah diterbitkan. Penyakit invasif
dapat menyebabkan keterlibatan intraokular atau orbital dengan hilangnya
penglihatan, dan kadang-kadang dapat menyebabkan kematian. Kekambuhan