Anda di halaman 1dari 34

PERSEPSI KELUARGA PASIEN TENTANG KEPUASAN

PELAYANAN TENAGA MEDIS DAN PENUNJANG MEDIS


TERHADAP MINAT KUNJUNG KEMBALI DI BAGIAN
RAWAT INAP ANAK RSU HAJI MEDAN
TAHUN 2016

PENELITIAN TESIS

Oleh

FAJAR WIRA PERDANA KESUMA HASIBUAN


150101149

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Undang-undang Nomor 36 tahun 2009, Bab VI pasal 46 dan 47 bahwa
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk
upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan
berkesinambungan.Untuk keberhasilan upaya pembangunan kesehatan tersebut
maka masyarakat perlu diikuti sertakan agar berpartisipasi aktif dalam upaya
kesehatan.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan.Pada saat anak sakit, keluarga terutama orang tua
merupakan orang yang paling dekat dengan pasien dan merupakan perawat utama
bagi pasien, karena anak masih sangat bergantung pada kedua orang tuanya.
Keluarga sangat berperan dalam menentukan pemilihan rumah sakit (RS) untuk
merawat anaknya. Oleh karena itu pembentukan persepsi pelayanan yang
berkualitas pada keluarga pasien sangat menentukan tingkat pelayanan tenaga
medis di sebuah RS , apalagi saat ini keluarga pasien sudah lebih kritis dalam
memilih RS sebagai fasilitas berobat, antara lain dapat membandingkan pelayanan
RS satu dengan yang lainnya terutama dalam mutu pelayanan tenaga medis.
Rumah sakit menjadi ujung tombak pembangunan dan pelayanan
kesehatan masyarakat, namun tidak semua RS yang ada di Indonesia memiliki
standar pelayanan dan kualitas yang sama. Semakin banyaknya RS di Indonesia
sertasemakin tingginya tuntutan masyarakat akan fasilitas kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau, RS harus berupaya survive di tengah persaingan yang
semakin ketat sekaligus memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Hal itu menjadi
salah satu dasar RS untuk memberikan pelayanan prima pada setiap jenis
pelayanan yang diberikan baik untuk pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap
maupun pelayanan gawat darurat (Rosita, 2010).
Berbicara tentang RS tidak hanya mengenai staf yang berhubungan
langsung dengan diagnosa dan mengobati pasien.Setiap keterlambatan pelayanan,
bahasa tubuh, nada suara bisa memberikan arti negatif. Komunikasi yang tidak
lancar, proses medis yang tidak dijelaskan, miskomunikasi, baik yang
berhubungan dengan transportasi RS, pelayanan makanan, petugas kebersihan
kamar, perawat, dokter, dan siapa saja yang berhubungan dengan pasien atau
keluarga akan memberikan arti seolah-olah masalah atau kebutuhan pasien tidak
ditangani secara sungguh-sungguh (Press,2006)
Sebagai gambaran tentang pengetahuan dan pemanfaatan sarana pelayanan
kesehatan di Sumatera Utara berdasarkan hasil Riskesdas (2010), persentase
pengetahuan keberadaaan RS oleh rumah tangga sebesar 75,6% . Persentase
pemanfaatan RS sebesar 29,4%. Persentase yang rendah terhadap pemanfaatan RS
pada wilayah perkotaan terkait dengan perkembangan atau pertambahan jumlah
RS swasta, khususnya di kota-kota besar (Riset Kesehatan Dasar, 2010).
Persepsi mutu pelayanan RS terutama pelayanan rawat inap akan
terbentuk pada diri pasien dan keluarga pasien setelah mengkonsumsi barang/ jasa
yang diberikan oleh RS. Persaingan yang semakin ketat akan menuntut RS untuk
memanjakan pasiennya dengan memberikan pelayanan terbaik. Bila pasien dan
keluarga pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, hal itu adalah
langkah awal untuk meningkatnya pemanfaatan kembali pelayanan RS.
Salah satu hal yang sering diabaikan dalam kegiatan di RS adalah
pengalaman keluarga. Pasangan, anak, orang tua biasanya lebih kritis terhadap apa
yang terjadi pada orang yang mereka cintai. Penilaian dari anggota keluarga
terhadap segala kejadian selama di RS berpengaruh besar terhadap persepsi pasien
atau orang lain. Seandainya penilaian yang muncul bernilai positif, maka dampak
bagi RS juga akan baik, dan sebaliknya. Ketika keluarga dan RS terhubung
dengan komunikasi yang baik, maka keduanya akan menjadi hubungan yang
saling menguntungkan (Press,2006).
Menurut Robbins (2006), terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi,
yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu
memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya,
penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku
persepsi itu. Diantara karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah
sikap, kepribadian, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan
harapan.
Persepsi pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan akan berlanjut
pada proses terbentuknya persepsi secara umum terhadap RS, oleh sebab itu di
dalam mencapai tujuan yang berorientasi pada pemanfaatan RS oleh pasien,
disamping aspek fasilitas RS peranan sumber daya seperti dokter dan perawat
baik medis maupun non medis menjadi sangat penting, karena kinerja mereka
akan menentukan
Persepsi pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan RS. Penelitian
Endartini (2004) tentang persepsi pasien umum terhadap pelayanan RS Kesdam
I/BB Medan, menyimpulkan bahwa terdapat kesenjangan persepsi yang
bermakna, bahkan pada masing-masing unit pelayanan RS masih terdapat
berbagai kesenjangan persepsi antara harapan dan kenyataan mengenai standar
pelayanan RS.
Ada beberapa hal di RS yang berperan dalam pemanfaatan kembali
pelayanan RS oleh pasien rawat inap antara lain adalah pelayanan dokter dan
perawat, pelayanan administrasi, kualitas ruangan yang diberikan RS serta
ketersediaan sarana penunjang medis dan non medis. Kepuasan muncul dari
pelayanan terhadap pasien dan persepsi pasien/keluarga terdekat. Kepuasan pasien
akan tercapai apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan
pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien/keluarganya, ada
perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap kepada
kebutuhan pasien. sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik-baiknya antara
tingkat puas atau hasil dan derita-derita serta jerih payah yang harus dialami guna
memperoleh hasil tersebut (Awinda, 2004).
Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2005), faktor-faktor yang
memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan secara individu
tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu,
yaitu karakteristik (a) predisposisi (predisposing characteristic), pendukung
(enabling characteristic) dan kebutuhan (need characteristic). Mengacu kepada
hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat seseorang membutuhkan pelayanan
kesehatan karena mengalami suatu penyakit akan menggunakan pengalamannya
tentang RS yang pernah digunakannya untuk menentukan kembali berobat ke RS
tersebut atau memilih RS lain berdasarkan persepsinya dalam memanfaatkan
pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit Umum Haji Medan adalah salah satu RS milik pemerintah
yang berfungsi melayani kesehatan masyarakat.RS ini memiliki unit rawat inap
dengan 154 buah tempat tidur, sedangkan unit rawat inap anak sebanyak 25 buah.
Berdasarkan survei kualitatif berupa wawancara yang telah dilakukan oleh
peneliti di RSU.Haji Medan pada 10 keluarga pasien anak diketahui bahwa
persepsi 7 dari 10 keluarga tentang pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
RSU.Haji Medan kepada pasien masih kurang. Hal ini terungkap karena
mendengar keluhan dari beberapa pasien umum bahwa belum memuaskannya
pelayanan yang diberikan baik dari segi kualitas perlengkapan maupun kualitas
pelayanan lainnya seperti pelayanan medik, pelayanan obat-obatan, dan pelayanan
administrasi. Pelayanan dokter yang terkesan terburu-buru padahal keluarga ingin
penjelasan yang detail mengenai anaknya, dan juga masih ada yang datang
melakukan visite pasien tidak sesuai jadwal yang ditentukan, padahal keluarga
pasien merasa khawatir tentang perkembangan kesembuhan anaknya. Kemudian
masih ada perawat yang kurang ramah terutama dalam memberi tanggapan atas
pertanyaan dan permintaan keluarga pasien.
Keadaan ini yang menyebabkan perlu diadakan penelitian persepsi
keluarga pasien tentang kepuasan pelayanan tenaga medis dan penunjang medis
terhadap minat kunjung kembali di bagian rawat inap anak RSU Haji Medan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
penelitian ini adalah persepsi keluarga pasien tentang kepuasan pelayanan tenaga
medis dan penunjang medis terhadap minat kunjung kembali di bagian rawat inap
anak RSU Haji Medan Tahun 2016

