Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara
berkembang, terutama disebabkan oleh perdarahan, eklampsia, sepsis dan
komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab utama kesakitan dan kematian
ibu sebenarnya dapat dicegah. Hal ini dilakukan melalui upaya pencegahan yang
efektif, beberapa negara berkembang dan hampir semua negara maju, berhasil
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu ke tingkat yang sangat rendah.1
Fokus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta
mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan pergeseran paradigma dari
menunggu terjadinya dan kemudian menangani komplikasi menjadi pencegahan
komplikasi. Adanya pergeseran paradigma yang baru ini, terbukti mampu
mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir. 1
Partus lama bisa disebabkan oleh adanya his yang tidak kuat, faktor janin
dan faktor jalan lahir. Untuk mencegah partus lama, asuhan persalinan normal
mengandalkan penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta
kemajuan proses persalinan. 2
Deteksi pada setiap kemajuan persalinan abnormal, dan pencegahan partus
lama, secara bermakna dapat menurunkan risiko terjadinya partus lama,
perdarahan pascapersalinan dengan segala komplikasinya. Untuk menurunkan
risiko terjadinya partus lama diusahakan supaya berjalan senormal mungkin. 1
Partograf sebagai rekam grafik dan catatan medik kemajuan persalinan sudah
lama dikenal. Partograf sebagai rekaman atau catatan kemajuan persalinan, dapat
berfungsi sebagai pendeteksi kemajuan persalinan abnormal, sehingga penolong
persalinan dapat dengan segera menentukan sikap terhadap kelainan persalinan
tersebut.2,3,4,5,6.
Oleh karena itu maka dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang cukup
untuk dapat mengisi partograf dalam setiap kehamilan. Maka dari itu penulis
ingin membahas tentang partograf.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Partograf

2
Pada tahun 1954, Friedman melakukan penelitian pada sejumlah besar ibu
di Amerika Serikat dan menghasilkan pola pembukaan serviks normal.
Friedman membagi persalinan secara fungsional menjadi dua, yaitu fase laten
yang berlangsung selama 8-10 jam sampai pembukaan 3 cm, yang dikuti dengan
fase aktif yang ditandai dengan akselerasi dari pembukaan 3-10 cm dan
berakhir dengan fase deselerasi. 3,5,9

Gambar 2.1. Kurva Freidman


Tahun 1969 Hendriks mendemonstrasikan bahwa pada fase aktif
persalinan normal, kecepatan pembukaan pada primigravida dan multipara
hampir tidak berbeda, selain itu tidak ditemukan fase deselerasi pada akhir
kala I persalinan. Sedangkan pada tahun 1972, Philpott meneliti secara
ekstensif pasien primigravida yang berada di Afrika Tengah dan Selatan,
kemudian menciptakan sebuah normogram pembukaan serviks untuk populasi
tersebut yang mampu mengidentifikasi penyimpangan dari keadaan normal yang
dapat dipertanggungjawabkann secara ilmiah untuk melakukan suatu tindakan

3
sebagai usaha pencegahan persalinan lama dengan segala akibatnya. Sejak
saat itu banyak penulis mengembangkan normogram serupa di berbagai tempat.
Akan tetapi tidak satu pun menunjukkan perbedaan yang bermakna. 3,5,9
Pada tahun 1988 World Health Organization (WHO) menerbitkan sebuah
buku petunjuk berjudul The Partograf: A managerial tool for Prevention of
prolonged labour, berisi tentang partograf model WHO yang telah diuji cobakan
pada beberapa negara dan dibuat secara sederhana berdasarkan penelitian dari
semua karya partograf yang telah dipublikasikan, berdasarkan prinsip-prinsip
berikut :
- fase aktif persalinan dimulai pada pembukaan > 3 cm
- fase laten persalinan harus berlangsung < 8 jam
- pada fase aktif, kecepatan pembukaan tidak boleh lebih lambat dari 1
cm/jam
- tidak melakukan pemeriksaan dalam yang terlalu sering (sebaiknya setiap 4
jam)
- menggunakan partograf yang sudah ada garis waspada dan garis tindakannya

Partograf yang biasanya digunakan pada negara berkembang tersebut,


kemudian mengalami modifikasi pada tahun 1994 sebagai usaha memperoleh
penanganan obstetri yang lebih optimal. Modifikasi partograf terlihat dengan
tidak tercantumnya fase laten pada grafik pencatatan, melainkan langsung
pada pencatatan fase aktif persalinan yang dimulai pada pembukaan 4 cm.
Pencatatan fast laten dilakukan pada lembar data antenatal dan setiap
pencatatan diharapkan menggunakan tinta berwarna hitam. 3,5,7,8,9

4
5
Gambar 2.2. Partograf WHO

6
Gambar 2.3. Partograf Modifikasi WHO
2.2. Partograf

7
2.2.1 Definisi Partograf
Partograf adalah alat pencatatan persalinan, untuk menilai keadaan ibu,
janin dan seluruh proses persalinan. Partograf digunakan untuk mendeteksi jika
ada penyimpangan / masalah dari persalinan, sehingga menjadi partus abnormal
dan memerlukan tindakan bantuan lain untuk menyelesaikan persalinan.
Partograf merupakan lembaran form dengan berbagai grafik dan kode
yang menggambarkan berbagai parameter untuk menilai kemajuan persalinan.
Gambaran partograf dinyatakan dengan garis tiap parameter (vertikal) terhadap
garis perjalanan waktu (horisontal).2,6,7
Partograf dirancang untuk dipakai pada berbagai tingkat pelayanan
kebidanan dengan berbagai fungsi yang berbeda. Di Puskesmas fungsi
utamanya adalah memberikan peringatan awal bahwa persalinan akan
berlangsung lama, sehingga harus segera dirujuk ke rumah sakit (fungsi garis
waspada). Sedangkan di rumah sakit, bergesernya grafik pembukaan ke
sebelah kanan garis waspada mengingatkan penolong untuk meningkatkan
kewaspadaan, dan bila melewati garis tindakan harus segera melakukan
tindakan.2,5,6,10
2.2.2 Syarat pengisian partograf
Partograf mulai diisi bila
o Mereka yang masuk dalam persalinan :
1. fase laten (pembukaan < 3 cm), his teratur, frekuensi min.2x/10,
lamanya<20".
2. fase aktif (pembukaan >3cm), his teratur, frekuensi min.1x/10,
lamanya<20".
o Masuk dengan ketuban pecah spontan tanpa adanya his :
1. bila infus oksitosin dimulai
2. bila persalinan dimulai

o Masuk untuk induksi persalinan :


1. pemecahan ketuban (amniotomi) dengan atau tanpa infus oksitosin
2. induksi medis (infus oksitosin, balon kateter atau pemberian
prostaglandin)
3. bila persalinan dimulai atau induksi dimulai atau ketuban pecah.

