ARDS ON VENTILATOR
DISUSUN OLEH :
RATRI CAHYANI
SITI AMINAH
YUSSY ULVIALITA
A. LATAR BELAKANG
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah keadaan darurat medis yang dipicu
oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kerusakan
paru. ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai
dengan sesak nafas yang berat. Hipoksemia dan infiltrate yang menyebar di kedua belah
paru. ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,.
Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID,
transfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolic toksik,
pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawat akut secara khusus menangani
perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik (Elizabeth J. Corwin, 2009)
ARDS berkembang sebagai akibat trauma jaringan paru baik langsung maupun tidak
langsung yang mengenai membrane alveolar kapiler, mengakibatkan kebocoran cairan ke
dalam ruang interstisil alveolar dan perubahan dalam kapiler, terdapat ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan. Yang
mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru
menjadi kaku, akibatnya penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional,
hipoksia berat dan hipokapnia. (Brunner & Suddart. Hal. 616). Oleh karena itu, penanganan
ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawat untuk mencegah memburuknya
kondisi kesehatan klien dalam kondisi gawat dapat mengancam jiwa klien.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Setelah membaca makalah ini diharapkan pemahaman tentang acute respiratory
distress syndrome (ARDS) meningkat.
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui definisi ARDS
b. Dapat mengetahui etiologi ARDS
c. Dapat mengetahui manifestasi dari ARDS
d. Dapat mengetahui komplikasi dari ARDS
BAB II
TINJAUAN TEORI
(ARDS)
A. DEFINISI
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membrane
alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan
akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein.
Sindrom distress pernapasan dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS) adalah
suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau membran kapiler paru.ARDS
selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada sistem paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara
luas. (Elizabeth J. Corwin, 2009, hal. 552).
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. (Brunner & Suddarth, 2001, hal
:615).
ARDS adalah bentuk khusus gagal napas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan
tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional.(Sylvia A. price. 2005. Hal: 835).
Dasar definisi yang dipakai consensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun
1994 terdiri dari :
1) Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut.
2) Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi
(PaO2 / FiO2 ) <200 mmHg-hipoksemia berat
3) Radiografi dada; infiltrate alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru.
4) Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18 mmHg,
tanpa tanda klinis (rontgen, dan lain-lain) adanya hipertensi atrial kiri/ (tanpa adanya
tanda gagal jantung kiri).
Bila PaO2 / FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI).Konsensus
juga mensyaratkan terdpatnya factor resiko terjadinya ALI dan tidak adanya penyakit paru
kronik yang bermakna.
B. ETIOLOGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena
kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya
biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik
oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian sel.
Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi
pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan
pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam
alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang
diperlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan
permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan
atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka luas
permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas
juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi
asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi
penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin
menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi
peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang
interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan
ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin
putih yang bertambah secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi
fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu.
Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2001, hal. 420-421)
Selain itu, adapun penyebab lain dari ARDS adalah :
Syok karena berbagai sebab ( terutama hemorragik,pancreatitis acut hemorragik, sepsis
gram negative )
Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravascular diseminata (DIC ).
Pneumonia virus yang berat.
Trauma yang berat ( cedera kepala, cedera dada langsung, trauma pada berbagai organ
dengan syok hemorragik, fraktur majemuk dimana emboli lemak terjadi berkaitan
dengan fraktur femur )
Cedera aspirasi / inhalasi ( aspirasi isi lambung, hampir tenggelam, inhalasi asap,
inhalasi gas iritan ).
Toksik O2 overdosis narkotika.
Post perfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonar.
C. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan tingkat
mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15
%, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.
E. STADIUM
1. Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema interstitial
atau alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis dan kerusakan pada sel alveolar tipe
2. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan puncak
inspirasi, penurunan compliance paru (static dan dinamik), hipoksemia, penurunan fungsi
kapasitas residual, fibrosis interstitisial, dan peningkatan ruang rugi ventilasi.
