Erin E. Hurwitz, M.D., Michelle Simon, M.D., Sandhya R. Vinta, M.D., Charles F.
Zehm, M.D., Sarah M. Shabot, M.D., Abu Minhajuddin, Ph.D., Amr E. Abouleish, M.D.,
M.B.A.
---
ABSTRAK
Latar belakang: Sistem Klasifikasi Status Fisik American Society of Anesthesiologists
telah terbukti menunjukkan penggunaan yang tidak konsisten di antara para dokter ahli
anestesi, meskipun penggunaannya telah meluas. Sistem Klasifikasi Status Fisik
American Society of Anesthesiologists juga telah digunakan oleh para dokter tanpa
pelatihan anestesi dan dokter- dokter lainnya. Pada tahun 2014, American Society of
Anesthesiologists mengembangkan dan menyetujui suatu contoh untuk membantu para
dokter dalam menentukan penggunaan Sistem Klasifikasi Status American Society of
Anesthesiologists yang benar. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan mengenai pengaruh
dari contoh ini pada dokter- dokter dengan pelatihan anestesi dan dokter- dokter tanpa
pelatihan anestesi sehubungan dengan penggunaan Sistem Status Klasifikasi American
Society of Anesthesiologists yang tepat Dalam kasus hipotetik.
Metode: Dokter- dokter dengan pelatihan anestesi dan dokter- dokter tanpa pelatihan
anestesi direkrut melalui email untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian berbasis web.
Kuesioner penelitian terdiri dari 10 kasus hipotetik, di mana kali pertama para
responden diminta untuk menggunakan Status Fisik American Society of
Anesthesiologists yang hanya melibatkan definisi Sistem Klasifikasi Status Fisik
American Society of Anesthesiologists dan untuk kali kedua menggunakan contoh baru
dari American Society of Anesthesiologists yang telah disetujui.
Hasil: Dengan contoh American Society of Anesthesiologists yang telah disetujui,
dokter- dokter dengan pelatihan anestesi dan dokter- dokter tanpa pelatihan anestesi
mengalami perbaikan pada angka rata-rata jawaban yang benar (dari kemungkinan 10)
jika dibandingkan dengan definisi Sistem Klasifikasi Status Fisik American Society of
Anesthesiologists saja (P < 0,001 untuk semua). Namun, dokter- dokter tanpa pelatihan
anestesi menunjukkan lebih banyak perbaikan jika dibandingkan dengan dokter- dokter
dengan pelatihan anestesi melalui pemberian contoh tersebut. Hanya dengan
menggunakan definisi saja, dokter- dokter dengan pelatihan anestesi (5,8 ± 1,6)
memiliki skor yang lebih tinggi daripada dokter- dokter tanpa pelatihan anestesi (5,4 ±
1,7; P = 0,041). Dengan pemberian contoh, kelompok dengan pelatihan anestesi (7,7 ±
1,8) dan kelompok tanpa pelatihan anestesi (8,0 ± 1,7) tidak berbeda secara signifikan
(P = 0,12).
