Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS POST PROSEDUR BEDAH APENDISITIS

PADA TN. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDISITIS


DI RUANG KENANGA RSUD Dr.H.SOEWONDO KENDAL
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pembimbing Akademik : Ns.Susana Widyaningsih, MNS

Pembimbing Klinik : Sulis

Disusun oleh:
A.14.2
Isnaini Nur Faizah (22020114120020)
Ria Afnenda Naibaho (22020114120010)

DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan
lumemnya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhaap infeksi
( apendisitis)
Apendisitis penyebab paling umum inlamasi akut pada kuadran bawah kanan dari
rongga abdomen adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira
7% dari populasi akan mengalami apendisitis. Orang yang sering terkena apendisitis adalah
remaja dibanding orang dewasa. Meskipun penyakit ini dapat terjadi pada usia berapa pun,
apendisita paling sering terjadi antara usia 10-30 tahun.
Dalam mendiagnosis apendisitis, sering terjadi kesulitan dikarenakan adanya
beberapa pasien yang menunjukkan gejala dan tanda yang tidak khas, sehingga dapat
menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis dan meningkatkan terjadinya perforasi dan
angka morbidita sehingga dapat memperburuk prognosis dari penyakit itu sendiri. Dalam
mendiagnosis apendisitis, anamnesis dan pemeriksaan memegang peranan utama dengan
akurasi 76-80% yaitu bukan hanya USG tetapi melalui CT scan juga.
Pembedahan didindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Apendektomi
(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan segera mungkin untuk menurunkan
resiko perforasi yaitu komplikasi utama apendisitis yang dapat berkembang menjadi
peritonis atau abses. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejalanya
mencakup demam, penampilan toksik dan nyeri tekan abdomen yang kontinyu. Maka dari
itu, untuk meminimalisir dampak dan mencegah terjadinya komplikasi serius pada
KlienTn.S dengan diagnosa medis apendisitis di Ruang Kenanga RSUD
Dr.H.SOEWONDO Kendal salah satu penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah
melakukan prosedur bedah apendiktomi dimana pembedahan ini dilakukan untuk
mengangkat apendiks.
Agar tindakan bedah yang dilakukan pada klien Tn.S segera membaik, perawat
sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting dalam
memenuhi kebutuhan klien dan keluarga secara biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
kultural, berperan dalam memberikan asuhan keperawatan post-operasi prosedur bedah
apendektomi pada klien dengan diagnosa medis Apendisitis melalui usaha promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif.
Sebagai bentuk dukungan perawatan pada klien, agar mendapatkan pelayanan
kesehatan secara holistik demi tercapainya taraf kesehatan maksimal, kelompok kami
sebagai mahasiswa perawat praktikan membantu perawat di RSUD Dr.H.SOEWONDO
Kendal khususnya di Ruang Kenanga ikut serta dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien Tn.S secara komprehensif yang didasarkan pada pengkajian holistik.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan post-operasi prosedur bedah Apendektomi pada klien dengan diagnosa
medis Apendisitis.
2. Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian pada klien post-operasi prosedur bedah Apendektomi
pada klien dengan diagnosa medis Apendisitis di ruang Kenanga RSUD
Dr.H.SOEWONDO Kendal.
b) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien post-operasi prosedur bedah
Apendektomi pada klien dengan diagnosa medis Apendisitis di ruang Kenanga
RSUD Dr.H.SOEWONDO Kendal.
c) Mampu merencanakan intervensi keperawatan pada klien post-operasi prosedur
bedah Apendektomi pada klien dengan diagnosa medis Apendisitis di ruang Kenanga
RSUD Dr.H.SOEWONDO Kendal.
d) Mampu melaksanakan intervensi keperawatan yang telah direncanakan pada klien
post-operasi prosedur bedah Apendektomi pada klien dengan diagnosa medis
Apendisitis di ruang Kenanga RSUD Dr.H.SOEWONDO Kendal.
e) Mampu mengevaluasi atas intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada klien
post-operasi prosedur bedah Apendektomi pada klien dengan diagnosa medis
Apendisitis di ruang Kenanga RSUD Dr.H.SOEWONDO Kendal.
f) Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien post-operasi prosedur
bedah Apendektomi pada klien dengan diagnosa medis Apendisitis di ruang Kenanga
RSUD Dr.H.SOEWONDO Kendal.
g) Mampu menemukan kesesuaian atau perbedaan antara teori dan praktik asuhan
keperawatan pada klien post-operasi prosedur bedah Apendektomi pada klien dengan
diagnosa medis Apendisitis di ruang Kenanga RSUD Dr.H.SOEWONDO Kendal.
C. Manfaat
Penulisan laporan ini akan bermanfaat bagi:
1. Bagi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Hasil studi kasus ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada post-operasi prosedur bedah
Apendektomi pada klien dengan diagnosa medis Apendisitis secara lebih maksimal.
2. Bagi mahasiswa.
Hasil sudi kasus ini dapat menjadi salah satu referensi bagi mahasiswa berikutnya yang
akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan klien post-operasi prosedur bedah
Apendektomi pada klien dengan diagnosa medis Apendisitis
3. Bagi profesi kesehatan.
Hasil studi kasus ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada klien post-
operasi prosedur bedah Apendektomi pada klien dengan diagnosa medis Apendisitis
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki - laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30
tahun (Mansjoer, 2010). Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer,2005). Apendisitis juga mengenai semua lapisan dinding organ tersebut
(Price, 2005).
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira -kira 10 cm, dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. (Departemen Bedah UGM, 2010)
B. Etiologi Apendisitis
Menurut (Nuzulul, 2009) Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik
tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
Adanya faekolit dalam lumen appendiks
Adanya benda asing seperti biji-bijian
Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
Appendik yang terlalu panjang
Massa appendiks yang pendek
Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
Kelainan katup di pangkal appendiks
C. Klasifikasi Apendisitis
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya
adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.Tekanan yang tinggi akan
menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan
supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi,
apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang
kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada
di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5
persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen
steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan
oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.Penderita sering datang
dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa
memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda
apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan
sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan
diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas. Meskipun diragukan
sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis
sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan
karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan

D. Patofisiologi Apendisitis
Menurut Mansjoer, 2007 Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan
lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.
E. Manifestasi klinis Apendisitis
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

Nama pemeriksaan Tanda dan gejala


Rovsings sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri
pada sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsovas Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau
vagina.
Dunphys sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien
dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanovas sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloombergs sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi
pada kuadran kanan bawah kemudian
dilepaskan tiba-tiba

F. Komplikasi Apendisitis
Menurut (Bruner 2001) Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan
Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis.
Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan
terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada
anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun
dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak
dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum
lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:

1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai
rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.
G. Pemeriksaan Apendisitis
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses
inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang
pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas
yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi
usus halus atau batu ureter kanan.
8. Penatalaksanaan Apendisitis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah
infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi
diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi
disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pengkajian
Tanggal masuk : Senin, 29 Mei 2017
No. Rekam medis : 328086
Tanggal pengkajian : Selasa,30 Mei 2017
Diagnosis medis : Apendisitis

A. Data Demografi
1) Biodata Klien
Nama : Tn.S
TTL : 11 Mei 1972
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Tosari,Kendal
Suku/bangsa : Jawa/WNI
Pekerjaan :
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
2) Biodata Penanggungjawab
Nama : Ny.M
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tosari Kendal
Suku/Bangsa : Jawa/WNI
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Status Perkawinan : Menikah
Hubungan dengan Klien : Istri
B. Keluhan Utama
Keluhan saat dilakukan pengkajian Klien mengatakan perut bagian kanan bawah terasa
sakit dan panas. Klien mengeluh sakit sekitar jahitan terutama jika digunakan untuk
beraktifitas, terasa panas seperti ditusuk- tusuk dan klien mengatakan nyeri hilang timbul.
C. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluarga klien mengatakan seminggu terakhir ini klien mengeluh perut bagian kanan
bawah terasa sakit dan panas. Pada tanggal 29 Mei keluarga membawa klien ke RSUD
Kendal setelah dilakukan pemeriksaan klien disarankan untuk opname di ruang kenanga
RSUD Kendal . Setelah dilakukan konsultasi dengan dokter, klien didiagnosa Apendisitis
dan dijadwalkan melakukan operasi bedah apendektomi pada hari itu juga. Pada pukul
12.00 siang klien di lakukan tindakan operasi. Pada saat dilakukan pengkajian klien
mengeluhkan nyeri di jahitan post operasi, wajah klien tampak pucat dan sesekali
meringis menahan nyeri.
b. Riwayat kesehatan lalu
Klien mengatakan bahwa sebelumnya klien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit.
Klien tidak memiliki riwayat penyakit seperti diabetes mellitus atau hipertensi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan bahwa keluarga klien tidak memiliki riwayat penyakit yang
menurun dan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti
klien. Tetapi saudara klien mempunyai riwayat diabetes mellitus.
( tambahin Genogram )
D. Riwayat Psikososial
Tidak terdapat masalah dari riwayat psikososial klien. Klien menerima apa yang
terjadi saat ini dan hubungan dengan keluarga, anak, tetangga klien terjalin dengan baik.

