Anda di halaman 1dari 13

BAHAN AJAR 10 : MATA KULIAH LOGIKA

Oleh: INDRA FAJARWATI IBNU, SKM, MA.

Mata Kuliah : Logika


Kode Mata Kuliah / SKS : 105K1712
Semester : Awal
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Mata Kuliah Prasyarat : -
Dosen Penanggung Jawab : Indra Fajarwati Ibnu,SKM,MA
Tim Dosen : 1. Dr. Mappeaty Nyorong, MPH
2. Sudirman Nasir, SKed, MWH, Ph.D
3. Muhammad Rahmat, SKM, MKes
Sasaran Belajar/Learning Mahasiswa mampu memahami logika sebagai dasar
:
outcome memahami masalah kesehatan masyarakat .
Mata kuliah ini membahas tentang konsep dasar ilmu
logika mencakup pengertian, sejarah, pembagian dan
manfaat logika, membahas tentang kata, definisi,
klasifikasi dan pembagian, proposisi, penalaran deduktif
: Kuliah
Deskripsi Mata
dan induktif, silogisme, generalisasi, analogi, hubungan
kausalitas, teori dan hipotesis, probabilitas dan
kekeliruan berpikir, serta peran dan keterlibatan logika
dalam memhami kesehatan masyarakat

1. PENDAHULUAN
a) Garis Besar Materi Pokok Bahasan 10 :

Pokok bahasan kesepuluh ini membahas tentang generalisasi sebagai salah satu tehnik
dalam proses penalaran induktif.

1
b) Sasaran Pembelajaran/Learning objective:

Mahasiswa mampu mendiskripsikan generalisasi sebagai salah satu tehnik penalaran


induktif yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju ke kesimpulan
umum.

c) Perilaku Awal/Entry behavior:

Mahasiswa mampu memahami konsep generalisasi sebagai salah satu tehnik dalam
proses penalaran induktif.

d). Manfaat Pokok Bahasan:

Setelah mahasiswa mengikuti dan memahami materi bahasan ini maka mahasiswa
mampu menguraikan generalisasi sebagai salah satu tehnik dalam proses penalaran
induktif.

e). Urutan Pembahasan:

Pendahuluan secara berurutan akan meliputi:


- Pengertian Generalisasi
- Macam-macam Generalisasi
- Pengujian Generalisasi
- Generalisasi yang Salah
- Generalisasi Empirik dan Generalisasi dengan Penjelasan
- Generalisasi Ilmiah
- Evaluasi Generalisasi
f). Petunjuk Belajar/instructional orientation:
Pada materi bahasan ini sebagai pemahaman awal pada tujuan dasar mata kuliah ini
adalah mahasiswa memahami tentang generalisasi sebagai salah satu tehnik dalam
proses penalaran induktif untuk penarikan kesimpulan.

2
2. PENYAJIAN MATERI BAHASAN
a. Uraian Materi bahasan
I. Pendahuluan
Dalam sebuah kehidupan, khususnya kehidupan manusia bermasyarakat mau
tidak mau, sadar ataupun tidak sadar pasti seseorang itu sering melakukan sebuah analisa.
Analisa ini mungkin dilakukan ketika mengamati sesuatu atau cuman sekedar ingin tahu
apa sebenarnya yang terjadi.

Sering sekali manusia melakukan sebuah tatanan ilmu pengetahuan, akan tetapi
tidak menyadarinya. Ketika seseorang melakukan sebuah analisa, yang mana analisa-
analisa sebuah fenomena tersebut menjurus pada suatu kesimpulan umum. Maka, tahapan
tahapan tersebut dalam sebuah kajian ilmu mantiq atau logika disebut generalisasi.

I.1. Pengertian Generalisasi


Di dalam buku Logika, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak
dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh
fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.

Menurut Gorys Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi, Generalisasi adalah
suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk
menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi.

Sama halnya dalam buku Dasar-dasar Logika yang menyatakan bahwa


generalisasi adalah sesuatu yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat
diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi.

Kesimpulan itu hanya suatu harapan, suatu kepercayaan, karena penalaran


induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya suatu
probabilitas suatu peluang. Dan hasil penalaran generalisasi induktif itu sendiri juga
disebut generalisasi (proposisi universal).