Kesimpulan: Penambahan contoh definisi pada Sistem Klasifikasi Status Fisik
American Society of Anesthesiologists meningkatkan penggunaan status tersebut secara
benar kepada para pasien, baik itu oleh dokter- dokter dengan pelatihan anestesi
maupun dokter- dokter tanpa pelatihan anestesi. (Anestesiologi 2017; 126: 614-22)
---
Dokter- dokter ahli anestesi telah menggunakan Sistem Klasifikasi Status Fisik
American Society of Anesthesiologists untuk melakukan stratifikasi menyangkut kondisi
komorbiditas pra-operatif pasien selama lebih dari 50 tahun.1,2 Status yang pada
awalnya hanya dibuat sebagai alat untuk mengumpulkan data statistik yang berkaitan
dengan perawatan anestesi3 justru saat ini telah mengalami perkembangan dalam
penggunaannya di luar dari lingkup aslinya4 dan digunakan di seluruh dunia, tidak
hanya oleh dokter ahli anestesi, tetapi juga oleh dokter lain. Meski sudah banyak
digunakan, Sistem Klasifikasi Status Fisik American Society of Anesthesiologists telah
dikritik karena bersifat subjektif dan kurangnya reliabilitas para penilai apabila
digunakan untuk mengevaluasi suatu kasus hipotetik dan apabila digunakan dalam
praktek klinis.5-7
Pada tahun 2014, American Society of Anesthesiologists telah mengembangkan
dan menyetujui contoh untuk setiap kelas dalam Sistem Klasifikasi Status Fisik
American Society of Anesthesiologists untuk memberikan pedoman dalam menentukan
Status Fisik American Society of Anesthesiologists yang sesuai untuk pasien.8 Dengan
contoh tersebut, masih tidak jelas apakah akan tercipta perbaikan sehubungan dengan
penggunaan Sistem Klasifikasi Status Fisik American Society of Anesthesiologists
Penggunaan di antara semua dokter (dokter- dokter dengan pelatihan anestesi maupun
dokter- dokter tanpa pelatihan anestesi). Dalam penelitian ini, kami akan memeriksa
apakah penambahan contoh pada Klasifikasi Status Fisik American Society of
Anesthesiologists yang telah disetujui mampu meningkatkan penggunaannya secara
benar untuk kasus hipotetik dengan dokter- dokter dengan pelatihan anestesi maupun
dokter- dokter tanpa pelatihan anestesi.
Kasus 1
Seorang pria berusia 32 tahun datang untuk menjalani operasi penurunan berat
badan gastric banding. Saat ini dia memiliki tinggi badan 5'6" dan berat badan 118 kg
(Indeks Massa Tubuh: 42) setelah mengalami penurunan berat badan sebanyak15 kg
selama 6 bulan. Dia menderita penyakit refluks gastroesofageal yang dikontrol dengan
menggunakan omeprazol. Saat ini dia berjalan 2 mil/hari di treadmill tanpa keluhan
nyeri dada atau sesak nafas. Tekanan darah pra-operatif adalah 118/70 mmHg dan detak
jantung 84 kali/menit.
Kasus 2
Seorang wanita berusia 53 tahun datang untuk augmentasi payudara bilateral.
Dia memiliki riwayat kesehatanberupa hipertensi, refluks esofageal, dan penggunaan
tembakau. Dia memiliki tinggi badan 5'5" dan berat badan 80 kg (Indeks Massa Tubuh:
29). Tekanan darahnya biasanya dikendalikan dengan kisaran normal yang dimilikinya
sebesar 120/70; Namun, pagi ini tekanan darahnya adalah 154/99 mmHg. Dia
menyangkal adanya nyeri dada atau sesak nafas. Dia berlari sejauh 4 sampai 5 mil dua
sampai tiga kali seminggu. Refluksnya terkontrol dengan baik dengan menggunakan
esomeprazol. Dia mengaku mengkonsumsi dua sampai tiga batang rokok sehari, di
mana jumlah tersebut mengalami penurunan dari satu setengah pak sehari; Dia telah
merokok selama 30 hari. Tidak ada riwayat medis penting lainnya yang didapat, dan dia
berada dalam batas normal pada saat pemeriksaan.
Kasus 3
Seorang wanita berusia 56 tahun datang untuk histerektomi vagina fibroid
rahim. Dia memiliki tinggi badan 5'4” dan berat badan 73 kg (Indeks Massa Tubuh: 28).
Dia memiliki hipertensi yang dikendalikan dengan menggunakan metoprolol. Dia
memiliki riwayat merokok selama 20 tahun tetapi berhenti merokok 5 tahun yang lalu
dan membantah adanya infeksi pernafasan baru-baru ini. Dia baru-baru ini didiagnosis
dengan diabetes mellitus dependen noninsulin. Hemoglobin A1c terbarunya adalah
10,5%, dan glukosa darah puasa pada hari operasi adalah 250 mg/dl.
