PENDAHULUAN
Deskripsi mengenai sindrom nefrotik pertama kali tercatat pada abad ke-15.
Kemudian, Volhard dan Fahr mempopulerkan dengan istilah nefrosis, yang digunakan
Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia sebagai organ
pengatur keseimbangan tubuh dan organ pembuangan zat-zat yang tidak berguna serta
bersifat toksis. Fungsi ginjal yang terpenting adalah untuk mempertahankan homeostasis
bio kimiawi yang normal di dalam tubuh, hal ini dilakukan dengan cara mengekskresikan
zat-zat yang tidak diperlukan lagi melalui proses filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan
sekresi tubulus.13
Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang mempunyai banyak penyebab,
proteinuri masif yang menyebabkan hipoalbuminemia dan biasanya disertai edema dan
hiperkolesterolemia.5
Dewasa ini, sindrom nefrotik dikenal sebagai penyakit yang sering terjadi pada
dari gangguan primer pada barrier selektivitas dinding kapiler glomerular, yang tidak
dapat lagi mengurangi hilangnya protein kurang dari 100 mg/m2 luas permukaan tubuh
per hari.3
1
Rentang proteinuria pada sindrom nefrotik sangat bervariasi, termasuk
peningkatan penggunaan rasio protein dan kreatinin lebih dari 0,25 g protein per mmol
kreatinin (atau >2,0 mg protein per mg kreatinin). Meskipun sindroma nefrotik mungkin
berhubungan dengan banyak penyakit ginjal, bentuk yang paling sering pada anak adalah
sindrom nefrotik primer, yang terjadi tanpa adanya nefritis atau berhubungan dengan
Sindrom nefrotik dapat mengenai anak semua usia, dari infant sampai dewasa,
dan paling sering terjadi pada anak usia sekolah dan pada dewasa. Prevalensi di dunia
kurang lebih 16 kasus per 100.000 anak dengan insiden 2 sampai 7 per 100.000 anak.
Laki-laki terlihat lebih sering terkena dibandingkan perempuan, dengan rasio 2:1 pada
anak, tetapi predominan ini tidak berlaku pada dewasa.2 Insiden di Indonesia
diperkirakan enam kasus per tahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun.13
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala klinis yang terdiri dari7:
4. Hiperlipidemia
- Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
dalam 1 minggu
- Relaps Jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons
- Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
- Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari
- Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednisone dosis penuh (full
3
2.2.Etiologi
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh penyakit renal primer (idiopatik) atau
oleh karena berbagai macam penyebab sekunder. Pasien menunjukan gejala khas yaitu
edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan sering terjadi dislipidemia. Pada orang dewasa,
diabetes mellitus adalah penyebab sekunder yang paling sering, dan glomerulosklerosis
Tromboemboli vena dapat menjadi komplikasinya, gagal ginjal akut dan infeksi bacterial
di anak yang 15 kali lebih sering daripada di orang dewasa. Kelainan histologik yang
terbanyak di anak adalah kelainan minimal yang disebut "Sindrom Nefrotik Kelainan
Minimal" (SNKM). Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang cenderung kambuh
berulangkali, perjalanan penyakit ini bersifat secara kebetulan (insidious), dan seringkali
Usia saat pertama terjadinya berguna untuk mencari penyebab dasarnya. Sindroma
nefrotik yang terjadi pada 3 bulan awal kehidupan (Nefrotik sindrom kongenital) dapat
terjadi karena infeksi sekunder intrauterine, misalnya sifilis kongenital, toxoplasmosis, dan
resesif.13
2.3.Epidemiologi
Insiden penyakit SN primer dua kasus per tahun tiap 100.000 anak berumur kurang
dari 16 tahun. Sindrom nefrotik lebih banyak diderita oleh anak laki-laki daripada anak
4
Terdapat bukti epidemiologik dari tingginya insiden sindroma nefrotik pada anak
dari Asia Selatan. Kejadian primer 95% kasus. Penyakit dasar yang mungkin
Amyloidosis dan infeksi dengan HIV, Parvovirus B19, dan Virus Hepatitis B dan C. Lebih
dari 80% pasien dengan sindroma nefrotik menunjukan penyakit dengan kelainan minimal
(Minimal Change Disease MCD) dengan karakteristik histologi renal yang normal dengan
(MesPGN). MCD dan glomerulonephritis dan nefropati membranosa adalah kondisi yang
Prevalensi SNKM di negara barat sekitar 23 kasus per 100.000 anak < 16 tahun,
