Anda di halaman 1dari 20

I.

TUJUAN
Dapat menjelaskan prinsip kromatografi gas.
Dapat memilih program suhu yang tepat, isoterm atau suhu terprogram
Dapat menentukan larutan standar yang tepat dan sesuai dengan cuplikan
Dapat memilih metode yang paling tepat untuk digunakan dalam analisis
Dapat melakukan analisis kuantitatif dan kualitatif suatu cuplikan dengan tepat.

II. Teori Dasar


Kromatografi Gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan
pada jaman instrument dan elektronika yang telah merevolusikan keilmuan selama lebih
dari 30 tahun. Sekarang GC dipakai secara rutin di sebagian besar laboratorium industri
dan perguruan tinggi. GC dapat dipakai untuk setiap campuran yang komponennya atau
akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti
pada suhu yang dipakai untuk pemisahan.
Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah
sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase
diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada
zat padat penunjangnya.
Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat
menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang
tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan
partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis relatif cepat dan
sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat
reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas
untuk zat yang mudah menguap.
Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan
campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa
detik untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung
500-1000 komponen. Komponen campuran dapat diidentifikasikan dengan
menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu
tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam
kolom.waktu tambat diukur dari jejak pencatat pada kromatogram dan serupa dengan
volume tambat dalam KCKT dan Rf dalam KLT. Dengan kalibrasi yang patut,
banyaknya (kuantitas) komponen campuran dapat pula diukur secara teliti . kekurangan
utama KG adalah bahwa ia tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam
jumlah besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan campuran pada
tingkat tidak mungkin dilakukan; tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar
dilakukan kecuali jika tidak ada metode lain.
Proses kromatografi dalam alat GC dimulai dengan menyuntikkan sample ke
dalam kolom. Mula-mula komponen-komponen di dalam kolom diuapkan, kemudian
dielusi oleh gas pembawa untuk melalui kolom. Perbedaan laju migrasi masing-masing
komponen dalam kolom disebabkan oleh perbedaan titik didih dan interaksi masing-
masing komponen dengan fasa stasioner. Pendeteksian saat keluar dari kolom dilakukan
berdasarkan perubahan sifat fisika aliran gas yang disebabkan adanya komponen yang
dikandungnya. Sifat fisika tersebut, misalnya daya hantar panas, absorpsi radiasi
elektromagnetik, indeks refraksi, derajat terinduksi ion, dsb. Untuk analisa kualitatif,
komponen-komponen yang terelusi dikenali dari nilai waktu retensi, TR. TR analit
dibandingkan dengan TR standar pada kondisi operasi alat yang sama. Sedangkan untuk
analisa kuantitatif, penentuan kadar atau jumlah analit dilakukan dengan
membandingkan luas puncak analit dengan luas puncak standar. Efisiensi kolom
ditentukan berdasarkan jumlah pelat teori (N) dalam kolom, melalui persamaan : N =
16 x (TR / WB)2 , dengan TR = waktu retensi dan WB = lebar dasar puncak.

Komponen-Komponen Kromatografi Gas

1. Gas Pembawa
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi
dengancuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder
baja bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan
sendirinya.Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan
kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja.Gas pembawa
yang biasa digunakan adalah gas argon, helium,hidrogen dan nitrogen. Gas
nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat(10 cm/detik) untuk mencapai
efisiensi yang optimum dengan HETP (HighEficiency Theoretical Plate)
minimum. Sementara hidrogen dan helium dapatdialirkan lebih cepat untuk
mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas hidrogen dan 25 cm/detik
untuk helium. Dengan kenaikan laju alir, kinerjahidrogen berkurang sedikir demi
sedikit sedangkan kinerja nitrogen berkurangsecara drastis.