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis persepsi keluarga pasien tentang kepuasan pelayanan
tenaga medis dan penunjang medis terhadap minat kunjung kembali di bagian
rawat inap anak RSU Haji Medan Tahun 2016
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui persepsi keluarga pasien tentang tingkat kepuasan
pelayanan tenaga medis di bagian rawat inap anak RSU Haji Medan
Tahun 2016
2. Untuk mengetahui persepsi keluarga pasien tentang tingkat kepuasan
pelayanan penunjang medis di bagian rawat inap anak RSU Haji Medan
Tahun 2016
3. Untuk mengetahui persepsi keluarga pasien tentang kepuasan pelayanan
tenaga medis dan penunjang medis terhadap minat kunjung kembali di
bagian rawat inap anak RSU Haji Medan Tahun 2016

1.4. Hipotesis Penelitian


Ada pengaruh persepsi keluarga pasien tentang kepuasan pelayanan tenaga
medis dan penunjang medis terhadap minat kunjung kembali di bagian rawat inap
anak RSU Haji Medan Tahun 2016
1.5. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini sebagai informasi dalam evaluasi di RSU. Haji Medan
sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk meningkatkan pelayanan di RSU. Haji
Medan Tahun 2016.
2. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai informasi dan masukan
bagi masyarakat bahwa persepsi keluarga pasien tentang kepuasan pelayanan
tenaga medis dan penunjang medis dapat mempengaruhi minat kunjung kembali
pasien.
3. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa dalam mengembangkan
penelitian-penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan persepsi keluarga pasien
tentang kepuasan pelayanan tenaga medis dan penunjang medis terhadap minat
kunjung kembali di bagian rawat inap anak RSU Haji Medan Tahun 2016.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses dimana sensasi yang datang dan diterima manusia
melalui panca indra (sistem sensorik) dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan
akhirnya diintepretasikan. Persepsi merupakan proses dimana seseorang
menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterprestasi stimuli yang diterima
pancaindra, ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh
(Simamora, 2004).

Persepsi merupakan suatu proses seseorang mengorganisasikan,


mengidentifikasi, dan menafsirkan segala bentuk informasi sensorik yang terjadi
di lingkungannya (Schacter, 2011). Menurut Abizar (2008), persepsi adalah suatu
proses seseorang individu memilih, mengevaluasi dan mengorganisasi stimulus
dari lingkungannya. Persepsi juga menentukan cara kita berperilaku terhadap
suatu obyek atau permasalahan, bagaimana segala sesuatu itu memengaruhi
persepsi seseorang nantinya akan memengaruhi perilaku yang dipilihnya.

Menurut Kotler (2005), persepsi terhadap pelayanan harus dimulai dari


kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Citra kualitas yang
baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa
pelayanan kesehatan di rumah sakit, melainkan berdasarkan sudut pandang atau
persepsi pelanggan rumah sakit itu sendiri. Penilaian tentang mutu pelayanan
Rumah Sakit sangatlah subjektif, hal ini tergantung dari persepsi para
pelanggannya, yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi,
budaya dan faktor-faktor lainnya.
2.1.2 Proses Persepsi

Damayanti (2000) menggambarkan proses pembentukan persepsi pada


skema di bawah ini:

Gambar Skema Pembentukan Persepsi

Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari


berbagai sumber melalui panca indra yang dimiliki, setelah itu diberikan respon
sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap rangsangan lain. Setelah
diterima rangsangan atau data yang ada diseleksi. Untuk menghemat perhatian
yang digunakan rangsangan-rangsangan yang telah diterima diseleksi lagi untuk
diproses pada tahapan lebih lanjut. Setelah diseleksi rangsang diorganisasikan
berdasarkan bentuk sesuai dengan rangsangan yang telah diterima. Setelah
diterima dan diatur, proses selanjutnya individu menafsirkan data yang diterima
dengan berbagai cara.

