Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN KE-3

Pengaturan Hormon pada Reproduksi

Sesudah mempelajari materi ke-3 ini mahasiswa diharapkan


dapat :
Mengenal hormon secara umum, klasifikasi dan assay hormon.
Memahami mekanisme pengaturan sekresi hormon, kontrol
hipotalamus, hipofisa, gonad, plasenta dan produk non hormon
seperti prostaglandin. Juga memahami tentang hormon pada
avertebrata.

27
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
3.1. Hormon secara Umum
Hormon adalah suatu zat kimia organik yang dihasilkan dalam sel atau kumpulan
sel (kelenjar) normal dan sehat, disekresikan langsung ke dalam darah, dibawa ke tempat
pada suatu jarak dimana hormon tersebut bekerja (target organ), diproduksi dalam jumlah
sedikit tapi memiliki pengaruh besar dan berfungsi untuk mengintegrasikan serta
mengkoordinasikan fungsi-fungsi alat tubuh.
Hormon mengatur perkembangan organ dan kejadian reproduksi. Differensiasi dan
pertumbuhan gamet yang merupakan tahap awal dari reproduksi seksual; pembentukan
yolk; penyimpanan makanan pada jaringan-jaringan subcutan, otot atau hati untuk
menghadapi proses migrasi atau puasa yang lama; sifat seksual sekunder sering timbul dan
mungkin memerlukan akumulasi sejumlah besar bahan-bahan organik (contoh pada rusa
jantan yang sedang birahi) atau substansi yang berwarna atau bau pheromon; perubahan-
perubahan yang terjadi pada saluran-saluran reproduksi; sinkronisasi tingkah laku
kelamin jantan dan betina termasuk di dalamnya pembuatan sarang; percumbuan;
kopulasi; pemeliharaan selama kebuntingan; fertilisasi; implantasi sampai proses
melahirkan; Semua kejadian- kejadian tersebut diatur oleh hormon-hormon tertentu.
Di dalam tubuh (sistem regulasi), terdapat banyak jenis hormon yang memiliki
aktifitas sangat luas. Hormon yang mempengaruhi reproduksi terutama berasal dari
hyphothalamus, hyphophysis, gonads dan placenta. Walaupun hormon sangat spesifik dan
selektif, dalam aktifitasnya selalu dipengaruhi oleh ada dan tidaknya hormon lain atau
dengan kata lain hormon selalu bekerja secara sinergik atau konser.
Fungsi umum hormon dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Morphogenesis yaitu pengaturan pembentukan dan pendewasaan dari gonad tanda-
tanda sex sekunder, pertumbuhan tulang dan lain-lain.
2. Integrasi dari fungsi autonom dan kelakuan berdasarkan insting seperti meneruskan
reaksi simpatis dan kontrol terhadap perilaku sex.
3. Mempertahankan keadaan tetap dalam lingkungan dalam tubuh, pengaturan
penggunaan bahan makanan, elektrolit dan air dalam tubuh (pengaturan homeostasis
cairan tubuh).

28
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Tabel 3.1. Ringkasan Kelenjar Endokrin pada Reproduksi
JENIS KELENJAR HORMON
Pada Mamalia dan
vertebrata umumnya

HIPOTALAMUS FSH-RH ,LH-RH ,Oxytocin ,TRH


(Tyrolibrin), PIH
HIPOPISIS :
a. Adenohipopifisis FSH, LH / ICSH, LTH
b. Neurohipofisis Oxytocin

TESTIS Testosteron
OVARIUM Estrogen Progesteron Relaxin
PLACENTA HCG (manusia) PMSG (kuda)
Pada Crustacea

ORGAN X GIH
KELENJAR SINUS GIH
ORGAN Y GSH
Ecdyson
KELENJAR ANDROGEN Hormon yang berpengaruh terhadap spermato
genesis dan sifat - sifat kelamin sekunder.

OVARIUM Bersama dengan kelenjar androgen


mempengaruhi spermatogenesis dan sifat
kelamin sekunder.

Pada Insekta

SEL Ecdysiotropin
NEUROSEKRETORIS
(otak)

KORPUS KARDIKA Ecdysiotropin (organ neurohemal)


KEL. PROTHORAC Ecdyson
KORPUS ALLATA JH (Juvenile Hormone)
Atraktan (pheromone) non hormon

3.2. Klasifikasi Hormon


Hormon berdasar pengaruhnya terhadap fisiologi reproduksi, dapat
diklasifikasikan dalam dua golongan yaitu hormon yang secara langsung
mempengaruhi reproduksi (hormon reproduksi primer) dan hormon yang secara tidak
langsung mempengaruhi reproduksi (hormon reproduksi sekunder). Sedangkan
berdasarkan struktur kimiawinya, hormon dibagi menjadi hormon protein, steroid, amine
dan lemak.
29
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
3.3. Assay Hormon
Berbagai macam assay (determinasi/penentuan) hormon telah dapat dilakukan
untuk mengetahui macam atau jenis, reaksi atau pengaruh sesuatu hormon serta kadar
hormon pada suatu waktu. Metoda tersebut mulai dari yang paling sederhana yaitu metoda
biologi kemudian ablasi sampai metoda canggih semacam ELISA, RIA, PBA, RRA.