F. FAKTOR RESIKO
Kerusakan (injury) langsung pada epitel alveolus :
1. Aspirasi isi gaster
2. Infeksi paru difus
3. Kontusio paru
4. Tenggelam
5. Inhalasi toksik
Kerusakan injury tidak langsung :
1. Sepsis
2. Trauma nontoraks
3. Transfusi produk darah berlebihan
4. Pankreatitis
5. Pintas Kardiopulmoner
I. KOMPLIKASI
Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan individu
harus bekerja lebih kerja untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya individu
kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik karena terjadi
penimbunan karbon dioksida di dalam darah. Melambatnya pernapasan dan penurunan PH arteri
adalah indikasi akan datangnya kegagalan pernapasan dan mungkin kematian.
Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru dan
kurangnya ekspansi paru. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna
karena stress (stress ulcers). Dapat timbul koaguiasi intravaskular diseminata akibat banyaknya
jaringan yang rusak pada ARDS. (Elizabeth J. Cowin, 2001, hal. 422)
J. PROGNOSIS
Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh :
K. PEMERIKSAAN DIGNOSTIK
Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri.
Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah oksigen yang diberikan, karena
difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya kapiler dan alveolus.
L. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak pernah
merupakan penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah. Apabila ARDS tetap
timbul, maka pengobatannya adalah:
Diuretik untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar penimbungan cairan di
paru berkurang. Penatalaksanaan cairan dan obat-obat jantung digunakan untuk
mengurangi kemungkinan gagal jantung kanan.
Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.
Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi efek merusak dari
proses peradangan, walaupun efektifitasnya masih dipertanyakan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen dada (Chest X-Ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal atau
dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region
perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran di interstitisial secara
bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh lobus
paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
b. ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2 dapat
terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi),
hiperkapnea (PaCO2> 50) menunjukkan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis
respiratori (Ph > 7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat juga
timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan dead space dan
penurunan ventilasi alveolar. Asidosis metabolic dapat timbul pada stadium lanjut
yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat metabolisme
anaerob.
c. Tes Fungsi Paru (Pulmonary Function Test) : Compliance paru dan volume paru
menurun, terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada area
terjadinya vasokonstriksi dan mirkroemboli timbul.
d. Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan:
Menurunnya fungsi silia pada jalan napas (hipoperfusi)
Peningkatan jumlah/ kekentalan sekresi pulmonal
Peningkatan resistensi jalan udara (edema interstisial)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
Alveolar Hipoventilasi
Penumpukan cairan di permukaan alveoli
Hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
3. Risiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan :
Penggunaan diuretic
Perubahan bagian cairan (kompartemental)
4. Ansietas/ ketakutan (spefisikkan), yang berhubungan dengan :
Krisis situasi
Pengobatan
Perubahan status kesehatan
Ketakutan akan mati&Faktor fisiologis (efek hipoksemia)
RENCANA TINDAKAN
Hari No Rencana Perawatan
/Tgl . Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Dx Hasil
1 Setelah diberikan 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-otot interkostal
tindakan keperawatan dalam bernafas dan /abdominal/leher dapat
selama x 24 jam, pola nafasnya meningkatkan usaha dalam bernafas
diharapkan jalan nafas
menjadi efektif, dengan 2. Observasi dari 2. Pengembangan dada dapat
criteria hasil : penurunan menjadi batas dari akumulasi cairan
- Px dapat mempertahan pengembangan dada dan adanya cairan dapat
- dan peningkatan meningkatkan fremitus
kan jalan nafas dengan fremitus
bunyi napas yang jernih
dan ronchi (-) 3.Catat karakteristik 3. Suara nafas terjadi karena adanya
- Px bebas dari dispnea dari suara nafas aliran udara melewati batang tracheo
- Px dapat branchial dan juga karena adanya
mengeluarkan secret cairan, mukus atau sumbatan lain
tanpa kesulitan dari saluran nafas
- Px dapat
memperlihatkan tingkah 4. Catatkarakteristik 4. Karakteristik batuk dapat
laku mempertahanka daribatuk merubah ketergantungan pada
jalan nafas penyebab dan etiologi dari jalan
- RR = 20 x/menit ; HR nafas. Adanya sputum dapat dalam
= 75 100 x/menit jumlah yang banyak, tebal dan
purulent
5.Pertahankan posisi
tubuh/posisi kepala 5. Pemeliharaan jalan nafas bagian
dan gunakan jalan nafas dengan paten
nafas tambahan bila
perlu
6. Kaji kemampuan 6. Penimbunan sekret mengganggu
batuk, latihan nafas ventilasi dan predisposisi
dalam, perubahan perkembangan atelektasis dan
posisi dan lakukan infeksi paru
suction bila ada
indikasi
E. EVALUASI
1) DX 1
Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan
ronchi (-).