Rangsangan Seleksi Input Proses


Pengorganisasian

Lingkungan Interpretasi
Persepsi

Pengalaman Proses Belajar

Gambar Skema Pembentukan Persepsi


2.1.3 Faktor yang Memengaruhi Pembentukan Persepsi

Dalam melihat satu objek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi
yang berbeda, dipengaruhi oleh berbagai faktor : faktor pada pihak pelaku
persepsi, faktor objek yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana persepsi
dilakukan, faktor pelaku persepsi terdiri dari faktor psikologi seperti sikap,
motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Umur, tingkat
pendidikan, latar belakang social ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan,
kepribadian dan pengalaman hidup individu menentukan persepsi pasien terhadao
mutu pelayanan kesehatan (Mohamad K, Jacobalis S, Bertens K. 1995).

Menurut Robbins (2006) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi persepsi adalah:

a. Individu yang bersangkutan (perceiver) memandang suatu target dan mencoba


menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh
karakteristik-karakteristik pribadinya. Karakteristik pribadi yang lebih relevan
memengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman
masa lalu dan pengharapan.

b. Objek atau target yang dipersepsikan, yaitu: target/objek yang dipersepsikan


juga mempunyai karakteristik-karakteristik yang dapat memengaruhi persepsi
yaitu kedekatan, semakin besar kedekatan itu, maka semakin besar kemungkinan
individu akan cenderung mempersepsikan objek tersebut sebagai suatu kelompok
bersama.

c. Situasi yang membuat persepsi itu dilakukan, yaitu: unsur-unsur lingkungan


sekitar dan waktu memengaruhi persepsi individu.

Berikut ini adalah penjelasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi


terbentuknya persespsi:

a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan suatu
hal/objek (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Poedjawijatna (1991)
menjelaskan orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Pengetahuan
adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia
yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2002).

Menurut Bloom yang di jabarkan oleh Notoatmodjo (2002), pengetahuan


mencakup enam tingkatan :

1. Tahu (Know) yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension) yang diartikan sebagai suatu kemampuan


menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application) yang diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan


materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis) yakni kemampuan untuk menjabarkan materi yang ada


kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (syntesis) yakni menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk


meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation) yakni yang berkaitan dengan kemampuan untuk


melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
b. Pengalaman

Pengalaman adalah segala sesuatu yang dirasakan atau dialami seseorang


pada masa lalu terhadap suatu hal/objek (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).
Masa lalu membawa pengaruh yang besar sekali terhadap masa yang akan datang.
Menurut Assael (2001), orang yang menerima informasi akan menjadi suatu
pengalaman, meskipun bukan diri sendiri yang mengalaminya, melainkan hanya
melalui pengalaman orang lain yang disebarkan dari mulut ke mulut. Pengalaman
itu akan membentuk persepsi.

c. Kebutuhan

Menurut Maslow dalam Luthans (2006), apabila suatu kebutuhan


terpenuhi, maka kebutuhan itu tidak lagi merupakan motivator perilaku.
Kebutuhan-kebutuhan dengan kekuatan tinggi yang telah terpenuhi di nyatakan
seseorang sebagai kebutuhan satisfied yaitu kebutuhan yang terpenuhi dalam
kadar tertentu sehingga kebutuhan lain lebih potensial.

Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat


mencapai kesejahteraan, bila ada di antara kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
maka manusia merasa tidak akan sejahtera atau kurang sejahtera. Kebutuhan juga
merupakan suatu aspek psikologis yang menggerakkan makhluk hidup dalam
aktivitas dan menjadi dasar atau alasan untuk berusaha (Caplin, 2006).

d. Harapan

Harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam


tata cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan
tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan daya tarik dari hasil itu terhadap
individu tersebut (Robbin, 2006). Menurut Snyder (1994), harapan yaitu keadaan
motivasi positif yang didasarkan pada rasa keberhasilan (1) agensi (energi terarah
pada tujuan) (2) jalan (rencana mencapai tujuan).
2.2 Anak

Anak adalah manusia yang masih kecil (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Menurut Aristoteles anak adalah manusia yang berusia 0 14 tahun, usia 14 tahun
keatas merupakan masa remaja atau pubertas. Anak merupakan individu yang
berada dalam satu rentang perubahanperkembangan yang dimulai dari bayi hingga
remaja. Masa anak merupakan masapertumbuhan dan perkembangan yang
dimulai dari bayi (0-1 tahun) usiabermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-
5), usia sekolah (5-11 tahun)hingga remaja (11-18 tahun).

Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang


terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan masa remaja.anak juga secara
fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa. penyakit bagi mereka
seringkali mendadak, dan penurunan dapat berlangsung dengan cepat.

Merawat anak-anak merupakan hal yang kompleks dalam kegiatannya.


Penyediaan perawatan anak yang komprehensif dengan baik adalah salah satu
landasan perbedaan antara dokter keluarga dan dokter spesialis lainnya.
Pemeriksaan berkala anak-anak memungkinkan dokter keluarga untuk
membangun fondasi yang kuat untuk kontinuitas perawatan dengan seluruh
keluarga dan masyarakat mereka.

2.3 Keluarga

Keluarga inti (nuclear family) adalah unit dasar yang terdiri atas ibu, ayah,
dan anak yang belum berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan
oleh Sarwono (2011), bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir
setiap individu, sejak ia lahir sampai datang masanya meninggalkan rumah dan
membentuk keluarga sendiri. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan

Pada keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak


adalah keluarga.Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri atas
orangtua, dan anak yang tinggal serumah.Keluarga merupakan media sosialisasi
yang pertama dan utama atau yang sering dikenal dengan istilah media sosialisasi
primer.

Pada saat anak sakit keluargalah yang mengambil peran pertama kali
dalam merawat anak. Peran keluarga ini mencangkup membantu menyelesaikan
masalah kesehatan keluarga tersebut, salah satunya adalah wewenang dalam
memilih rumah sakit yang akan merawat anak mereka.

2.4 Rumah Sakit

2.4.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit yang ideal adalah tempat orang sakit mencari dan menerima
perawatan, juga menjadi tempat pendidikan klinis bagi tenaga kesehatan.Rumah
sakit juga berperan dalam studi penyelidikan dan penelitian dalam ilmu
pengetahuan kedokteran maupun penelitian

2.4.2 Pelayanan Rawat Inap

Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa rumah sakit merupakan pusat


pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan medik
dasar, pelayanan medis spesialistik maupun pelayanan penunjang medik.Jasa
pelayanan medik disediakan dalam bentuk pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat
darurat dan pelayanan rawat inap.

Rawat inap merupakan salah satu jenis perawatan dimana pasien dirawat
di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu dimana pasien tinggal di rumah sakit
untuk mendapat perawatan.Pasien datang ke rumah sakit dapat datang sendiri
tanpa rujukan atau datang dengan rujukan dari luar diterima oleh bagian
penerimaan pasien.Bagian penerimaan pasien meneruskan ke ruang perawatan
untuk diperiksa dan didiagnosis secara rinci dan spesifik.

Sejak pasien masuk ruang perawatan, hingga pasien dinyatakan boleh


pulang, pasien mendapatkan pelayanan-pelayanan antara lain pelayanan tenaga
medis/ dokter, pelayanan tenaga paramedik/ perawat, penyediaan sarana medis
dan non medis, pelayanan makanan/gizi, lingkungan perawatan dan pelayanan
penerimaan/ administrasi.

1. Pelayanan Tenaga Medis/ Dokter

Tenaga medis merupakan unsur yang memberi pengaruh paling besar dan
menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah
sakit.Ia dapat dianggap sebagai jantung dari sebuah rumah sakit. Fungsi utama
adalah memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya
dengan menggunakan tatacara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran.

Saat ini paradigma lama, dokter memiliki peran paling dominan di rumah
sakit, dokter cenderung otonom dan otokratik. Profesi lain di rumah sakit
dianggap hanya berfungsi membantu tugas para dokter. Tetapi, paradigma
tersebut mulai ditinggalkan saat ini pasien yang menentukan pelayanan yang
mereka butuhkan yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dan dokternya.Selain itu,
dalam menjalankan tugasnya dokter harus memenuhi standar profesinya dan
menghormati hak pasien.

2. Pelayanan Tenaga Para Medis/ Perawat

Tenaga perawat merupakan yang lebih erat hubungannya dengan pasien


bila dibanding dengan petugas kesehatan kesehatan lain dirumah sakit, karena
perawat berada selama 24 jam sehari disamping pasien. Dengan demikian kualitas
perawat sangat menentukan mutu pelayanan perawatan pasien di rumah sakit.

Aditama (2000) yang mengutip pendapat WHO menyatakan bahwa


keperawatan adalah ilmu dan seni sekaligus.Pelayanan keperawatan beryugas
membantu individu, keluarga, dan kelmpok untuk mencapai potensi optimalnya
dibidang fisik.Perawat harus mampu untuk melakukan upaya promosi dan
pemeliharaan kesehatan serta mencegah penyakit.

3. Pelayanan Makanan dan Gizi


Pelayanan gizi rumah sakit, khususnya di ruang rawat inap mempunyai
kegiatan, antara lain menyajikan makanan kepada pasien yang bertujuan untuk
penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien. Pasien yang dirawat di rumah
sakit berarti memisahkan diri dari kebiasaan hidup sehari-hari terutama dalam hal
makan, bukan saja jenis makanan yang disajikan, tetapi juga cara makanan
dihidangkan, tempat, waktu, rasa, dan besar porsi makanan, tetapi juga cara
makanan dihidangkan, tempat, waktu, rasa, dan besar porsi makanan ( Gobel,
2011).

4. Pelayanan Adminstrasi/Keuangan

Sistem pendaftaran/ penerimaan, seperti halnya pada hotel, universitas


atau perusahaan umum dalam prosedur pendaftaran dan pemasukannya adalah
suatu sistem yang digunakan untuk memasukkan informasi dengan cara yang
teratur guna mencegah kelebihan beban pada organisasi dan sumber dayanya.

Salah satu tujuan pelayanan penerimaan pasien adalah menciptakan


suasana transisi yang lancar dan menyenangkan bagi pasien.Kesan pertama
terhadap pelayanan rawat inap terbentuk sewaktu pasien berbicara dengan bagian
penerimaan.Kesan ini sering menetap dalam diri pasien dan mempengaruhi sikap
mereka terhadap lembaga, staf, dan perawatan atau pelayanan yang mereka
terima.

5. Lingkungan perawatan

Lingkungan perawatan merupakan daerah pasien tinggal atau


menghabiskan waktunya dalam menjalani perawatan.Sedapat mungkin kepuasan
pasien terhadap lingkungan perawatannya harus diperhatikan oleh pihak rumah
sakit, karena pemeliharaan lingkungan yang bersih, aman.nyaman dan
menyenangkan secara estetika adalah suatu aspek penting dalam memberikan
perawatan kesehatan berkualitas (Andriani. 2005). Dilihat dari segi kebutuhan
pasien maka ruangan ini haruslah dapat memberikan kenyamanan dan keamanan
bagi pasien, masuknya udara yang sejuk, suasana yang tenang, pekarangan yang
baik, tata ruangan yang teratur dalam kamar, keadaan tempat tidur, selimut dan
seprai yang bersih, ruang kamar mandi/WC yang bersih dan penyediaan air yang
cukup (Deira, 2003).ilmu-ilmu dasar (Wolper, 2001).