Dalam keterangan lain dikatakan Generalisasi dalam ilmu mantiq disebut istiqro'
atau istinbat). Generalisasi adalah istidlal yang di dasarkan atas memepelajari terhadap
sesuatu yang kecil dengan sunggug-sungguh darinya aqal bisa mengambil kesimpulan

3
umum. Atau yang lebih umum mengenai generalisasi adalah proses penalaran yang
bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat
seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Dengan begitu,
hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis
yang belum diselidiki, oleh karena itu, hukum yang dihasilkan oleh penalaran
generalisasi tidak pernah sampai kepada kebenaran pasti tetapi hanya sampai kepada
kebenaran kemungkinan besar.

Contoh: ada beberapa fenomena, yaitu:

Hamid adalah mahasiswa tarbiyah.jujur

Munir adalah mahasiswa tarbiyah.jujur

Nurul adalah mahasiswa tarbiyah.jujur

Faizin adalah mahasiswa tarbiyah.jujur

Jika disimpulkan bahwa semua mahasiswa tarbiyah itu jujur maka kebenaran
kesimpulan ini hanya mempunyai kebenaran kemungkinan besar (probabilitas).

Kebanyakan generalisasi didasarkan pada pemeriksaan atas suatu sample atau


contoh dari seluruh golongan yang diselidiki. Oleh karena itu, generalisasi juga biasa
disebut induksi tidak sempurna atau tidak lengkap. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa
generalisasi adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis
yang sama kondisinya. Contoh dari generalisasi :

- aluminium jika dipanaskan akan memuai

- besi jika dipanaskan akan memuai

- tembaga jika dipanaskan akan memuai

- nikel jika dipanaskan akan memuai

Generalisasinya, yaitu semua logam jika dipanaskan akan memuai.

4
I.2 Macam-Macam Generalisasi

Dari segi kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi


dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Generalisasi Sempurna.

Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan yang
diselidiki. Contoh : Setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun
Masehi kemudian disimpulkan bahwa : Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak
lebih dari 31. dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada
setiap bulan kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.

Generalisasi sempurna ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat
diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis.

2. Generalisasi tidak Sempurna.

Adalah generalisasi dimana kesimpulannya diambil berdasarkan sebagian fenomena


yang kesimpulanya berlaku juga bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki,
misalnya. Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia adalah menusia yang
suka bergotong-royong kemudian diambil kesimpulan bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah
generalisasi sebagian (probabilitas).

Meskipun macam generalisasi ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai ketingkat


pasti tetapi proses generalisasi ini jauh lebih praktis dan ekonomis, seperti halnya
ilmu. Ilmu yang disusun berdasar fakta observasi tidak untuk menyajikan kebenaran
mutlak melainkan kebenaran probabilitas sehingga sangat keliru jika diantara kita
berkeyakinan bahwa ilmu menyajikan hukum dan kesimpulan yang kebenarannya
mutlak.

Jika kita berbicara mengenai generalisasi, maka generalisasi yang dimaksud


adalah generalisasi tidak sempurna. Menurut para ahli, generalisasi ini disebut sebagai
induksi tidak sempurna dan teknik inilah yang paling banyak digunakan dalam menyusun
ilmu pengetahuan.
5
Dalam ilmu biologi misalnya, Darwin menyatakan bahwa Semua kucing putih yang
bermata biru adalah tuli. Kesimpulan ini didasarkan atas generalisasi tidak sempurna,
demikian pula pernyataan Cuvier bahwa Tidak ada hewan yang bertanduk dan berkuku
telapak adalah pemakan daging. Isaac Newton juga mendasarkan kesimpulannya pada
generalisasi tidak sempurna atas teorinya yang mashur tentang hukum gravitasi. Ilmu-ilmu
kealaman semua disusun berdasarkan generalisasi tidak sempurna, demikian pula ilmu-
ilmu sosial.

Generalisasi juga bisa dibedakan dari segi bentuknya ada 2, yaitu : loncatan induktif dan
yang bukan loncatan induktif.

1. Loncatan Induktif
Generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun
fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta-fakta
tersebut atau proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh
persoalan yang diajukan. Contoh : Bila ahli-ahli filologi Eropa berdasarkan pengamatan
mereka mengenai bahasa-bahasa Ido-German kemudian menarik suatu kesimpulan
bahwa di dunia terdapat 3.000 bahasa.