di Asia 16 kasus per 100.000 anak dan di Indonesia sekitar 6 kasus per 100.000 anak < 14
tahun. Anak laki-laki lebih sering terjangkit daripada anak perempuan dengan
perbandingan 2:1. Anak dengan SNKM biasanya berumur 1 < 10 tahun, sekitar 90% kasus
2.4.Fisiologi
- Pengaturan tekanan arteri melalui perubahan ekskresi natrium dan air serta sekresi
angiotensin II
5
- Pengaturan keseimbangan asam basa melalui ekskresi asam dan pengaturan simpanan
2.5.Patofisiologi
a. Proteinuria
dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal
plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Dalam
berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik
Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui
molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar
terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein
6
b. Hipoalbuminemia
hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh
meningkatkan albumin total sebesar 25 gram per hari. Namun masih belum jelas
mengapa hati tidak mampu meningkatkan sintesis albumin secara adekuat untuk
menormalkan kadar albumin plasma pada pasien dengan proteinuria 4-6 gram per
hari. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat
proksimal.12
c. Edema
Edema pada sindroma nefrotik dapat diterangkan dengan teori underfill dan
interstisium mengikuti hukum Starling dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan
onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal
retensi natrium dan air di tubulus distal. Mekanisme kompensasi ini akan
7
memperbaiki volume intravascular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek utama renal.
Terjadi defek primer pada kemampuan nefron distal untuk mengekskresikan natrium,
hal ini dapat disebabkan oleh aktivasi kanal natrium epitel (ENac) oleh enzim
proteolitik yang memasuki lumen tubulus pada keadaan proteinuria massif. Akibatnya
tekanan onkotik yang rendah, memicu transudasi cairan ke ruang ekstraseluler dan
edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah
retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersamaan
pada pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretic, atau terapi steroid,
derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit
jantung atau hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan.12
8
Gambar2.1. Teori Underfill15
9
Gambar2.2. Teori Overfill15
Gejala SN adalah urin berbuih (proteinuria), kaki berat, bengkak, dingin dan tidak
berasa, penderita merasa lemah dan mudah lelah (keseimbangan nitrogen negatif),
anoreksia, diare.7
10
Tanda dari SN adalah edema yang dapat timbul di daerah periorbita, konjungtiva,
dinding perut, sendi lutut, efusi pleura, dan asites. Selain itu juga hilangnya massa otot
hipoalbumin, hipertensi.7
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh
dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari
daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan
pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari. Seiring waktu, edema semakin
meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anorexia, iritabilitas,
nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan.1
2.7.Pemeriksaan Penunjang
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
- darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)
- kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
ditambah dengan komplemen C4, ANA (Anti nuclear antibody) dan anti ds-DNA
11
Indikasi biopsy ginjal1:
- Sindrom nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum
2.8.Diagnosis
a. Proteinuria lebih dari 3-3,5 g/24 jam atau dengan melihat rasio protein:kreatinin urin
>300-350 mg/mmol
d. Hyperlipidemia yang berat (total kolesterol sering >10 mmol/L atau 380 mg/dL)
sering ditemukan.
Proteinuria pada sindrom nefrotik > 3 -3,5 g protein dalam urin tampung selama 24
jam, namun tidak semua dengan rentang proteinuria seperti ini menderita sindroma
sample urin selama 24 jam, rasio protein/kreatinin acak lebih mudah dalam mengukur
secara kuantitatif. Dengan memilih mengukur rasio protein/kreatinin, dalam mg/mg, lebih
akurat dalam menaksir ekskresi protein dalam gram per hari per 1,73 m2 luas permukaan
tubuh, jika didapatkan rasio 3 sampai 3,5 menunjukan proteinuria pada sindrom nefrotik.