3.4. Mekanisme Kerja Hormon


Semua hormon menuju target organ selalu melalui peredaran darah. Karena ikut
dalam sirkulasi darah, maka dapat tersebar keseluruh tubuh dan dapat berhubungan
dengan semua sel yang dilalui, tetapi hanya sel-sel target organ saja yang menunjukkan
respon sedangkan sel-sel bukan target organ tidak menunjukkan respon. Hal ini
disebabkan adanya reseptor yang ada pada dinding sel atau di dalam sitoplasma sel
sasaran. Reseptor ini secara hipotetik terdiri atas beberapa rangkaian protein yang
bersifat khusus. Yang dimaksud dengan sifat khusus disini adalah protein reseptor hanya
mengenal satu macam hormon saja dan menimbulkan satu atau beberapa macam reaksi
khas dari sel- sel sasaran. Teori ini dikenal sebagai teori reseptor.

3.5. Pengaturan Sekresi Hormon


Sistem endokrin adalah sistem pengaturan yang sangat sensitif, mengatur
tingkah laku dan physiologi hewan terhadap perubahan-perubahan lingkungan internal
maupun eksternal. Lingkungan internal diatur untuk mempertahankan keseimbangan
nutrien (zat-zat di dalam tubuh), sementara perubahan aktifitas tubuh terjadi secara ritmis
dalam periode istirahat (tidur) dan aktif silih berganti. Oleh karenanya terdapat siklus
harian yang ritmis. Kejadian Reproduksi dan pertumbuhan terjadi pada musim dan
keadaan lingkungan tertentu, peristiwa migrasi (perjalanan jauh untuk mengantisipasi
kondisi iklim yang cocok) yang dilakukan beberapa jenis hewan, semua itu dipengaruhi
oleh hormon. Hal tersebut menunjukkan sistem endokrin dipengaruhi oleh stimuli yang
diterima melalui organ saraf. Singkatnya, kelenjar endokrin secara langsung dikontrol
oleh sistem saraf. Perangsangan sel-sel neurosekretoris dari hipotalamus merupakan
contoh yang sangat baik dalam hal ini. Di dalam tubuh, proses-proses seperti
reproduksi, pertumbuhan, metabolisme dan lain-lain dipengaruhi oleh dua atau lebih
hormon. Hormon-hormon tersebut bekerja bersama-sama untuk mendapatkan perubahan-
30
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
perubahan yang positif. Agar hormon tersebut bekerja dengan baik maka terdapat sistem
pengaturan yang memungkinkan adanya keseimbangan antara aktifitas sekresi dengan
penghambatan sekresi hormon dalam tubuh. Pengaturan tersebut terutama dilakukan pada
mekanisme umpan balik (servo mechanism) atau feed back mechanism. Terdapat dua
macam mekanisme umpan balik yaitu umpan balik positif dan umpan balik negatif.
Secara umum mekanisme umpan balik negatif peranannya jauh lebih besar dibanding
mekanisme umpan balik positif dalam menjaga keseimbangan dan keserasian kerja dan
sekresi diantara hormon-hormon.
Kelenjar endokrin dalam keadaan normal, dan keadaan istirahat, mempunyai
jumlah sekresi yang konstan, dan jumlah ini dipengaruhi oleh konsentrasi faktor humoral
atau rangsang saraf yang bekerja terhadap organ ini. Sebagai contoh jika konsentrasi gula
darah meningkat (hiperglikemia), kenaikan konsentrasi ini merupakan rangsang untuk
pembentukan insulin, yang mempercepat pengeluaran gula dari darah. Sedangkan keadaan
hipoglikemia merangsang pembentukan epinephrine yang mempercepat dilepaskannya
gula ke dalam darah dari hepar. Juga pengaturan sekresi tropik hormon yang dipengaruhi
oleh defisiensi sekresi hormon gonad, thyroid atau adrenal corteks, sedang pemberian
hormon-hormon ini akan mengurangi sekresi dari tropik hormon ini. Disini nampak
fungsi hormonal dalam pengaturan homeostasis cairan tubuh.