Partograf tidak perlu diisi bila

8
Pada pemakaian partograf WHO terdapat beberapa protokol yang harus
diperhatikan. Partograf tidak dibuat pada partus prematurus (Usia
kehamilan kurang dari 34 minggu), saat masuk rumah sakit dengan
pembukaan > 9cm, akan dilakukan seksio sesar elektif maupun darurat,
dengan ketentuan penatalaksanaan sebagai berikut:
fase laten :
Tidak dilakukan akselerasi, terapi suportif (pemberian semangat),
hidrasi adekuat yang terdiri dari glukosa dan elektrolit, pengosongan
kandung.
fase aktif :
1. Sebelah kiri garis waspada: akselerasi dan terapi suportif
dilakukan bila ada indikasi, sedangkan amniotomi boleh
dilakukan atau tidak.
2. Sebelah kanan garis waspada: akselerasi dan terapi suportif
dilakukan atas indikasi, sedangkan amniotomi harus dilakukan
3. Sebelah kanan garis bertindak: akselerasi dilakukan bila ada
indikasi, terapi suportif dan amniotomi harus dilakukan. 3,5

9
2.2.3. Monitoring Pada Partograf
2.2.3.1. Pencatatan lembar depan
Partograf yang, dianjurkan oleh World Health Organization (WHO) pada
dasarnya merupakan kurva yang menunjukkan hubungan antara pernbukaan
serviks terhadap waktu, yang terdiri dari 3 komponen
A. Rekaman dan catatan kemajuan persalinan
1. Pembukaan serviks uteri
2. Penurunan kepala
3. His
B. Rekaman dan catatan tentang kondisi janin
1. Denyut jantung janin
2. Selaput ketuban dan air ketuban
3. Molase
C. Rekaman dan catatan tentang kondisi ibu
1. Tanda vital: Nadi, tekanan darah, suhu
2. Urin: volume, protein, dan aseton
3. Obat-obatan dan cairan infus
4. Pemberian oksitosin

Partograf dapat digunakan untuk setiap persalinan tanpa penyulit yang


tidak memerlukan tindakan segera. Di Puskesmas dapat dipakai untuk
persalinan risiko rendah yang diharapkan akan berakhir dergan persalinan
spontan pervaginam, sedangkan pasien risiko tinggi sebaiknya segera dirujuk
ke rumah sakit. Jadi partograf dirancang untuk memantau penyimpangan dari
keadaan normal yang timbul sewaktu persalinan berlangsung. 3,4,5,6,8,9,10

2.2.3.1.A. Rekaman dan catatan tentang kemajuan persalinan


Merupakan bagian terpenting yang memperlihatkan hubungan antara
pembukaan serviks dengan waktu dan juga hubungan antara turunnya kepala
dengan waktu. 3,5
1. Pembukaan serviks
Penilaian pembukaan serviks didapatkan dari hasil pemeriksaan
dalam. Pencatatan dilakukan pada grafik di bagian tengah partograf yang
sepanjang sisi kirinya terdapat angka 0-10 pada setiap kotak. Setiap kotaknya
menunjukkan pembukaan 1 cm dan sepanjang sisi horisontal terdapat angka
0-24 yang setiap kotaknya menunjukkan waktu 1 jam. 3,4,5,8.9
Pembukaan diukur dalam satuan sentimeter (cm) dan dicatat dengan
tanda 'X'. Periksa dalam pertama dilakukan sewaktu masuk kamar bersalin,
yang juga mencakup pemeriksaan panggul. Periksa dalam selanjutnya

10
dilakukan setiap 4 jam, kecuali bila pembukaan >7 cm atau ada indikasi lain
seperti ibu ingin mengejan atau ketuban pecah dengan kecurigaan adanya tali
pusat menumbung. 3,4,5,8,9
Pada persalinan yang sudah lanjut pemeriksaan dalam dilakukan lebih
sering, terutama pada multipara dimana pembukaan serviks lebih cepat
dibandingkan dengan primipara. Pada persalinan yang normal, tanda 'X'
untuk pembukaan akan selalu terdapat pada garis waspada atau sebelah
kirinya. Dan kalau ibu masuk kamar bersalin dalam fase aktif, maka
pembukaan sewaktu masuk langsung dicatat pada garis waspada, sedangkan
ibu yang ketika persalinan dalam fase laten dan beralih ke fase aktif, catatan
pembukaan langsung dipindah dari daerah fase laten ke garis waspada,
yang pada partograf WHO dihubungkan oleh garis terputus-putus. Pada
partograf modifikasi WHO, ibu yang masuk saat fase laten dicatat pada kolom
kedua grafik pencatatan waktu pembukaan serviks partograf, sedangkan ibu
yang masuk saat fase aktif, pencatatan dilakukan sesuai dengan partograf
WHO.3,4,5,8,9
Komponen grafik memusatkan perhatian pada pembukaan menurut
waktu yang terbagi menjadi fase laten dan fase aktif.
a. Fase laten
Fase laten persalinan dimulai sejak awal persalinan sampai pembukaan
rnencapai 3 cm dengan penipisan bertahap dari serviks dan biasanya berlangsung
tidak lebih dari 8 jam. Kalau fase ini berlangsung lebih lama dari 8 jam dengan his
2 kali dalam 10 menit, persalinan akan cenderung mengalami kesulitan
kalau ibu bersalin di Puskesmas harus segera dirujuk ke rumah sakit, sedangkan
bila ibu bersalin di rumah sakit pemeriksaan dan tindakan yang diambil harus
dilakukan secermat mungkin. 3,4,5,8,9
b. Fase aktif
Fase aktif berlangsung dari 3-10 cm (pembukaan lengkap) dengan kecepatan
1 cm/jam bagi primi dan 2 cm/jam bagi multipara. Garis waspada digambar dari
3 cm sampai 10 cm menggambarkan kecepatan pembukaan. Pembukaan yang
berpindah ke sebelah kanan garis waspada menunjukkan adanya hambatan dalam
persalinan, dan bila persalinan berlangsung di Puskesmas harus segera melakukan