Kasus 4
Seorang wanita berusia 26 tahun datang untuk menjalani operasi reduksi terbuka
dan fiksasi internal pada pergelangan kakinya setelah ia tersandung di trotoar dan
membuatnya mengalami patah pergelangan kaki. Tingginya 5'2” dan berat badan 91 kg
(Indeks Massa Tubuh: 37). Dia memiliki riwayat asma yang membuatnya mengalami
kunjungan ke unit gawat darurat 1 tahun lalu, dan tidak pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya karena asma. Dia sejak itu memakai inhaler steroid sehari-hari dan
montelukast. Gejalanya terkontrol dengan baik dengan menggunakan regimen tersebut,
dan dia tidak membutuhkan inhaler-nya selama lebih dari 6 bulan. Dia mengaku
mendengkur pada malam hari dan didiagnosis dengan obstructive sleep apnea. Dia
tidak patuh dalm menggunakan mesin jalan nafas tekanan positifnya setelah kejadian
intoleransi terhadap masker hidung. Sesekali dia mengeluh tentang refluks
gastroesofageal, di mana hal ini seringkali terkait dengan makanan yang dia makan. Dia
telah diberi tahu bahwa dia berada pada kondisi pra-diabetes dan sedang mencoba untuk
menurunkan berat badan. Dia juga memiliki riwayat epilepsi namun belum pernah
mengalami kejang dalam 3 tahun. Riwayat kesehatan lainnya negatif, dan hasil
pemeriksaannya berada dalam batas normal.
Kasus 5
Seorang pria berusia 82 tahun datang untuk menjalani operasi katarak. Dia
memiliki tinggi badan 6' dan berat badan 75 kg (Indeks Massa Tubuh: 23). Dia bukan
perokok tetapi punya riwayat asma, di mana ia menggunakan albuterol kira-kira tiga
kali per tahun. Dia memiliki hipertrofi prostat jinak dan diabetes mellitus dependen
insulin dengan hemoglobin A1c sebesar 5%. Dia mengonsumsi sildenafil untuk
disfungsi ereksi, citalopram untuk depresi, dan hidrokodon dua kali per hari untuk nyeri
punggung bawah yang kronis. Dia melaporkan bahwa dia dapat berjalan tiga blok
sebelum kemudian mengalami sesak nafas.
Kasus 6
Seorang pria berusia 58 tahun datang untuk menjalani operasi pelepasan carpal
tunnel. Dia menyangkal riwayat medis apapun. Dia memiliki tinggi badan 5'11” dan
berat badan 73 kg (Indeks Massa Tubuh: 22). Dia tidak pernah menjalani operasi dan
tidak pernah menggunakan obat apapun. Dia merokok satu pak rokok sehari selama 38
tahun. Dia menyebutkan bahwa dia pernah merokok ganja saat masih mahasiswa dan
minum dua sampai tiga gelas bir setiap malam. Pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital
berada dalam batas normal pada hari operasi.
Kasus 7
Seorang wanita berusia 42 tahun datang untuk rawat jalan terkait dengan
perbaikan hernia umbilical. Dia memiliki tinggi badan 5' dan berat badan 50 kg (Indeks
Massa Tubuh: 22). Dia memiliki riwayat hipertensi tak terkontrol yang menyebabkan
gagal ginjal stadium akhir. Dia saat ini menjalani hemodialisis tiga kali per minggu.
Sesi dialisisnya yang terbaru adalah kemarin. Dia menyangkal adanya kerusakan organ
akhir lainnya yang berkaitan dengan hipertensi yang ia derita. Selama 6 bulan terakhir,
tekanan darahnya telah terkontrol dengan menggunakan lisinopril dan atenolol. Dia
menyangkal adanya nyeri dada atau sesak nafas saat sedang melakukan pekerjaan di
pekarangan. Tekanan darahnya adalah 122/84 mmHg dan kadar kalium adalah 4,1
mEq/l pada saat hari operasi.