2. Tanpa Loncatan Induktif


Sebuah generalisasi bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan,
sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Misalnya, untuk menyelidiki bagaimana sifat-sifat orang Indonesia pada umumnya,
diperlukan ratusan fenomena untuk menyimpulkannya.
I.3 Pengujian Atas Generalisasi

Untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya
dapat kita pergunakan evaluasi berikut:

1. Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak
jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan,
meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual
akan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan. Memang tidak ukuran yang pasti
berapa jumlah fenomena individual yang diperlakukakn untuk dapat mengasilkan

6
kesimpulan yang terpercaya. Contoh. Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup
dengan satu titik darinya.
2. Apakah sampel yang digunakan cukup bervariasi. Untuk mementukan kadar minat
dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi yang diharapkan bagi bangsa
Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan penghidupan,
berbagai pendidikan. Semakin banyak variasi sampel, semakin kuat kesimpulan yang
dihasilkan.
3. Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan
fenomena umum atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga,
terutama jika kekecualian cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup
besar tidak mungkin diadakan generalisasi. Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus
dirumuskan dengan hati-hati; kata-kata seperti semua, setiap, selalu, tidak semuanya,
sebagian besar, kebanyakan; harus didasarkan atas pertimbangan rasional yang
cermat. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat
kesimpulan yang dihasilkan.
4. Apakah yang dirumuskan konsisten dengan fenomena individual, tidak boleh
memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada. Misalnya, penyelidikan tentang
faktor utama penyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa IAIN. Apabila data
setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor lemahnya
penguasaan bahasa asing, kurang berdiskusi, terlalu banyak jenis mata kuliah lalu
disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya penguasaan
bahasa asing, ini tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang
dikumpulkan. Kesimpulan ini lemah karena meninggal dua faktor tadi. Semakin
banyak yang ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang dihasilkan.

I.4. Generalisasi Yang Salah

Kita telah mengetahui bahwa tingkat keterpercayaan suatu generalisasi tergantung


bagaimana tingkat terpenuhnya jawaban atas evaluasi sebagaimana tersebut di atas.
Semakin terpenuhnya syarat-syarat tersebut semakin tinggi tingkat keterpercayaan
generalisasi dan begitu pula sebaliknya.

7
Bagaimana juga ada kecenderungan umum untuk membuat generalisasi berdasarkan
fenomena yang sangat sedikit sehingga tidak mencukupi syarat untuk dibuat generalisasi.
Hal ini juga bisa disebut sebagai generalisasi tergesa-gesa. Dalam kehidupan sehari-hari
kekeliruan seperti ini sering sekali terjadi. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Ketika kita ingin mengurusi permasalahan beasiswa di bagian TU Akademik Tarbiyah
IAIN dan dilayani dengan tidak profesional (mbulet), maka kita terhanyut pada
generalisasi yang salah kemudian kita menyatakan bahwa pelayanan TU Akademik
Tarbiyah IAIN tidak bagus (patut dipecat).

I.5. Generalisasi Empirik Dan Generalisasi Dengan Penjelasan

Sebagaimana telah disebutkan bahwa generalisasi (sudah barang tentu generalisasi


tidak sempurna) tidak pernah mencapai tingkat keterpercayaan mutlak namun kesimpulan
yang dihasilkan menjadi terpercaya manakala terpenuhi empat syarat yang telah
disebutkan di atas. Apabila generalisasi ini disertai dengan penjelasan mengapa maka
kebenaran yang dihasilkan akan lebih kuat lagi.

Generalisasi yang tidak disertai dengan penjalasan mengapa-nya atau generalisasi


berdasarkan fenomenanya semata-mata disebut generalisasi empirik. Atau dengan
melihat pendapat Metron yang membatasi generalisai empiris sebagai "suatu proposisi
tersendiri yang meringkas keseragaman hubungan yang diminati di antara dua tau lebih
variable" yang memisahkan istilah "hukum ilmiah" dengan "suatu pernyataan invariant
yang dapat ditarik dari suatu teori." Perbedaan diantara berbagai generailisasi emperis ini,
dimana teori penjelas yang tepat ternyata belum ada dan di mana teori demikian telah
ada.