11
rujukan ke rumah sakit, sedangkan persalinan yang berlangsung di rumah sakit
memerlukan pengamatan yang cermat. 3,4,5,8,9

Pada fase ini terdapat 2 garis yaitu:


1. Garis waspada (alert line)
Garis lurus dari pembukaan 3 cm sampai dengan 10 cm, sesuai dengan
kecepatan pembukaan pada fase ini. Apabila pembukaan serviks bergeser ke
kanan garis waspada berarti proses kemajuan persalinan melambat, sehingga
harus dipikirkan kemungkinan untuk melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan. 3,4,5,7,8
2. Garis bertindak (action line)
Berupa garis lurus yang sejajar dengan garis waspada dan berada 4 jam di
sebelah kanan garis waspada. Pada persalinan yang berjalan lancar, pembukaan
akan selalu berada di garis atau di sebelah kiri garis bertindak, dan bila
pembukaan melewati garis tindakan ibu harus diperiksa dengan cermat
mengenai penyebab terhambatnya persalinan, serta merencanakan tindakan
3,4,5,8,9
tepat untuk mengatasinya.

Dengan mencatat kecepatan pembukaan kita dapat menentukan apakah


suatu persalinan akan berlangsung lama atau segera memerlukan tindakan.
Persalinan yang lama atau tidak maju dapat disebabkan oleh disproporsi
kepala panggul, yang kemudian dapat berlanjut menjadi ruptura uteri dan
kematian janin. Dengan partograf suatu persalinan lama atau tidak maju dapat
dikenali secara dini, sehingga komplikasi lain seperti perdarahan dan infeksi
dapat dicegah. 2,3,4,5,6,8,9
2. Penurunan kepala janin
Pada persalinan yang lancar, bertambahnya pembukaan akan disertai
dengan turunnya kepala janin yang membantu menentukan kemajuan
persalinan. Penurunan kepala janin diperiksa dengan pemeriksaan luar perut
ibu berdasarkan perlimaan di atas PAP (pintu atas panggul), dan harus dilakukan
sebelum pemeriksaan dalam.
Cara periksa ini ternyata lebih dapat dipercaya daripada periksa
dalam, karena seringkali sudah terdapat kaput suksedaneum sehingga yang
3,4,5,7,8
diraba pada pemeriksaan dalam adalah turunnya kulit kepala janin.

12
Gambar 2.4. Penurunan kepala dari pintu atas panggul (PAP)

Turunnya kepala janin harus selalu diperiksa dengan pemeriksaan perut ibu sesaat
sebelum dilakukan pemeriksaan dalam, dimana lebar jari tangan pemeriksa
menjadi ukuran turun kepala janin ke PAP. Kepala engaged bila kepala janin di
atas PAP hanya dapat dirasakan oleh 2 jari atau kurang.

13
Gambar 2.5. Penurunan kepala pada pemeriksaan luar

Pada sisi kiri grafik pembukaan serviks terdapat kata 'penurunan kepala'
dengan garis lurus dari 5 ke 0. Penurunan kepala ditandai dengan tanda '0'
pada graft pembukaan. 3,4,5,8,9
3. His
Pada persalinan normal his semakin lama akan semakin sering , semakin
lama, dan semakin kuat. Pengamatan his dilakukan setiap jam dalarn fase laten
dan setiap setengah jam dalarn fase aktif, dengan mengamati frekuensi
(jumlah his/10 menit) dan lamanya (detik) dari permulaan his terasa pada
palpasi perut sampai hilang. His dicatat pada partograf di bawah garis waktu
sesuai dengan penulisan waktu pada partograf, yaitu pada 5 kotak kosong
melintang sepanjang partograf yang sisi kirinya tertulis 'his/10 menit'. Satu
kotak menggambarkan satu his, dan bila ada 2 his dalam 10 menit, maka ada 2
kotak yang diarsir. Berikut cara dan contoh pencatatan his :
Keterangan :
<20:
20 - 40:
>40:

2.2.3.1.B. Rekaman dan catatan mengenai keadaan janin


1. Frekuensi bunyi jantung janin
Mengamati bunyi jantung janin merupakan pemeriksaan klinik yang
aman dan dapat dipercaya untuk mengetahui kesejahteraan janin. Waktu
terbaik untuk mendengarkan bunyi jantung janin adalah segera setelah fase
terkuat his lewat, dan didengarkan selama 1 menit. Bunyi jantung janin
dicatat pada bagian atas partograf setiap setengah jam dan satu kotak
menggambarkan setengah jam. Garis 120 dan 160 ditebalkan untuk
mengingatkan tentang batas-batas normal bunyi jantung janin. Bunyi
jantung janin dikatakan abnormal bila:
Bunyi >160 kali/menit (takikardi) dan <120 ka1i/menit (bradikardi)
Keadaan ini dapat merupakan indikasi adanya gawat janin. Kalau
terdengar bunyi jantung janin yung abnormal, dengarkan setiap 15
menit selama 1 menit segera setelah his selesai. Dan bila bunyi jantung
janin tetap abnormal dalam 3 kali pengamatan, tindakan harus segera