Kadar serum albumin yang rendah (kurang dari 2,5 g per dL [25 g per L]) dan
hyperlipidemia yang berat juga khas menunjukan sindrom nefrotik. Pada suatu penelitian
12
dengan pasien sindrom nefrotik, 53% memiliki kadar kolesterol total lebih dari 300 mg per
dL (7,77 mmol per L) dan 25% memiliki kadar kolesterol total lebih dari 400 mg per dL
Proteinuria ++++ (dengan dipstick) atau >3,5 g/hr, hipoalbuminemia, edema (bisa
anasarka), hyperlipidemia, lipiduria, penurunan IgG dan gamma globulin, sedangkan alpha
edema yang timbul pertamakali pada daerah sekitar mata dan ekstremitas bagian bawah.
Tekanan darah meningkat pada 25% anak, diare akibat edema intestinal dan distres
pernafasan akibat edema pulmonal atau efusi pleura dapat di temukan. Pada kasus tertentu
2.9.Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi untuk SN terdiri dari terapi umum dan terapi spesifik.
Terapi umum
a. Dapat diberikan diuretika loop (furosemide) oral, bila belum ada respons dosis
respon beri furosemide secara IV, bila perlu disertai pemberian infus albumin,
dan bila tetap belum ada respons perlu dipertimbangkan ultrafiltrasi mekanik
c. Bila perlu tirah baring, terutama untuk orang tua dengan edema tungkai berat
13
d. Pengukuran berat badan (BB) setiap hari untuk mengevaluasi edema dan
dengan ACE inhibitor, tetapi tidak didapatkan efek batuk seperti pada ACE
inhibitor.
3. Koreksi hipoproteinemia
peningkatan kadar protein serum. Tetapi pemberian diet tinggi protein selain sulit
mg/kgBB/hari).7
4. Terapi Hiperlipidemia
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, tetapi apa yang terjadi pada populasi
umum perlu dipakai sebagai pertimbangan untuk menurunkan kadar lipid pada
5. Hiperkoagulabilitas
Tetapi bila sudah terjadi thrombosis atau emboli paru, maka perlu dipertimbangkan
14
6. Pengobatan Infeksi
7. Pengobatan Hipertensi
Terapi Spesifik
dewasa dianjurkan untuk melakukan biopsy ginjal sebelum memulai terapi spesifik.7
1. Steroid
selanjutnya diturunkan secara bertahap dalam 2-3 bulan. Steroid memberi respon
yang baik untuk minimal change, walaupun pada orang dewasa respons nya lebih
2. Cyclophosphamide
dependent) atau mengalami relaps > 3 kali dalam setahun (frequently relapsing) bisa
3. Chlorambucil
15
4. Cyclosponne A (CyA)
diberikan CyA dengan dosis awal 4-5 mg/kgBB/hari, dimana dosis selanjutnya perlu
disesuaikan dengan kadar CyA dalam darah. Pemberian berlangsung selama 1 tahun
5. Azathioprine
bervariasi, tergantung pada diagnosis histologinya. Obat-obat yang lebih baru adalah
ISPA dapat mencetuskan kekambuhan pada SN, terhitung kira-kira 2/3 dari yang
yang signifikan dengan dosis harian kortikosteroid (konversi dari dosis alternatif menjadi
dosis harian atau prednisolone 0,5 mg/kg) untuk 5-7 hari, selama infeksi virus terjadi.