Semakin cepat solut berkesetimbangan di antara fasa diam dan fasagerak


maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepatmembantu
mempercepat kesetimbangan di antara dua fasa tersebut, sehinggaefisiensinya
meningkat (HETP nya menurun). Pada kecepatan alir tinggi, solut berdifusi lebih
cepat melalui hidrogen dan helium daripada melalui nitrogen.Hal inilah yang
menyebabkan hidrogen dan helium memberikan resolusi yanglebih baik daripada
nitrogen. Hidrogen memiliki efisiensi yang relatif stabildengan adanya perubahan
kecepatan alir. Namun, hidrogen mudah meledak jika terjadi kontrak dengan
udara. Biasanya, helium banyak digunakan sebagai penggantinya.Kotoran yang
terdapat dalam carrier gas dapat bereaksi dengan fasadiam. Oleh karena itu, gas
yang digunakan sebagai gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan
merusak kolom. Biasanya terdapat saringan( molecular saeive ) untuk
menghilangkan kotoran yang berupa air danhidrokarbon dalam gas pembawa .
Pemilihan gas pembawa biasanyadisesuaikan dengan jenis detektor.

2. Sistem Injeksi Sampel


Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harusmudah
menguap saat diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50-300C). Injektor
berada dalam oven yang temperaturnya dapat dikontrol. Suhuinjektor biasanya
50 C di atas titik didih cuplikan. Jumlah cuplikan yangdiinjeksikan sekitar 5 L.
Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak biasanya terbuat dari tabung
gelas di dalam blok logam panas. Injeksi sampelmenggunakan semprit kecil.
Jarum semprit menembus lempengan karet tebaldisebut septum yang mana akan
mengubah bentuknya kembali secara otomatisketika semprit ditarik
keluar.(www.chem-is-try.org)Untuk cuplikan berupa gas dapat dimasukkan
dengan menggunakanalat suntik gas ( gas-tight syringe ) atau kran gas ( gas-
sampling valve).Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka dikelompokkan
kedalam dua kategori yaitu injeksi split ( split injection) dan injeksi
splitless( splitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volume

3. Oven
Digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu
sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sample.

4. Column
Berisi stationary phase dimana mobile phase akan lewat didalamnya
sambil membawa sample. Secara umum terdapat 2 jenis column, yaitu:

a. Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil dengan
panjang 1 5 m dan diameter kira-kira 5 mm.
b. Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan panjang
10-100 m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis stationary phase
yang sering digunakan: a) Polysiloxanes untuk nonpolar
analytes/sample. b) Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample.
c) Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small gaseous
species.