Taruhlah kita mempercayai generalisasi Darwin semua kucing berbulu putih dan
bermata biru adalah tuli. Pernyataan ini didasarkan atas generalisasi yang benar dan
terpercaya, sehingga kita semua mengakui kebenaran pernyataan ini. Tetapi sejauh itu,
pernyataan serupa ini hanya mendasarkan kepada fenomenanya, maka hal ini adalah
generalisasi empirik. Apabila kemudian kita dapat menjelaskan mengapa kucing yang
mempunnyai ciri-ciri serupa itu adalah tuli, yakni menghubungkan bahwa ketiadaan
pigmen pada bulu kucing dan warna matanya mengakibatkan organ pendengarannya

8
tidak berfungsi dan generalisasi ini disebut generalisasi dengan penjelasan (explained
generalization). Generalisasi ini mempunyai taraf keterpercayaan hampir setingkat
dengan generalisasi sempurna.

Kebayakan generalisasi pada kehidupan kita adalah generalisasi empirik, yang


berjalan bertahun-tahun bahkan berabad-abad sampai akhirnya dapat diterangkan. Telah
diketahui berdasarkan generalisasi bahwa tanah yang ditanam secara bergantian dengan
jenis lain secara teratur akan menghasilkan panen yang lebih baik dibanding jika ditanami
dengan tanaman yang selalu sejenis. Ini diketahui sudah sejak berabad-abad, tetapi
sedemikian jauh masih merupakan generalisasi empirik.

Setelah bertahun-tahun manusia mendasarkan tindakannya atas pengetahuan yang


semata-mata empirik kemudian menemukan rahasianya bahwa pergantian jenis tanaman
akan menghasilkan kesuburan bagi tanah inilah yang menyebabkan panenan berikutnya
baik. Pengetahuan kita sekarang ini, bahwa memanfaatkan tanah dengan menanaminya
secara berganatian akan menghasilkan panen yang bagus, menjadi pengetahuan
generalisasi dengan penjelasan, karena kita telah mengetahui hubungan kausalnya.

Jadi benarlah bahwa semua hukum alam mula-mula dirumuskan melalui


generalisasi empirik kemudian setelah diketahui hubungan kausalnya, maka lahirlah
generalisasi dengan penjelasn dan inilah yang melahirkan penjelasan ilmiah.

I.6. Generalisasi Ilmiah

Generalisasi ilmiah tidak berbeda dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk
maupun permaslahannya. Perbedaan yang paling mendasar adalah terletak pada
metodenya, kualitas data serta ketepatan dalam perumusannya.

Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena apa yang ditemui dalam


observasi sebagai sesuatu yang benar, maka akan benar pula sesuatu yang tidak
diobsevasi.

Tanda-tanda penting dari generalisasi ilmiah dapat disebutkan sebagai berikut:

9
1. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi yang cermat. Dilakukan oleh
tenaga terdidik serta mengenal baik permasalahannya. Pencatatan hasil observasi
dilakukan dengan tepat, mnyeluruh, dan teliti.
2. Adanya penggunaan instrumen untuk mengukur serta mendapatkan ketepatan
serta menghindari kekeliruan sejauh mungkin.
3. Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi fakta.
4. Pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh dinyatakan dengan istilah
yang padat dan tematik.
5. Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan
memperhatikan kondisi yang bervariasi, misalnya waktu, tempat, dan keadaan
khusus lainnya.
6. Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan
pengetesan atas generalisasi yang dibuat.

Ciri tersebut di atas tidak saja berlaku bagi generalisasi ilmiah, tetapi juga bagi
interpretasi ilmiah atas fakta-fakta. Biasanya kita tidak dapat melakukan pengetasan atas
generalisasi ilmiah tersebut. Kita hanya bisa mengikuti bagaimana penilaian para ahli
yang mempunyai otoritas pada bidang permasalahaanya.

Menurut Soekadijo, generalisasi yang baik harus memenuhi 3 syarat, antara lain :

1. Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik. Artinya, generalisasi tidak boleh terikat
kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan Semua A adalah B , maka proposisi itu harus
benar, berapa pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subyek yang
memenuhi kondisi A. Contohnya : Semua perempuan adalah cantik.
2. Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal.
Artinya, tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi, harus berlaku di mana saja dan
kapan saja. Contohnya : Semua dosen adalah orang terpelajar.
3. Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Yang dimaksud dengan dasar
pengandaian di sini adalah dasar dari yang disebut contrary-to-facts conditionals atau
unfulfilled conditionals.
Rumusnya : Faktanya : x, y, dan z itu masing-masing bukan B

10
Ada generalisasi : Semua A adalah B. Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-
masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain, andaikata x, y, dan z itu masing-
masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-
masing sama dengan B. ( Soekadijo, 1991 : 134-135 )
Contohnya : Faktanya : Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi : Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya : Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan,
Syaiful dan Budi itu perempuan.

