Anda di halaman 1dari 57

TES PENDENGARAN

A. Gelombang suara
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di lingkungan eksternal, yaitu fase
pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi secara bergantian mengenai membran timpani.
B. Anatomi telinga

Telinga luar
Telinga luar menyalurkan gelomang suara ke meatus auditorius eksterna.
Teinga tengah
Telinga tengah adaah rongga yang berisi udara di dalam Os temporalis yang terbuka melalui tuba
auditorius (eusthacius)ke nasofaring dan melalui nasofaring menuju keluar. 3 tulang pendengaran yaitu
maleus, inkus dan stapes terletak di telinga tengah.
Telinga dalam
Telinga dalam (labirin, rumah siput) terdiri dari : koklea(terdiri dari 3 tuba yang meingkar : skala vetibuli,
skala media dan skala timpani), organ korti (merupakan organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf
sebagai respons terhadap getaran membran basilar), kanalis semisirkularis, kurtikulus dan sakulus.
C. Jaras pendengaran
1. Fase mekanik

2. Fase listrik
PRAKTIKUM
Tujuan
Tes pendengaran ini bertujuan untuk mengevaluasi fungsi pendengaran seseorang. Tes ini terdiri atas :

a. Tes rinne, bertujuan untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada telinga seseorang
b. Tes weber, bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang pada kedua telinga subjek
c. Tes schwabach, bertujuan untuk membandingkan antara pengantaran tulang antara telinga pemeriksa dan
telinga subjek.
Metode dan hasil percobaan
ALAT DAN BAHAN :
- Garpu Tala 512 Hz
- Ruangan yang tidak bising suara
a. Tes rinne
Tes Rinne's membandingkan konduksi udara dan konduksi tulang telinga. Masing-masing diuji secara
terpisah.
1. Menyiapkan garpu tala 512 Hz

2. Tempatkan garpu tala pada tulang mastoid probandus

3. Menanyakan pada probandus apakah ia mendengarkan adanya suara atau tidak

4. Meminta probandus untuk memberi tanda jika suara tidak terdengar lagi

5. Ketika probandus tidak lagi mendengar adanya suara, pindahkan garpu tala di depan meatus auditory
externus

6. Menanyakan pada probandus apakah ia masih mendengarkan adanya suara.

Normal : konduksi udara konduksi tulang.


b. Tes weber
Membandingkan konduksi tulang di kedua telinga dan menentukan apakah penurunan monoaural
terkait saraf atau konduktif.

1. Menyiapkan garpu tala 512 Hz

2. Tempatkan garpu tala pada bagian tengah dahi probandus

3. Menanyakan pada probandus apakah suara yang didengarkan berada pada telinga kanan/ telinga
kiri / pada tengah dahi.

c. Tes Schwabach
Merupakan pemeriksaan subyektif karena membandingkan pendengaran antara pemeriksa dan
pasien.

1. Menyiapkan garpu tala 512 Hz

2. Tempatkan garpu tala pada tulang mastoid probandus

3. Menanyakan pada probandus apakah ia mendengarkan adanya suara atau tidak

4. Meminta probandus untuk memberi tanda jika suara tidak terdengar lagi

5. Ketika probandus tidak mendengar adanya suara, pindahkan garpu tala ke tulang mastoid
pemeriksa
6. Pemeriksa merasakan apakah terdengar adanya suara

7. Lakukan sebaliknya, tempatkan garpu tala pada tulang mastoid pemeriksa lalu pada tulang
mastoid probandus

8. Menanyakan pada probandus apakah ia masih mendengarkan adanya suara.


SALIVA
Fisiologi Sistem Digestif

Saliva adalah sekresi yang berkaitan dengan mulut, dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva utama
yang terletak di rongga mulut
Sekresi saliva normal yaitu 800-1500 mL/hari
Ph normal 6,0-7,0
Kandungan saliva :
a. 99,5% H2O

b. 0,5% elektrolit dan protein : Glikoprotein musin, IgA, Lisozim, Laktoferin, Protein kaya prolin

Jalur parasimpatis dan simpatis untuk mengatur pengeluaran saliva. Sistem parasimpatis meningkatkan
sekresi saliva sedangkan system simpatis menurunkan sekresi saliva

1. ANATOMI
2. KLASIFIKASI GLANDULA SALIVARIUS

3. GLANDULA SALIVA MAJOR


Gl. Parotis Gl. Sublingual Gl. submandibula

Letak Di bawah telinga antara Di antara dasar mulut Di bawah ramus


proc. Mastoideus dan dan m. Mylohyoid mandibula meluas
ramus Mandibula ke leher di permu-
kaan m. Mylohyoid

Saluran Duktus Stensen Duktus Bhartolin Duktus Wharton

Muara Vestibulum oris setinggi Caruncula sublingualis Frenulum lidah di


dens molar II superior belakang gigi seri
bawah

Hasil Serosa serosa dan mukus mukus dan serosa


sekresi (dominan) (dominan)

Jumlah 25 % 5% 70%

4. FUNGSI SALIVA
a. Mempermudah proses menelan
b. Melisiskan atau menghancurkan bakteri
c. Sebagai bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap
d. Membantu berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah
e. Menjaga kebersihan mulut dan gigi

5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEKRESI SALIVA


1. Menghambat sekresi
Dehidrasi
Stress emosional
2. Stimulasi sekresi
Tipe kelenjar
Waktu
Derajat dan tipe stimulasi ( menghidu, melihat, memikirkan makanan, mengunyah paraffin)
Saliva laki-laki > perempuan

Mekanisme Mastikasi dan Deglutisi


Adanya bolus makanan dalam mulut dapat menghambat reflex otot untuk mengunyah, yang
menyebabkan rahang turun kebawah. Hal ini menyebabkan reflex regang pada otot rahang bawah
sehingga terjadi kontraksi rebound sehingga terjadi penutupan mulut dan gigi terjadi proses
penghancuran makanan secara mekanik dan kimiawi oleh enzim amylase saliva dan lingual lipase.

Deglutisi yaitu proses perpindahan bolus makanan dari mulut menuju ke gaster. Deglutisi difasilitasi
oleh sekresi saliva dan mucus pada mulut, faring dan esophagus. Proses menelan terbagi atas 3 tahap
yaitu Tahap Volunter yang dimana bolus memasuki orofaring, tahap faringeal jalur involunter yang
dimana bolus dari faring menuju esophagus, dan tahap esophageal, jalur involunter bolus dari esophagus
menuju gaster.
Tahapan deglutisi Aktivitas Hasil

Tahap volunter dimana bolus Makanan masuk keorofaring


Tahap Volunter makanan dari cavitas oral untuk konstitusi tahap faringeal
menuju ke orofaring

Tahap faringeal, bolus stimulasi Perpindahan bolus dari orofaring


reseptor pada orofaring dan menuju laringofaring dan masuk
mengantar impuls pada pusat ke esophagus
Tahap faringeal pengaturan deglutisi di medulla
oblongata yang dimana akan
terjadi penutupan jalur
pernapasan oleh epiglottis

Relaksasi UES (Upper Pemasukan bolus dari


Esophageal Sphincter) laringofaring ke esofagus

Tahap esophageal dari Mendorong bolus turun ke bagian


peristaltic bawah esophagus
Tahap esophageal Relaksasi dari LES (Lower Pemasukan bolus kedalam gaster
Esophageal Sphincter)

Sekresi mucus Lubrikasi esophagus agar jalur


lebih halus dan dapat dilewati
oleh bolus makanan

Aktivitas Digestif pada Gaster


Struktur Aktivitas Hasil

Sekresi Mukus Penghalang yang protektif yang


menjaga digesti dari dinding gaster
Mukosa
Absorbsi Kuantitas yang sedikit dari air, ion,
Surface mucous cells & Mucous
rantai pendek asam lemak, dan
neck cells
kebanyakan obat via pembuluh
darah (Sistemik)

