Anda di halaman 1dari 11

PATOFISIOLOGI

HIPOKSIA ISKEMIK ENSEFALOPATI PADA


NEONATUS

Disusun oleh :
Isnadiah Fitria Maharani 030.10.138

Pembimbing
dr. Mas Wisnu Wardhana, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
PERIODE KEPANITERAAN 28 DESEMBER 2015 05 MARET 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

0
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Pertama penulis mengucapkan puji dan syukur Penulis kepada Allah SWT atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Hipoksia Iskemik Ensefalopati pada Neonatus tepat pada waktunya.
Adapun pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas di kepaniteraan klinik
bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi Program Studi Kedokteran Universitas
Trisakti.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dokter
pembimbing, Dr. Mas Wisnu Wardhana, Sp.A yang telah memberikan waktu dan
bimbingannya dalam proses penyelesaian makalah ini dan dalam pelaksanaan
kepaniteraan.
Demikian makalah ini dituliskan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya. Penulis memohon maaf apabila pada penulisan masih
terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis menghimbau agar para pembaca dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun dalam perbaikan makalah ini.

Bekasi, Januari 2016

Isnadiah Fitria Maharani

1
HIPOKSIA ISKEMIK ENSEFALOPATY

1. DEFINISI
Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan turunnya konsentrasi
oksigen dalam darah arteri. Iskemia adalah istilah yang menggambarkan penurunan
aliran darah ke sel atau organ (perfusi) yang menyebabkan insufisiensi fungsi
pemeliharaan organ tersebut.1 Asfiksia perinatal adalah keadaan di mana fetus atau
neonatus mengalami hipoksia dan atau iskemia ke berbagai macam organ. Keadaan
ini menyebabkan gangguan fungsi dan perubahan biokimia sehingga dalam jaringan
timbul asidosis. Pengaruh hipoksia dan iskemia tidak sama, tetapi keduanya
berhubungan erat saling tumpang tindih. Kedua faktor tersebut menyebabkan asfiksia.
Asfiksia dapat terjadi pada waktu pre, peri dan postnatal.2-8

American Academy of Pediatrics (AAP) and the American College of


Obstetricians and Gynecologists (ACOG) membuat definisi asfiksia perinatal sebagai
berikut:
(1) adanya asidosis metabolik (pH<7.00) pada darah umbilikus atau analisa gas darah
arteri apabila fasilitas tersedia;
(2) adanya persisten nilai apgar 0-3 selama >5 menit;
(3) manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan gejala kejang,
hipotonia, koma, ensefalopati hipoksik iskemik; dan
(4) adanya gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal.9
Ensefalopati sendiri adalah istilah klinis tanpa menyebutkan etiologi dimana
bayi mengalami gangguan tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan. 10
Hipoksik iskemik Ensefalopati perinatal (HIE) adalah suatu sindroma yang ditandai
dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera
pada otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia. 1-6 Hipoksik iskemik
Ensefalopati merupakan penyebab penting kerusakan permanen sel-sel pada susunan
saraf pusat (SSP), yang berdampak pada kematian atau kecacatan berupa palsi
cerebral atau defisiensi mental Diagnosis HIE dibuat berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis. Tidak ada satupun test yang spesifik untuk menyingkirkan atau
menegakkan diagnosis HIE. Semua pemeriksaan dikerjakan untuk mengetahui
beratnya cedera otak yang terjadi dan memonitor fungsi dari organ sistemik lainnya.2

2
Angka kejadian HIE berkisar antara 0,3 - 1,8% di negara-negara maju,
sedangkan di Indonesia belum ada catatan yang cukup valid. Insiden HIE di Amerika
Serikat terjadi pada 6/1000 bayi aterm yang lahir hidup1. Lima belas hingga 20% bayi
dengan HIE meninggal pada masa neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai
kelainan neurodevelopmental permanent 4. Angka kematiannya tinggi sekitar 50%,
angka kecacatan berhubungan dengan beratnya penyakit.10

2. ETIOLOGI
2-5
Penyebab asfiksia perinatal yang dapat menyebabkan HIE yaitu :
a Gangguan oksigenasi pada ibu hamil,
b Penurunan aliran darah dari ibu ke plasenta atau dari plasenta ke
fetus
c Gangguan pertukaran gas yang melalui plasenta atau fetus,
d Geningkatan kebutuhan fetal oksigen.