E. Riwayat Spiritual
Sebelum sakit, klien selalu melaksanakan kewajiban sebagai umat islam, seperti
sholat 5 waktu dan mengaji. Klien biasa melaksanakan ibadah sholat subuh, magrib dan
isya di Masjid. Selain itu, klien juga selalu berdoa, berdzikir dan mengikuti pengajian setiap
minggu di Masjid desa untuk mendengarkan siraman rohani. Tetapi setelah sakit klien tidak
dalap melaksanakan kewajiban sebagai umat islam seperti biasanya.
F. Pemerksaan Fisik
1. Penampilan Umum
Keadaan umum Baik
Kesadaran Compomentis
GCS 15 Eye: 4 Verbal: 5 Motoric: 6
Antropometri BB: TB: IMT:
TTV TD: 120/80 Suhu: 370C RR: 18 Nadi: 80
mmHg. x/menit x/menit
Nyeri Skala 8

2. Sistem pernafasan
Klien mengatakan bahwa klien mampu bernafas tanpa merasakan adanya kesulitan
nafas. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik paru-paru:
Inspeksi :
- Tidak ada retraksi dinding dada
- Dada kanan dan kiri simetris
- Tidak ada lesi/luka, memar
- Pergerakan dada saat bernafas seimbang
- RR klien 18 kali/menit (Normal)
Palpasi:
- Klien tidak merasakan nyeri ketika dipalpasi
- Getaran teraba sama antara paru-paru kanan dan kiri
Perkusi:
- Sonor, tidak terdapat pelebaran paru
Auskultasi:
- Vasikuler, tidak terdapat suara nafas tambahan

3. Sistem kardiovaskuler
Jantung
Inspeksi:
- Bentuk dada simetris
- Tidak ada lesi/luka dan memar
Palpasi:
- Denyut jantung teraba teratur
- Letak iktus kordis disebelah SIC V medial linea midklavikula kiri
Perkusi:
- Batas jantung normal (Kanan atas = SIC 2 linea parasternalis dextra, kiri atas: SIC 2
linea parasternalis sinistra, kanan bawah: SIC 4 linea parasternalis dextra, kiri
bawah: SIC 4 linea media clavikularis sinistra)
- Tidak terdapat pembengkakan jantung
Auskultasi:
- Terdengar bunyi loop doop secara beraturan, tidak terdapat suara tambahan.

4. Sistem pencernaan
1. Mulut : Gigi
Inspeksi:
- Tidak terdapat gigi yang tanggal.
- Tidak terdapat sariawan di area gusi
- Gusi klien berwarna merah
- Tidak terdapat perdarahan pada gusi
Lidah
Inspeksi:
- Lidah berwarna merah muda
- Tidak terdapat luka/sariawan
Bibir
Inspeksi:
- Mukosa bibir lembab dan berwarna merah muda.
- Bibir atas dan bawah simetris
- Tidak terdapat kelainan bentuk bibir.
Abdomen
Inspeksi:
- Bentuk simetris
- Terdapat luka post operasi apendektomi dengan jahitan rapid an tidak ada pus.
- Warna kulit diabdomen sama dengan warna kulit di area tubuh lain klien
Auskultasi:
- Terdengar bising usus 22 kali/menit (Normal)
Perkusi:
- Batas hati saat diukur 8 cm, tidak terjadi pembesaran hati
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan diarea abdomen maupun area hepar