5. Detector
Berfungsi mendeteksi adanya komponen yang keluar dari column. Ada
beberapa jenis detector, yaitu:

a. Atomic-Emission Detector (AED); cara kerjanya adalah: campuran sample-


gas yang keluar dari column diberi tambahan energy dengan menggunakan
microwave sehingga atom-atomnya bereksitasi; sinar eksitasi ini kemudian
diuraikan oleh diffraction grating dan diukur oleh photodiode array; kehadiran
komponen dalam sample dapat ditentukan dari adanya panjang gelombang
eksitasi komponen tersebut yang diukur oleh photodiode array.
b. Atomic-Emission Spectroscopy (AES) atau Optical Emission
Spectroscopy (OES); cara kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari
column diberi tambahan energy sehingga atom-atomnya bereksitasi; sumber
energy tambahan ini (excitation source) terdiri dari beberapa jenis yaitu direct-
current-plasma (DCP), flame, inductively-coupled plasma (ICP) dan laser-
induced breakdown (LIBS); sinar eksitasi dari berbagai atom ini kemudian
diukur secara simultan oleh polychromator dan multiple detector;
polychromator disini berfungsi sebagai wavelength selector.
c. Chemiluminescense Spectroscopy; cara kerjanya sama seperti pada AES
yaitu mengukur sinar eksitasi dari sample yang diberi tambahan energy;
perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul sample bukan atom sample; selain
itu, energy tambahan yang diberikan bukan berasal dari sumber energy luar
seperti lampu atau laser tetapi dihasilkan dari reaksi kimia antara sample dan
reagent; sinar eksitasi molekul sample ini kemudian diukur dengan
photomultiplier detector (PTM).
d. Electron Capture Detector (ECD); menggunakan radioactive beta emitter
(electron) untuk mengionisasi sebagian gas (carrier gas) dan menghasilkan
arus antara biased pair of electron; ketika molekul organik yang mengandung
electronegative functional groups seperti halogen, phosphorous dan nitro
groups dilewati detector, mereka akan menangkap sebagian electron sehingga
mengurangi arus yang diukur antara electrode.
e. Flame Ionization Detector (FID); terdiri dari hydrogen/air flame dan
collector plate; sample yang keluar dari column dilewatkan ke flame yang akan
menguraikan molekul organik dan menghasilkan ion-ion; ion-ion tersebut
dihimpun pada biased electrode (collector plate) dan menghasilkan sinyal
elektrik.
f. Flame Photometric Detector (FPD); digunakan untuk mendeteksi
kandungan sulfur atau phosphorous pada sample. Peralatan ini menggunakan
reaksi chemiluminescent sample dalam hydrogen/air flame; sinar eksitasi
sebagai hasil reaksi ini kemudian diukur oleh PMT.
g. Mass Spectrometry (MS); mengukur perbedaan mass-to-charge ratio (m/e)
dari ionisasi atom atau molekul untuk menentukan kuantitasi atom atau
molekul tersebut.
h. Nitrogen Phosphorus Detector (NPD); prinsip kerjanya hampir sama dengan
FID, perbedaan utamanya adalah hydrogen/air flame pada FID diganti oleh
heated rubidium silicate bead pada NPD; sample dari column dilewatkan ke
hot bead; garam rubidium yang panas akan memancarkan ion ketika sample
yang mengandung nitrogen dan phosphorous melewatinya; sama dengan pada
FID, ion-ion tersebut dihimpun pada collector dan menghasilkan arus listrik.
i. Photoionization Detector (PID); digunakan untuk mendeteksi aromatic
hydrocarbon atau organo-heteroatom pada sample; sample yang keluar dari
column diberi sinar ultraviolet yang cukup sehingga terjadi eksitasi yang
melepaskan electron (ionisasi); ion/electron ini kemudian dikumpulkan pada
electroda sehingga menghasilkan arus listrik.
j. Thermal Conductivity Detector (TCD); TCD terdiri dari electrically-heated
wire atau thermistor; temperature sensing element bergantung pada thermal
conductivity dari gas yang mengalir disekitarnya; perubahan thermal
conductivity seperti ketika adanya molekul organik dalam sample yang
dibawah carrier gas, menyebabkan kenaikan temperature pada sensing element
yang diukur sebagai perubahan resistansi. 11) Photodiode Array
Detector (PAD); merupakan linear array discrete photodiode pada sebuah IC;
pada spectroscopy, PAD ditempatkan pada image plane dari spectroscopy
sehingga memungkinkan deteksi panjang gelombang pada rentang yang luas
bisa dilakukan secara simultan.

Tipe Kolom dan Pengoperasian Kolom

Kolom dimana pemisahan terjadi, memiliki dua tipe dasar yaitu Kolom
kemasan konvensional dan Kolom kapiler atau Kolom tabung terbuka. Kolom dapat
dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur konstan) dan
temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan pada
temperatur konstan).

Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur


maksimum dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas
bawah ditentukan oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh bleed dari fase diam.
Bleed adalah fase diam masuk ke detektor. Secara umum pada mode operasional ini,
injektor dioperasikan 30oC diatas temperatur komponen dengan titik didih maksimum
(kolom kemasan konvensional).

Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven dikendalikan


oleh sebuah program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara
0,25oC sampai 20oC. Sebuah oven massa rendah mengijinkan pendinginan dan
pemanasan cepat dari kolom yang dapat ditahan sampai 1oC dari temperatur yang
diperlukan. Pada operasi temperatur terprogram diperlukan pengendali aliran untuk
memastikan kesetabilan aliran gas. Kestabilan aliran sangat diperlukan untuk mencapai
stabilitas hasil detektor yang baik yang ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang
stabil. Fase diam harus stabil secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed
dapat diganti dengan menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu untuk
pemisahan komponen dan yang lain untuk melawan bleed.
Aplikasi Kromatografi Gas
1. Analisis kualitatif

Tujuan utama kromatografi adalah memisahkan komponen-komponen


yang terdapat dalam suatu campuran. Dengan demikian, jumlah puncak yang
terdapat dalam kromatogram menunjukkan jumlah komponen yang terdapat
dalam suatu campuran. Selain digunakan untuk keperluan pemisahan,
kromatografi juga sering kali digunakan dalam analisis kualitatif senyawa-
senyawa yang mudah menguap.