14
diambil kecuali kalau persalinan sudah sangat dekat. Tindakan tersebut
dapat berupa penghentian oksitosin bila sedang dalam pemberian, tidur miring
ke kiri, pemberian oksigen, pemeriksaan dalam untuk menyingkirkan
kemungkinan tali pusat menumbung, serta hidrasi yang adekuat.
Bunyi jantung janin 100 kali/menit atau kurang,
menunjukkan adanya gawat janin berat dan harus segera diterminasi. 3,4,5,8,9
2. Selaput dan air ketuban.
Keadaan air ketuban dapat rnembantu menentukan keadaan janin, dengan
pengamatan yang harus dicatat di bagian bawah pencatatan bunyi jantung janin
pada partograf berupa:
selaput ketuban utuh, dicatat 'U'
selaput ketuban sudah pecah:
- air ketuban jernih, dicatat `J'
- air ketuban diwarnai mekonium, dicatat `M' atau Hijau H
- tidak ada air ketuban, dicatat 'A' (absen) atau K (kering)
- air ketuban bercampur darah, dicatat `D'
Pengamatan ini dilakukan pada setiap pemeriksaan dalam, dan bila
didapatkan mekonium kental maupun air ketuban yang sudah pecah atau
dipecahkan maka pencatatan bunyi jantung janin harus lebih sering
dilakukan karena hal itu dapat merupakan tanda gawat janin. 3,4,5,8
3. Moulage kepala -janin
Moulage kadang-kadang sulit diketahui dengan adanya kaput
suksedaneurn yang besar, oleh karena itu moulage yang hebat dengan kepala janin
jauh di atas pintu atas panggul merupakan petunjuk adanya disproporsi kepala
panggul pada ibu. Pencatatan dibuat di bawah catatan keadaan air ketuban
dengan tanda sebagai berikut:
0 : tulang kepala teraba terpisah satu sama lain dan sutura mudah teraba
+ : tulang-tulang kepala saling menyentuh satu sama lain
++ : tulang-tulang kepala saling tumpang tindih
+++ : tulang-tulang kepala saling tumpang tindih berat. 3,4,5,8
2.2.3.1.C. Rekaman dan catatan mengenai keadaan ibu
Dicatat pada bagian akhir partograf halaman pertama.
1. Nadi, tensi, dan suhu
nadi - setiap setengah jam di beri tanda ()
tensi - setiap 4 jam atau lebih sering, tergantung indikasi diberi tanda
suhu - setiap 2 jam atau lebih sering, tergantung indikasi.
2. Urin: volume, protein, aseton
protein atau aseton dalam urin
volume - ibu dianjurkan kencing setiap 2-4 jam
3. Obat-obatan dan cairan intravena

15
Dicatat dalam kolom di bawah his
4. Pemberian oksitosin
Di atas kolom pencatatan cairan iv berdasurkan waktu pemberian. 3,4,5,8,9
2.2.3.2. Pencataan lembar belakang
Halaman belakang partograf disebut juga catatan persalinan karena
merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses
persalinan dan tindakan-tindakan yang dilakukan sejak persalinan kala I
hingga kala IV, termasuk keadaan bayi baru lahir. Pencatatan ini sangat
penting dalam membuat keputusan klinik, terutama pada kala IV untuk
rnembantu mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan, selain juga
memantau penatalaksanaan persalinan yang sudah diberikan. 4
Cara pengisian lembar belakang yang diisi setelah seluruh proses
persalinan selesai sangat berbeda dengan bagian depan yang harus diisi
pada setiap akhir pemeriksaan. Lembar belakang ini terdiri dari:

16
17
Gambar 2. 6. Partograf halaman belakang (Indonesia)

2.2.3.2.A. Data dasar


Mulai dari tanggal persalinan berlangsung hingga pendamping pada
saat merujuk. Data diisi pada masing-masing tempat yang telah disediakan atau
dengan memberi tanda di samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan
nomor 5 jawaban yang sesuai dilingkari, sedangkan pertanyaan nomor 8 bisa
lebih dari satu jawaban. 4
2.2.3.2.B. Kala I
Berisi pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis
waspada, masalah-masalah yang dihadapi, penatalaksanaan, dan hasil dari
penatalaksanaan tersebut. 4

2.2.3.2.C. Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin,
distosia bahu, masalah penyerta, penatalaksanaan, dan hasilnya. Di samping
jawaban yang sesuai diberi tanda ", sedangkan untuk pertanyaan nomor 13 jika
jawaban "ya", maka indikasinya harus ditulis, dan untuk nomor 15 dan 16 jika
jawaban "ya", jenis tindakan yang telah dilakukan harus ditulis. Pertanyaan
nomor l4 bisa lebih dari satu jawaban. 4
2. 2..3..2..D. Kala III
Terdiri dari lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat
terkendali, pemijatan fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta tidak lahir dalam
waktu lebih dari 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah
penyerta, penatalaksanaan, dan hasilnya. Jawaban diisi sesuai dengan tempat
yang telah disediakan. 4

2.2.3.2.E. Bayi baru lahir


Berisi informasi mengenai berat dan panjang lahir, jenis kelamin, penilaian
kondisi bayi, pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan terpilih, dan
hasilnya. Jawaban diisi pada tempat yang disediakan dan diberi tanda di
samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 36 dan 37, jawaban
yang sesuai dilingkari, sedangkan jawaban nomor 38 bisa lebih dari 1.4
2.2.3.2..F. Kala IV