5. Sistem indera
Mata (Indra Penglihatan)
Inspeksi:
- Konjungtiva tidak anemis
- Pupil dapat peka terhadap rangsang cahaya
- Sklera tidak ikterik
- Kedua kelopak mata mampu berkedip bersamaan
- Warna kelopak mata sama dengan warna diarea kulit lain
- Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
- Klien tidak buta warna
- Terlihat ada kantong mata
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan pada area mata
Hidung (Indra Penciuman)
Klien mengatakan bahwa klien mampu mencium dengan baik, lubang hidung
kanan dan kiri klien berfungsi dengan baik karena ketika diperiksa klien diberikan
bebauan seperti bau minyak kayu putih, klien mampu menebak bau tersebut dengan
benar ketika klien menutup mata.
Inspeksi:
- Warna kulit sama dengan warna kulit pada area lain
- Rongga hidung simetris
- Tidak terdapat perdarahan/luka di daerah hidung
- Tidak terdapat sumbatan pada hidung
- Tidak terdapat cuping hidung
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan saat dipalpasi
Telinga (Indra Pendengar)
Inspeksi:
- Bentuk telinga kanan dan kiri simetris
- Warna telinga kanan dan kiri sama seperti area lain
- Klien mampu mendengar suara disekitarnya dengan jelas
- Tidak terdapat lesi dan serumen yang berlebihan
- Klien tidak menggunakan alat bantu dengar
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan di kedua telinga klien.
Indra Peraba:
Klien mengatakan bahwa klien mampu merasakan dingin, panas pada kulitnya,
klien dapat memegang benda-benda disekitarnya. Klien mampu membedakan struktur
kasar, halus, tumpul dan tajam.
Indra Perasa:
Klien mengatakan bahwa klien mampu merasakan manis, asam, asin, pahit di
lidahnya.

6. Sistem saraf
Klien mengatakan bahwa klien tidak mengalami pusing, tidak mengalami nyeri
kepala, kejang, kaku kuduk maupun kesemutan.
Fungsi sensorik
Kelima indra klien masih berfungsi dengan normal seperti yang sudah di jelaskan
pada sistem indra dan klien mampu menginterpretasikan apa yang klien lihat, cium,
dengar, raba, dan rasa dengan benar.
7. Sistem Muskuloskeletal
Kepala
Inspeksi:
- Ukuran Mesocephal
- Tidak terdapat perdarahan, bekas luka, dan memar
- Warna kulit sama dengan warna kulit di area tubuh lain
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan pada area kepala
- Tidak terdapat benjolan yang abnormal pada area kepala
Ekstremitas atas
Inspeksi:
- Terpasang infus RL 20 tpm di tangan kiri
- Warna kulit klien sama dengan warna kulit di area lain
- Tangan kanan dan kiri dapat digerakkan secara normal tanpa hambatan
- Tidak terdapat luka, memar/ luka bakar.
- Kuku klien pendek.
- Tidak terdapat fraktur, dislokasi di tangan kanan dan kiri
Palpasi:
- CRT <2 detik (Normal)
- Tidak terdapat nyeri tekan di tangan kanan dan kiri.
Ekstremitas bawah:
Inspeksi:
- Warna kulit klien sama dengan warna kulit di area lain
- Kaki kanan dan kiri dapat digerakkan secara normal tanpa hambatan
- Tidak terdapat luka, memar/ luka bakar.
- Kuku kaki klien pendek.
- Tidak terdapat fraktur, dislokasi di kaki kanan dan kiri

Palpasi:
- CRT < 2 detik (Normal)
- Tidak terdapat nyeri tekan pada area paha kanan dan kiri

Kekuatan otot
Ekstremitas atas kanan Ekstremitas atas kiri
5 5
Ekstremitas bawah kanan Ekstremitas bawah kiri
5 5

8. Sistem Integumen
Rambut
Inspeksi:
- Rambut klien berwarna hitam dan penyebarannya merata
- Tidak terdapat kebotakan
- Rambut klien lembab (tidak kering)
- Rambut klien pendek
- Tidak terdapat kerontokan rambut yang berlebih
Kulit
Inspeksi:
- Kulit klien lembab
- Tidak terdapat hiperpigmentasi
Palpasi:
- Tidak terdapat pitting edema, ketika dilakukan penekanan pada kulit, kulit kembali
<2 detik (normal)
- Tidak terdapat nyeri tekan
Kuku
Inspeksi:
- Kuku klien berwarna merah muda
- Tidak terapat bercak/garis putih pada kuku
Palpasi:
- CRT<2 detik (Normal)
- Tidak terdapat nyeri tekan pada kuku

9. Sistem Endokrin
Kelenjar : Tidak terkaji
Pertumbuhan : Tidak terkaji
10. Sistem Perkemihan
Klien terpasang kateter urin, klien mengatakan tidak pernah menahan BAK, dan
klien mengatakan tidak mengalami kesulitan BAK. Klien tidak mengalami oligouria,
hematuria, inkontinensia urin atau gangguan perkemihan yang lain. Pengeluaran urine
klien normal 2500 ml / 24 jam.
11. Sistem Reproduksi
Klien mengatakan tidak memiliki gangguan reproduksi. Klien mengatakan
mempunyai 2 orang anak, laki-laki dan perempuan.
12. Sistem Imunitas
Alergi : Klien tidak memiliki alergi obat dan alergi makanan
Imunisasi : Satu tahun terakhir klien tidak mendapatkan imunisasi apapun.
G. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia
1. Bernafas secara normal
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien mampu bernafas tanpa ada gangguan, klien tidak
mengalami sesak nafas.
Selama sakit:
Klien tidak mengeluh sesak nafas dan frekuensi pernapasan klien 18x/menit. Klien
tidak memiliki riwayat asma ataupun masalah dengan pernapasannya, tidak terdapat
cuping hidung dan tidak terdapat pula retraksi dinding dada.
2. Makan dan minum secara adekuat
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien makan 3 kali sehari, pagi, siang dan malam dengan
porsi satu piring makan dan selalu habis. Jenis makanan yang di konsumsi klien berupa
nasi, lauk, sayur dan buah. selain itu klien mengatakan bahwa klien minum air putih
sebanyak kurang lebih 8 gelas dengan ukuran gelas 200ml setiap hari.
Selama sakit:
Frekuensi makan klien 3x sehari dengan menu yang telah disediakan dari pihak
RS, namun porsi makan klien berkurang menjadi 3/4 porsi. Dalam sehari klien minum
sebanyak 5-6 gelas air putih ukuran 200 ml setiap hari.
3. Eliminasi
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien BAB setiap pagi satu kali sehari tanpa ada kesulitan
dan klien BAB sebanyak kurang lebih 5 hingga 6 kali sehari tanpa ada kesulitan pula.
Selama sakit:
Frekuensi BAK klien saat di rumah sakit sebanyak 4-5 kali perhari dengan warna
urin kuning agak kecoklatan dan bau khas urin. Klien terpasang kateter. Klien selama di
RS belum BAB.
4. Gerak dan keseimbangan tubuh
Sebelum Sakit:
Klien mengatakan bahwa klien mampu bergerak tanpa hambatan. Pengkajian
kebutuhan aktivitas dan latihan klien menggunakan indeks KATZ, dengan hasil sebagai
berikut:
No Kegiatan 0 1 2 3 4
1 Mandi
2 Berpakaian/berhias
3 Toileting
4 Berpindah
5 BAB/BAK
6 Makan

Keterangan:
0 : Mandiri
1 : Dengan alat bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang lain dan perawat
4 : Ketergantungan penuh

Selama sakit:
Selama di RS, klien lebih sering berbaring di tempat tidur. Klien mengatakan luka
post operasi terasa nyeri sehingga sulit untuk melakukan aktivitas selama di rumah sakit.
Saat melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, duduk, dll, klien dibantu oleh
keluarganya. Berikut hasil pengkajian aktivitas dan latihan klien selama sakit
menggunakan indeks KATZ:
No Kegiatan 0 1 2 3 4
1 Mandi
2 Berpakaian/berhias
3 Toileting
4 Berpindah
5 BAB/BAK
6 Makan

Interpretasi hasil KATZ berdasarkan klasifikasi indeks KATZ:


A : Mandiri untuk 6 fungsi
B : Mandiri untuk 5 fungsi
C : Mandiri kecuali mandi dan 1 fungsi lain
D : Mandiri kecuali mandi, berpakaian, dan 1 fungsi lainnya
E : Mandiri kecuali mandi, berpakaian, pergi ke toilet, dan 1 fungsi lainnya.
F : Mandiri kecuali mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah dan 1 fungsi lainnya.
G : Tergantung untuk 6 fungsi.