3.6. Hipotalamus
Hipotalamus pada vertebrata terletak didasar otak (sella tursica), meliputi bagian
optik chiasma, tuber cinerum, mammilary bodies, median aminence, infundibulum
(tangkai hipophysa) dan pars nervosa. Hipotalamus telah diketahui menerima informasi
dari indera, mengintegrasikan nya dan membagi-bagi serta menyalurkannya ke alat-alat
yang berkepentingan. Proses ini bekerja secara otonom, tetapi besar kecilnya dan cepat
lambatnya penyaluran tergantung sifat genetik dari individu.
Kontrol neurohumoral terhadap adenohipopisa didasarkan pada data-data anatomi
dan fisiologi bahwa serabut-serabut saraf hipotalamus mengeluarkan hormon ke dalam
pembuluh darah portae hypotalamo-hipopiseal. Beberapa macam hormon yang berasal
dari hipotalamus mengontrol fungsi hipopisa. Hormon-hormon tersebut adalah FSH-
RH/LH-RH, Oxytocin, Vassopressin, TRH, ACTH-RH, STH-RH PIH dan GIH
(somatostatin).

31
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
3.6.1. FSH-RH dan LH-RH
Termasuk dalam hormon protein. FSH-RH dan LH-RH mengandung 10 asam
amino (decapeptida), berat molekul 1183. FSH-RH/LH-RH menyebabkan
perangsangan sekresi hormon-hormon gonadotropin (FSH dan LH) dar adenohipopisa.
Bagian hipotalamus yang berperanan dalam sekresi FSH-RH/LH-RH adalah pre-optic
anterior hipotalamus, arcuate nukleus, ventromedial nukleus dan median aminence.

3.6.2. Oxytocin dan Vasopressin


Pertama kali diketahui pada ekstrak hipopisa sapi dan babi tahun 1953 oleh Du
Vigneaud. Hormon ini dihasilkan oleh neurohipopisa namun sintesisnya terdapat pada
bagian supra optik nukleus (sumber vassopressin) dan para ventricular nuclei (sumber
oxitocin) dari hipotalamus.
Hormon tersebut disekresikan dari hipotalamus melalui axon saraf hipotalmik-
hipopiseal oleh aliran axoplasmik dan disimpan pada akhiran saraf. Dari akhiran saraf
kemudian diteruskan ke kapiler-kapiler darah dalam neurohipopisa untuk selanjutnya
disekresikan ke sistem sirkulasi darah.
Hormon ini merupakan hormon protein, mengandung 9 macam asam amino,
struktur keduanya sangat mirip. Terdapat dua macam vassopressin yaitu arginin
vassopressin yang dikenal pula dengan Anti Diuretic Hormone (ADH) dan lysin
vassopressin. Baik hormon oxytocin maupun vassopressin disintesa dalam protein
pembawa yang disebut NEUROPISIN. Ikatan neuropisin dengan oxytocin disebut pula
prohormon untuk oxytocin.
Oxytocin mempengaruhi kontraksi uterus, kontraksi oviduk sehingga mempengaruhi
transport ova dan spermatozoa, memiliki efek milk let down. Vassopressin mempengaruhi
reabsorbsi air pada ginjal.

3.6.3. TRH dan PIH


TRH atau thyrolibrin, merupakan hormon protein yang mengandung tiga asam
amino (tri peptida). TRH mempengaruhi sekresi hormon prolaktin (LTH) dan TSH dari
adenohipopisa. Menarik bahwa satu macam hormon berhubungan dengan lebih dari satu
hormon dari adenohipopisa. PIH merupakan substansi hormon yang menghambat sekresi
prolaktin.

32
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
3.7. Hipofisa atau Pituitary
Pada vertebrata, umumnya hipopisa terletak dibawah hipotalamus di dasar otak,
pada legokan tulang sphenoid yang disebut sella tursica. Hipopisa secara embriologis
berkembang dari ektoderm saluran pernafasan pada langit-langit mulut dan ektoderm
neural pada hipotalamus yang sedang berkembang. Asal berganda ini sebagian terbawa ke
organisme dewasa dimana kedua bagian utama tetap dipertahankan sebagai kesatuan-
kesatuan nyata kelenjar adenohipopisa dan neurohipopisa.
Neurohipopisa terdiri atas tangkai atau infundibulum dan pars nervosa, sedangkan
adenohipopisa terdiri atas pars distalis, pars tuberalis dan pars intermedia. Paling tidak
terdapat 7 macam hormon dihasilkan oleh adenohipopisa yaitu FSH, LH, ACTH, TSH
(Thyrotropin), LTH dan MSH (Intermedin). Seluruhnya merupakan hormon protein dan
pada FSH, LH dan TSH mengandung karbohidrat.