Pasien bebas dari dispneu.
Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
2) DX 2
Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Bebas dari gejala distress pernafasan
3) DX 3
Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan
darah, berat badan, urine output pada batas normal.
4) DX 4
Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal.
Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai
berkurang.
Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk
memecahkan masalah yang dialaminya
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tn. C 60 tahun 2 hari sebelum masuk rumah sakit saat makan malam pasien batuk, muntah dan
tersedak. Pada pemeriksaan di UGD didapatkan RR 31 x/m, sianosis, kesadaran menurun.
Sianosis tidak membaik dengan pemberian oksigen. Pulse oximetry < 85%. Pasien segera diirim
ke ruang intensive atas indikasi ARDS. Di ICU pasien dipasang Ventilator dengan SIMV. Tiba-
tiba ventilator berbunyi, kemungkinan karena banyak sekret.
1. Pengkajian
A:
RR 31 x/menit
Irama ?
Sesak ?
Otot bantu nafas ?
Retraksi dinding dada ?
Ronchi ?
Wheezing ?
C:
Saturasi O2 < 85 %
D:-
E:
B:
RR 31 x/m
Irama ?
Otot bantu nafas ?
Retraksi dinding dada ?
C:
Sianosis
Saturasi O2 < 85 %
D:
Kesadaran menurun
GCS ?
E:
B:
RR 31 x/m
Irama ?
Otot bantu nafas ?
Retraksi dinding dada ?
C:
Saturasi O2 < 85 %
Sianosis
Pucat
TD ?
Nadi ?
Suhu ?
CRT ?
Akral Dingin ?
Pulsasi arteri ?
D:
GCS ?
Reflex cahaya ?
Pupil ?
Diameter pupil ?
E:
Hasil lab : Hb ?
Hasil Rontgen ?
Terpasang NGT ?
Terpasang Kateter ?
Penumpukan sekret
NO Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Monitoring adanya stridor, gurgling Untuk mengetahui adanya
ataupun snoring sumbatan pada jalan napas
2. Monitoring pernapasan klien (frekuensi, Untuk mengetahui ganguan
irama, dan suara tambahan) pada pola pernapasan
3. Monitoring saturasi oksigen dan adanya Untuk mengetahui perfusi yang
sianosis diakibatkan sumbatan jalan
4. napas
5. Berikan posisi fowler atau semifowler Untuk memaksimalkan ventilasi
pada klien klien
Monitoring hasil AGD Untuk mengetahui adanya
perubahan dari proses difusi
Jelaskan pada keluarga tentang persiapan Untuk memberikan pemahaman
tindakan dan tujuan penggunaan alat segala tindakan yang akan
tambahan (ventilator dan suction) dilakukan dan mengurangi
kecemasan pada keluarga
Kolaborasi : Kolaborasi
1. Lakukan tindakan suction dengan tehnik Untuk mengeluarkan sekret
2. steril
Lakukan pemeriksaan AGD Untuk mengetahui adanya
perubahan dari proses difusi