Untuk mengidentifikasi tiap peak dalam kromatogram dapat dilakukan


dengan berbagai macam cara, antara lain:
a. Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. Waktu
retensi standar diperoleh melalui pengukuran senyawa yang diketahui pada
kondisi pengukuran yang sama dengan sampel. Bila kedua waktu retensi
tersebut sesuai, maka kita dapat mengidentifikasi puncak pada
kromatogram.
b. Melakukan ko-kromatografi, yaitu dengan cara menambahkan larutan
standar kepada cuplikan untuk kemudian diukur dengan menggunakan
kromatografi gas. Bila luas area salah satu peak bertambah, maka dapat
dipastikan bahwa analit tersebut identik dengan standar.
c. Menghubungkan GC dengan detektor spektrometer massa atau IR. Dengan
menghubungkan GC dengan spektra dari setiap peak dapat direkam secara
menyeluruh.
d. Setiap komponen yang telah keluar dari kolom kemudian dikondensasikan
dan selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan
spektrometri NMR. Cara ini dapat dilakukan apabila detektor yang
digunakan pada GC tidak bersifat dekstruktif, misalnya TCD.

2. Analisis kuantitatif

Kromatografi gas juga dapat digunakan untuk keperluan analisis


kuantitatif, yang didasarkan pada dua pendekatan, yaitu luas area dan tinggi
puncak pada kromatogram. Pendekatan tinggi peak kromatogram dilakukan
dengan cara membuat base line pada suatu peak dan mengukur tinggi garis tegak
lurus yang menghubungkan base line dengan peak. Pendekatan ini berlaku jika
lebar peak larutan standar dan analit tidak berbeda. Pendekatan luas area peak
memperhitungkan lebar peak sehingga perbedaan lebar peak antara standar
dengan analit tidak lagi menjadi masalah. Biasanya, kromatografi gas modern
telah dilengkapi dengan piranti untuk menghitung luas area peak secara
otomatis. Secara manual, luas area peak dihitung dengan menggambarkan
segitiga pada peak tersebut, kemudian luas segitiga dihitung.
(a) Pendekatan luas area: A = tinggi
(b) Pendekatan tinggi puncak
Analisis kuantitatif dengan kedua pendekatan tersebut masih sangat kasar,
sehingga diperlukan koreksi terhadap hubungan anatar luas/ tinggi area puncak
dengan jumlah analit yang menghasilkan puncak tersebut, yang biasanya
dinyatakan sebagai faktor respon detektor. Faktor respon detektor berhubungan
dengan kemampuan detektor untuk mendeteksi setiap komponen yang terelusi
dari kolom.

III. Percobaan
a. Alat dan Bahan
Etanol p.a
Propanol p.a
Butanol p.a
Cuplikan
Aquadest
Alat suntik ukuran 10L
Pipet ukur 1mL, 5 mL, 10mL
Labu takar 25 mL
Bola isap
b. Prosedur Kerja
3.2.1 Menyalakan GC dan Detektor FID

Menghubungkan alat GC
dengan sumber listrik

Nyalakan GC

Memasang bubleflowmeter dan mengatur kecepatan gas N2.


Membuka tombol gas N2.

Menekan tombol DET, pilih A lalu on. Membuka tabung udara tekan
dan gas H2. Membuka tombol AIR pada GC. Menekan tombol IGN
FID, memutar tombol gas H2. Menghentikan putaran tombol gas H2
dan melepaskan tombol IGN FID pada GC.

Melakukan pengaturan suhu :


- OVEN TEMP :100 ENTER
- DET TEMP A :100 ENTER
- INJ TEMP A : 100 ENTER
-
3.2.2 Menyalakan Integrator

Menyalakan Integrator

Melakukan pengaturan parameter sebagai


berikut :
OP () : 1 ENTER (memasukkan waktu dan
tanggal percobaan)
ZERO : 5 ENTER
CHT SP : 0.5 ENTER
ATT2 : 10 ENTER
Tekan LIST 2 kali

3.2.3 Pengaruh Suhu Kolom terhadap RT dan Pemisahan Campuran Suhu


Isoterm
Suhu Isoterm

Mengatur suhu kolom sebagai berikut :


INIT TEMP : 100o C
RATE : 0
FINAL TEMP : 100o C

OVEN TEMP : 90
OVEN
Menyuntikkan etanol p.a sebanyak 2 L ke tempat injector bila lampu NOT
TEMP : 125
READY mati.Menekan tombol START pada GC dan integrator bersama-
sama dengan saat menyuntikkan sampel. Setelah diperoleh kromatogram,
menekan tombol STOP pada GC dan integrator.
Suhu Terprogram

Mengatur suhu kolom sebagai berikut :


INIT TEMP : 75o C
RATE :5
FINAL TEMP : 125o C

OVEN TEMP : 90
OVEN
Menyuntikkan etanol p.a sebanyak 2 L ke tempat injector bila lampu NOT
TEMP : 125
READY mati.Menekan tombol START pada GC dan integrator bersama-
sama dengan saat menyuntikkan sampel. Setelah diperoleh kromatogram,
menekan tombol STOP pada GC dan integrator.

Membandingkan grafik komposisi larutan yang


terbentuk. Lalu memilih metode yang sesuai
dengan data yang akan diuji.

Melakukan hal serupa untuk propanol p.a,


butanolp.a, etanol p.a, campuran etanol propanol
butanol dan Sampel parfumdengan metode yang
telah dipilih

3.2.4 Analisis kuantitatif menggunakan Prosedur Metode ISTD dengan


Menggunakan Kurva Standar
a. Pembuatan Kurva Standar

Buat larutan etanol dengan konsentrasi


yang berbeda . Pipet etanol absolute ke
dalam 5 buah labu takar 25 ml dengan
volume 0,8 ; 1,5 ; 2,2 ; 3 ; 3,8 mL
Menambahkan 2,5 ml propanol ke dalam
masing-masing labu takar

Encerkan dengan aquadest hingga tanda


batas

3.2.5 Penentuan konsentrasi etanol dalam cuplikan

Menambahka 0,1 ml propanol dan


0,1 etanol dalam cuplikan dan
ditambahkan aquadest sebanyak 0,8
mL di dalam tabung reaksi

Menyuntikkan 2 L larutan tersebut

Mengamati kromatogram yang didapat

Menginterpolasikan data yang didapat


ke kurva standar sehingga didapat
konsentrasi etanol dalam cuplikan
IV. Data Pengamatan Analisis Kualitatif
a. Kondisi Percobaan
Nama Kolom : Kolom Polar (ORD NR 48122-3)
Jenis Detektor : FID
Jenis Gas Pembawa : Nitrogen
Program Suhu yang digunakan : Suhu Isoterm
Laju Alir Gas Pembawa : 20,4 ml/detik
OVEN TEMP : 100oC
INIT TEMP (suhu terprogram) : 75 oC
FINAL TEMP : 125oC
RATE :5
DET A TEMP : 125 oC
INJ A TEMP : 125 oC

b. Metode yang digunakan : ISTD menggunakan kurva standar


Konsentrasi etanol yang digunakan : 99,8%

c. Data Literatur
Senyawa Titik didih (oC) Berat Jenis (gram/L)
Etanol 78,5 0,79
Propanol 97,4 0,80
Butanol 117,2 0,81

d. Suhu Isoterm
INIT TEMP = 100oC
RATE =0
FINAL TEMP =100 oC
OVEN TEMP =100 oC
Senyawa Isoterm (o C)
RT (menit)
Etanol 0,92
Propanol 1,12
Butanol Tidak ada
e. Suhu terprogram
INIT TEMP = 75oC
RATE =5
FINAL TEMP =125 oC
OVEN TEMP =100 oC
Senyawa Terprogram (o C)
RT (menit)
Etanol 1,00
Propanol 1,33
Butanol 2,00
Campuran:etanol 0,95
Propanol 1,20
Butanol 1,77

Sampel Parfum 0,95 %Area = 98,791


1,57 %Area =1,209

f. Analisis Kualitatif
INIT TEMP = 75oC
RATE =5
FINAL TEMP = 125 oC

Senyawa Jumlah RT
puncak Etanol Propanol Lain-
lain
Standar 1 2 0,91 1,09 -
(Etanol 0,8mL dan
Propanol 2,5 mL)
Standar 2 2 0,94 1,11 -
(Etanol 1,5mL dan
Propanol 2,5 mL)
Standar 3 2 0,93 1,09 -
(Etanol 2,2mL dan
Propanol 2,5 mL)
Standar 4 2 0,92 1,10 -
(Etanol 3,0mL dan
Propanol 2,5 mL)
Standar 5 2 0,90 1,07 -
(Etanol 3,8mL dan
Propanol 2,5 mL)
Parfum 2 0,92 1,09
(Etanol 0,1mL dan
Propanol 0,1 mL)
No Kromatogram Larutan RT
1 Etanol 1,00

2 Propanol 1,33

3 Butanol 2,00

4 Campuran
Etanol 0,95
propanol 1,20
butanol 1,77
5 Sampel 0,95 dan
parfum 1,57

V. Pengolahan Data Analisis Kualitatif


a. Penyajian Hasil Percobaan Analisis Kuntitatif dengan suhu terperogram
b. Menentukan % area (kasar)

Area RT
Larutan Uji Area Etanol Area Butanol
Propanol
Etanol 8,2894x107 - - 1,00

Propanol - 1,3651x108 - 1,33

Butanol - - 1,6268x108 2,00

Sampel 5,2511x107 6,4243x105 - 0,95 & 1,57

Konsentrasi Sampel (Parfum)

Luas Etanol dalam Sampel


= x konsentrasi etanol
Luas etanol standar
5,2511x10^7
= x 99,9 %
8,2894x10^7

= 63,28%

c. Larutan standar dibuat dengan mengencerkan larutan etanol 99,8% (N1)


Larutan standar yang harus dibuat adalah 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, dan 80%.

Larutan standar 30 % Larutan standar 40%


V2= 25 mL V2= 25 mL
V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 99,9% = 25 ml x 30% V1 x 99,9%= 25 x 40%
V1 = 7,5 mL diencerkan 10 kali V1 = 10 mL diencerkan 10 kali
V1 = 0,75 mL V1 = 1 mL

Larutan standar 50% Larutan standar 60%


V2= 25 mL V2= 25 mL
V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 99,9% = 25 x 50% V1 x 99,9% = 25 x 60%
V1 = 12,5mL diencerkan 10 kali V1 = 15 mL diencerkan 10 kali
V1 = 1,25 V1 = 1,5 mL

Larutan standar 70% Larutan standar 80%


V2= 25 mL V2= 25 mL
V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 99,9% = 25 x 70% V1 x 99,9% = 25 x 80%
V1 = 17,5 mL diencerkan 10 kali V1 = 20mL diencerkan 10 kali
V1 = 1,75 mL V1 = 2 mL

VI. Data Pengamatan dan Pengolahan Data Analisis Kuantitatif


a. Kondisi percobaan
Nama Kolom : Packed Chrom
Jenis Detektor : Flame Ionization Detector
Jenis Gas Pembawa : N2
Program Suhu yang digunakan : Suhu terprogram
Laju alir gas pembawa : 20 ml/menit
Suhu kolom : 150
Suhu detector : 150
Suhu injector : 150
Suhu Oven : 150
Suhu awal : 75
Suhu akhir : 125

b. Metode yang digunakan:


Data Area Propanol dan Etanol
Area Etanol/Area Konsentrasi
Larutan Area etanol Area Propanol Propanol Etanol (%)
1 4.55 x 106 2.73 x 107 0.1667 30
2 2.88 x 106 1.26 x 107 0.2286 40
3 4.34 x 106 1.33 x 107 0.3263 50
4 5.18 x 106 1.22 x 107 0.4246 60
5 5.48 x 106 1.28 x 107 0.4281 70

0.5000
0.4500 y = 0.7189x - 0.0446
0.4000
A etanol : A propanol

0.3500
0.3000
0.2500
0.2000
0.1500
0.1000
0.0500 kons. sampel 51%

0.0000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
Konsentrasi etanol

Data Area Propanol dan Etanol Sampel


Sampel Area Etanol Area Propanol Area Etanol/Area
Propanol
Sampel (Parfum) 3.69x106 1.14x107 0.3237

Anda mungkin juga menyukai