2.4.3 Mutu Pelayanan Rumah Sakit

Pengertian tentang mutu mencakup dua hal penting yaitu keistimewaan


produk dan bebas defisiensi. Mutu produk atau jasa adalah seluruh gabungan
sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dan pemasaran, engineering, manufaktur
dan pemeliharaan dimana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan
bertemu dengan harapan pelanggan (Wiyono, 2003). Karakteristik dalam suatu
pelayanan, termasuk pelayanan kesehatan adalah tidak berwujud, heterogen, tidak
dapat dipisahkan dan tak dapat disimpan. Mutu pelayanan kesehatan bagi pasien
dan masyarakat berarti suatu empati, respek dan tanggap terhadap kebutuhan
pasien, dimana pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan
dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung (Wiyono, 2003).

Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien walaupun


merupakan nilai subjektif, tetapi tetap ada dasar objektif yang dilandasi oleh
pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh
lingkungan.Dalam penilaian performance pemberi jasa layanan kesehatan terdapat
dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu tekhnis medis dan hubungan
interpribadi. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberi informasi kepada pasien
tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien dan tindakan yang akan
dilakukan atas dirinya. Hubungan interpribadi ini berhubungan dengan pemberian
informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan dan kepercayaan dengan
memperhatikan privacy pasien (Wiyono, 2003).

Mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda
dari pihak yang terlibat dalam pelayanan (Azwar, 2001) :

1. Pemakai jasa pelayanan kesehatan


Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi keprihatinan serta
keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, dan atau kesembuhan penyakit
yang sedang dideritanya.

2. Penyelenggara pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian


pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi
muthakir dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien.

3. Penyandang dana pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian


sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan
pelayanankesehatan, mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan.

Menurut Donabedian, mutu pelayanan kesehatan adalah keputusan yang


berhubungan dengan pelayanan yang berdasarkan tingkat dimana pelayanan
memberikan kontribusi terhadap nilai outcomes. Proses pelayanan ini terbagi dua
komponen utama, yaitu pelayanan teknis (medis) dan hubungan interpersonal
antara praktisioner dan klien. Mutu pelayanan kesehatan menunjukkan pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang di satu pihak dapat menimbulkan
kepuasan pada setiap sesuai tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak
lain tata carapenyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan
profesi yang telah ditetapkan. Dari perspektif pasien, penilaian terhadap mutu
pelayanan kesehatan berdasarkan persepsi masing-masing individu (Wolper,
2001).

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas


memenuhi kebutuhan pasien serta kelancaran komunikasi petugas dengan pasien,
Terdapat beberapa pendapat untuk menentukan dimensi mutu,menurut
Parasuraman (1988) yang telah diikuti oleh Tjiptono (2005), kualitas pelayanan
kesehatan didalam sistem kesehatan nasional diartikan sebagai upaya pelayanan
kesehatan yang bersifat terpadu, meyeluruh, merata dan terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat. Menurut Parasuraman(1988) atau biasa dikenal dengan teori
Servqual terdapat lima dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai kualitas
pelayanan kesehatan, yaitu dapat diraba (tangibles), kehandalan (reliability),
ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (empathy).

1. Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu instansi pelayanan dalam


menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberkan
oleh pember jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain
sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi)
serta penampilan pegawainya.

2. Kehandalan (Reliability) yaitu kemampuan instansi pelayanan untuk


memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti
ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa
kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan


memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan
dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen
menunggu tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang
negatif dalam kualitas pelayanan.

4. Jaminan (Assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan


kemampuan para pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya
para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara
lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan
(security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).

5. Empati (Emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat


individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan
diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan,
memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu
pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Dimensi mutu pelayanan kesehatan menurut Lori Di Pete Brown et al.


dalam Wiyono (2003).

a. Kompetensi teknis : terkait dengan ketrampilan, kemampuan dan


penampilanpetugas.

b. Akses terhadap pelayanan : pelayanan kesehatan tak terhalang oleh


keadaan geografis, sosial, ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan
bahasa.

c. Efektivitas : menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis


sesuai standar yang ada.

d. Efesiensi : terkait dengan pemilihan intervensi yang cost effective karena


terbatasnya sumber daya pelayanan kesehatan.

e. Kontinuitas : pelayanan yang diberikan lengkap sesuai yang dibutuhkan


tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi produser diagnosis dan terapi
yang tak perlu.

f. Keamanan : berarti mengurangi resiko cedera, infeksi efek samping dan


bahaya lain yang berkaitan pelayanan.

g. Hubungan antar manusia : berkaitan dengan interaksi antara petugas


kesehatan dan pasien, manajer dan petugas dan antara tim kesehatan
dengan masyarakat.

h. Kenyamanan : berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tak


berhubungan langsung dengan efektivitas klinis, tapi dapat mempengaruhi
kepuasan pasien dan bersedia untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk
memperoleh pelayanan berikutnya.
Menurut Tjiptono (2006), lima dimensi kualitas layanan yang sudah
disederhanakan terdiri dari :

a. Bukti Fisik

Bukti fisik (tangible) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan


sarana komunikasi. Hal ini bisa berarti penampilan fasilitas fisik, seperti gedung
dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, keberhasilan,kerapian dan
kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi, dan penampilan
karyawan. Prasarana yang berkaitan dengan layanan pelanggan juga harus
diperhatikan oleh manajemen perusahaan. Gedung yang megah dengan fasilitas
pendingin (AC), alat telekomunikasi yang cangggih atau perabot kantor yang
berkualitas, dan lain-lain menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih suatu
produk / jasa.

b. Kehandalan

Keandalan (reliability) merupakan kemampuan memberikan pelayanan


yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.Hal ini berarti perusahaan
memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first
time).Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi
janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang
disepakati.Dalam unsur ini, pemasar dituntut untuk menyediakan produk / jasa
yang handal.Produk / jasa jangan sampai mengalami kerusakan / kegagalan.
Dengan kata lain, produk / jasa tersebut harus selalu baik. Para anggota
perusahaan juga harus jujur dalam menyelesaikan masalah sehingga pelanggan
tidak merasa ditipu.Selain itu, pemasar harus tepat janji bila menjanjikan sesuatu
kepada pelanggan.Sekali lagi perlu diperhatikan bahwa janji bukan sekedar janji,
namun janji harus ditepati.Oleh karena itu, time schedule perlu disusun dengan
teliti.