3.7.1. FSH dan LH


Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) dikenal
juga sebagai hormon gonadotropin karena keduanya merangsang pertumbuhan dan
perkembangan gonad. Merupakan hormon glikoprotein, dimana kandungan karbohidrat
FSH lebih banyak daripada LH (FSH pada kuda, domba,sapi dan manusia memiliki
sampai 25 % karbohidrat). Rantai karbohidrat terdiri dari monosakarida yaitu mannosa
galaktosa, fucosa, asam sialat dan N-acetylglucosamine. FSH merangsang pertumbuhan
dan pematangan folikel di dalam ovarium, merangsang sekresi estrogen oleh sel-sel folikel,
dan mempengaruhi spermatogenesis di dalam tubuli seminiferi testis. Sekresi FSH
dihambat oleh estrogen dari ovarium dan testosteron dari sel-sel interstitial testis.
LH bersama-sama dengan FSH merangsang pematangan folikel dan sekresi
estrogen, LH menyebabkan terjadinya ovulasi, penting untuk mempertahankan corpus
luteum dan sekresi progesteron. Pada hewan jantan, LH merangsang pertumbuhan dan
sintesis hormon androgen (testosteron) pada sel-sel interstitial testis (sel Leydig)
sehingga sering disebut juga Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH).

3.7.2. LTH (Luteotropic Hormone)


Luteotropic hormone (LTH) atau Prolactin merupakan hormon protein
mengandung 198 asam amino. LTH merangsang pertumbuhan kelenjar susu pada mamalia
(termasuk tikus, kelinci dan marmut). Pada burung merpati, LTH merangsang
33
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
pertumbuhan tembolok. Bersama-sama dengan LH, LTH memelihara aktifitas fungsional
korpus luteum, LTH juga merangsang tingkah laku maternal (keibuan) misalnya sifat
mengeram pada unggas.

3.8. Gonad
Merupakan organ reproduksi primer, dimana pada jantan disebut testis dan pada
betina disebut ovarium. Umumnya hormon yang dihasilkan oleh gonad merupakan
hormon steroid yaitu androgen (testosteron), estrogen, progesteron dan relaksin.

3.8.1. Androgen (Testosteron)


Dihasilkan oleh sel-sel Leydig dalam testis. Testosteron diperlukan untuk
diferensiasi seksual organ- organ kelamin luar, mempengaruhi proses desencus
testiculorum, pertumbuhan dan kelangsungan fungsi kelenjar kelamin pelengkap yang
menghasilkan plasma semen waktu ejakulasi, mempengaruhi libido (kelakuan kelamin)
serta kesanggupan ereksi sewaktu ejakulasi, berpengaruh pada sifat-sifat kelamin sekunder
serta mempertahankan kelangsungan spermatogenesis.

3.8.2. Estrogen
Dihasilkan oleh ovarium (sel teka folikel). Estrogen diperlukan untuk
manifestasi fisiologik dari estrus; mempengaruhi pertumbuhan dari endometrium uterus,
perubahan-perubahan histologi pada epitelium vagina selama siklus estrus, mempengaruhi
pertumbuhan saluran kelenjar mammae waktu menyusui, mengontrol pelepasan hormon
pituitary (FSH dan LH), bertanggung jawab pada timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder
pada betina, mensensitifkan otot-otot uterus terhadap oxytocin, mengendorkan servix,
vagina dan vulva serta menimbulkan tonus pada uterus.

3.8.3. Progesteron
Merupakan hormon yang disekresikan oleh sel-sel lutein korpus luteum pada
ovarium. Progesteron diperlukan untuk mempertahankan kebuntingan dengan jalan
menghambat pergerakan uterus secara spontan dan meniadakan atau menurunkan respon
myometrium terhadap oxytocin, menghambat sekresi FSH dan LH sehingga mencegah
terjadinya estrus, ovulasi dan siklus birahi, bersama-sama dengan estrogen menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan sistem alveolar kelenjar mammae.
34
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
3.8.4. Relaxin
Relaxin selain dihasilkan oleh korpus luteum juga dihasilkan oleh placenta.
Fungsi relaxin menstimulir pemisahan simphisis pubis pada marmut dan mencit
(memudahkan partus), menimbulkan dilatasi servix uteri pada babi, sapi, tikus (juga
memudahkan partus).