Suplementasi dengan zinc (10 mg/hari, suplemen tambahan yang disarankan) dapat
Penderita SN rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri berkapsul, seperti
untuk pasien SN dengan usia >2 tahun, dengan booster setiap 5 tahun. Bagi pasien yang
16
mendapat vaksin 13-valent pneumococcal, interval lebih dari 8 minggu sebelum vaksinasi
23-valent.8
Modifikasi diit
Makanan bebas gluten dan bebas susu (bebas protein susu) efektif untuk beberapa
pasien pada sebagian kecil penelitian, menunjukan bahwa modifikasi microbiota pada gut
dengan diit dapat mengontrol penyakit yang berkaitan dengan imun seperti SN.8
2.10. Komplikasi
Secara klinis biasanya diukur dengan menggunakan kadar albumin plasma. Sindrom
nefrotik adalah suatu wasting illness, namun derajat kehilangan massa otot tertutupi
oleh gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang. Kehilangan
massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh tanpa lemak (lean body mass) tidak
jarang dijumpai pada SN. Turnover albumin meningkat bukan hanya sebagai respon
terhadap kehilangan protein dalam urin namun juga akibat katabolisme protein
yang semakin banyak. Diet rendah protein akan mengurangi proteinuria namun juga
17
b. Hiperlipidemia dan Lipiduria
dengan resolusi dari SN yang terjadi baik secara spontan maupun di induksi dengan
obat. Tekanan onkotik yang rendah secara langsung menstimulasi transkripsi gen
apoprotein B di hepar.12
pasien yang menderita SN selama lebih dari 5-10 tahun akan memiliki resiko
pengaruh dari keduanya. Tetapi telah disadari bahwa pasien SN memiliki resiko lima
kali lebih tinggi untuk terjadinya kematian akibat coroner, dengan perkecualian pada
GN lesi minimal.12
kolesterol. Kadar trigliserida yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL (Very
Low Density Lipoprotein). Selain itu pula ditemukan peningkatan IDL (Intermediate
dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya
terhadap sintesis protein oleh hati. Karena sintesis protein tidak berkorelasi dengan
18
hyperlipidemia disimpulkan bahwa hyperlipidemia tidak langsung diakibatkan oleh
sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan
kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL (Lipoprotein lipase)
Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau
berfungsi dalam katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut
kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas enzim
tersebut diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada SN. Lipiduria
sering ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipis pada debris sel dan
cast seperti badan lemak berbentuk oval (Oval fat bodies) dan fatty cast. Lipiduria
c. Hiperkoagulability
fibrinogen oleh hepar, rendahnya antitrombin III oleh karena hilang melalui urin,
d. Keadaan Imunokompromais
melalui urin, terutama IgG, sebagaimana juga gangguan pada kaskade komplemen.
19
Defek pada kedua hal tersebut dapat melemahkan system imun dan meningkatkan
dengan sindrom nefrotik, efikasinya dapat terbatas akibat penurunan kadar antibody
e. Anemia
kehilangan berbagai tipe protein pada urin, termasuk protein pengangkut. Dengan
hipokromik karena resistensi zat besi. Dengan kegagalan ginjal yang progresif,
f. Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah selulitis dan
peritonitis. Hal ini disebabkan Karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen faktor
B dan D di urin. Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (pneumonia penumokokal atau
peritonitis, selulitis, sepsis, ISK) diberikan antibiotik yang sesuai dan dapat disertai
seperti campak, herpes. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh
g. Hipokalsemia
20
Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik resiten
steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D. Bila
h. Malnutrisi
Kondisi ini disebabkan oleh proteinuria yang berat, serta anoreksia akibat perfusi
usus yang menurun, edema hepatik dan visceral, serta rasa penuh pada perut karena
asites.7
Bisa terjadi karena volume plasma efektif menurun (hipovolemia), sepsis, nekrosis
tubular akut, thrombosis vena renalis bilateral, obat (ACE inhibitor, OAINS).7
melalui urin sehingga kadar 25-hydroxy vitamin D plasma menurun dan terjadi
hipokalsemia. Tetapi kadar vitamin D bebas biasanya normal dan pada SN jarang
insufisiensi ginjal.7
Thyroid binding globulin juga hilang melalui urin dan circulating thyroxine
total menurun, tetapi thyroxine bebas dan TSH normal, dan tidak ada perubahan
Ikatan terhadap obat mungkin berubah oleh karena albumin serum yang
21
k. Intususepsi
Intususepsi dapat terjadi diantara ileocolic junction dan usus halus pada pasien SN,
yang dapat menyebabkan nyeri akut abdomen. Hal ini disebabkan karena kombinasi
l. Krisis Hipovolemik
Syok hipovolemik harus menjadi perhatian pada pasien SN. Faktor risiko terjadinya
krisis hipovolemik termasuk penurunan kadar albumin yang sangat berat, diuretik
dosis tinggi, dan muntah. Manifestasi klinik berupa takikardi, ekstremitas yang
dingin, pengisian kapiler yang buruk, dan nyeri abdominal yang sedang sampai berat,
asam urat. Sangat penting untuk mengukur ekskresi natrium urin (UNa) atau fraksi
pulmonary lain-lain.
22
f. Gagal ginjal akut neurotoksisitas, hyperplasia
miokard, leukoencephalopathy
virus.