c. Daya Tanggap
Daya tanggap (responsiveness) merupakan keinginan para staf untuk
membantu para konsumen dan memberikan pelayanan dengan tanggap.Daya
tanggap dapat berarti respon atau kesigapan karyawan dalam membantu
pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan, yang meliputi kesigapan
karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani
transaksi, dan penanganan Para anggota perusahaan harus memperhatikan janji
spesifik kepada pelanggan.

d. Jaminan

Jaminan (assurance) merupakan mencakup pengetahuan, kemampuan,


kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya,
risiko atau keragu-raguan.Pada saat persaingan sangat kompetitif, anggota
perusahaan harus tampil lebih kompeten, artinya memiliki pengetahuan dan
keahlian di bidang masing-masing.

e. Empati

Empati (empathy) merupakan kemudahan dalam melakukan hubungan,


komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para
konsumen.Setiap anggota perusahaan hendaknya dapat mengelola waktu agar
mudah dihubungi, baik melalui telepon ataupun bertemu langsung.Usahakan pula
untuk melakukan komunikasi individu agar hubungan dengan pelanggan lebih
akrab.

Berdasarkan beberapa faktor-faktor di atas dapat diambil kesimpulan bahwa


faktor yang digunakan dalam mengevaluasi kualitas layanan jasa terhadap
kepuasan konsumen secara umum meliputi bukti fisik, keandalan, daya tanggap,
jaminan, dan empati.

Setiap organisasi pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, terlibat


dengan pasien dan masyarakat umumnya, dan harus mengelola hubungan yang
responsifdengan mereka semua. Pemuasan kebutuhan pasien akan pelayanan yang
baik, mempunyai makna pemenuhan kebutuhan pasien ditetapkan berdasarkan
indikasi medis bukan atas dasar meningkatkan pemasukan keuangan rumah sakit.
Bertahan dan berkembang merupakan azas pokok sebuah lembaga menuju masa
depan. Tanpa pengembangan pada mutu pelayanan, sebuah rumah sakit akan terus
menerus mengalami penurunan kinerja dan pada gilirannya dapat terpuruk
(Trisnantoro, 2000).

2.5 Loyalitas (Kunjung Kembali)

Kesediaan pembelian ulang suatu produk atau jasa dipengaruhi kepuasan


konsumen.Kepuasan konsumen dirasakan sebagai suatu persepsi setelah pasien
merasakan pelayanan yang diterima.Persepsi ini, berhubungan dengan sikap
konsumen terhadap produk tersebut. Persepsi positif seseorang terhadap suatu
produk akan menimbulkan realitas terhadap produk tersebut. Konsumen yang
loyal akanbersedia memanfaatkan produk atau jasa tersebut bila suatu saat
membutuhkan (Simamora, 2004).

Loyalitas konsumen dapat berarti keadaan dimana terjadi pembelian ulang


yang menetap oleh konsumen pada merk spesifik, yang lebih disukai dari
beberapa alternative yang ada, atau penggunaan regular suatu tempat layanan /
toko untuk tipe pembelian yang spesifik.Loyalitas dari pasien rumah sakit adalah
suatu sasaran pemasaran yang penting.Rumah sakit harus mempunyai program
untuk membangun loyalitas pasien kepada rumah sakit (Simamora, 2004).

Perusahaan harus berusaha memuaskan konsumen pada semua tingkatan


hubungan dan membuat konsumen terkesan dengan pelayanan yang lebih dari
yang mereka harapakan. Tujuannya agar konsumen tetap loyal dan tidak berpaling
pada produk atau jasa lain yang sejenis. Eksistensi konsumen yang loyal,
termasuk pasien sebagai konsumen di rumah sakit tak hanya bersedia membeli
ulang produk atau jasa ketika mereka membutuhkan tetapi juga kesediaannya
untuk merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada teman, anggota
keluarga dan kolega mereka.Mempertahankan konsumen lama lebih penting dari
pada menarik pelanggan baru. Konsumen yang puas akan memperlihatkan
kesediaan dan kemungkinan membeli lagi produk tersebut (Simamora, 2004).
Selama ini pelanggan loyal dimaknai sebagai pelanggan yangmelakukan
pembelian berulang (repeat customer). Padahal, bisa saja iamelakukan pembelian
berulang itu karena tidak ada pilihan lain, bukan karenaloyal. Karena itulah,
definisi baru pelanggan loyal adalah pelanggan yangdengan antusias dan sukarela
merekomendasikan produk kita kepada oranglain, walaupun belum tentu ia masih
menjadi pelanggan produk atauperusahaan tersebut (Supranto, 2001).

Dengan banyaknya pilihan rencana kesehatan dan penyedia layanan


kesehatan, konsumen lebih berani dibanding dulu dalam mengekspresikan
ketidakpuasan mereka terhadap pelayanan konsumen, dengan berpindah ke
penyedia jasa atau rencana kesehatan yang lain (Wolper, 2001).

Menurut Azwar (1996) suatu pelayanan harus mempunyai persyaratan


pokok, hal ini dimaksudkan adalah persyaratan pokok itu dapat memberi
pengaruh kepada pasien dalam menentukan keputusannya terhadap penggunaan
ulang pelayanan kesehatan. Persyaratan tersebut adalah:

1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan


tersebut harus tersedia di masyarakat (acceptable) serta bersifat
berkesinambungan (sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam
masyarakat adalah pada setiap saat dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan yang baik adalah yang dapat diterima oleh
masyarakat serta bersifat wajar artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan kenyakinan dan kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai

Syarat pokok ketiga adalah mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat.


Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Bila
fasilitas ini mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tersedia
maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan.

4. Terjangkau

Syarat pokok keempat pelayanan yang baik adalah terjangkau (affordable)


oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari
sudut biaya untuk dapat mewujudkan harus dapat diupayakan biaya pelayanan
kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu

Syarat pokok kelima pelayanan yang baik adalah bermutu (Quality) yaitu
yang menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa
pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraan sesuai kode etik serta
standar yang telah ditetapkan.

2.6 Landasan Teori

Persepsi pasien tentang kualitas rumah sakit yang menjadi elemen penting
dalam menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam konsep model
kualitas pelayanan jasa yang dikemukakan oleh Parasuraman et al. (1988) ada
empat faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan pasien terhadap jasa
pelayanan, yaitu: a. pengalaman dari teman (word of mouth), b. kebutuhan atau
keinginan (personal need), c. pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan
(past experience) dan d. komunikasi melalui iklan/pemasaran (external
communications to customer).

Perbedaan persepsi dan harapan pasien, merupakan faktor yang


mempengaruhi keputusan pelanggan rumah sakit dalam memanfaatkan pelayanan
rumah sakit. Mengacu kepada teori Anderson dalam Notoatmodjo (2005),
sebagaimana diuraikan pada skema berikut ini:

a. Karakteristik predisposisi
Karakteristik predisposisi menggambarkan kecenderungan bahwa setiap
individu berbeda secara karakteristik dalam menggunakan pelayanan kesehatan.
Hal yang termasuk dalam karakteristik predisposisi adalah: ciri ciri demografi
(jenis kelamin, umur, dan status), struktur sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan,
kesukuan) serta keyakinan bahwa pelayanan dapat menolong proses kesembuhan
penyakit.

b. Karakteristik Kebutuhan

Teori pemanfaatan pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan permintaan


akan pelayanan kesehatan oleh konsumen. Permintaan akan pelayanan kesehatan
justru selama ini yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan penduduk sudah
benar benar mengeluh sakit serta mencari pengobatan.Faktor faktor yang
mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan diantaranya adalah pengetahuan
tentang kesehatan, sikap terhadap fasilitas kesehatan dan pengalaman terhadap
kemampuan fasilitas kesehatan tersebut.

c. Karakteristik pendukung penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada


sangat tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar.

Berdasarkan ketiga faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan


kesehatan sebagaimana disebutkan Andersondalam Notoatmodjo (2002), salah
satu faktor adalah pengalaman terhadap kemampuan fasilitas kesehatan pada
karakteristik kebutuhan. Mengacu kepada hal tersebut dapat dijelaskan bahwa
pada saat seseorang membutuhkan pelayanan kesehatan karena mengalami suatu
penyakit akan menggunakan pengalamannya tentang rumah sakit yang pernah
digunakannya untuk menentukan kembali berobat ke rumah sakit tersebut atau
memilih rumah sakit lain.

Mutu pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir pada
persepsi pasien. Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut
pandang perusahaan/rumah sakit tetapi harus dipandang dari udut pandang pasien.
Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, karena kualitas
memberikan dorongan kepada pasien menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan
rumah sakit yang akhirnya kepuasan pasien dapat menciptakan kesetiaan atau
loyalitas pasien kepada rumah sakit yang memberikan kualitas memuaskan
tersebut

Lima dimensi yang sering untuk mengukur mutu pelayanan disebut


SERVQUAL yaitu :

1. Tangibles (bukti langsung), berupa fisik, pegawai dan perlengkapan serta


penampilan personil.

2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai


dengan yang diharapkan dengan akurat dan segera.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan petugas untuk membantu para


pelanggan dengan cepat dan tanggap.

4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, keramahan, dan


sifat dapat dipercaya yang dimiliki para petugas, untuk menumbuhkan
kepercayaan dan keyakinan (bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan).

5. Emphaty (empati), perhatian secara individual yang diberikan perusahaan


kepada pelanggan, seperti kemudahan melakukan hubungan, berkomunikasi yang
baik dengan pelanggan, perhatian pribadi dan memahami keinginan dan
kebutuhan pelanggan.

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Konsep pokok dalam penelitian ini adalah persepsi keluarga pasien


tentang kepuasan pelayanan tenaga medis dan penunjang medis terhadap minat
kunjung kembali di bagian rawat inap anak RSU Haji Medan Tahun 2016
Persepsi Keluarga Pasien
tentang kepuasan pelayanan
tenaga medis dan penunjang
medis
Minat kunjung kembali
1. Bukti Fisik (Tangibles)
2. Kehandalan (Reliability)
3. Ketanggapan (Responsivness)
4. Jaminan (Assurance)
5. Empati (Emphaty)
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional. Rancangan


penelitian Cross sectional adalah merupakan penelitian dimana peneliti mencari
pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat yang terjadi pada obyek
penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSU Haji Medan. Alasan dipilihnya lokasi


tersebut yaitu karena masih banyak keluarga pasien beranggapan bahwa
pelayanan tenaga medis dan penunjang medis masih kurang dan belum pernah
dilakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan november - desember
2016.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien rawat inap
anak yang memanfaatkan pelayanan tenaga medis dan penunjang medis di RSU.
Haji Medan yaitu sebanyak ( - ) pasien diambil dari rata-rata pasien perbulan
selama tahun 2015.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh


populasi.Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Notoadmodjo, 2005) :

n= N
1+N( d2 )
Keterangan :

N = Besar rerata populasi per bulan pada tahun 2015 sebanyak ( - )

n = Besar sampel

d = Tingkat ketepatan yang diinginkan peneliti adalah 10%

Kriteria inklusi sampel sebagai berikut:

a. Keluarga dari Pasien yang telah mendapat perawatan lebih dari dua hari di
ruang rawat inap anak.

b. Keluarga pasien yang dipilih menjadi responden adalah keluarga pasien


yang bertanggung jawab selama pemulihan pasien anak yang rawat inap.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer yang digunakan merupakan data yang diperoleh dari


penyebaran kuesioner terhadap responden secara langsung untuk mengukur
persepsi keluarga pasien tentang kepuasan pelayanan tenaga medis dan
penunjang medis terhadap minat kunjungan kembali di bagian rawat inap anak
RSU Haji Medan Tahun 2016

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder di peroleh dari catatan rekam medik RSU.Haji Medan dan
manajemen Rumah Sakit.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Uji validitas bertujuan untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan


kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Instrumen dikatakan valid
apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur, harus mengukur apa yang
akan diukur. Uji validitas instrumen (kuesioner) dilakukan dengan
membandingkan nilai Corrected Item-Total Correlation dengan nilai tabel r
sebesar 0,361. Uji validitas menggunakan Pearson Product Moment, setelah itu
diuji dengan menggunakan SPSS, dilihat penafsiran dan indeks korelasinya,
dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan
sebaliknya (Hidayat, 2010).

Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah


alat ukur dapat dipergunakan atau tidak.Dalam mengukur reliabilitas ini dengan
menggunakan rumus Cronbachs Alpha.Pertanyaan dikatakan reliabel, jika
jawaban responden terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu.Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu
instrumen cukup dapat dipercaya, untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau
reliabel akanmenghasilkan data yang dapat dipercayai juga. Apabila datanya
memang benar dan sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali diambil tetap akan
sama (Riwidikdo, 2009)

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu


alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercayai dengan
menggunakan metode Cronbachs Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur
dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka
dinyatakan reliabel (Riyanto 2009).

3.5 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (independent variabel), yaitu persepsi pasien tentang mutu


pelayanan rumah sakit yang terdiri dari bukti fisik, kehandalan, ketanggapan,
jaminan, dan empati.

2. Variabel terikat (dependent variabel), yaitu minat kunjungan kembali pelayanan


tenaga medis dan penunjang medis dibagian rawat inap anak.

3.6 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran


1. Persepsi keluarga pasien rawat inap anak tentang mutu pelayanan rumah
sakit adalah penilaian keluarga pasien tentang mutu pelayanan di rumah sakit
setelah mempertimbangkan informasi terkait bukti fisik, kehandalan,
ketanggapan, jaminan, dan empati dari rumah sakit tersebut.

a. Persepsi Bukti fisik adalah penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana
fisik rumah sakit dan keadaan lingkungan sekitarnya. Untuk mengukur persepsi
pasien tentang bukti fisik disusun 6 pertanyaan dengan jawaban Setuju bobot
nilai 3, Kurang Setuju bobot nilai 2, dan Tidak setuju bobot nilai 1.

Dikategorikan:

0= Kurang baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan


benar/skor 55% (skor 6-10)

1= Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar/skor >


55% (Skor 11-18)

b. Kehandalan adalah kemampuan rumah sakit untuk memberikan pelayanan


secara maksimal sesuai dengan yang dijanjikan. Untuk mengukur persepsi
keluarga pasien tentang kehandalan disusun 8 pertanyaan dengan jawaban
Setuju bobot nilai 3, Kurang Setuju bobot nilai 2, dan Tidak setuju bobot
nilai 1.

0= Kurang baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan


benar/skor 55% (skor 8-13)

1= Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar/skor >


55% (Skor 14-24)

c. Ketanggapan adalah kemauan rumah sakit untuk membantu dan memberikan


pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pasien dengan penyampaian
informasi yang jelas. Untuk mengukur persepsi keluarga pasien tentang
ketanggapan disusun 5 pertanyaan dengan jawaban Setuju bobot nilai 3,
Kurang Setuju bobot nilai 2, dan Tidak setuju bobot nilai 1.
0= Kurang baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan
benar/skor 55% (skor 5-8)

1= Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar/skor >


55% (Skor 9-15)

d. Jaminan adalah pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para tenaga


medis rumah sakit untuk menimbulkan rasa percaya para keluarga pasien kepada
rumah sakit. Untuk mengukur persepsi keluarga pasien tentang jaminan disusun 6
pertanyaan dengan jawaban Setuju bobot nilai 3, Kurang Setuju bobot nilai
2, dan Tidak setuju bobot nilai 1.

0= Kurang baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan


benar/skor 55% (skor 6-10)

1= Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar/skor >


55% (Skor 11-18)

e. Empati adalah kualitas pelayanan yang berupa pemberian perhatian yang


sungguh- sungguh dari pemberi pelayanan kepada pasien. Untuk mengukur
persepsi keluarga pasien tentang empati disusun 6 pertanyaan dengan jawaban
Setuju bobot nilai 3, Kurang Setuju bobot nilai 2, dan Tidak setuju nilai 1.

0 = Kurang baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan


benar/skor 55% (skor 6-10)

1 = Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar/skor >


55% (Skor 11-18)

2. Minat pemanfaatan kembali adalah keinginan keputusan pasien untuk


datang kembali menggunakan pelayanan rawat inapanak ke rumah sakit atau tidak
sama sekali.

0 = Tidak minat memanfaatkan kembali

1 = Minat memanfaatkan kembali


3.7 Metode Analisa Data

1. Analisis univariat, yaitu Analisis yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran


tentang distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh
gambaran pada masing-masing variabel independen yang meliputi persepsi mutu
pelayanan (bukti fisik, kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati) dan minat
kunjung kempali di bagian rawat inap anak.

2. Analisis bivariat, yaitu Analisis data yang dilakukan terhadap hasil perolehan
jawaban kuesioner dari semua responden. Instrument statistik yang dipakai adalah
uji perbedaan dengan Chi Square (data kategorik) untuk melihat pengaruh
persepsi keluarga pasien tentang mutu pelayanan terhadap minat pemanfaatan
kembali ruang rawat inap anak. Hasil analisis di katakan bermakna apabila nilai
p< atau pada derajat kemaknaan 95% (=0,05).

3. Analisis multivariat, yaitu Analisis yang dilakukan untuk mengetahui analisis


pengaruh lebih dari satu variabel bebas persepsi mutu pelayanan (bukti fisik,
kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati) dengan satu variabel terikat yaitu
minat pemanfaatan kembali ruang rawat inap anak, secara bersamaan serta untuk
mengetahui variabel dominan yang berpengaruh. Pada penelitian ini uji statistik
yang digunakan adalah uji regresi logistik ganda dengan tingkat kemaknaan <
0,05.

Anda mungkin juga menyukai