Kasus 8
Seorang pria berusia 69 tahun masuk ke ruang operasi untuk menjalani
perbaikan endovaskular terkait aneurisma aorta abdomen. Dia memiliki tinggi badan
5'10” dan berat badan 114 kg (Indeks Massa Tubuh: 35). Dia memiliki riwayat
hipertensi yang terkendali dengan menggunakan metoprolol dan nifedipin. Dia
menderita infark miokard 6 tahun yang lalu dan menerima implantasi dua stent koroner
pada saat itu, di mana sejak saat itu ia terus mengonsumsi aspirin hingga hari ini.
Kunjungan terakhir kali ke dokter ahli jantung adalah 4 minggu lalu, dan dokter
menyatakan bahwa ia telah memiliki kondisi jantung yang optimal. Dia adalah mantan
perokok (berhenti 6 tahun lalu) dan telah didiagnosis dengan penyakit paru obstruktif
kronik. Penyakit paru obstruktif kronik yang ia derita terkendali dengan baik dengan
menggunakan inhaler perawatan hariannya, dan dia tidak mengalami eksaserbasi lebih
dari 5 tahun. Dia memiliki diabetes mellitus tipe 2 yang kurang terkontrol. Dia baru saja
menambahkan insulin untuk rejimennya, tetapi glukosa darahnya tetap konsisten di atas
250 mg/dl. Dia menderita gagal ginjal stadium akhir dan menjalani hemodialisis 3 kali
seminggu. Pada hari operasi, kadar kaliumnya adalah 5,2 mEq/l. Dia menyangkal
adanya masalah lain, dan pemeriksaan terkait dengan sistem lainnya menunjukkan hasil
yang normal.
Kasus 9
Seorang pria berusia 56 tahun datang untuk follow-up kolonoskopi akibat tiga
buah polip adenomatosa yang ditemukan selama kolonoskopi sebelumnya. Dia
memiliki tinggi badan 5'11'' dan berat badan 120 kg (Indeks Massa Tubuh: 37). Dia
memiliki riwayat penyakit Crohn, hipertensi terkontrol, dan hiperlipidemia.
Pasangannya melaporkan bahwa dia mendengkur dengan keras di malam hari, tetapi
belum sempat menjalani pemeriksaan terkait gangguan tidur tersebut. Tanda vital
dengan denyut jantung 76 kali/menit, tekanan darah 142/82 mmHg, laju pernafasan 16
kali/menit, dan suhu 37 °C.
Kasus 10
Seorang wanita berusia 81 tahun datang untuk menjalani operasi katarak. Dia
memiliki tinggi badan 5'4” dan berat badan 55 kg (Indeks Massa Tubuh: 20). Dia adalah
seorang sukarelawan aktif di perpustakaan selama 4 jam/hari. Dia menyebutkan bahwa
dia tidak memiliki masalah kesehatan, tetapi dia belum pernah bertemu dokter selama
20 tahun. Terakhir kali dia datang memeriksakan diri ke dokter adalah pada saat ia
mengalami nyeri lutut, tetapi akhirnya membaik. Dia tidak pernah menjalani operasi.
Dia tidak pernah minum obat apapun. Dia tinggal sendirian dan mampu pergi berbelanja
setiap minggu dan mengurus aktivitas kesehariannya sendiri. Riwayat kesehatan
lainnya, hasil pemeriksaan terkait gejala, dan hasil pemeriksaan fisiknya berada dalam
batas normal.