2.11. Prognosis
Pada penelitian dengan follow up jangka panjang terhadap SN yang sering kambuh
selama lebih dari 10 tahun, sebagian pasien mengalami kekambuhan yang sering, dan
15% sembuh, dengan tanpa kekambuhan selama 2 tahun. Namun, mortalitas atau
Efek samping terhadap pengobatan steroid jangka panjang termasuk perawakan yang
tingkah laku. Pertumbuhan dan kepadatan mineral tulang tidak berhubungan dengan
23
dosis kumulatif glukokortikoid, dan tinggi badan akhir secara signifikan lebih pendek
Morbiditas jangka panjang pada penderita SN pediatric, terutama SDNS atau SRNS,
teman sebaya, fungsi sosial, dan kegiatan di sekoalh, terutama pada pasien dengan
hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS 25% menjadi gagal
ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan
fungsi ginjal. Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap
dengan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi SN lebih
24
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Sdr. D. P.
Umur : 17 tahun
Alamat : Dsn Bengkingan, Kalirejo, Dringu.
Pekerjaan : Pelajar
No RM : 617788
Pasien masuk ke ruangan flamboyan kelas III laki-laki pada tanggal 5 Desember 2016.
II.1.2 Anamnesa
Pasien mengeluh perut kembung sudah dirasakan sejak kurang lebih 7 hari yang lalu. Perut
kembung mendadak, semakin lama semakin membesar, dan tidak pernah mengecil, perut terasa tidak
nyaman. Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati. Pasien mengeluh mual dan muntah 4 kali, isinya
cairan, tidak ada darah. Pasien mengeluh batuk tidak berdahak dan sulit saat bernapas, napas terasa
berat. Pasien mengeluh bengkak disekitar mata, muncul setiap bangun tidur dan berkurang siang
harinya. Pasien juga mengeluh bengkak terjadi di kaki dan tangannya dan terasa dingin. Pasien juga
mengeluh badan terasa lemas dan mudah lelah. Pasien tidak mengeluh panas, pusing, dan pilek.
Pasien mengeluh makan dan minum sulit, jika makan hanya sedikit, setelah makan atau minum
pasien muntah. Pasien mengeluh bahwa BAK berbuih warnanya kuning, lancer, dan tidak dirasakan
nyeri saat kencing. Pasien mengeluh diare selama 2 hari, dengan frekuensi 2 kali perhari, ada
25
C. Riwayat penyakit dahulu
Pasien sudah pernah dirawat di RS Wonolangan selama 2 hari sebelumnya dengan keluhan
yang sama dan kemudian di rujuk ke RSUD dr. Moh saleh dengan diagnosa Sindrom
Nefrotik. Pasien menyangkal tidak memilki riwayat asma. Pasien mengatakan belum pernah
mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien juga sedang tidak mengidap penyakit-
Pasien mengatakan tidak memiliki sanak saudara yang mengidap gejala serupa sebelumnya.
Pasien mengatakan bahwa tidak suka minum jamujamuan. Pasien juga tidak suka
F. Riwayat Alergi
a. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, kesadaran umum compos mentis, GCS 4-5-6
b. Tanda-tanda vital
HR : 124/74 mmHg
Nadi : 109 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 37,2oC
c. Keadaan Tubuh
26
Kepala : mesosefal
Kulit : turgor cukup, pucat (+), ikterus (-)
Mata : anemis (-/-), pupil isokor, reflek pupil (+/+), ikterus (-/-), edema palpebral
(+/+)
Hidung : sekret (-/-), dispneu (+), PCH (-)
Telinga : discharge (-/-)
Mulut : kering (+), sianosis (-), sariawan pada lidah (-)
Leher : simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-),
deviasi trakea (-)
d. Thoraks
Paru
Depan Belakang
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Inspeksi
Bentuk Simetris + + + +
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
27
Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
melemah melemah
Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
melemah melemah