18
Pamantauan kala IV yang terdiri dari tekanan darah, nadi, suhu, tinggi
fundus, kontraksi uterus, kandung kemih (kosong/isi), dan perdarahan, sangat
penting untuk menilai terdapatnya risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan.
Pengisian dilakukan setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah melahirkan dan
setiap 30 menit pada satu jam berikutnya pada kolom yang tersedia, dengan
catatan bagian yang dihitamkan tidak usah diisi.4
2.2.4. Pencatatan kemajuan persalinan abnormal
1. Fase laten lama
Jika seorang ibu hamil masuk kamar bersalin dalam fase laten
(pembukaan kurang dari 3 cm) dengan waktu lebih dari 20 jam pada primi
dan 14 jam pada multi, maka kemajuan persalinannya dianggap abnormal dan
harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk tindakan selanjutnya. Hal ini yang
menyebabkan dibuatnya garis tebal pada jam ke-8 dari fase laten dini pada
partograf.
Kemajuan persalinan, keadaan janin, maupun ibu harus dicatat secara
lengkap, dan bila persalinan belum dimulai, dimana his kurang dari 2 kali
dalam 10 menit dengan lama kurang dari 20 detik, maka partograf dibatalkan
dan ibu boleh pulang. Pilihan lain adalah akselerasi persalinan dengan
amniotomi dan pemberian oksitosin, serta pemeriksaan dalam tiap 4 jam
sampai 12 jam, bila dalam 8 jam (2 kali periksa dalam) belum masuk fase aktif
atau fase aktif dicapai dalarn waktu 8 jam tetapi kemajuan persalinan kurang
dari 1 cm/jam atau adanya gawat janin, disproporsi kepala panggul, ataupun
kontraindikasi oksitosin, dipertimbangkan untuk melakukan terminasi dengan
cara seksio sesar.2,3,5,7
2. Pindah ke sebelah kanan garis waspada
Dalam persalinan fase aktif catatan pembukaan biasanya akan menetap
di garis waspada atau sedikit bergeser ke sebelah kirinya, dan bila bergeser ke
sebelah kanan melewati garis waspada menunjukkan persalinan berlangsung lama
dan perlu segera dirujuk ke rumah sakit, kecuali jika pembukaan hampir lengkap,
tetapi bila kepala janin masih tinggi walaupun his baik dan pembukaan
memuaskan, ibu harus tetap dirujuk ke rumah sakit. Sedangkan di rumah sakit
dengan fasilitas kebidanan dapat dilakukan pemeriksaan ulang persalinan secara
cermat dan keputusan diambil untuk penanganan selanjutnya. 5,9

19
3. Pembukaan mencapai garis bertindak atau di luar garis bertindak
Tindakan aktif diambil setelah menunggu selama 4 jam, oleh karena itu
garis tindakan berada 4 jam di sebelah kanan garis waspada Kalau persalinan
mencapai garis tindakan, keputusan untuk mengakhiri persalinan harus
diambil karena persalinan akan berlangsung lama dan pada akhirnya akan
memerlukan tindakan juga. Keputusan dan tindakan ini harus diambil di
rumah sakit yang memiliki fasilitas memadai untuk menangani penyulit
persalinan. Evaluasi medis dilakukan secara lengkap, mulai dari his,
penurunan kepala, bunyi jantung janin, keadaan air ketuban , molase kepala,
keadaan umum ibu, obat maupun cairan yang diberikan, yang disertai dengan
terapi suportif, pemberian analgetika/sedativa, dan pengosongan kandung
kemih. Pilihan lain dapat berupa :
- Mengakhiri persalinan dengan seksio sesar bila terdapat tanda gawat janin,
disproporsi kepala panggul, ataupun kontraindikasi pemakaian oksitosin
- Penatalaksanaan konservatif dengan terapi suportif dan analgetika bila keadaan
ibu maupun his baik, atau akselerasi dengan pemberian oksitosin, dengan melakukan
pemeriksaan dalam setelah 3 jam, 2 jam kemudian, dan 2 jam
setelahnya, selain pemeriksaan bunyi jantung janin setiap 30 menit. Bila
tidak terdapat kemajuan dari salah satu pemeriksaan tersebut, maka
persalinan diterminasi dengan seksio sesaria. Sebelum memulai infus
oksitosin dilakukan pemecahan ketuban kalau selaput ketuban masih utuh.
Pada pasien dengan his yang kurang efisien dapat dilakukan hidrasi
secukupnya dan dilanjutkan dengan analgesi, masing-masing dicatat pada
kolom Pemberian cairan iv maupun obat-obatan pada partograf. Pemberian
infus oksitosin adalah dengan cara drip yang ditingkatkan setiap setengah
jam sampai tercapai his yang optimal, yaitu terdapatnya 3-4 his dalam 10
menit dengan lama 40-50 detik, atau maksimal 40 tetes/menit pada primi
dan 60 tetes/menit pada multi. Kemudian tetesan dipertahankan dengan
mencatat dosis serta kecepatan pemberian pada partograf. Selain itu
dilakukan pemantauan dari kemajuan persalinan, keadaan janin maupun ibu.
Batas waktu untuk mengakhiri persalinan adalah 6-8 jam setelah
dimulainya infus oksitosin, dan bila terjadi hipertonia uterus ataupun tanda

20
gawat janin maka infus oksitosin harus dikurangi atau dihentikan sama
sekali.3,5,7
Pada persalinan presentasi bokong atau kehamilan ganda, pemberian
oksitosin baru boleh dilakukan saat berada di sebelah kanan garis waspada,
sedangkan pada persalinan bekas seksio sesar, uterotonika tidak boleh
diberikan, amniotomi dilakukan pada fase aktif, dan pemanjangan fase laten
(lebih dari 8 jam) maupun pemantauan yang mencapai atau di luar dari garis
bertindak memerlukan tindakan seksio sesar kembali, dengan menyingkirkan
terlebih dahulu indikasi seksio sesar akibat kemungkinan adanya disproporsi
kepala panggul maupun bekas seksio sesar klasik atau dua kali seksio sesar
pada persalinan sebelumnya. 5

Pencatatan partograf pada pasien dengan selaput ketuban yang sudah pecah
dimulai saat pasien mulai masuk persalinan spontan atau saat pemberian
oksitosin, dan ketuban yang sudah pecah lebih dari 6 jam dengan persalinan
yang masih lama merupakan indikasi pemberian antibiotik profilaksis secara
intravena. 5

21
2.3. Infeksi Pos Partum
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah
melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2
hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam
pertama.

Etiologi & cara terjadinya infeksi


Organisme yang menyerang bekas implantasi plasenta atau laserasi akibat
persalinan adalah penghuni normal serviks dan jalan lahir, mungkin juga dari luar.
Biasanya lebih dari satu spesies. Kuman anaerob adalah kokus gram positif
(peptostreptokok, peptokok, bakteriodes dan clostridium). Kuman aerob adalah
berbagai macam gram positif dan E. coli. Mikoplasma dalam laporan terakhir
mungkin memegang peran penting sebagai etiologi infeksi nifas.
C a r a infeksi.