Sekresi faktor intrinsik Dibutuhkan untuk absorbsi vitamin


Sel Parietal B12 ( digunakan untuk formasi
pembentukan sel darah atau
erythropoiesis)

Sekresi asam hydrochloric Mematikan mikroba pada makanan,


denaturasi protein, konversi
pepsinogen menjadi pepsin

Sekresi pepsinogen Pepsin (bentuk aktif) memecah


protein menjadi peptida
Sel Chief
Sekresi gastric lipase Mengubah trigliserida menjadi
asam lemak dan monogliserida

Sekresi gastrin Stimulasi sel parietal untuk sekresi


HCL dan Sel Chief untuk sekresi
pepsinogen
Sel G Kontraksi LES

Meningkatkan motilitas gaster

Relaksasi LES & UES

Proses pencampuran (peristaltic) Membantu kontraksi untuk


memecah makanan dan
Muscularis pencampuran enzim dan bahan
lainnya untuk menjadi kimus
makanan

Membuka jalur dari kimus menuju Regulasi jalur kimus dari gaster
Sphyncter Pyloric ke duodenum keduodenum dan mencegah alur
balik (refluks) ke gaster

Aktivitas Digestif pada Pankreas, Hepar, Kandung empedu, dan Intestinum Tenue

Struktur Aktivitas

Pankreas Mengantarkan enzim pancreas ke duodenum melalui


ductus pancreaticus untuk membantu absorbsi

Hepar Produksi empedu (garam empedu) yang bermanfaat


untuk emulsifikasi dan absorbsi lipid
Kandung empedu Tempat penyimpanan, terkonsentrasi, dan
mengantarkan empedu ke duodenum

Mukosa/submukosa

Glandula intestinal Sekresi enzim intestinal untuk absorbs

Sel Absorbtif Membantu penyerapan nutrisi

Sel goblet Sekresi mucus

Sel enterokinase (S,CCK, K) Sekresi sekretin, kolesistokinin, dan glucose-


dependent insulinotropic peptide

Sel paneth Sekresi lisozim dan fagositosis

Glandula Brunner Sekresi cairan alkalin untuk system buffer dari asam
lambung, dan mucus untuk proteksi serta lubrikasi

Lipatan sirkular Lipatan mukosa dan submukosa meningkatkan area


pernyerapan

Villi Membantu absorbsi dan memperluas area penyerapan

Mikrovilli Membran yang menutupi dari sel epitel absobtif yang


mengandung enzim brush-border yang akan
meningkatkan area penyerapan

Segmen muscularis Peristaltik (Mencampur makanan dengan enzim


pencernaan)

Migrating Motility Complex (MMC) Peristaltik (untuk memindahkan kimus pada sphinter
ileocaecal)

Aktivitas Digestif pada Intestinum Crassum


Struktur Aktivitas Fungsi/Hasil

Aktivitas bakterial Memecah karbohidrat yang belum


tercerna diawal, protein, dan asam
amino yang akan dibuang bersama
Lumen
feses atau di absorbsi dan
didetoksifikasi oleh hepar, Sintesis
Vit B & Vit K
Sekresi Mukus Lubrikasi kolon, dan proteksi
mukosa
Mukosa
Absrobsi Absorbsi air, dan keseimbangan
nutrisi & elektrolit

Haustral churning Memindahkan dari haustrum


dengan kontraksi muscularis

Peristaltik Pemindahan bahan dari kolon


dengan kontraksi otot longitudinal
Muscularis dan sirkular

Massa peristaltic Pemindahan dari kolon sigmoid ke


rectum

Refleks defekasi Eliminasi feses dari kontraksi kolon


sigmoid dan rectum

Enzim Pencernaan

Enzim Sumber Substrat Produk

SALIVA

Salivary amylase Glandula saliva Amilum Maltosa (disakarida), maltotriosa


(polisakarida) (trisakarida), dan -dextrin, asam
lemak dan digrliserida

Lingual Lipase Glandula lingua pada Trigliserida (lemak Asam lemak dan digliserida
lidah dan minyak) dan lipid
lainnya

ENZIM PADA GASTER

Pepsin (aktivasi dari Sel Chief Gaster Protein Peptida


pepsinogen dengan
menggunakan pepsin
dan asam
hydrochloric)
Gastric Lipase Sel Chief Gaster Trigliserida (lemak Asam lemak dan monogliserida
dan minyak)

ENZIM PADA PANCREAS

Pancreatic amylase Sel Acinar pankreas Amilum Maltosa (disakarida), maltotriosa


(Polisakarida) (trisakarida), dan -dextrin

Tripsin (aktivasi dari Sel Acinar pankreas Protein Peptida


tripsinogen dengan
bantuan enterokinase

Chymotrypsin Sel Acinar pankreas Protein Peptida


(aktivasi dari
Chymotrypsinogen
dengan bantuan
tripsin)

Elastase (aktivasi dari Sel Acinar pancreas Protein Peptida


proelastase dengan
bantuan tripsin)

Carboxypeptidase Sel Acinar pancreas Asam amino pada Asam amino dan Peptida
(aktivasi dari akhir carboxyl dari
procarboxypeptidase peptide
dengan bantuan
tripsin)

Pancreatic lipase Sel Acinar pankreas Trigliserida (lemak Asam lemak dan monogliserida
dan minyak) yang
teremulsifikasi
dengan garam empedu

NUKLEASE

Ribonuclease Sel acinar pankreas RNA Nukleotida

Deoxyribonuclease Sel acinar pankreas DNA Nukleotida

ENZIM BRUSH-BORDER PADA MIKROVILI MEMBRAN PLASMA

-Dextrinase Intestinum tenue -Dextrin Glukosa

Maltase Intestinum tenue Maltosa Glukosa


Sukrase Intestinum tenue Sukrosa Glukosa dan fruktosa

Laktase Intestinum tenue Laktosa Glukosa dan galaktosa

Enterokinase Intestinum tenue Tripsinogen Tripsin

PEPTIDA

Aminopeptidase Intestinum tenue Asam amino Asam amino dan peptide

Dipeptidase Intestinum tenue Dipeptida Asam amino

Nucleosidase dan Intestinum tenue Nukleotida Basa nitrogen, pentosa, dan fosfat
phosphatase

Fase-fase pada proses Digesti


1. Fase sefalik : tahap digesti, penciuman aroma, atau rasa dari makanan akan mengaktivasi pusat
pengaturan pada korteks serebral, hipotalamus dan batak otak. Selanjutnya mengaktivasi N.VII( facialis)
& IX (glossopharingeus) (stimulasi glandula saliva untuk produksi saliva ) N. X (Vagus) (untuk
stimulasi glandula gaster menghasilkan enzim pada gaster)

2. Fase gastric : Makanan memasuki gaster terjadi regulasi neural dimana peningkatan pH gaster
membantu regang dari dinding gaster sehingga kemoreseptor dan reseptor regang pada gaster
mendeteksi peningkatan pH, aferennya menuju pusat pengaturan oleh plexus submukosa dan eferennya
pengiriman impuls secara parasimpatis sehingga hasilnya sel parietal sekresi HCL dan Otot Polos dari
dinding gaster kontraksi untuk pencampuran bolus dengan enzim untuk menjadi kimus sehingga terjadi
pengosongan lambung

*Regulasi hormonal dibantu oleh gastrin yang diproduksi oleh sel G fungsinya untuk stimulasi asam
lambung dan meningkatkan motilitas gaster. Sehingga terjadi konstraksi sphincter esophageal dan
relaksasi sphincter pyloric (peningkatan pengosongan lambung)

3. Fase intestinal : Makanan memasuki intestinum tenue. Terjadi regulasi neural dimana sejak masuknya
kimus akan membuat reflex enterogastric. Reseptor regang pada dinding duodenum mengirim impuls
ke medulla oblongata untuk stimulasi simpatis dan inhibisi parasimpatis. Terjadi penurunan motilitas
lambung dan peningkatan kontaksi sphincter pylorus sehingga terjadi penurunan pengosongan lambung.