Ronkhi - - - - -
- - - - -
- - - - -
- - - - -
Wheezing - - - - -
- - - - -
- - - - -
- - - - -
Jantung
Inspeksi Iktus cordis tidak tampak
Abdomen
Inspeksi Tidak ada bekas operasi (-)
Tidak ada bekas luka (-)
Massa (-)
Perut tampak kembung
Palpasi Supel
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
28
Ginjal tidak teraba
Nyeri tekan (+) Epigastrium
e. Ekstremitas
Superior Akral hangat kering merah
Edema + | -
Edema +|+
29
Tanggal / Jam Laboratorium Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Glukosa rapid
78 mg/dl < 180
sewaktu
Cholesterol HDL: 56
mg/dL >=35 mg/dL
30
Fungsi Hati Albumin: 2,4 g/dL 3,3-5,2 g/dL
8 Desember
2016
Fungsi Hati Albumin: 2,4 g/dL 3,3-5,2 g/dL
9 Desember
2016 Kimia Urine Albumin: Positif (++) 2 Negatif
Imunologi
Ana test: negative 0,055 Negatif: </= 0,90
Equivocal: 0,91-1,09
11 Desember
2016 Fungsi Hati
Albumin: 2,4 g/dL 3,3-5,2 g/dL
13 Desember
2016 Fungsi Hati
Albumin: 2,8 g/dL 3,3-5,2 g/dL
31
Albumin: Positif (++) 2 Negatif
18 Desember
2016 Fungsi Hati
Pengobatan :
1. Nasal 02 2 lpm
2. Infus NS 9% 5 tpm
3. Inj. Furosemide 2 x 20mg
4. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
5. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
6. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
7. Captopril PO 3 x 12,5 mg
8. Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
9. Domperidone PO 3 x 10 mg
10. Syrup sucralfat 4 dd cth II
11. Capsul (teophyline 130mg + codein 10mg + ambroxol 30 mg) 3 dd
caps I
1. Perut kembung
32
6. Batuk tidak berdahak
12. Dispneu
13. Pada inspeksi thorax pergerakan napas tampak tertinggal disisi kanan
16. Pada auskultasi thorax suara napas vesikuler terdengar melemah di sisi kanan
33
NO PERMANENT PROBLEM LIST INITIAL ASSEMENT
1. Tanda-tanda vital
12. Dispneu
2. Gejala klinis
3. Monitoring berat badan
13. Pada inspeksi thorax
34
18. Shifting dullness (+)
S: Pasien mengeluh perut masih kembung tetapi sudah berkurang. Tidak ada
keluhan nyeri ulu hati, mual maupun muntah. Pasien juga sudah tidak
mengeluh batuk, dan napas sudah tidak terasa berat lagi. Pasien sudah mau
makan banyak, minum masih dibatasi. BAK banyak, dan masih berbuih
tetapi sudah berkurang, warnanya kuning dan pasien tidak mengeluh nyeri
saat kencing. Pasien mengeluh belum BAB (buang air besar), terakhir BAB
kemarin siang (Senin, 12 November 2016). Pasien sudah bisa duduk sendiri
dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tidak ada keluhan pusing saat duduk
ataupun berjalan.
35
Kesadaran : compos mentis
a/i/c/d:-/-/-/-
TD : 100/80 mmHg
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
A: Sindroma Nefrotik
P: Dx :
1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap
Tx :
1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
36
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
6. Captopril PO 3 x 12,5 mg
7. Syr. Solac 3 dd C II
Mx :
1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring berat badan
4. Albumin serial
Ex :
1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat
S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung, tetapi sudah berkurang. Ulu
hati sudah tidak nyeri, sudah tidak ada keluhan mual maupun muntah. Pasien
juga sudah tidak mengeluh batuk, dan napas sudah tidak terasa berat lagi.
Pasien sudah mau makan banyak, minum masih dibatasi. BAK (buang air
kecil) banyak, warnanya kuning dan masih berbuih, tidak ada keluhan nyeri
saat buang air kecil. Pasien mengatakan belum BAB (buang air besar) sejak
2 hari yang lalu (senin, 12 November 2016). Pasien sudah bisa duduk
sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tanpa keluhan pusing saat
duduk ataupun berjalan.
a/i/c/d:-/-/-/-
TD : 130/80 mmHg
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
37
a. Kepala/Leher : Anemis (-), PCH (-), pembesaran klj. Tiroid (-),
pembesaran klj. Limfe (-), deviasi trakea (-), oedema perorbita +|+
b. Thoraks : simetris (+), retraksi (-)
Pulmo : vesikuler + | + wheezing -/-, ronkhi -/-
+ | +
+ (melemah) | +
Perkusi : sonor | sonor Bronchophoni - | -
Sonor | sonor - | -
Redup | redup + | -
Cor : S1 S2 tunggal reguler (+), murmur (-), gallop (-)
c. Abdomen : tampak kembung dan simetris, BU (+) normal, timpani
(+), shifting dullness (+), supel (+), nyeri tekan (-)
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : ttb
Asites (+)
d. Ekstremitas :
Superior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/-
Inferior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/+
A: Sindroma Nefrotik
P: Dx :
1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap
Tx :
1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
6. Captopril PO 3 x 12,5 mg
7. Syr. Solac 3 dd C II
Mx :
1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial
Ex :
38
1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat
S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung tetapi sudah berkurang. Pasien
sudah mau makan banyak, minum masih dibatasi. BAK (buang air kecil)
banyak, warnanya kuning dan masih berbuih tetapi sudah berkurang dari
sebelumnya, tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil. Pasien mengatakan
belum BAB (buang air besar) sejak 3 hari yang lalu (senin, 12 November
2016). Pasien sudah bisa duduk sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan
tanpa keluhan pusing saat duduk ataupun berjalan.
a/i/c/d:-/-/-/-
TD : 120/90 mmHg
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,4oC
BB : 57,3 kg
39
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : ttb
Asites (+) berkurang
c. Ekstremitas
Superior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/-
Inferior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/+
A: Sindroma Nefrotik
P: Dx :
1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap
Tx :
1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
6. Syr. Solac 3 dd C II
Mx :
1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial
Ex :
1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat
S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung tetapi sudah berkurang dari
sebelumnya. Pasien sudah mau makan banyak, minum masih dibatasi. BAK
40
(buang air kecil) banyak, warnanya kuning dan masih berbuih tetapi sudah
berkurang dari sebelumnya, tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil.
Pasien mengatakan sudah bisa BAB (buang air besar). Pasien sudah bisa
duduk sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tanpa keluhan pusing
a/i/c/d:-/-/-/-
TD : 100/80 mmHg
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,6oC
BB : 55,5 kg
41
A: Sindroma Nefrotik
P: Dx :
1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap
Tx :
1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
Mx :
1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial
Ex :
1. Tirah baring
6. Minum di batasi
7. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
8. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
9. Diit tinggi kalori/karbohidrat
S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung tetapi sudah berkurang dari
sebelumnya. Pasien sudah mau makan banyak, minum masih dibatasi. BAK
(buang air kecil) banyak, warnanya kuning dan masih berbuih tetapi sudah
berkurang dari sebelumnya, tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil.
Pasien mengatakan sudah bisa BAB (buang air besar). Pasien sudah bisa
42
duduk sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tanpa keluhan pusing
a/i/c/d:-/-/-/-
TD : 110/70 mmHg
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,7oC
BB : 54,1 kg
A: Sindroma Nefrotik
P: Dx :
1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap
43
Tx :
1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
Mx :
1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial
Ex :
1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat
S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung tetapi sudah berkurang dari
sebelumnya. Pasien sudah mau makan banyak, minum masih dibatasi. BAK
(buang air kecil) banyak, warnanya kuning dan masih berbuih tetapi sudah
berkurang dari sebelumnya, tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil.
Pasien mengatakan sudah bisa BAB (buang air besar). Pasien sudah bisa
duduk sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tanpa keluhan pusing
a/i/c/d:-/-/-/-
44
TD : 110/70 mmHg
RR : 28 x/menit
Suhu : 36,5oC
BB : 51,3 kg
A: Sindroma Nefrotik
P: Dx :
1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap
Tx :
1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
45
Mx :
1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial
Ex :
1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat
S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung sedikit tetapi sudah sangat
berkurang dari sebelumnya. Pasien sudah mau makan banyak, minum masih
dibatasi. BAK (buang air kecil) banyak, warnanya kuning dan masih berbuih
tetapi sudah berkurang dari sebelumnya, tidak ada keluhan nyeri saat buang
air kecil. Pasien mengatakan sudah bisa BAB (buang air besar). Pasien sudah
bisa duduk sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tanpa keluhan
a/i/c/d:-/-/-/-
TD : 110/70 mmHg
46
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
BB : 49,2 kg
A: Sindroma Nefrotik
P: Dx :
1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap
Tx :
1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
Mx :
1. TTV
47
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial
Ex :
1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat
48
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. RESUME
Laki-laki usia 17 tahun dikeluhkan perut kembung. perut kembung sudah dirasakan
sejak kurang lebih 7 hari sebelum MRS. Perut kembung mendadak, semakin lama semakin
membesar, dan tidak pernah mengecil, perut terasa tidak nyaman. Pasien juga mengeluh
nyeri pada ulu hati. Pasien mengeluh mual dan muntah 4 kali, isinya cairan, tidak ada
darah. Pasien mengeluh batuk tidak berdahak dan sulit saat bernapas, napas terasa berat.