Kemungkinan terbesar ialah bahwa si penolong sendiri membawa kuman ke


dalam rahim penderita
1. membawa kuman yang telah ada dalam vagina ke atas, misalnya
dengan pemeriksaan dalam.
2. tangan penolong atau alat-alatnya masuk membawa kuman dari luar.
3. pasien lain seperti pasien dengan infeksi puerperalis
4. luka operasi yang meradang
5. carcinoma uteri
6. Dari bayi dengan infeksi tali pusat
7. Mungkin juga infeksi disebabkan coitus pada bulan terakhir

Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi infeksi nifas, yaitu :
Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti
perdarahan yang banyak, pre eklampsia; juga infeksi lain seperti
pneumonia, penyakit jantung, dsb.
Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
Tertinggalnya sisa plasenta, selaput kettuban dan bekuan darah.
trauma persalinan.
retentio placentae sebagian atau seluruhnya

22
keadaan umum ibu merupakan faktor yang ikut menentukan, seperti
anemia, malnutrisi sangat melemahkan daya tahan ibu.

Manifestasi Klinis
Infeksi nifas dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :
1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan
endometrium
1.1 Infeksi luka perineum.
Luka menjadi nyeri, merah dan bengkak akhirnya luka terbuka dan
mengeluarkan getah bernanah.
1,2 Infeksi luka cervix.
Kalau lukanya dalam, sampai ke parametrium dapat menimbulkan
parametritis. Luka perineum, vulva, vagina, cervix : perasaan nyeri dan panas
timbul pada luka yang berinfeksi dan kaiau terjadi pernanahan dapat disertai
dengan suhu tinggi dan mnenggigil.
1.2 Endometritis.
Setelah masa inkubasi, kuman-kuman menyerbu ke d a l a m luka
endometrium, biasanya bekas perlekatan placenta. Gambaran klinis
endometritis berbeda-beda tergantung pada virulensi kuman penyebabnya.
Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik turun
(remittens).

1.3 Supraemia (retention fever)


Demam karena retensi gumpalan darah atau selaput janin. Demam ini turun
setelah darah dan selaput keluar. Keadaan ini dicurigai kalau pasien yang
demam terus merasakan his royan. Kalau penderita demam dan perdarahan
agak banyak, maka mungkin jaringan placenta yang tertinggal.

2. Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-


vena, jalan limfe dan permukaan endometrium.

2.1 Thrombophlebitis.
Penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan sebab yang
terpenting kematian karena infeksi puerperalis. Dua golongan vena biasanya
memegang peranan:
a. Vena-vena dinding rahim dan lig. latum (vena ovarica; uterina dan
hypogastrica).
b. Vena-vena tungkai (vena femoralis, poplitea dan saphena).

23
2.1.a. Thrombophlebitis pelvica ( pada vena dinding rahim)

Biasanya terjadi dalam minggu ke-2, yang paling sering meradang ialah
vena ovarica karena mengalirkan darah dari luka bekas placenta yaitu daerah
fundus uteri.. Karena radang terjadi thrombosis yang bermaksud untuk meng-
halangi penjalaran kuman-kuman. Dengan proses ini infeksi dapat sembuh, tapi
kalau daya tahan tubuh kurang maka thrombus menjadi nanah. Bagian-bagian
kecil thrombus terlepas dan terjadilah emboli atau sepsis dan karena embolus ini
mengandung nanah disebut juga pyaemia. Embolus .. ini biasanya tersangkut
pada paru-paru, ginjal, atau katup jantung, pada paru-paru dapat menimbulkan
infark. Kalau daerah yang mengalami infark besar, maka pasien meninggal
dengan mendadak. penyulit ialah absces paru, pleuritis, pneumonia dan absces
ginjal penyakit berlangsung antara 1 3 bulan dan angka kematian tinggi.
Kematian biasanya karena penyulit paru-paru.

2.1.b Thrombophlebitis femoralis.


Terjadi antara hari ke 10 -20 ditandai dengan kenaikan suhu dan nyeri pada
tungkai biasanya yang kiri. Tungkai biasanya tertekuk dan terputar ke luar,
agak sukar digerakkan. Kaki yang sakit biasanya lebih panas dari kaki yang
sehat.
Dapat terjadi sebagai berikut :

Dari thrombophlebitis vena saphena ,magna atau peradangan vena
femoralis sendiri

Penjalaran thrombophlebitis vena uterine (v. uterina, v.
hypogastrica, v. iliaca externa, v. femoralis).

Akibat parametritis
Thrombophlebitis pada vena femoralis mungkin terjadi karena aliran darah
lambat di daerah lipat paha karena tertekan oleh lig. inguinale, kadar
fibrinogen tinggi dalam masa nifas. terjadi oedem tungkai yang mulai pada jari
kaki, dan naik ke kaki, betis dan paha, kalau thrombophlebitis itu mulai pada
vena saphena , atau vena femoralis ; sebaliknya kalau terjadi , sebagai lanjutan
thrombophlebitis pelvica, maka oedem mulai terjadi pada paha dan kemudian
turun ke betis. Oedem ini lambat sekali hilang. Keadaan umum pasien tetap

24
batik. Kadang-kadang terjadi thrombophlebitis pada kedua
tungkai.Thrombophlebitis femoralis jarang menimbulkan emboli. Penyakit ini
juga terkenal dengan name phiegmasia alba dolens (radang yang putih dan
nyeri).