*Untuk regulasi hormonal dibantu CCK dihasilkan oleh sel CCK pada kripta Lieberkuhn (fungsi sebagai
stimulasi peningkatan asam lambung dan inhibisi pengosongan lambung) dan sekretin oleh sel S pada
kripta Lieberkuhn (fungsi inhibisi asam lambung akibat produksi bikarbonat untuk keseimbangan asam-
basa)
Destruksi RBC terhadap Bilirubin Indirek & Bilirubin Direk

Prehepatik

Intrahepatik

Posthepatik

PRAKTIKUM
A. Tujuan
1. Untuk mengetahui pH dan viskositas saliva
2. Untuk menguji adanya protein dalam saliva
3. Untuk menentukan adanya karbohidrat dalam saliva
4. Untuk mengetahui adanya aktivitas enzim amylase
5. Untuk menguji adanya kaitan aktivitas enzim amylase dengan hidrolisis karbohidrat
6. Untuk menentukan adanya kalsium dalam saliva
B. Metode dan Hasil Percobaan
Alat dan Bahan

Alat : Bahan :
1. Indikator Ph 1. Saliva
2. Tabung reaksi 2. Larutan asam asetat
3. Gelas beaker 3. Larutan kalium
4. Plat tetes oksalat
5. Rak tabung 4. Larutan iodine
6. Pemanas listrik 5. Larutan benedict
7. Pembakar bunsen 6. Larutan amilum 1%
8. Stopwatch 7. Air mendidih
9. Penjepit tabung 8. HCl 1N
10. Label 9. NaOH 1N
10. Aquades
11. Paraffin bersih
12. Tissue
13. Kertas lakmus

Prosedur

VISKOSITAS DAN PH
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Membersihkan mulut
3. Mengunyah paraffin
4. Menampung saliva di gelas beaker
5. Menentukan pH saliva dengan menggunakan kertas lakmus yang dicelupkan di saliva
6. Menentukan viskositasnya dengan menuangkan saliva dari gelas beaker ke tabung reaksi
7. Mencatat hasilnya

Hasil:
Viskositas = kental
Ph= 6,0-7,0

PROTEIN
1. Memasukkan 5mL saliva ke dalam tabung reaksi
2. Menambahkan beberapa tetes asam asetat
3. Mengamati presipitat

Hasil:
Ada presipitat = protein +
KARBOHIDRAT
1. Memasukkan 2 mL saliva ke dalam tabung reaksi
2. Menambahkan 2 tetes HCl
3. Memanaskan larutan selama 10 menit
4. Menambahkan 2 tetes NaOH
5. Menambahkan 10mL reagen benedict dan panaskan beberapa menit
6. Mengamati dan mencatat hasilnya

Hasil = perubahan larutan dari biru ke hijau

ENZIM AMILASE
1. Memasukkan 25 mL larutan amilum 1% ke dalam tabung reaksi
2. Menambahkan 10 mL saliva dan diaduk 3 menit
3. Meneteskan sedikit larutan ke plat tetes
4. Meneteskan larutan iodine di plat tetes dengan interval 1 menit
5. Mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi
6. Mengambil 5mL larutan saliva ke dalam pipet bersih
7. Menambahkan 10mL larutan benedict
8. Mengamati dan mencatat hasilnya

Hasil = positif warna merah bata

AKTIVITAS ENZIM AMILASE DENGAN HIDROLISIS KARBOHIDRAT


1. Memasukkan 25 mL larutan amilum 1% ke dalam tabung reaksi
2. Memanaskan saliva selama 10 menit
3. Menambahkan 10 mL saliva dan diaduk 3 menit
4. Meneteskan sedikit larutan ke plat tetes
5. Meneteskan larutan iodine di plat tetes dengan interval 1 menit
6. Mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi
7. Mengambil 5mL larutan saliva ke dalam pipet bersih
8. Menambahkan 10mL larutan benedict
9. Mengamati dan mencatat hasilnya

KALSIUM
1. Memasukkan 5mL saliva ke dalam tabung reaksi
2. Menambahkan 3 tetes asam asetat
3. Menambahkan 3 tetes potassium oksalat
4. Mengamati dan mencatat hasilnya

Positif : putih keruh


-hCG
-hCG adalah molekul glikoprotein yang memiliki kerja biologis mirip dengan luteinizing hormone (LH),
melalui reseptor LH-hCG pada membran plasma. -hCG diproduksi di plasenta juga pada ginjal fetus dan
beberapa jaringan fetus dapat memproduksi molekul hCG subunit atau unit lengkap. Hormon ini juga
diproduksi oleh tumor malignan. Adanya hCG dalam darah dan urine wanita usia reproduktif hampir selalu
mengindikasikan adanya trofoblast fetus pada kondisi kehamilan atau penyakit neoplastik. -hCG terdapat
dalam jumlah yang sangat sedikit pada glandula pituitari anterior pria dan wanita tidak hamil.

Sifat kimia & biosintesis


hCG terdiri dari dua subunit, dan . Bioaktivitas hanya terjadi bila kedua unit tergabung dan terikat
pada reseptor LH. hCG secara struktural identik dengan 3 hormon glikoprotein lain: LH, FSH, dan TSH;
namun susunan asam amino hCG subunit sangat tidak mirip dengan LH, FSH, dan TSH.
Kadar plasma subunit bebas meningkat perlahan hingga minggu ke-36 gestasi dan mencapai plateau
hingga akhir kehamilan. GnRH plasenta, yang diproduksi dalam sitotrofoblas, bekerja secara parakrin
pada sinsitiotrofoblas untuk menstimulasi produksi hCG. Zat lainnya yang dipercayai mempengaruhi
sekresi hcG pada trofoblas: interleukin-6, epidermal growth factor, cyclic-AMP.

Konsentrasi -hCG dalam serum dan urine


Molekul hCG intak (utuh/lengkap) dapat dideteksi dalam plasma wanita hamil pada hari ke-7 sampai
ke-9 setelah siklus LH yang mendahului ovulasi. hCG masuk ke darah ibu pada saat implantasi blastokista.
Kadanya dalam darah meningkat cepat, menjadi dua kali lipat tiap 2 hari. Kadar maksimal dicapai pada sekitar
minggu ke-8 sampai ke-10 masa gestasi. Antara hari ke 60-80 setelah haid terakhir kadar puncaknya mencapai
sekitar 100.000 mIU/mL.
Fungsi biologis hCG
1. Mempertahankan fungsi corpus luteum (produksi progesteron)

Jangka waktu produksi progesteron saat menstruasi dapat diperpanjang selama 2 minggu dengan
pemberian hCG. Sekitar hari ke-8 ssetelah ovulasi atau 1 hari setelah implantasi, hCG mengambil alih
corpus luteum. Keberlangsungan fungsi corpus luteum sepenuhnya bergantung pada hCG.

Keberlangsungan kehamilan dependen pada progesteron corpus luteum hingga minggu ke-7
kehamilan. Sintesis progesteron luteum mulai menurun pada sekitar 6 minggu walaupun produksi hCG
terus terjadi dan meningkat kadarnya.