3.9. Hormon Plecenta


Termasuk disini adalah hormon PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin),
Human Chorionic Gonadotropin (HCG).
3.9.1. PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin)
PMSG diketemukakan pada serum kuda bunting, merupakan glycoprotein dengan
kandungan asam sialat yang tinggi. Disekresikan oleh endometrial cups (mangkuk
endometrium) dari uterus kuda yang terbentuk minggu ke 6 kebuntingan dan terdapat
terus sampai minggu ke tiga puluh. Aktifitas PMSG mirip dengan FSH dan LH (namun
cenderung lebih mirip dengan FSH), sering digunakan untuk merangsang perkembangan
folikel pada superovulasi untuk keperluan tranfer embrio. Kandungan asam sialat lebih
tinggi dan waktu paruh lebih lama dibandingkan dengan FSH, menyebabkan PMSG
lebih efektif daripada FSH.
3.9.2. Human Chorionic Gonadotropin (HCG).
Hormon ini diekskresikan melalui urine wanita hamil. Disintesa oleh sel-sel
sinsitiotropoblas dari placenta. Pada manusia diketahui ada 8 hari setelah ovulasi (kira-
kira sehari setelah implantasi). HCG menyebabkan korpus luteum menjadi fungsional
untuk kebuntingan.
HCG merupakan hormon glikoprotein yang memiliki aktifitas seperti LH. Sering
digunakan mengobati peristiwa sistic ovari (pada sapi) dan dalam beberapa hal digunakan
pula untuk merangsang terjadinya ovulasi.
3.10. Prostaglandin
Bukan hormon namun memiliki fungsi yang penting dalam proses reproduksi.
Terdapat 5 macam prostaglandin yaitu PGA, PGB, PGC, PGE dan PGF. Hanya PGE dan
PGF yang mempunyai pengaruh pada alat kelamin. PGF2alpha bertanggung jawab pada
proses regresi korpus luteum (luteolysis) dalam siklus birahi (sapi, kambing, domba,
kuda). Meskipun prostaglandin pertamakali ditemukan dalam plasma semen dan
35
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
diproduksi vesicula seminalis. Pada saat ini telah jelas bahwa zat tersebut diproduksi
disejumlah besar jaringan dan dilepaskan dalam darah. Kadar prostaglandin yang tinggi
dalam semen manusia tampaknya mutlak bagi kesuburan normal, karena pria dengan
kadar prostaglandin yang rendah dalam plasma semennya, menunjukkan penurunan
fertilitas meskipun mengandung jumlah spermatozoa normal.
Prostaglandin mempunyai berbagai pengaruh pada otot polos, susunan saraf dan
tekanan darah serta berperanan pada pengaturan sejumlah aktifitas biologis yang berbeda-
beda. Prostaglandin menurunkan tekanan darah arteri, tetapi meningkatkan kontraksi
uterus waktu melahirkan. Zat tersebut juga dipergunakan untuk menimbulkan keguguran
pada awal kehamilan (efek penghancuran korpus luteum). Prostaglandin juga menghambat
motilitas otot usus dan dapat menyebabkan kekejangan yang hebat, muntah-muntah dan
diare. Pada sejumlah spesies, prostaglandin mempunyai pengaruh pembiusan yang
menenangkan.
3.11. Hormon Reproduksi pada Avertebrata
Pada avertebrata, informasi tentang sistem hormon belum selengkap pada
vertebrata (terutama mamalia). Informasi yang cukup banyak ditemukan pada spesies-
spesies tertentu dari arthropoda, moluska. Tulisan ini akan banyak terfokus pada spesies-
spesies tersebut.
3.11.1. Crustacea
Organ endokrin yang terdapat pada crustacea, sebagaimana halnya pada insekta,
dibagi dalam 3 katagori yaitu:
1. Sekumpulan sel-sel neuro-sekretoris yang menghasilkan neuro hormon dan
melepaskannya melalui terminal-terminal axonnya. Termasuk dalam kategori ini adalah
organ X pada tangkai mata.
2. Organ-organ neurohemal yang menyimpan, kemungkinan memodifikasi dan
melepaskan neurohormon. Termasuk katagori ini adalah kelenjar sinus (sinus gland),
organ commissurale, organ pericardiale.
Organ endokrin (non neural) yang mensekresikan hormon langsung ke dalam darah.
Termasuk disini adalah organ Y, kelenjar androgen (androgenic gland) dan ovarium.

36
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
KETERANGAN TAMBAHAN

PENGATURAN HORMONAL PADA STEROIDOGENESIS TESTIS

Testis mensekresikan bermacam-macam steroid yang disintesis dari kolesterol.