2.2 Sepsis puerperalis.


Terjadi kalau setelah persalinan ada sarang sepsis dalam badan yang secara
terus menerus atau periodik melepaskan kuman-kuman kedalam peredaran
darah dan dengan demikian secara mutlak mempengaruhi gambaran penyakit
(yang tadinya hanya dipengaruhi oleh proses dalam sarang).
Pada sepsis dapat dibedakan :
porte d'entre : biasanya bekas insersi placenta
sarang sepsis primer : thrombophlebitis pada vena uterina atau
vena ovarica
sarang sepsis sekunder (metastasis) misalnya di paru-paru sebagai
absces paru-paru atau pada katup jantung sebagai endocarditis
ulcerosa septica, di samping itu dapat terjadi absces di ginjal,
hati,lympha, otak dan lain-lain.
2.3 Peritonitis.
Infeksi nifas melalui jalan lympha dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi
peritonitis atau ke parametrium menyebabkan parametritis. Kalau peritonitis ini terbatas
pada rongga panggul disebut pelveo peritonitis sedangkan kalau seluruh peritoneum
meradang disebut peritonitis umum. Prognosa peritonitis umum jauh lebih buruk dari
pelveo peritonitis.
2.4 Parametritis (celluiitis pelvica) :
Parametritis dapat terjadi dengan 3 cara :
melalui robekan cervix yang dalam.
penjalaran endometritis atau luka cervix yang terinfeksi melalui jalan lymphe.
sebagai lanjutan thrombophlebitis pelvica.
Kalau terjadi infeksi parametrium, maka timbullah pembengkakan yang mula-muia
lunak tetapi kemudian menjadi keras sekali.
Infiltrat ini dapat terjadi hanya pada dasor lig. latum tetapi dapat juga bersifat luas
misalnya dapat menempati seluruh parametrium sampai ke dinding panggul dan dinding
perut depan di atas lig. inguinale.Kalau infiltrat menjalar ke belakang dapat menimbulkan
pembengkakan di belakang cervix. Eksudat ini lambat laun diresorpsi atau menjadi

25
absces. Absces dapat memecah di daerah lipat paha di atas lig inguinale atau ke dalarn
cavum Douglasi. Parametritis biasanya unilateral dan karena biasanya sebagai akibat luka
cervix, lebih sering terdcpat pada primipara dari pada multi para.

DIAGNOSA
Diagnosis Infeksi nifas :
Untuk penegakan diagnosa diperlukan pemeriksaan seksama. Perlu
diketahui apakah infeksi terbatas pada tempat masuknya kuman ke dalam badan
atau menjalar keluar ke tempat lain. Pasien dengan infeksi meluas tampak sakit,
suhu meningkat, kadang-kadang menggigil, nadi cepat dan keluhan lebih banyak.
Jika fasilitas ada, lakukan pembiakan getah vagina sebelah atas dan pada infeksi
yang berat diambil darah untuk maksud yang sama. Usaha ini untuk mengetahui
etiologi infeksi dan menentukan pengobatan antibiotik yang paling tepat

Endometritis;
Gejala yang selalu didapat ;
Nyeri perut bagian bawah
Lokhia yang purulent dan berbau
Uterus yang tegang dan subinvolusi
Gejala yang mungkin didapat ;
Perdarahan pervaginam
Syok
Peningkatan sel darah putih terutama polimorfonuklear lekosit

Abses pelvic
Gejala yang selalu didapat ;
Nyeri perut bagian bawah
Pembesaran perut bagian bawah
Demam yang terus menerus
Gejala yang mungkin didapat ;
Dengan antibiotic tidak membaik
Pembengkakan pada adnexa atau kavum Douglas

Peritonitis
Gejala yang selalu didapat ;
Nyeri perut bagian bawah
Bising usus tidak ada
Gejala yang mungkin didapat ;
Perut yang tegang (rebound tenderness)
Anoreksia / muntah

26
Sepsis puerperalis :
suhu tinggi (40' atau lebih) biasanya remittens.
menggigil.
keadaan umum buruk : nadi kecil dan tinggi(140-160 kali per menit atau
lebih)., nafas cepat, geIisah
Hb menurun karena haernolyse, leucocytose.
Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah.
Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari paasca persalinan.

Selulitis pada luka ( perineal /abdominal)


Gejala yang selalu didapat ;
Nyeri pada luka /irisan dan tegang/indurasi
Gejala yang mungkin didapat ;
Luka /irisan pada perut dan perineal yang mengeras/ indurasi
Keluar pus
Kemerahan

Abses /hematoma pada luka insisi


Gejala yang selalu didapat ;
Luka yang mengeras
Keluar cairan serosa
Kemerahan dari luka
Tidak ada/ sedikit eritema dekat luka insisi

Thrombosis vena yang dalam ( deep vein thrombosis)


Thrombophlebitis ( pelvithromboflebitis ; femoralis)
Gejala yang selalu didapat ;
Demam yang tinggi walau mendapat antibiotika
menggigil
Gejala yang mungkin didapat ;
ketegangan pada otot kaki
komplikasi pada paru dan ginjal, persendian , mata dan jaringan subkutan
Piemia :
Ciri khasnya adalah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat
menggigil lalu diikuti oleh turunnya suhu.
Lambat laun timbul gejala abses paru, pnneumonia dan pleuritis
Tidak lama pasca persalinan, pasien sudaah merasa sakit, perut nyeri dan
suhu agak meningkat.
Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah
kuman dengan emboli memasuki peredaran darah umum.
.
Infeksi perineum, vulva, vagina, dan serviks :

27
Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, kadang-
kadang perih saat kencing.
Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu
sekitar 38 o Cdan nadi dibawah 100 x per menit. Bila luka yang terinfeksi,
tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik
sampai 39-40 o C,
kadang disertai menggigil.
BAB IV
PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan
Pencegahan infeksi nifas :
Anemia diperbaiki selama kehamilan. Beriikan diet yang baik.
Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan.
Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut.
Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin.
Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam
kamar bersalin.
Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu
dan atas indikasi yang tepat.
Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir.
Jangan merawat pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan
wanita sehat yang berada dalam masa nifas.

Penatalaksanaan umum infeksi nifas :


- Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
- Berikan terapi antibiotik.
- Perhatikan diet.
- Lakukan transfusi darah bila perlu.
- Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam
rongga perineum.

Endometritis
- Berikan transfusi bila dibutuhkan , PRC
- Antibiotika broad spektrum dengan dosis yang tinggi ; Ampisilin 2g IV ,
kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg /kgbb IV dosis
tunggal /hari dan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam , lanjutkan
Antibiotik sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
- Pertimbangkan pemberian anti tetanus profilaksis

28
- Bila ada sisa plasenta, dikeluarkan
- Bila ada pus lakukan drainase
- Bila tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda
peritonitis generalisata lakukan laparotomi dan keluarakan pus. Bila pada
evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan histerektomi subtotal.