2. Stimulasi sekresi testosteron pada testis fetus

Sebelum hari ke-110, pituitari anterior fetus belum memproduksi LH. Pada waktu krisis diferensiasi
seksual fetus laki-laki, hCG masuk ke plasma fetus dari sinsitiotrofoblas bekerja sebagai pengganti LH
dan menstimulasi replikasi sel Leydig testis dan sintesis testosteron untuk mendukung diferensiasi
seksual pria.

3. Stimulasi aktivitas tiroid maternal

hCG memiliki aktivitas tiroid intrinsik dan merupakan zat tirotropik plasenta kedua. hCG dapat
berikatan dengan reseptor TSH pada sel tiroid. Reseptor LH-hCG juga diekspresikan pada tiroid.
Sehingga memungkinkan stimulasinya pada tiroid melalui reseptor tersebut.

4. Membantu sekresi relaksin oleh corpus luteum

5. Membantu vasodilatasi vaskular uterus dan relaksasi otot polos myometrium via reseptor LH-hCG
Menstruasi
Siklus menstruasi merupakan stimulasi hormonal pertumbuhan jaringan endometrium secara berkala.
Siklus ini berlangsung selama 28 hari (kisaran: 21-35 hari) dan dibagi menjadi 3 fase: folikular, ovulasi dan
luteal
Fase folikular Ovulasi Fase luteal

Durasi fase bervariasi Konsentrasi tinggi dari estrogen Durasi fase cukup konstan (12-16 hari,
Suhu basal tubuh rendah merangsang lebih sering biasanya 12 hari)
Perkembangan folikel ovarium pelepasan GnRH dari hipotalamus. Suhu basal tubuh meningkat (>98F atau
Hal ini merangsang gonadotropin
Peningkatan jumlah sel 36,6C)
di hipofisis anterior untuk
stroma dan glandula pada mensekresikan LH . Glandula endometrium lebih berliku
endometrium GnRH mempromosikan pelepasan Edema pada stroma endometrium
Pertumbuhan vaskular FSH dan LH tambahan oleh Peningkatan sekresi progesteron oleh
endometrium hipofisis anterior ovarium
LH menyebabkan pecahnya folikel
Sekresi estrogen dari ovarium
matur(Graafian) akibat enzim
kolagenase dan pengeluaran oosit
sekunder sekitar 9 jam setelah
puncak LH tercapai.

Hormon yang berperan dalam siklus menstruasi

Hormon Tempat produksi Fungsi

GnRH Hipotalamus Stimulasi sekresi FSH dan LH pada pituitari anterior

Perkembangan lanjut folikel ovarium


FSH Pituitari anterior
Sekresi estrogen & inhibin pada ovarium
Memulai perkembangan folikel ovarium
Perkembangan lanjut folikel ovarium
LH Pituitari anterior Sekresi estrogen & inhibin pada ovarium
Sekresi progesteron, estrogen, relaksin, dan inhibin oleh corpus luteum
Bekerja pada proses ovulasi
Mendukung perkembangan dan pemeliharaan struktur reproduksi wanita, ciri
Ovarium, corpus seksual feminin sekunder, dan payudara
Estrogen
luteum Meningkatkan anabolisme protein
Menurunkan kolesterol darah
Menghambat pelepadan GnRH, FSH, dan LH (dalam jumlah sedang)
Ovarium, corpus Bekerja dengan estrogen mempersiapkan endometrium untuk implantasi
Progesteron
luteum Mempersiapkan glandula mammae untuk mensekresi ASI
Menghambat pelepasan GnRH dan LH
Menghambat kontraksi otot polos uterus
Relaxin Corpus luteum
Meningkatkan fleksibilitas symphysis pubis dan dilatasi cervix uterus saat
persalinan
Ovarium, corpus
Inhibin Menghambat pelepasan FSH, LH (inhibisi lemah)
luteum
Embriologi minggu pertama

Istilah dalam periode prenatal


1. Zigot: sel yang dihasilkan dari fertilisasi ovum oleh sperma
2. Morula: pembelahan zigot mencapai 16 blastomer (sel saudara, yang bersifat totipoten atau
multipoten)
3. Blastokista (blastula): pembentukan rongga/cavity pada morula
4. Embryo: tahap perkembangan dari bilaminar embryonic disc hingga seluruh struktur utama terbentuk
(minggu ke 2-7)
5. Fetus: periode prenatal setelah periode embrionik (minggu ke-8 hingga lahir)
6. Konseptus: hasil konsepsi/fertilisasi meliputi seluruh struktur yang berkembang dari zigot hingga
jaringan embronik dan ekstra-embrionik.
Fertilisasi

Hasil fertilisasi
Pengembalian jumlah kromosom menjadi diploid
Variasi spesies
Determinasi seks
Inisiasi pembelahan/cleavage
Zigot mengalami pembelahan menjadi beberapa blastomer saat melewati tuba uterina. Sekitar 3 hari
setelah fetilisasi, zigot membelah menjadi 16 blastomer yang disebut morula, masuk ke uterus.

Sebuah rongga terbentuk dalam morula, disebut blastokista yang terdiri dari:
Inner mass cell (embryoblast), akan menjadi embryo
Rongga blastokista, akan mennjadi primitive yolk sac
Outer layer cell (trophoblast), akan membungkus inner mass cell dan rongga blastokista

Pada hari ke 4 atau 5 zona pellucida mengalami degradasi dan menghilang, dan pada hari ke-6 blastula
menempel pada epitel endometrium. Sel trofoblastik menginvasi epitel dan stroma endometrium (7).
Trofoblast secara perlahan terbagi menjadi dua lapisan: cytotrophoblast di bagian dalam, dan
syncytiotrophoblast di bagian luar (7-8).

Pada hari ke-7 endoderm embrionik mulai membentuk permukaan ventral pada inner mass cell, menjadi
lapisan germinal primer pertama. Serta blastokista mulai implantasi pada endometrium dan menetap pada
uterus.

Lanjutan: Minggu ke-2

a. Lacunae tampak pada syncytiotrophoblast (8-9)


b. Blastokista tertanam pada permukaan epitel endometrium (9-10)
c. Jaringan lacuna terbentuk (10-11)
d. Trofoblast menginvasi sinusoid endometrium, dan membentuk sirkulasi uteroplasenta (11-12)
e. Epitel endometrium terbentuk kembali di atas blastokista yang telah implantasi (12-13)
f. Reaksi decidua terjadi pada endometrium (13-14)
Perkembangan Genitalia Interna

Tahap bipotensial janin berusia 5-6 minggu. Organ-organ reproduksi internal berpotensi untuk berkembang
menjadi struktur laki-laki atau perempuan.