Hasil sekresi sebagian besar berupa testosteron yang dihasilkan sel Leydig. Testosteron
diklasifikasikan sebagai androgen karena dapat merangsang timbulnya sifat-sifat kelamin
sekunder yang khas pada hewan jantan. Sintesis testosteron melalui jalur-jalur biosintesa yang
hasil akhirnya ditentukan oleh proses-proses enzimatik. Dalam jalur sintesis tersebut, kolesterol
diubah menjadi pregnenolone dengan menghilangkan rantai C12 kemudian melalui fase
progesteron berubah menjadi beberapa substansi androgenic semacam
dehydroepiandrosterone, androstenedione dan testosteron.
Dehydroepiandrosterone dan androstenedione disekresikan jauh lebih sedikit
dibanding testosteron. Testosteron disekresikan oleh sel Leydig yang dirangsang oleh LH.
Reseptor untuk LH yang ditemukan pada sel Leydig, dan pada sebagian besar mamalia,
peningkatan sekresi LH akan diikuti oleh peningkatan testosteron. Pada kenyataannya, sekresi
LH dan testosteron episodic dan perubahan level besar terjadi setiap 24 jam. Respon sel Leydig
terhadap peningkatan LH sangat cepat, pada manusia kadar tertinggi testosteron sudah tercapai
dalam 1-2 jam setelah penyuntikan LH atau HCG. Penting untuk diketahui bahwa LH juga
memiliki aktifitas tropic (nutrisi) pada sel Leydig, rangsangan LH akan menyebabkan
hipertropi. Penghilangan LH dengan hipofisektomi atau netralisasi aktifitasnya dengan
antiserum yang spesifik menyebabkan penghentian produksi testosteron dan penyusutan
ukuran sel-sel Leydig.
Aksi LH dimediasi melalui pembentukan 3-5 adenosin monophosphat (cAMP)
intraseluler yang seterusnya melalui mekanisme proteinkinase merangsang aktifitas sejumlah
reaksi seluler, salah satunya adalah sekresi testosteron. Enzim diperlukan dalam produksi
testosteron berhubungan dengan mitokondria dan smooth endoplasmic reticulum pada sel-
sel Leydig. Akibatnya, stimulasi LH dalam jangka lama mengakibatkan pembesaran
sel secara serentak dengan meningkatnya mitokondria dan smooth endoplasmic reticulum.
Sampai saat ini sedikit sekali diketahui bagaimana cara testosteron meninggalkan sel
Leydig, akan tetapi jelas testosteron banyak ditemukan dalam konsentrasi besar dalam
vena spermatica, testicular lymph dan dalam cairan yang ada dalam tubuli seminiferi.
Walaupun LH secara prinsip merupakan faktor utama dalam pengaturan sekresi testosteron,
bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa kemungkinan prolaktin juga mempengaruhi
fungsi sel-sel Leydig. Reseptor bagi prolaktin ditemukan pada sel-sel Leydig dan
meningkatnya sekresi prolaktin pada manusia (adanya tumor pituitari) dihubungkan dengan
penurunan kadar testosteron yang berhubungan dengan penurunan libido dan
ketidakmampuan ereksi secara normal. Reseptor untuk GnRH dan estradiol juga ditemukan
pada sel-sel Leydig tetapi peranan keduanya secara fisiologik masih tidak jelas.

3.11.1.1. Organ X dan Kelenjar Sinus


Organ X terletak pada tangkai mata, memiliki 2 struktur yaitu ganglionic X organ
dan sensory pore X organ. Kedua struktur ini pada beberapa spesies terpisah tetapi ada pula
yang tergabung menjadi satu kesatuan. Pada spesies yang tidak mempunyai tangkai mata,
organ X terletak pada kaput.
Kelenjar sinus terletak di pangkal tangkai mata, merupakan organ neurohemal,
tersusun terutama oleh terminal-terminal axon dan berhubungan erat dengan pembuluh-
37
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
pembuluh darah. Kelenjar sinus dinyatakan analog dengan neurohipofisa vertebrata dan
korpora kardiaka pada insekta. Kelenjar sinus penting sebagai reservoir untuk
penimbunan/penyimpanan dan pelepasan neurohormon yang berasal dari axon-axon organ
neurosekretoris.
Neurosekresi dari kompleks organ X-kelenjar sinus menghasilkan Gonad Inhibiting
Hormone (GIH). Hormon ini memiliki aktifitas penghambatan proses vitelogenesis,
penghambatan pematangan ovarium dan penghambatan aktifitas sekresi kelenjar
androgen. Sekresi dari GIH sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Ablasi
(penghilangan) tangkai mata (Organ X dan kelenjar sinus) akan menyebabkan
pembesaran/perkembangan ovarium, vitelogenesis pada oosit akan terjadi. Kompleks
organ X-kelenjar sinus juga menghasilkan hormon penghambat molting.

3.11.1.2. Organ Y.
Organ Y terletak pada segmen maksilaris atau antena, dalam beberapa hal mirip
dengan prothoracic yaitu kelenjar yang mengatur molting/ecdysis pada insekta. Fungsi
organ Y dipengaruhi oleh kompleks neurosekretoris tangkai mata (kompleks organ X-
sinus gland). Organ Y merupakan penghasil Gonad Stimulating Hormone (GSH) yang
berpengaruh pada gonad.
Organ Y juga menghasilkan molting hormon (ecdyson) yang juga penting dalam
diferensiasi normal dari ovarium dan testis. Pada hewan muda apabila dilakukan ablasi
organ Y, maka proses mitosis pada ovarium dan testis akan terhambat, proses mitosis
oogonia pada ovarium terhenti, folikel tidak terbentuk dan vitelogenesis tidak terjadi.
Pada testis, mitosis spermatogonia terhenti dan testis tidak mengandung sel-sel kecambah
yang matang (depleted of mature germ cells).

3.11.1.3. Kelenjar Androgen


Kelenjar ini ditemukan pada beberapa crustacea juga beberapa spesies insekta.
Biasanya terletak diluar testis sepanjang duktus deferens. Pada betina kelenjar ini
rudimenter (tak berkembang). Kelenjar maskulinisasi ini diduga diatur oleh neurohormon
yang berasal dari kompleks organ X-kelenjar sinus.
Kelenjar androgen menghasilkan hormon yang mengatur spematogenesis dan sifat-
sifat kelamin sekunder jantan. Pengaruh dari kelenjar androgen bila dibandingkan dengan
ovarium jauh lebih kuat. Transplantasi kelenjar androgen pada hewan betina dapat
38
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
menyebabkan transformasi ovarium menjadi testis yang memproduksi spermatozoa.

3.11.1.4. Ovarium
Ovarium pada crustacea, memiliki fungsi endokrin sedangkan testis tidak
memiliki fungsi ini. Ovarium dan kelenjar androgen menghasilkan hormon yang
mempengaruhi diferensiasi sifat-sifat kelamin jantan dan betina. Testis kemungkinan tidak
memiliki fungsi endokrin.
Pada crustacea, diferensiasi sel-sel kecambah bersifat reversible. Pada keadaan
hormon dari kelenjar androgen tidak ada, gonad akan menjadi ovarium tetapi untuk
diferensiasi menjadi testis maka keberadaan hormon dari kelenjar androgen harus ada.
Pada beberapa spesies dekapoda yang hermaprodit protandri, kelenjar androgen ada
selama fase jantan dan hilang selama fase betina.

3.11.1.5. Molting pada Crustacea


Pada crustacea, molting mencakup proses-proses metabolik dan morfologik.
Berlainan dengan insekta, yang tidak mengalami molting setelah stadium dewasanya
tercapai, crustacea mengalami molting/ecdysis sepanjang hidupnya. Proses molting ini
dipengaruhi oleh sekresi dari kompleks organ X-kelenjar sinus dan organ Y.
Pembentukan eksoskeleton crustacea meliputi pembentukan scleroprotein, sintesis
khitin dan deposit garam-garam kalsium. Terdapat 4 tahapan pada proses molting crustacea
yaitu:
Pre Molt (Proecdysis).
Merupakan tahap persiapan untuk molting peristiwa yang terjadi adalah
penipisan cuticle secara bertahap, penimbunan zat-zat anorganik di dalam gastrolith
(hepatopancreas) guna pembentukan eksoskeleton baru, mempercepat proses-proses
regenerasi jaringan, penimbunan glikogen di jaringan hipodermis, terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen.

Molting/ecdysis.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi selama tahap ini adalah pecah dan terkelupasnya
kutikula yang tua (usang), peningkatan/pembesaran ukuran tubuh karena adanya absorbsi
air segera setelah kutikula pecah. Air ini menyebabkan tersedianya ruangan (bahkan
setelah cuticle baru mengeras) bagi pertumbuhan badan. Terjadi resorbsi kutikula.
39
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Post Molting/Post ecdysis.
Merupakan periode pembentukan eksoskeleton baru dengan redeposisi secara
cepat dari khitin dan garam-garam anorganik dan terjadi pertumbuhan jaringan.