I.7. Evaluasi Generalisasi

Adapun menurut buku Logika, untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan
cukup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut :

- Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak
jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan,
meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual
akan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan.

Misalnya : Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu titik darinya.
Atau untuk menentukan kadar kejernihan air sebuah sungai cukup satu gelas saja.

Tetapi sebaliknya, untuk menentukan faktor dominan apakah yang menjadi sebab
sebuah kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja.

- Apakah sample yang digunakan cukup bervariasi. Semakin banyak variasi sample,
semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.

Misalnya : Untuk menentukan kadar minat dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem
ekonomi yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku
bangsa, berbagai lapisan penghidupan, berbagai pendidikan dan berbagai usia.

- Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan


fenomena umum atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga,
terutama jika kekecualian itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup

11
besar tidak mungkin diadakan generalisasi. Semakin cermat faktor-faktor
pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesempatan yang dihasilkan.

Misalnya : Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati,


kata-kata seperti : semua, setiap, selalu, tidak pernah, selamanya dan sebagainya
harus dihindari. Pemakaian kata : hampir seluruhnya, sebagian besar, kebanyakan:
harus didasarkan atas pertimbangan rasional yang cermat.

- Apakah kesimpulan yang disimpulkan konsisten dengan fenomena individual.


Kesimpulan yang dirumuskan haruslah merupakan konsekuen logis dari fenomena
yang dikumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.

Misalnya : Penyelidikan tentang faktor utama penyebab rendahnya prestasi akademik


mahasiswa IAIN. Apabila data setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan
faktor-faktor lemahnya penguasaan bahasa asing, miskin literatur, kurang berdiskusi
serta terlalu banyaknya jenis mata kuliah. Lalu, disimpulkan bahwa penyebab
rendahnya prestasi itu adalah lemahnya penguasaan bahasa asing dan miskin
literatur, ini tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang dikumpulkan.
Semakin banyak faktor analogik ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang
dihasilkan.

b. Pembahasan:
Setelah pemaparan materi bahasan tersebut di atas mahasiswa diberi kesempatan
bertanya tentang materi yang tidak atau kurang dimengerti dan fasilitator untuk tetap
berfungsinya expert jugments sebagai nara sumber dari sudut pandang kecakapan dan
filosofi keilmuan terkait.
c. Penelitian:
Fasilitator menguraikan berbagai contoh penelitian yang telah dan sedang serta
prospective dari berbagai sumber maupun penelitian terkait secara nasional maupun
internasional. Demikianpula mahasiswa dapat mengutarakan hal-hal terkait yang
diperoleh dan diketahuinya.

12
d. Penerapan:
Fasilitator menguraikan tentang dilema dalam bentuk kegiatan mandiri maupun
kerjasama antar dan interdisiplin ilmu. Demikianpula mahasiswa dapat mengutarakan
hal terkait tentang generalisasi yang diketahuinya.
e. Latihan:
Mahasiswa di dalam kelas melakukan kegiatan berupa menuliskan beberapa contoh
generalisasi yang salah yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat.
f. Tugas Mandiri:
Dapat diberikan dalam bentuk mahasiswa menambahkan dengan mencari tambahan
materi terkait materi bahasan ini tentang generalisasi beserta pembagiannya yang tepat.

3. PENUTUP
a. Rangkuman
Fasilitator merangkum materi kuliah ini dengan memberikan esensi dari materi bahasan
dan keterhubungannya dengan materi bahasan sebelumnya dan berikutnya.
b. Tes Formatif:
Fasilitator memberikan tes formatif untuk mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan
yang diperoleh mahasiswa pada materi bahasan ini dengan memberikan pertanyaan
antara lain sebagai berikut:
a. Contoh generalisasi yang berkaitan dengan kesehatan
b. Contoh generalisasi yang ilmiah
c. UmpanBalik :
Mahasiswa dapat mengajukan hal tentang kondisi yang dialami dan diharapkannya
untuk memahami materi bahasan terkait.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mundiri, 2009. Logika, Rajawali Press, Jakarta
2. W. Poespoprodjo, EK T Gilarso, 1999, Logika Ilmu Menalar : Dasar-dasar Berpikir
Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis, cet. 1, Pustaka Grafika, Bandung
3. R.G. Soekadijo.1987. Logika Dasar. tradisional, simbolik, dan induktif, Gramedia:
Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai