3, Tahun 2012
BAB I
PENDAHULUAN
72
Landasan Pendidikan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka masalah yang
akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan Landasan?
2. Apakah yang dimaksud dengan kebijakan?
3. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan?
4. Apakah yang dimaksud dengan Landasan Kebijakan Pendidikan?
5. Bagaimanakah Landasan Kebijakan Pendidikan Indonesia?
6. Bagaimanakan Kebijakan Negara Amerika Serikat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan
Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena
itu landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar
pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh:
landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh:
landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual identik dengan
asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi,
yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi.
Berdasarkan The Free Dictionary by Farlex Landasan (based)
artinya adalah The fundamental principle or underlying concept of a
system or theory; a basis. Secara karta kerja berdasarkan
Dictionary.com yaitu the bottom support of anything; that on which a
thing stands or rests: Selanjutnya yaitu : a fundamental principle or
groundwork; foundation; basis: the base of needed reforms.
Berdasarkan arti penjabaran ringkas diatas maka dapat disimpulkan
73
AT-TALIM; Vol. 3, Tahun 2012
B. Pengertian Kebijakan
Kata policy secara etismologis berasal dari kata polis dalam
bahasa Yunani yang berarti negara-kota. Dalam bahasa latin kata ini
menjadi politia, yang artinya negara. Dalam bahasa Inggris lama, kata
tersebut menjadi policie, yang pengertiannya berkaitan dengan urusan
pemerintah atau administrasi pemerintah (Dunn,1981:). Dalam
pengertian umum kata ini diartikan sebagai, a course of action
intended to accomplish some end (Jones,1977:4) atau sebagai
whatever government chooses to do or not to do (Dye,1975:1).
Dalam bahasa Indonesia, kata kebijaksanaan atau kebijakan
yang diterjemahkan dari kata policy tersebut mempunyai konotasi
tersendiri. Kata kebijakan diambil dari kata bijaksana atau bijak yang
dapat disamakan dengan pengertian wisdom, yang berasal dari kata
sifat wise dalam Bahasa Inggris. Banyak definisi yang dibuat oleh para
ahli untuk menjelaskan arti kebijakan. Thomas Dye menyebutkan
kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do).
Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa
definisi lain dari David Easton (1957) , dalam hayes (2001) . Easton
menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai kekuasaan mengalokasi
nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan. Ini mengandung
konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan
kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang
wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah.
Sementara Lasswell dan Kaplan (Ulul Albab, 2005) yang melihat
kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan
kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan
tujuan, nilai dan praktek (a projected program of goals, values and
practices). Carl Friedrich (Ulul Albab, 2005) mengatakan bahwa yang
paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran
(objektive) atau kehendak (purpose). H. Hugh Heglo menyebutkan
kebijakan sebagai a course of action intended to accomplish some
end, atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai
tujuan tertentu.
Definisi Heglo ini selanjutnya diuraikan oleh Jones dalam kaitan
dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama, tujuan. Di sini yang
dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the
desired ends to be achieved). Bukan suatu tujuan yang sekedar
diinginkan saja. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya
diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap orang
boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara
74
Landasan Pendidikan
75
AT-TALIM; Vol. 3, Tahun 2012
76
Landasan Pendidikan
1
Coper, Fusarelli&Randall, 2004, Dennis, 2007
77
AT-TALIM; Vol. 3, Tahun 2012
78
Landasan Pendidikan
79
AT-TALIM; Vol. 3, Tahun 2012
80
Landasan Pendidikan
BAB III
PENUTUP
81
AT-TALIM; Vol. 3, Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
82
Landasan Pendidikan
TEROBOSAN PEDAGOGIS
MEWUJUDKAN MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR
MELALUI PENYELENGGARAAN SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL
Zawaqi Afadal Jamil
E-mail: zawaqiafdaljamil@yahoo.com
Abstrak
Masyarakat adil dan makmur merupakan cita-cita bangsa
Indonesia yang sesungguhnya. Cita-cita ini bahkan sudah
diamantkan dalam pembukaan UUD 1945. Upaya perwujudan
masyarakat adil dan makmur dapat dilaksanakan melalui
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Dalam kerangka
sistem kenegaraan sangat disadari bahwa adil dan makmur
merupakan hak segala warga bangsa Indonesia. Pancasila
sebagai ideologi dan falsafah bangsa serta UUD 1945
merupakan suatu cita-cita besar yang dapat memberikan
jaminan bagi masyarakat Indonesia yang memiliki keadilan dan
kemakmuran hidup jika semua itu dapat diwujudkan. Sebagai
warga Indonesia semangat dan optimisme terhadap perwujudan
masyarakat yang adil dan makmur tentulah tak boleh sirna,
bahkan harus dipupuk serta berkarya dengan baik dan jujur
untuk menggapai cita-cita luhur bangsa. Oleh karenanya
diperlukan terobosan pedagogis pendidikan.
A. Pendahuluan
Cita-cita bangsa Indonesia setelah dinyatakan merdeka adalah
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Setelah
Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, upaya mewujudkan cita-cita
mengisi kemerdekaan bangsa dibentuklah suatu pemerintahan.
Merdeka merupakan bentuk kebebasan bagi indonesia menentukan jati
diri bangsa sesuai ideologi falsafah bangsa yang dianut. Kemerdekaan
dipandang sebagai potensi yang tidak bisa dibandingkan dengan
apapun untuk mewujudkan cita-cita bangsa menjadikan masyarakat
yang adil dan makmur. Cita-cita mewujudkan keadilan dan kemakmuran
masyarakat sangat disadari sebagai hak bagi seluruh warga Indonesia
tanpa kecuali. Dengan kesadaran yang dimiliki oleh pejuang
kemerdekaan bangsa Indonesia, sehingga cita-cita tersebut
diejawantahkan dalam pembukaan UUD 1945 dan berfalsafakan
83
AT-TALIM; Vol. 3, Tahun 2012
84