Intermolt/Inter Ecdysis.
Merupakan tahap istirahat, dimana proses-proses fisiologis sehubungan dengan
proses molting tidak ada. Biasanya terjadi penimbunan bahan-bahan anorganik pada
hepatopancreas dan tempat lainnya untuk persiapan molting berikutnya. Bahan tersebut
antara lain Kalsium, Fosfat, glikogen, lipid.
Terdapat crustacea yang gagal dalam proses moltingnya. Akibatnya hewan
tersebut tidak mengalami pertumbuhan, kondisi demikian dikenal sebagai anecdysis.
3.11.2. Insekta
Bagian dorsomedial-anterior protocerebrum (otak) atau pars intercerebralis
merupakan kumpulan sel-sel neurosekretoris. Aktifitas sel-sel tersebut menghasilkan
ecdysiotropin yang dilepaskan melalui axon-axonnya menuju korpus kardiaka. Korpus
kardiaka merupakan organ neurohemal yang menimbun dan melepaskan ecdysiotropin ke
dalam darah. Kompleks protocerebrum-korpus kardiaka analog dengan kompleks
hipotalamus-neurohipopisa pada vertebrata. Ecdysiotropin akan mempengaruhi kelenjar
ecdysialis (kelenjar prothoracalis) untuk mensekresikan hormon ecdyson (molting
hormone) yang berpengaruh pada proses ecdysis.
Selama stadium pupa, ecdyson diperlukan untuk diferensiasi struktur dewasa dan
ecdysis pupa yang terakhir. Pada insekta dewasa, kelenjar ecdysialis mengalami
degenerasi. Pada insekta juga dijumpai kelenjar non neural, jumlah sepasang,
berpengaruh atas pertumbuhan dan diferensiasi yaitu korpus allata. Fungsi korpus
allata ini diatur oleh otak. Korpus allata menghasilkan hormon neotenin (Juvenile
Hormone). Neotenin dan ecdyson berinteraksi merangsang pemasakan larva pada setiap
stadium perkembangannya. Kedua hormon ini bekerja secara sinergis untuk menginduksi
perkembangan dan diferensiasi normal. Korpus allata tidak akan mengalami degenerasi
pada waktu dewasa, akan tetapi terus berperan sebagai kelenjar endokrin yang
mempengaruhi proses-proses reproduksi serta fungsi-fungsi lain di dalam tubuh. Antara
korpus allata dan ovarium terdapat hubungan fungsional yaitu perkembangan ovarium
dipengaruhi oleh hormon gonadotropin yang dihasilkan korpus allata. Juvenile Hormone
40
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
(JH) esensial bagi vitelogenesis, pembentukan spermatophore dan perkembangan
kelamin. Pada hewan betina, korpus allata juga menghasilkan sex atractant (pheromone)
yang penting untuk menarik pejantan dan timbulnya kelakuan reproduksi.
Terdapat 3 tahap perkembangan ovarium yang dipengaruhi oleh JH yaitu:
1. JH mengontrol sintesa vitelogenin dari lemak tubuh.
2. JH merangsang perkembangan oosit previtelogenic.
3. JH membentuk rongga-rongga diantara sel-sel folikel ovarium. Rongga tersebut
merupakan jalan masuk kuning telur untuk dideposisikan pada oosit (telur).
Neurosekretoris dari korpus kardiaka hanya berperan pada akhir stadium
reproduksi yakni saat peneluran (oviposisi). Pada beberapa spesies insekta, kerja sama
antara JH dan neurosekresi dari korpus kardiaka mempengaruhi proses vitelogenesis
Pada insekta jantan misalnya pada Lampyris noctiluca testis merupakan sumber
hormon androgen yang merangsang differensiasi maskulinisasi gonad dan juga sifat-sifat
kelamin sekunder. Transplantasi bagian apikal testis pada larva betina akan menyebabkan
gonad berdiferensiasi menjadi testis dan tanda-tanda kelamin sekunder jantan nampak.
Sebaliknya transplantasi ovarium pada larva jantan ternyata tidak mempunyai pengaruh.
Pengaruh testis akan menurun bila diperlakukan pada betina setelah masa pupa dan tak
berpengaruh sama sekali setelah dewasa tercapai.

Daftar Bacaan
Dwidjoseputro dkk. (1984). Biologi I Untuk SMA. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta.

Effendie, Hasyim. (1981). Fisiologi Sistem Hormonal dan Reproduksi dengan


Patofisiologinya. Penerbit Alumni, Bandung.

Hafez, E.S.E. (1980). Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger. Philadelphia.

Hoar,W.S. (1984). General and Comparative Physiology. Third Edition. Prentice Hall of
India. New Delhi.

Partodihardjo, S. (1982). Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Bandung.

41
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Sukra, Yuhara. (1975). Pengantar Kuliah Embriologi. Proyek Peningkatan Mutu
Perguruan Tinggi, IPB. Bogor.

Toelihere, Mozes. (1985). Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa Bandung.

Tienhoven, Ari Van. (1983). Reproductive Physiology of Vertebrate. Second Edition.


Cornell University Press. Ithaca and London.

Turner and Bagnara. (1976). General Endocrinology. W.B. Saunders Company,


Philadelphia.

Wildan Yatim. (1987). Biologi Modern, Pengantar Biologi. Penerbit Tarsito, Bandung.

42
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009

Anda mungkin juga menyukai