Abses Pelvis
- bila abses pelvis ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac,
lakukan kolpotomi atau dengan laparotomi . ibu poisisi fowler.
- Antibiotika broad spektrum dengan dosis yang tinggi ; Ampisilin 2g IV ,
kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg /kgbb IV dosis
tunggal /hari dan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam , lanjutkan
Antibiotik sampai ibu tidak panas selama 24 jam.

Peritonitis
- Lakukan nasogastric suction
- Infus ( NaCl, atau RL)
- Berikan antibiotika sehingga bebas demam selama 24 jam : Ampisilin 2g
IV , kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg /kgbb IV dosis
tunggal /hari dan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam

Infeksi luka perineal dan luka abdomen


- bedakan antara wound abses, wound seroma, wound hematoma, dan
wound selulitis.
- Wound abses ; seroma;hematoma adalah suatu pengerasan yang tidak
biasa dengan mengeluarkan cairan serosa atau kemerahan dan tidak ada/
sedikit eritema disekitarnya.
- Wound selulitis didapatkan eritema dan edema meluas mulai dari tempat
insisi dan melebar.
- Bila ada pus, buka dan keluarkan
- Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan dilakukan debridement
- Bila infeksi relatif superfisial , nberikan ampisilin 500 mg peroral tiap
6jam dan metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari
- Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis berikan
penisilin G 2 juta U setiap 4 jam ( ampisilin inj 1 g 4x / hari) ditambah
dengan gentamisin 5 mg /kg bb / hari IV sekali ditambah metronidazol
500 mg iv setiap 8 jam , sampai bebas panas selama 24 jam . bila jaringan

29
nekrotik mharus dibuang. Lakukan penjahitan sekunder 2-4 minggu
setelah infeksi membaik.

Pelvio Tromboflebitis
Tujuan terapi pada thrombophlebitis ialah:

- mencegah emboli paru-paru,


- mengurangi akibat-akibat thrombophlebitis (oedema kaki yang lama,
perasaan nyeri di tungkai).
- Pengobatan dengan anticoagulantia (heparin, dieumarol) rmaksud untuk
mengurangi terjadinya thrombus dan mengurangi bahaya emboli.
Penatalaksanaan.
- Rawat inap.
- Terapi antibiotika dan heparin jika terdapat dugaan terjadinya emboli
paru-paru
- Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika
emboli septic terus berlangsung sampai mencapai paru-paru, meskipun
sedang dilakukan heparinisasi.

Femoral tromboflebitis
-Kaki ditinggikan dan pasien harus tinggal di tempat tidur
sampai seminggu sesudah demam sembuh.
-Setelah pasien sembuh, dianjurkan supaya jangan lama-
lama berdiri dan pemakaian kaos elastik baik sekali.
-mengingat kondisi ibu yang sangat jelkek sebaiknya jangan
menyusui
-terapi medik berikan antibiotika dan analgetika.

Prognosis
_________

Prognosis baik bila diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya,
septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi, diikuti
peritonitis umum dan piemia.

30
BAB III
KESIMPULAN

Salah satu pencatatan yang penting dalam proses persalinan adalah dengan
partograf.2
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam
Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan
demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus
lama
Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi
bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan
atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada
status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir.
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong
persalinan untuk:
Mencatat kemajuan persalinan

31
Mencatat kondisi ibu dan janinnya
Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit
persalinan
Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan
klinik yang sesuai dan tepat waktu
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu
mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.2

Infeksi Nifas merupakan penyebab penting bagi terjadinya mortalitas dan


morbiditas pada kehamilan disamping hipertensi dan perdarahan.. Menurut
derajatnya, septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi,
diikuti peritonitis umum dan piemia karena memiliki potensi yang lebih
membahayakan. Infeksi nifas ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor
yang berinteraksi dan saling terkait satu sama lainnya. Terjadinya infeksi nifas
dengan segala komplikasinya akan mengakibatkan terjadinya gangguan pada
fungsi normal dari berbagai macam organ dan sistem tubuh ibu.
Untuk mencegah terjadinya Infeksi dalam nifas, khususnya , septikemia,
peritonitis umum dan piemia. Diperlukan pencegahan infeksi nifas :Anemia
diperbaiki selama kehamilan. Beriikan diet yang baik. Koitus pada kehamilan tua
sebaiknya dilarang.Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan.
Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan
banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat
persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi
yang tepat. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dibidang kedokteran sebenarnya
prognosis baik bila diatasi dengan pengobatan yang sesuai.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspodo D, Ocviyanti D, Andriaansz G, Dhillon G, Ahnan M, Madjid OA,


dkk. Asuhan Persalinan Normal. 2007: 1-2; 55-67
2. Saifuddin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Persalinan Normal. Jakarta. 2002: N-7 N-14; M-48- M-68
3. Syamsuddin K.A. Partograf. Dalam: Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi
Perdana, Hariadi R., Penyunting. Surabaya: Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2004: 870-
905
4. Cunningham F.G., Gant N.F., Leveno K.J., Gillstrap L. C., HauthJ. C.,
Wenstrom K.D. Dystocia, Abnormal labour and fetopelvic disporpotion. In
Williams Obstetrics. 21 st ed. New York : Mc Graw Hill, 2001. p. 426-427
5. Lavender T. Recommended Best Practice for use of the Parogram. 10 Januari
2002. http://www.lwh.org.uk/Freedom/Intrapartum/PARTOGRAM.pdf.
6. UNICEF. Partograph. 1998. http://erc.msh.org/quality/pstools/psprtgrf.cfm -
16k html.
7. Mochtar, Rustam. (1998). Synopsis Obstetri. Jakarta : EGC
8. Saifuddin, Barri, Abdul dkk. (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo Varney, Helen. (2001). Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC
9. Wiknjosastro, Hanifa, Prof. dr. (1992). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

33

Anda mungkin juga menyukai