Jika Perempuan Jika Laki-Laki

Gonad (Bagian korteks) membentuk ovarium Gonad (bagian korteks) beregresi


Gonad (medulla) mengalami regresi Gonad (medulla) membentuk testis
Duktus Wolfii (Ductus mesonephricus) Duktus wolfii membentuk epididymis, vas
mengalami regresi akibat tidak adanya deferens, dan vesicular seminalis akibat
testosterone adanya testosterone
Duktus Mulleri (Ductus Paramesonephricus) menjadi Duktus Mulleri (Ductus paramesonephricus) beregresi
tuba fallopi, uterus, serviks, dan bagian atas vagina Note : Hal ini disebabkan oleh AMH
Note: Hal ini disebabkan tidak adanya AMH (Anti-
Mulleri Hormone)
Usia janin 10 minggu : Usia janin 10 minggu :
1. Dengan tidak adanya protein SRY dan dibawah 1. Protein SRY pada embrio laki-laki membuat
pengaruh gen spesifik wanita, korteks gonad medulla gonad bipotensial berkembang
telah menjadi ovarium menjadi testis
2. Tidak adanya testosterone menyebabkan 2. AMH dari testis menyebabkan duktus Mulleri
duktus Wolfii mengalami regresi beregresi
Pada saat mendekati lahir : Pada saat mendekati lahir :
Ketiadaan hormone anti Mullerian memungkinkan Testosteron dari testis mengkonversi duktus Wolfii
duktus mulleri menjadi tuba fallopi, uterus dan bagian menjadi vesikula seminalis, vas deferens, dan
atas vagina. epididymis.
Note : DHT mengendalikan perkembangan prostat
Perkembangan Genitalia externa
Praktikum TES STRIP
A. Tujuan

Sebagai uji diagnostik dugaan kehamilan, untuk menentukan apakah seorang wanita hamil atau tidak

B. Alat dan Bahan


1. Pregnancy test strip: strip dilapisi oleh anti-hCG kelinci dan konjugat koloid emas berwarna dan
anti-hCG tikus monoklonal yang dikeringkan pada pad/membran bantalan.
2. Sampel urine (wanita hamil & wanita tidak hamil)

C. Prinsip

Tes strip hCG adalah immunnoassay two-site sandwich untuk menentukan hCg dalam urine secara
kualitatif. Membran sebelumnya telah dilapisi dengan anti-hCG kelinci pada daerah pita uji. Selama
pengujian, urine pasien dibiarkan bereaksi dengan konjugat koloid emas berwarna dan anti-hCG
monoklonal yang dikeringkan pada strip uji. Campuran ini kemudian bergerak naik pada membran
melalui kapilaritas.

D. Prosedur
1. Keluarkan test strip dari wadah kering. Beri label identifikasi pasien atau kontrol pada strip.
2. Celupkan strip ke dalam urine dengan ujung panah mengarah ke urine. Jangan celupkan melewati
garis MAX (maksimum). Strip dapat dibiarkan dalam urine atau dikeluarkan seelah minimal 3 detik
dan letakkan strip pada permukaan yang bersih, kering, dan tidak menyerap (misalnya, mulut
wadah urnie)
3. Tunggu hingga pita warna muncul. Bergantung pada kadar hCG dalam spesimen, hasil positif dapat
diamati paling singkat 40-90 detik. Namun, untuk mengonfirmasi hasil negatif, waktu reaksi
lengkap harus dipenuhi (5 menit). Jangan interpretasikan hasil setelah 10 menit.
E. Hasil
1. Negatif: hanya satu pita warna yang muncul pada bagian kontrol. Tidak tampak pita warna pada
bagian uji.
2. Positif: pita warna jelas tampak pada daerah kontrol dan uji. Instensitas warna dapat bervariasi.
3. Invalid: tidak tampak pita warna sama sekali atau tidak tampak pita warna pada daerah kontrol;
ulangi pengujian.

Praktikum TES GALLI MAININI


A. Tujuan

Untuk menentukan apakah seorang wanita hamil atau tidak

B. Alat dan Bahan


1. Katak (Buffo vulgaris) jantan
2. Gelas beker
3. Mikroskop
4. Kaca preparat
5. Sampel urine wanita hamil
6. Syringe
7. Kapas
8. Stopwatch

C. Prosedur
1. Mengambil katak dengan tenang agaar katak tidak stress
2. Memberi stimulasi pada kloaka katak dengan kapas
3. Menarik kulit punggung katak. Kemudian injeksikan 3 mL urine wanita hamil secara subkutan
dengan syringe
4. Pindahkan katak ke dalam gelas beker dan tunggu selama 10 menit. Tempatkan wadah berisi katak
pada ruang yang gelap dan sunyi
5. Mengambil sperma katak yang keluar
6. Meletakkan sperma katak pada kaca preparat dan amati di bawah mikroskop

D. Hasil
Positif : Jika tampak pada mikroskop gambaran sperma
Negatif : Jika tidak tampak pada mikroskop gambaran sperma
Harvard Step-UpTest
dan
Lari 2,4 Km Metode Cooper
Fisiologi Kardiovaskular
Anatomi Jantung
Sirkulasi darah
Sistem sirkulasi darah terbagi atas 3 yaitu :
1. Sirkulasi Sitemik
2. Sirkulasi Pulmonal
3. Sirkulasi Coroner

Sirkulasi Sistemik dan pulmonal


Dari aorta, darah terbagi menjadi aliran yang terpisah, memasuki arteri sistemik (arteriola) yang membawa
oksigen ke semua organ di seluruh tubuh. Dari arteriol darah yang kaya oksigen akan terjadi pertukaran nutrisi
dan gas pada kapiler darah. Darah membongkar O2 (oksigen) dan mengambil CO2 (karbon dioksida). Darah
mengalir melalui satu kapiler kemudian memasuki venula sistemik. Venula membawa darah terdeoksigenasi
(Miskin oksigen) dari jaringan dan bergabung untuk membentuk vena sistemik yang lebih besar.

*Darah terdeoksigenasi yang berasal dari vena cava superior et inferior dan sinus coronaries mengalir ke atrium
dexter.Valva tricuspidalis terbuka akibat kontraksi dari atrium sehingga darah akan menuju ke ventrikel dexter.
Terjadinya kontraksi ventrikel Valva tricuspidalis menutup, Valva Trunci Pulmonalis Terbuka Darah
akan mengalir pada valva trunci pulmonalis menuju ke A. Pulmonalis dexter et sinister (Darah CO2) menuju
ke paru-paru untuk pertukaran CO2 dengan O2

*Darah oksigenasi dari pulmo melalu V. Pulmonalis dexter et sinister menuju atrium sinister valve
bikuspidalis terbuka (kontraksi atrium) darah mengalir menuju ke ventrikel sinister penutupan valve
bicuspid dan terbukanya valve aortica (kontraksi ventrikel) darah kaya oksigen menuju aorta melalui valve
aortica untuk menuju ke arteriola dan kapiler (seluruh tubuh)
Sirkulasi koroner
Nutrisi tidak dapat berdifusi cukup cepat dari darah di bilik jantung untuk memasok semua lapisan sel yang
membentuk dinding otot jantung. Untuk itu, miokardium memiliki sirkulasi tersendiri yaitu sirkulasi koroner.
Sementara jantung berkontraksi, darah mengalir di arteri coroner. Adanya tekanan tinggi darah di aorta
mendorong darah melalui arteri koroner, menuju kapiler, dan kemudian ke pembuluh darah koroner

Arteri koroner
Dua arteri koroner, dexter et sinister merupakan cabang dari aorta ascendens pasokan darah
mengandung oksigen ke miokardium

*Arteri coronaria sinistra melewati auricula cordis sinistra dan membagi ke dalam R. interventrikular anterior
dan R. sirkumfleksa. R. Anterior interventricular atau left anterior descending (LAD) artery dalam sulkus
interventrikular anterior memberi pasokan darah beroksigen ke dinding ventrikel. R. sirkumfleksa terletak pada
sulkus koroner dan mendistribusikan darah beroksigen ke dinding ventrikel sinsitra dan atrium sinistra.