Faktor resiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu :


- Faktor maternal : hipertensi, penyakit vaskuler, diabetes, drug abuse, penyakit
jantung, paru dan susunan saraf pusat, hipotensi, infeksi rupture uteri dan panggul
sempit
- Faktor Kelainan plasenta dan tali pusat: infark dan fibrosis plasenta, solusio
plasenta, prolaps atau kompresi tali pusat, kelainan pembuluh darah umbilikus.
- Faktor Kelainan fetus dan neonatus: anemia, perdarahan, hidrops,
infeksi, pertumbuhan janin terhambat (intrauterine growth retardation),
serotinus.

3. PATOFISIOLOGI
Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia,
hipotensi, turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis
respiratorius. Respon sistim sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan
aliran pintas melalui duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan
tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung dan adrenal, hati, ginjal dan usus
secara sementara.
Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat-
ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler
karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel

3
endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan
petekie tampak pada perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen.
Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat menyebabkan Periventicular
leukomalacia (PVL) dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang
merupakan predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas
yang ditandai dengan gasping, dapat terjadi akibat aspirasi bahan asing dalam
cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo dan skuama).
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut
setelah lahir akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut
tergantung pada usia kehamilan. Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis
neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik
parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi PVL (selanjutnya akan menjadi
spastik diplegia), status marmoratus basal ganglia dan IVH. Pada bayi cukup
bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang
menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang
bulan.

4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga
beberapa hari sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan
peningkatan tahanan vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Asidosis terjadi
akibat komponen metabolik atau respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm,
tanda-tanda hipoksia janin merupakan dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi
tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan untuk mencegah
kematian janin atau kerusakan SSP.
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung
mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya
terjadi depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa jam
kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau
tonus tampak normal.
American Medical Association pada tahun 1976 menerbitkan modifikasi
pembagian ensefalopati hipoksik iskemik menurut Sarnat dan Sarnat pada bayi aterm
(>36 minggu) yang sampai sekarang masih dipergunakan. 6

4
Tabel 1 :Pembagian Ensefalopati Hipoksik Iskemik pada bayi aterm9
Tanda klinis Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Tingkat kesadaran Iritabel Letargi Stupor, coma

Tonus otot Normal Hipotonus Flaksid

Postur Normal Fleksi Decerebrate

Refleks Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada


tendon/klonus

Myoclonus Tampak Tampak Tidak tampak

Refleks Moro Kuat Lemah Tidak ada

Pupil Midriasis Miosis Tidak beraturan,


refleks cahaya
lemah

Kejang Tidak ada Sering terjadi Decerebrate

EEG Normal Voltage rendah Burst suppression


yang berubah to isoelektrik
dengan kejang
Beberapa hari
Durasi <24 jam 24 jam 14 hari hingga minggu

Hasil akhir Baik bervariasi Kematian,


kecacatan berat

(Dikutip dari Stoll BJ, Kliegman RM..Nervous System Disorders. In Behrman RE, Kliegman RM,
th
Jenson HB eds. Nelson Textbook of Pediatrics 17 ed. Philadelphia, WB Saunders Co., 2004; 559-
68).

Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap stimulasi
juga merupakan tanda-tanda ensefalopati hipoksik iskemik. Cerebral edema dapat
berkembang dalam 24 jam kemudian dan menyebabkan depresi batang otak. Selama
fase tersebut, sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter
dengan pemberian dosis standar obat antikonvulsan. Walaupun kejang sering
merupakan akibat ensefalopati hipoksik iskemik, kejang pada bayi juga dapat
disebabkan oleh hipokalsemia dan hipoglikemia.

Sebagai tambahan, disfungsi SSP, gagal jantung kongesti dan syok


kardiogenik, hipertensi pulmonal persisten, sindroma distress nafas, perforasi
gastrointestinal, hematuria dan nekrosis tubular akut sering terjadi bersama dengan

5
asfiksia pada masa perinatal. Setelah persalinan, hipoksia yang terjadi biasanya
disebabkan karena gagal nafas dan insufisiensi sirkulasi.

Pada asfiksia perinatal dapat timbul gangguan fungsi pada beberapa organ
yaitu: otak, jantung, paru, ginjal, hepar, saluran cerna, dan sumsum
tulangDidapatkan satu atau lebih organ yang mengalami kelainan pada 82% kasus
asfiksia perinatal. Susunan saraf pusat merupakan organ yang paling sering terkena
(72%), ginjal 42% kasus, jantung 29%, gastrointestinal 29%, paru-paru
26%Manifestasi klinis pada organ lainnya tersebut adalah sebagai berikut: 1-7, 13, 14
1. Ginjal
Oliguria-anuria, hematuria, proteinuria. Waspadailah kemungkinan
timbul acute tubular necrosis (ATN), dan gagal ginjal akut.
2. Sistem kardiovaskuler
Hipotensi, tricuspid insufficiency, nekrosis, iskemik miokardial, disfungsi
ventrikuler, syok, gagal jantung congesif
3. Paru
Edema paru-paru, pendarahan paru-paru (shock lung), respiratory
distress syndrome, meconeal aspiration syndrome, dan persistent
pulmonary hypertension.
4. Sistem saluran cerna
Fungsional intestinal obstruction, paralytic ileus, ulkus, perforasi
atau necrotizing enterocolitis.
5. Metabolik
Asidosis, hipoglikemi, hipokalsemi, hiponatremi, syndrome of
inappropriate antidiuretic hormone (SIADH),
6. Hepar
Gangguan fungsi liver, pembekuan darah, metabolisme bilirubin, albumin
dan shock liver.
7. Hematologi
Pendarahan-pendarahan, disseminated intravascular coagulation (DIC).
8. Kematian otak (brain death).

5. DIAGNOSIS

6
Tidak ada satu tes darah yang spesifik untuk mendiagnosis asfiksia
perinatal.5 Pada pH<7.0 secara klinis menimbulkan asidosis, tetapi belum pasti
cedera hipoksik telah terjadi. Nilai apgar menurut AAP/ACOG tidak bisa
digunakan sebagai bukti bahwa kerusakan neurologi karena hipoksia yang
diakibatkan cedera saraf atau penatalaksanaan intrapartum yang tidak optimal
tetapi dapat membantu menentukan tingkat asfiksia.9
Tabel Skor Apgar.12
Tanda 0 1 2
Frekuensi Tidak ada <100 x/menit >100 x/menit
jantung
Usaha Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat
Bernafas
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksiGerakan aktif
sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Reaksi melawan
Warna Seluruh tubuhTubuh kemerahan,Seluruh tubuh
biru/pucat ekstremitas biru kemerahan

Diagnosis durante/postpartum ditegakkan berdasarkan nilai skor Apgar pada


menit 1, 5, dan 10.
Kriteria :
1. Asfiksia berat : skor Apgar 0-3
2. Asfiksia ringan-sedang : skor Apgar 4-6
3. Tidak asfiksia : skor Apgar 7-10

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus untuk


menyingkirkan atau menegakkan diagnosis ensefalopati hipoksik iskemik.
Pemeriksaan laboratorium dikerjakan untuk memonitor fungsi maupun
1-7
kelainan organ sistemik dan cedera otak. Pemeriksaan CT scan, MRI relatif
tidak sensitif pada fase awal, dikatakan pemeriksaan tersebut bermanfaat
untuk menegakkan diagnosis struktural pada fase lanjut dan pemeriksaan
tersebut tidak rutin dilakukan.

7. PENATALAKSANAAN
1-7
A. Upaya yang optimal adalah pencegahan. Tujuan utama, yaitu

7
mengidentifikasi dan mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai
resiko mengalami asfiksia sejak dalam kandungan hingga
persalinannya.
B. Resusitasi. Segera lakukan resusitasi bayi yang mengalami apnea dan
1-7
atau ensefalopati hipoksik iskemik.
1. Ventilasi yang adekuat.
2. Oksigenasi yang adekuat.
3. Perfusi yang adekuat.
4. Koreksi asidosis metabolik.
5. Pertahankan kadar glukosa dalam darah antara 75 sampai 100 mg/dL,
untuk menyediakan bahan yang adekuat bagi metabolisme otak.
6. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar yang normal.
7. Atasi kejang. Bila ada kejang maka phenobarbital adalah obat
pilihan. Dosis awal 20mg/kg dan jika diperlukan dapat ditambahkan
10mg/kg hingga 40-50mg/kg/hari intravena. Fenitoin dengan dosis
awal 20mg/kg atau lorazepam 0,1mg/kg dapat digunakan untuk kejang
yang bersifat refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus
dimonitor dalam 24 jam setelah dosis awal dan terapi pemeliharaan
dimulai dengan dosis 5mg/kg/hari.
8. Mencegah timbulnya edema cerebri. Tujuan utama untuk
mencegah timbulnya edema cerebri dengan cara mencegah overload
dari cairan. Restriksi cairan dengan pemberian 60 mL/kg BB per hari.
Waspadailah bayi kemungkinan timbul SIADH (Syndrome
Inappropriate Anti Deuretic Hormon).
C. Pengobatan potensial untuk mencegah kematian saraf secara lambat
(delayed neural death).1-7
Mencegah pembentukan radikal bebas yang berlebihan serta
neuroprotektor dengan memberikan allopurinol.1-5, 7

D. Pengobatan supportive untuk organ-organ lainnya yang mengalami


kelainan.

8. KESIMPULAN

8
Ensefalopati hipoksik iskemik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan
adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera pada
otak akut yang disebabkan karena asfiksia dan merupakan penyebab penting
kerusakan permanen sel-sel pada susunan saraf pusat (SSP).
Angka kejadian ensefalopati hipoksik iskemik berkisar antara 0,3 - 1,8% di
negara-negara maju, sedangkan di Indonesia belum ada catatan yang cukup valid.
Kesadaran letargik, tonus otot flaksid, adanya mioklonus, sering kejang, dan
lemahnya refleks moro merupakan tanda utama ensefalopati hipoksik iskemik.
Selain itu pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap
stimulasi juga merupakan tanda lain terjadinya ensefalopati hipoksik iskemik.
Terapi bersifat suportif dan berhubungan langsung dengan manifestasi
kelainan sistem organ. Tetapi hingga saat ini, tidak ada terapi yang terbukti efektif
untuk mengatasi cedera jaringan otak, walaupun banyak obat dan prosedur telah
dilakukan.
Prognosis tergantung pada adanya komplikasi baik metabolik dan
kardiopulmoner yang dapat diterapi, usia kehamilan dan beratnya derajat
ensefalopati hipoksik iskemik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cordes I, Roland EH, Lupton BA, et al. 1994. Early prediction of the
development of microcephaly after hypoxic-ischaemic encephalopathy in the
full term newborn; 93-703.

9
2. Aurora S, Snyder EY. Perinatal Asphyxia. In: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR eds. Manual of Neonatal Care 5th ed. Philadelphia, Lippincott
Williams & Wilkins, 2004; 536-55.
3. Volpe J.J. Hypoxic-Ischemic Encephalopathy. In:Volpe J.J.eds. Neurology
of the Newborn 4thed.Philadelphia:WB.Saunders Co, 2001;217-394.
4. Levene M,Evans DJ. Hypoxic-ischemic brain injury. In: Rennie JM eds.
Roberton's Textbook of Neonatology 4th ed. Philadelphia, Elsevier Limited,
2005; 1128-48.
5. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Perinatal
Asphyxia.In:Gomella TL,Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE eds.
Neonatology Management, Procedures, On-Call Problems, Diseases, and
Drugs 5th ed. New York, Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2004; 208-
11.
6. Hill A. Neurogical and Neuromuscular Disorders. In: MacDonald MG,
Mullett MD, Seshia MMK eds. Avery's Neonatalogy Pathophysiology &
Management of the Newborn 6th ed. Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins, 2005; 1384-409.
7. Stoll BJ, Kliegman RM..Nervous System Disorders. In: Behrman RE,
Kliegman RM Jenson HB eds. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed.
Philadelphia, WB Saunders Co., 2004; 559-68.
8. Scher MS.Brain Disorders of the Fetus and Neonate. In: Klaus MH,
Fanaroff AA eds. Care of The High Risk Neonate 5th ed. Philadelphia, WB
Saunders Co., 2001; 481-527.
9. American Academy of Pediatrics Committee on Fetus and Newborn and
American College ofObstetrics and Gynecologists Committee on Obstetric
Practice: Use and abuse of the Apgar score. Pediatrics 1996(98):141-2.
10. Hill A, 2005. Neurological and Neuromuscular Disorders. In: MacDonald MG
eds. Averys Neonatology Patophysiology & Management of Newborn 6 th ed.
Philadelphia, Lippincott Williams & Walkins; 536-55.
11. Sarnat HB,Sarnat MS. Neonatal encephalopathy following fetal distress. A
clinical and electroencephalographic study. Arch Neurol 1976(33):696-705.
12. Hassan R, Alatas H. Buku kuliah 3 ilmu kesehatan anak. Jakarta: Staf Pengajar
Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 hal 1072-1077

10

Anda mungkin juga menyukai