Analisis Statistik
Jumlah rata-rata jawaban yang benar (tidak mungkin 10) ditentukan dengan
definisi dan contoh untuk kelompok dengan pelatihan anestesi dan kelompok tanpa
pelatihan anestesi, lalu membandingkannya denga menggunakan ANOVA berulang
dengan satu di antara dan satu di dalam faktor subjek. Hal ini diikuti oleh perbandingan
berpasangan antara definisi dan contoh serta kelompok dengan pelatihan anestesi dan
kelompok tanpa pelatihan anestesi. Analisis serupa dilakukan untuk membandingkan
peran klinis di antara responden dengan pelatihan anestesi dan responden tanpa
pelatihan anestesi. Proporsi jawaban yang benar untuk setiap kasus dengan definisi dan
contoh ditentukan dan dibandingkan dengan menggunakan uji McNemar untuk proporsi
berpasangan. P < 0,05 dianggap signifikan secara statistik dengan seluruh perbandingan
berpasangan yang menggunakan metode Bonferroni. Semua analisis dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak SAS 9.3 (SAS Inc., Amerika Serikat).
Hasil
Gambar 1. Persentase tanggapan untuk setiap Sistem Klasifikasi Status Fisik American
Society of Anesthesiologists yang dipisahkan oleh kasus dan peran klinis. Jumlah
responden dalam setiap kategori turut ditampilkan. Komorbiditas dari contoh yang
disetujui oleh American Society of Anesthesiologists terdaftar untuk setiap kasus. Sistem
Klasifikasi status fisik American Society of Anesthesiologists yang benar untuk tiap
kasus dicatat pada setiap kolom. ANES = repsonden dengan pelatihan anestesi; BMI =
indeks massa tubuh; Combined = kombinasi antara repsonden dengan pelatihan anestesi
dan repsonden dengan pelatihan non-anestesi; COPD = penyakit paru obstruktif kronik;
DEFN = hanya definisi; DM = diabetes mellitus; ESRD = gagal ginjal stadium akhir;
EX = definisi dan contoh; HTN = hipertensi; MI = infark miokard; NONANES =
responden tanpa pelatihan anestesi.
Untuk responden dengan pelatihan anestesi, rata- rata jumlah jawaban yang
benar meningkat secara signifikan dengan penambahan contoh dibandingkan untuk
definisi saja. Namun, perbaikan dalam jumlah penggunaan yang benar tidak tergantung
pada jenis dokter. Bila disesuaikan dengan beberapa koreksi, maka tidak ada perbedaan
kinerja yang signifikan dari masing-masing jenis dokter (tabel 3; Konten Digital
Tambahan, Tabel, http://links.lww.com/ALN/B381).
Analisis untuk responden tanpa pelatihan anestesi menunjukkan rata-rata angka
jawaban yang benar yang membaik dengan contoh jika dibandingkan dengan definisi
saja untuk kedua tipe dokter. Perawat mengalami peningkatan yang lebih besar dalam
rata- rata skor yang benar dengan penambahan contoh jika dibandingkan dengan dokter
dengan pelatihan anestesi (tabel 3; Konten Digital Tambahan, Tabel,
http://links.lww.com/ALN/B381).
Untuk semua kasus dengan penambahan contoh, proporsi penggunaan yang
benar meningkat untuk responden dengan pelatihan anestesi dan responden tanpa
pelatihan anestesi (gambar 2). Ada peningkatan proporsi penggunaan Status Fisik
American Society of Anesthesiologists yang benar dengan penambahan contoh yang
signifikan untuk responden dengan pelatihan anestesi dan responden tanpa pelatihan
anestesi dalam semua kasus kecuali kasus 2 (gambar 2, Uji McNemar, P < 0,05 kecuali
untuk kasus 2). Untuk repsonden dengan pelatihan anestesi yang menggunakan definisi
saja, 3 dari 10 kasus hipotetik memiliki lebih dari 70% responden dengan penggunaan
yang benar. Hal ini meningkat menjadi 7 dari 10 kasus dengan contoh. Demikian pula,
untuk responden tanpa pelatihan anestesi yang menggunakan definisi saja, lebih dari
70% responden dengan penggunaan yang benar 1 dari 10 kasus hipotetik, dan
meningkat menjadi 8 dari 10 kasus dengan contoh.
Diskusi