*Arteri coronaria dexter memasok darah pada cabang arteri menuju ke atrium kanan. Hal ini berlanjut ke
aurikula cordis dexter dan akhirnya membagi ke dalam R. interventrikular posterior dan R. marginal.
Cardiac cycle
Tahapan dalam siklus jantung :
Sistol atrium
Dimulainya kontraksi atrium (tekanan pada atrium > tekanan pada ventrikel) Valva atrioventrikular dexter et
sinister terbuka
Atrium mengejeksikan darah ke ventrikel
Dimulainya pengisian di ventrikel
Akhir sistol atrium
Terjadinya end diastolic volume (ventrikel mencapai volume maksimum) Katup atrioventrikular dexter et
sinister akan tertutup
Sistol ventrikel
Terjadi peningkatan tekanan di ventrikel (tekanan pada ventrikel > tekanan pada atrium) sehingga terjadinya
kontraksi isovolumetrik (penutupan katup atrioventrikular dexter et sinister dan pembukaan katup semilunar)
Ejeksi ventrikel
Terbukanya katup semilunaris darah akan mengalir menuju valve trunci pulmonalis dan valve aorticus (Stroke
Volume = 60 % EDV)
Tekanan ventrikel turun
Akan terjadinya relaksasi isovolumetrik. Ventrikel mengalami end systolic volume yang dimana sekitar 40 % dari
end diastolic volume
Diastol ventrikel
Terjadinya relaksasi isovolumetrik (penutupan katup semilunar dan valve av)
Tekanan atrium tinggi dari tekanan ventrikular
Valva atroventrikular terbuka dan terjadi pengisian pasif pada atrium dan ventrikel dan terjadinya akhir dari sklus
jantung
Cardiac Output
Cardiac Output adalah volume darah yang dipompa oleh ventrikel per menit. Rumus dari Cardiac
Output yaitu hasil kali dari isi sekuncup jantung (Stroke Volume) dan frekuensi jantung (Heart Rate).

CURAH JANTUNG

Frekuensi denyut Volume Sekuncup


jantung

Ditentukan oleh Ditentukan oleh

Kecepatan depolarisasi Kuat kontraksi di miokardium


sel autoritmik ventrikel, Preload , dan afterload

Dipengaruhi oleh
Menurun akibat Meningkat akibat
persarafan persarafan
parasimpatis simpatis dan Kontraktilitas End Diastolic
epinefrin Volume

Konstriksi Arus balik vena


Vena

Dibantu pompa
otot rangka dan
respirasi
Bunyi Jantung

Bunyi jantung pertama (S1)

bunyi lub yang dikaitkan dengan penutupan


katup atrioventrikel (A - V) pada permulaan sistol.
Berhubungan dengan upstroke karotis, terdengar
jelas di apex cordis dan mendahului sistol

Bunyi jantung kedua (S2)

bunyi dub yang dikaitkan dengan penutupan


katup semilunaris (aorta dan pulmonalis) pada
akhir sistol. Terdengar jelas di basis cordis;
mendahului distole

Bunyi jantung ketiga

Bunyi lemah permulaan masa diastolic, terdengar


jelas di apex cordis

*Menunjukkan gangguan fungsi ventrikel pada


orang dewasa

Bunyi jantung keempat

Bunyi lemah terdengar pada diastolic lanjut


(presistol), terdengar jelas diapex.

*Menunjukkan distensi ventrikel oleh kontraksi


atrium

Pusat Pengaturan Kardiovaskular


Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding pembuluh arteri ketika jantung memompa darah
ke seluruh tubuh. Pengukuran tekanan darah menggunakan sphygmomanometer dan hasilnya dinyatakan dalam mmHg.
sistolik tekanan tertinggi di aorta dan arteri ketika kontraksi ventrikel kiri. Bunyi sistolik (korotkoff 1) terjadi
karena tekanan turbulensi arteri yang sebelumnya tidak teraliri darah mulai mengalirkan darah kembali.
diastolik tekanan terendah di aorta dan arteri ketika relaksasi ventrikel kiri. Bunyi diastolik (korotkoff V) terjadi
karena arteri tidak lagi mendapatkan tekanan (tekanan manset telah turun dibawah tekanan pembuluh darah
sehingga tidak ada tahanan lagi bunyi denyut menghilang).

Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 8

Target Tekanan darah menurut JNC 8


Hormon Pengatur Tekanan Darah :
Renin Angiotensin Aldosterone System

Epinefrin dan norepinefrin : Hormon yang dihasilkan oleh medulla adrenal yang berkerja pada system
simpatis dan parasimpatis
Antidiuretic hormone (ADH) : Diproduksi di hipotalamus dan pengeluaran dari hipofisis posterior yang
berfungsi dalam dehidrasi atau penurunan volum darah. Mekanisme
aksinya berupa vasokonstriksi pembuluh darah. Biasa disebut dengan
vasopressin
Atrial Natriuretic peptide : Disekresikan pada sel miokardium atrium yang mekanisme aksinya
dalam vasodilatasi pembuluh darah (penurunan BP)
Regulasi Sistem Saraf dalam Pengaturan Tekanan Darah
Regulasi system saraf dalam pengaturan tekanan darah melalui umpan balik negative terbagi atas 2 tipe
refleks yaitu :
Refleks baroreseptor
Refleks kemoreseptor

Refleks baroreseptor
Refleks baroreseptor adalah mekanisme jangka pendek untuk mengatur tekanan darah. Refleks ini akan terpicu
jika terjadi perubahan pada tekanan arteri rerata. Baroreseptor terdapat di sinus karotikus dan arcus aorta.

Vasokonstri Medulla Adrenal :


ksi Norepinefrin ,
Epinefrin

Medulla Adrenal:
Norepinefrin ,
epinefrin
Refleks Kemoreseptor
Kemoreseptor merupakan reseptor sensorik yang memantau komposisi kimia darah, yang terletak
dekat dengan baroreseptor dari sinus karotis dan arcus aorta dalam struktur kecil yang disebut corpus carotis
dan aorta.

Kemoreseptor ini mendeteksi perubahan kimia dalam darah berupa O2 , CO2 , dan H+ .
+
Pada kondisi hipoksia (penurunan O2), asidosis (peningkatan konsentrasi H ), atau hiperkapnia
(kelebihan CO2) membuat terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga merangsang kemoreseptor
untuk mengirim impuls ke pusat kardiovaskular pusat cardiovaskular meningkatkan stimulasi
simpatis ke arteriol dan vena terjadi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah.
Kemoreseptor ini juga memberikan masukan ke pusat pernapasan di batang otak untuk menyesuaikan
laju pernapasan.

Bahan Kimia yang memperantarai Vasokonstriksi dan vasodilatasi


Bahan Kimia Efek fisiologis Sumber Jenis
Vasokonstriksi
Norepinefrin (Reseptor ) Refleks baroreseptor Medula adrenal, Neuron Neurotransmitter
simpatis
Serotonin Agregasi trombosit, kontraksi Neuron, tract. digestif, Parakrin, Neurotransmitter
otot polos trombosit
Endotelin Kontrol local aliran darah Endotel vascular Parakrin
Vasopresin Meningkatkan tekanan darah Hipofisis posterior Neurohormon
pada perdarahan
Angiotensin II Meningkatkan tekan darah Hormon plasma Hormon
Vasodilatasi
Epinefrin (Reseptor 2) Meningkatkan aliran darah ke Medula adrenal Neurohormon
otot rangka, jantung, hati
Asetilkolin Refleks ereksi Neuron parasimpatis Neurotransmitter
Nitrat Oksida(NO) Pengaturan local aliran darah Endotel Parakrin
Bradikinin Meningkatkan aliran darah Berbagai jaringan Parakrin
Adenosin Meningkatkan aliran darah Sel hipoksik Parakrin
untuk menyesuaikan
metabolism
+
Peningkatan ion CO2, H , Meningkatkan aliran darah Metabolisme sel Parakrin
+
K dan penurunan O2 untuk menyesuaikan
metabolism
Histamin Meningkatkan aliran darah Sel mast Parakrin
Peptida natriuretic Menurunkan tekanan darah Miokardium atrium, otak Hormon,neurotransmitter
Peptida intestine vasoaktif Sekresi pencernaan, relaks Neuron Neurotransmitter,
otot polos neurohormon
PRAKTIKUM
I. UJI FITNESS (HARVARD STEP-UP TEST)

Tujuan
Tujuan dari tes ini adalah untuk memantau kemampuan sistem kardiovaskular pada subjek.

Alat dan Bahan


1. Bangku standar gym (Harvard Step) dengan tinggi 40 cm
2. Stopwatch
3. Metronom

Prosedur
Tes Langkah Harvard dilakukan sebagai berikut:
1. Subjek duduk selama 5 menit, menghitung detak jantung
2. Subjek melangkah keatas dan kebawah pada bangku harvard dengan kecepatan 30 langkah
per menit selama 5 menit atau sampai kelelahan
3. Meminta seseorang untuk membantu subjek menjaga kecepatan yang diperlukan
4. Kelelahan didefinisikan ketika subjek tidak dapat mempertahankan laju loncatan
selama 15 detik

5. Subjek segera duduk setelah menyelesaikan tes selama satu menit dan mengukur detak
jantung selama 30 detik (P)
6. Hitung estimasi tingkat kebugaran
Analisis
Untuk estimasi tingkat kebugaran Anda:

100 x durasi tes dalam detik


Skor kebugaran = --------------------------------------------
5,5 x P

INTERPRETASI SKOR :
90 : Sangat baik
80-89 : Baik
65-79 : Cukup baik
55-64 : rata-rata
<54 : Buruk

II. Tes Lari 12 menit dan Lari 2,4 Km


Tujuan

Tes ini pada dasarnya untuk mengukur kapasitas aerobic. Tes ini adalah suatu cara yang sangat baik
untuk menentukan fitmess seseorang (General firness) dan kemampuan fisiknya.

Alat dan Bahan

1. Lintasan lari (rata/tidak berbukit-bukit), terukur


2. Stopwatch
3. Nomor star atau balok kayu atau bendera
4. Peluit
5. Naracoba
6. Konsumsi

Prosedur

A. Tes Lari 12 menit


1. Naracoba berdiri di tempat star, diberi balok kayu/bendera
2. Penguji memberikan aba-aba start bersamaan dengan menghidupkan stopwatch
3. Segera setelah terdengar aba-aba start, naracoba mulai berlari sambil membawa balok
kayu/bendera
4. Naracoba harus berlari sejauh mungkin selama 12 menit, apabila merasa tidak kuat
berlari, boleh berjalan, asalkan tidak meniggalkan lintasan lari
5. Pada saat tepat waktu berlangsung 12 menit, tester menyembunyikan peluit tanda tes
berakhir
6. Pada saat dibunyikan peluit tanda tes berakhir, naracoba meletakkan balok/bendera kecil
yang dibawanya
7. Penguji menentukan/mengukur jarak yang ditempuh oleh naracoba
8. Tester menentukan tingkat kebugaran jasmani naracoba dengan mencocokkan hasil tes
dengan table cooper

B. Tes lari 2,4 km


1. Naracoba berdiri di tempat start
2. Penguji memberikan aba-aba start bersamaan dengan menghidupkan stopwatch
3. Segera setelah terdengar aba-aba start, naracoba mulai berlari
4. Naracoba harus menempuh jarak 2,4 Km, apabila merasa tidak kuat berlari, boleh berjalan, asalkan
tidak meniggalkan lintasan lari
5. Pada saat naracoba mencapai jarak 2,4 km, penguji menghentikan stop watch/ menentukan waktu
yang dipergunakan oleh naracoba untuk menyelesaikan jarak 2,4 km tersebut
6. Penguji menentukan tingkat kebugaran jasmani naracoba dengan mencocokkan hasil tes dengan
table cooper
Analisis

>3,0

Tabel 2. Kategori Kebugaran Kardiorespi berdasarkan tes lari 2,4 Km


LUNG FUNCTION TEST

ORGAN PERNAPASAN

PROSES RESPIRASI:

Inspirasi: otot pernapasan berkontraksi diafragma mendatar rongga dada membesar tekanan udara
dalam paru rendah- udara masuk
Ekspirasi: otot pernapasan berelaksasi- diafragma melengkung- rongga dada mengecil- tekanan udara
dalam paru membesar udara keluar.
RESPIRASI MEMILIKI 3 STEPS:

Ventilasi Pulmonar: inspirasi dan ekspirasi udara melalui pertukaran udara antara atmosfer dan paru-
paru
Respirasi eksternal (Pulmonary): pertukaran gas antara alveolus paru dan kapiler darah.
Respirasi internal (jaringan): pertukaran udara antara kapiler darah dan jaringan tubuh.

PUSAT RESPIRASI

Area ritmik medullary: medulla oblongata


Area pneumotaxic: pons
Area apneustic: pons

OTOT INSPIRASI EKSPIRASI

Inspirasi:
1. M. Serratus Posterior Superior
2. M. Intercostalis Eksternus
3. M. Levator Costae
4. M. Scaleni
5. M. Sternocleidomastoideus
6. Diafragma

Ekspirasi :
1. M. Serratus Posterior Inferior
2. M. Intercostalis Internus
3. M. Transversus Thorachicae
4. M. Subcostalis
5. Otot abdomen

VOLUME PARU TERBAGI MENJADI:

Statis
Dinamis
Volume Respirasi dan Kapasitas respirasi (Statis)

Pengukuran Volume Definisi

Volume Respirasi

1. Volume Tidal (TV) 500ml Jumlah udara saat inspirasi dan ekspirasi
normal (bernapas biasa)

2. Volume Cadangan Inspirasi 3000 ml Jumlah udara yang masih bisa dihirup setelah
(IRV) inspirasi normal

3. Volume Cadangan Ekspirasi 1100 ml Jumlah udara yang masih bisa dikeluarkan
(ERV) setelah ekspirasi normal

4. Volume Residu (RV) 1200ml Jumlah udara sisa di paru setelah ekspirasi
maksimum

Kapasitas Respirasi

5. Kapasitas Vital (VC) 4600 ml ERV + TV + IRV. Jumlah udara yang dapat
diekspirasi secara paksa setelah inspirasi
maksimum

6. Kapasitas Inspirasi (IC) 3500ml TV + IRV. Jumlah udara yang dapat dihirup
secara maksimum setelah ekspirasi normal

7. Kapasitas Residual Fungsional 2300 ml RV + ERV. Jumlah udara sisa pada paru
(FRC) setelah ekspirasi normal

8. Kapasitas Paru Total (TLC) 5800ml VC + RV. Jumlah udara maksimum dalam
paru-paru.

Volume Paru Dinamis

9. Volume Ekspirasi Paksa (FEV1) >75% Volume udara yang dikeluarkan paksa
dari FVC selama 1 detik. (FEV1/FVC) digunakan
untuk mendiagnosis penyakit pernapasan.

10. Ventilasi Voluntary Maximal 125-170 FEV1 x 40. Jumlah udara yang dapat masuk
(MVV) L/Menit dan keluar paru dalam 1 menit dengan
voluntary effort
KERJA SURFAKTAN

Surfaktan merupakan campuran yang mengandung protein dan fosfolipid, seperti


dilpalmitoilfosfatidilkolin yang disekresikan kedalam ruang udara alveoli oleh sel alveolar tipe II.

Kerja surfactant (surface active antigent) memiliki prinsip kerja seperti hukum LaPlace yaitu :

Pada tiap gelembung alveoli mempunyai tegangan permukaan (T) yang sama. Untuk yang alveoli kecil
tekanannya (P) > dari (P) alveoli besar dengan menggunakan persamaan :

P=2T/r

Surfaktan menurunkan tegangan permukaan. Sehingga akan menurunkan kerja pernafasan.

PENYAKIT PARU

Normalnya, FVC 5.0L dan FEV1 4.0L. sehingga perhitungan FEV1/FVC sebesar 80%. Pada penyakit paru
obstruktif nilai FEV1/FVC kurang dari nilai normal. Sedangkan pada penyakit paru restriktif nilai FEV1/FVC
lebih dari nilai normal.

OBSTRUKTIF: adanya hambatan (obstruksi) disebabkan karena bronkokonstriksi. Contoh: Asma,


PPOK
RESTRIKTIF: Hilangnya elastisitas paru dan penggantian alveolus dengan kantong udara besar (air
sacs) sehingga menyebabkan paru-paru tidak dapat berekspansi penuh. Contoh: Emfisema, edema paru,
fibrosis interstisial, asbestosis.

PRAKTIKUM

A. ALAT & BAHAN:


Spirometer Hutchinson
Spirometer Triflow Incentive
Nose Clips
Larutan Alcohol 70%
Kertas Catatan berisi; nama, usia, gender, Berat badan, tinggi badan
Mouth Piece

B. TUJUAN

Mendiagnosis penyakit paru tertentu (seperti asma)


Membantu menentukan penyebab masalah pernapasan
Mengukur fungsi paru pada seseorang yang memiliki penyakit paru
Memonitor keefektifan terapi
Mengidentifikasi seseorang yang beresiko tinggi memiliki penyakit paru(khususnya perokok)
Mengevaluasi kemampuan seseorang untuk bernapas sebelum operasi
Memonitor fungsi paru seseorang yang terpapar substansi yang menyebabkan kerusakan paru

C. PROSEDUR
1. Bersihkan mounthpiece spirometer dengan larutan alcohol dan atur pointer pada angka 0.
2. Mendapatkan TV & MVV: probandus bernapas normal pada spirometer.
3. Mendapatkan nilai VC & FEV1: probandus melakukan ekspirasi paksa setelah sebelumnya telah
inspirasi maksimum.
4. Catat hasilnya

D. PERHITUNGAN
1. Menghitung nilai VC prediksi :
Pria : {27.63 (0.112 x umur)} x Tinggi badan
Wanita : {21.78 (0.101 x umur)} x Tinggi badan
2. Menghitung VC: (VC praktikum/VC prediksi) x 100%
Jika hasilnya <80% maka hasilnya abnormal, lanjutkan dengan perhitungan:
=(FEV1/VC praktikum) x 100%
Jika hasilnya > 70% : restriktif
Jika hasilnya <70% : Obstruktif
3. Volume minute = VT x RR probandus
4. MVV Prediksi = FEV1 x 40
Referensi:

FK UGM, 2015. Block 12 Circulation & Respiration. Faculty of Medicine UGM. Yogyakarta
FK UGM, 2014. Block 4 Biomedical Science III. Faculty of Medicine UGM. Yogyakarta
FK UGM, 2014. Block 3 Biomedical Science III. Faculty of Medicine UGM. Yogyakarta
Tortora, GJ & Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13th Edition. John Wiley&Sons,
Inc. USA
Barrett, K., Barman,S., Boitano,S., Brooks, H, 2010. Ganongs Review of Medical Physiology. 23rd Edition.
McGraw Hill Companies, Inc. USA
Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta.
Silverthorn, DU, 2014. Fisiologi Manusia. Edisi 6. EGC. Jakarta
Skills Laboratory Manual. 2015. History taking and Ear, Nose and Throat Examination. Faculty of Medicine
UGM. Yogyakarta.
Lecturer Assistant Department Physiology Faculty of Medicine Tadulako University

Agung Cahya. P Diki Pranatal R.S Kurniawan Syam

Gita Dewi Nurul Amelya Amsyar

Anda mungkin juga menyukai

  • Fraktur Basis Cranii
    Fraktur Basis Cranii
    Dokumen19 halaman
    Fraktur Basis Cranii
    TiyaTyraSidora
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien1 Gonore
    Status Pasien1 Gonore
    Dokumen11 halaman
    Status Pasien1 Gonore
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Mata
    Pemeriksaan Mata
    Dokumen14 halaman
    Pemeriksaan Mata
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Urtikaria Mantap 2
    Urtikaria Mantap 2
    Dokumen20 halaman
    Urtikaria Mantap 2
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien2 Moluskum
    Status Pasien2 Moluskum
    Dokumen8 halaman
    Status Pasien2 Moluskum
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien2 Moluskum
    Status Pasien2 Moluskum
    Dokumen8 halaman
    Status Pasien2 Moluskum
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Case Report Kista Dermoid
    Case Report Kista Dermoid
    Dokumen20 halaman
    Case Report Kista Dermoid
    dikyhardiyansyah2
    Belum ada peringkat
  • 1.refleksi Kasus - Tinea Kapitis
    1.refleksi Kasus - Tinea Kapitis
    Dokumen10 halaman
    1.refleksi Kasus - Tinea Kapitis
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Pem
    Pem
    Dokumen11 halaman
    Pem
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Pemjbhhjgjkl
    Pemjbhhjgjkl
    Dokumen13 halaman
    Pemjbhhjgjkl
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Refleks Pupil
    Pemeriksaan Refleks Pupil
    Dokumen10 halaman
    Pemeriksaan Refleks Pupil
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen14 halaman
    Penda Hulu An
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Fundus Dengan Ophtalmoscope Indirek
    Pemeriksaan Fundus Dengan Ophtalmoscope Indirek
    Dokumen13 halaman
    Pemeriksaan Fundus Dengan Ophtalmoscope Indirek
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Kemampuan Warna
    Kemampuan Warna
    Dokumen14 halaman
    Kemampuan Warna
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • KJIJ
    KJIJ
    Dokumen29 halaman
    KJIJ
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • JHSOD
    JHSOD
    Dokumen28 halaman
    JHSOD
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Pemba Has An
    Pemba Has An
    Dokumen2 halaman
    Pemba Has An
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • JNMJKN
    JNMJKN
    Dokumen3 halaman
    JNMJKN
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • POIHHYCF
    POIHHYCF
    Dokumen5 halaman
    POIHHYCF
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Ket Tipus
    Ket Tipus
    Dokumen13 halaman
    Ket Tipus
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Peb Sindrom Hellp
    Peb Sindrom Hellp
    Dokumen39 halaman
    Peb Sindrom Hellp
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Fix
    Jurnal Fix
    Dokumen9 halaman
    Jurnal Fix
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Bagian Obstetri - Ginekologi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako Rsu Anutapura Palu
    Bagian Obstetri - Ginekologi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako Rsu Anutapura Palu
    Dokumen8 halaman
    Bagian Obstetri - Ginekologi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako Rsu Anutapura Palu
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Urtikaria Mantap 2
    Urtikaria Mantap 2
    Dokumen20 halaman
    Urtikaria Mantap 2
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Rfs
    Rfs
    Dokumen24 halaman
    Rfs
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Urtikaria Mantap 2
    Urtikaria Mantap 2
    Dokumen20 halaman
    Urtikaria Mantap 2
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • KJVGHFGZS
    KJVGHFGZS
    Dokumen21 halaman
    KJVGHFGZS
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • KJVGHFGZS
    KJVGHFGZS
    Dokumen21 halaman
    KJVGHFGZS
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • Bagian Obstetri Dan Ginekologi Laporan Kasus
    Bagian Obstetri Dan Ginekologi Laporan Kasus
    Dokumen21 halaman
    Bagian Obstetri Dan Ginekologi Laporan Kasus
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat
  • KCDJF
    KCDJF
    Dokumen32 halaman
    KCDJF
    Annisa Priscasari Dwiyanti
    Belum ada peringkat