Jadi, Ny. S untuk kebutuhan aktivitas dan latihan yang diukur dengan indeks KATZ
tergolong pada klasifikasi poin F.
5. Berpakaian
Sebelum Sakit:
Klien mengatakan setiap hari mengganti pakaian dua kali setelah mandi, klien
mampu memakai pakaiannya secara mandiri.
Selama sakit:
Saat di rumah sakit, klien berpakaian dengan dibantu oleh keluarganya. Dalam
sehari, klien mengganti pakaian 2 kali setelah mandi.
6. Istirahat dan tidur
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien tidak pernah mengalami kesulitan tidur. Klien biasa
tidur pada malam hari pukul 20.00 WIB dan bangun sekitar pukul 05.00 WIB, klien biasa
tidur memakai selimut dan lampu nyala redup. Klien biasa tidur siang pada pukul 14.00
WIB dan bangun sekitar pukul 15.00 WIB.
Selama sakit:
Klien mengatakan bahwa selama sakit, waktu istirahat dan tidur klien terganggu
karena nyeri pada luka post operasi. Klien tidur siang pada pukul 13.00 WIB dan bangun
sekitar pukul 15.00 WIB. Tetapi dimalam hari klien tergaja, tidur hanya 2-3 jam. Klien
tidur menggunakan slimut dan tirai ditutup, klien mengatakan bahwa klien mengalami
kesulitan tidur karena nyerinya bukan karena merasa terganggu dengan kebisingan yang
ada di ruang rawat inap.
7. Mempertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien tidak mengalami demam. Ketika cuaca panas klien
memakai pakaian yang tipis sedangkan ketika cuaca dingin klien memakai pakian tebal.
Ketika klien merasa gerah klien berkeringat dan kipas-kipas. Ketika cuaca dingin klien
tidak berkeringat namun BAK sering.
Selama sakit:
Suhu tubuh klien 370C, akral teraba hangat. Klien memakai baju tipis karena klien
merasa cuaca panas, namun klien memakai selimut untuk melindungi dari gigitan
nyamuk.
8. Kebersihan diri
No Kegiatan Sebelum Sakit Selama Sakit
1 Mandi Mandi secara mandiri Klien mandi dengan cara
menggunakan air biasa disibin sebanyak 2 kali
sebanyak 2 kali sehari. sehari menggunakan air
hangat dibantu oleh
istrinya yang
menemaninya di rumah
sakit.
2 Oral Hygiene Klien menyikat gigi Klien mengatakan bahwa
sebanyak 2 kali sehari ketika selama dirawat di Rumah
mandi dengan pasta gigi Sakit, klien belum pernah
sikat gigi.
3 Keramas Klien mengatakan bahwa Klien mengatakan bahwa
klien keramas 2 kali selama di rawat di rumah
seminggu sakit klien belum keramas.
4 Memotong kuku Klien mengatakan bahwa Klien mengatakan tidak
klien memotong kuku ketika memotong kuku karena
klien merasa kukunya sudah kuku klien tidak panjang.
panjang.
5 Berpakaian Klien mengatakan bahwa Klien mengatakan bahwa
klien mengganti pakaian klien mengganti pakaian
sebanyak 2 kali setelah sebanyak 2 kali sehari
mandi. Dan juga klien setelah mandi dibantu oleh
mampu memilih baju dan istrinya yang menemani di
mengancingkan baju dengan rumah sakit.
benar.
6 Integritas kulit Klien mengatakan bahwa Kulit klien tampak bersih,
kulit klien bersih dan berwarna kuning langsat
berwarna kuning langsat.
dan lembab. Turgor kulit
klien elastis (<2 detik)

9. Keselamatan dan kenyamanan


Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa sebelum sakit klien tidak merasa nyeri, klien memakai
obat nyamuk ketika mau tidur untuk terhindar dari gigitan nyamuk.
Selama sakit:
Klien mengatakan bahwa klien merasa tidak nyaman dengan nyeri yang dirasakan.

P (Paliatif) : Akibat luka post operasi apendektomi


Q (Kualitas) : Klien mengatakan bahwa kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk
R (Regio) : Klien mengatakan bahwa area nyeri di perut kanan bawah dan nyeri
yang dirasakan tidak menyebar.
S (Skala) : Klien mengatakan bahwa skala nyeri yang dirasakan berada pada skala
8 berdasarkan Numeric Rating Scale (NRS), dimana skala 8 tergolong
skala nyeri tinggi.
T (waktu) : Klien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan hilang timbul dan
meningkat ketika digerekkan.

Selain mengkaji skala nyeri, pengkajian risiko jatuh pada klien juga dilakukan
dengan menggunakan skala morse, dengan hasil bahwa klien memiliki tingkat risiko
jatuh tinggi, dengan rincian sebagai berikut:
No Pengkajian Skala Nilai Ket
1 Riwayat jatuh: pernah Tidak 0 0
jatuh dalam 3 bulan
Ya 25
terakhir.
2 Diagnosa sekunder: Tidak 0 0
memiliki lebih dari satu
Ya 15
penyakit
3 Alat bantu jalan: 0 0
bedrest/kursi
roda/dibantu perawat
Kruk/tongkat/walker 15
Berpegangan pada kursi, 30
lemari, meja.
4 Terapi intravena: Tidak 0
terpasang infus, heparin
Ya 20 20
lock.
5 Status mental: 0 0
Mengetahui kondisi diri
sendiri
Keterbatasan daya ingat 15
Total Skor 20
Keterangan:
Risiko Jatuh Tinggi (RT) : Skor >45
Risiko sedang (RS) : Skor 25-44
Risiko jatuh rendah (RR) : Skor 0-24
Jadi berdasarkan pengkajian Resiko jatuh klien dengan menggunakan skala morce
didapatkan hasil bahwa Tn.S memiliki skor morce 20 , hal ini berarti Tn.S mengalami
Resiko jatuh Rendah.
10. Komunikasi
Sebelum Sakit:
Klien mengatakan klien berbicara dengan keluarga dan teman di lingkungan rumah
menggunakan Bahasa daerah (Bahasa jawa), namun klien tetap paham jika diajak
berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Klien mampu berkomunikasi dengan
lancar dan dapat menyampaikan pendapatnya dengan jelas. Klien mengatakan bahwa
klien mendapatkan informasi kesehatan dari menonton tv, mendengarkan radio dan dari
keluarga atau tetangga serta tenaga medis ketika klien memeriksakan dirinya di
pelayanan kesehatan
Selama sakit:
Saat dilakukan pengkajian, klien mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan. Klien dapat berkomunikasi menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia.
Klien masih mampu menangkap informasi yang diberikan dan masih mampu
menjawabnya. Klien mendapat informasi kesehatan selama di RS dari tenaga kesehatan
RS seperti perawat dan dokter.
11. Spiritual
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien melakukan kegiatan sholat 5 waktu dan mengaji.
Selain itu klien juga berdzikir dan berdoa.
Selama sakit:
Selama dirawat klien tidak dapat melakukan kegiatan sholat 5 waktu tetapi klien
selalu berdoa untuk kesembuhannya. Klien mengatakan bahwa klien menerima kondisi
sakitnya saat ini dan klien sudah ikhlas dengan kondisinya.
12. Bekerja
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Selama sakit:
Klien tidak melakukan pekerjaan apapun, klien hanya berbaring di tempat tidur.
13. Bermain dan rekreasi
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien berekeasi dengan menonton tv atau bercengkrama
dengan keluarga atau tetangga sekitar.
Selama sakit:
Klien mengatakan bahwa klien merasa terhibur karena istri selalu menemani dan
mengajak bercerita setiap harinya. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan rekreasinya,
klien bercengkrama dengan keluarga yang menunggui, dengan sesama pasien di ruangan
atau dengan kerabat yang menjenguknya.
14. Belajar
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien rutin mengikuti pengajian di masjid desanya untuk
mendengarkan siraman rohani.
Selama sakit:
Klien mengatakan bahwa klien banyak belajar tentang masalah kesehatan dari
dokter dan perawat yang merawatnya selama di Rumah Sakit.
Daftar Pustaka

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Baughman , D.C. ( 2000 ). Keperawatan Medikal Bedah: buku saku untuk Brunner dan Suddarth.
Jakarta: EGC.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention
Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Hardiyanti,S,S,(2010),Konsep dasar Apendisitis. Universitas Diponegoro. Diakses pada tanggal 29


Mei 2017 di
http://eprints.undip.ac.id/44874/3/Siti_Hardiyanti_Sibuea_22010110110069_Bab2KTI.pdf

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume
2. Jakarta, EGC

Warsinggih,Sp,B.KBD.(2016). Bahan Ajar Apendisitis akut, Kedokteran UNHAS. Diakses pada


tangggal 29 Mei 2017 di
http://med.unhas.ac.id/kedokteran/en/wp-content/uploads/2016/10/APPEDISITIS-AKUT.pdf

Agustinnur,( 2011), Konsep dasar Apendisitis,Unimus. Diakses pada tanggal 29 Mei 2017 di
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-agustinnur-5451-2-babii.pdf

Anda mungkin juga menyukai