Pasien mengeluh bengkak disekitar mata, muncul setiap bangun tidur dan berkurang siang
harinya. Pasien juga mengeluh bengkak terjadi di kaki dan tangannya dan terasa dingin.
Pasien juga mengeluh badan terasa lemas dan mudah lelah. Pasien mengeluh
makan dan minum sulit, jika makan hanya sedikit, setelah makan atau minum pasien
muntah. Pasien mengeluh bahwa BAK berbuih warnanya kuning, lancar, dan tidak
dirasakan nyeri saat kencing. Pasien mengeluh diare selama 2 hari, dengan frekuensi 2 kali
perhari, ada ampasnya, konsistensi lembek, dan warnanya kuning. Pasien sudah pernah
dirawat di RS Wonolangan selama 2 hari sebelumnya dengan keluhan yang sama dan
kemudian di rujuk ke RSUD dr. Moh saleh dengan diagnosa Sindrom Nefrotik. Pasien
menyangkal tidak memilki riwayat asma. Pasien mengatakan belum pernah mengalami
keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien juga sedang tidak mengidap penyakit-penyakit
kronis terntentu. Pasien mengatakan tidak memiliki sanak saudara yang mengidap gejala
serupa sebelumnya.
Pasien mengatakan bahwa tidak suka minum jamujamuan. Pasien juga tidak suka
dalam jangka waktu lama. Pasien menyangkal tidak ada riwayat alergi makanan atau obat.
49
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, kesadaran
composmentis, GCS 4-5-6, tensi 124/74 mmHg. Nadi 109 x/menit, RR 24 x/menit, suhu
37,2oC.
Dari status general terdapat kelainan pada mata yaitu edema palpebral kanan/kiri,
didapatkan dispneu, pada pemeriksaan thorax didapatkan inspeksi: pergerakan dada kanan
depan dan belakang tertinggal, palpasi: fremitus raba sisi kanan depan dan belakang
tertinggal, fremitus suara sisi kanan depan dan belakang melemah, perkusi: didapatkan
suara ketok redup mulai ICS 4 sampai basal paru kanan depan dan belakan, auskultasi:
didapatkan suara vesikuler melemah mulai ICS 4 sampai basal paru kanan depan dan
belakang, tidak ditemukan suara rhonki maupun wheezing. Pada pemeriksaan jantung
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan nyeri tekan di epigastrium, asites: shifting dullness positif , undulasi positif.
Pada ekstremitas didapatkan edema pitting pada tungkai atas kanan, dan tungkai bawah
total 272 mg/dL (7 Desember 2016), Cholesterol LDL 216 mg/dL (7 Desember 2016)
Dari pemeriksaan Fungsi Ginjal didapatkan: BUN 88,1 mg/dL (3 Desember 2016),
2016), Protein (+1) (3 Desember 2016), leukosit 10-11/lpb (3 Desember 2016), blood
positif (+3) (3 Desember 2016), eritrosit 20-30/LP (9 Desember 2016), epitel 8-10/LP (9
50
Ana test: negative 0,055 (9 Desember 2016).
Foto thorax: tampak efusi pleura dextra massif dan efusi pleura sinistra.
4.2. DISKUSI
Laki-laki usia 17 tahun dikeluhkan perut kembung, selain itu juga didapatkan
bengkak pada sekitar mata dan pada kaki. Manifestasi klinik pada pasien ini adalah asites
dan edema, edema ini tampak pada sekitar 95% pada pasien dengan sindrom nefrotik.
Pada fase awal edema sering bersifat intermiten, biasanya awalnya tampak pada daerah-
daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (daerah periorbita, pre-tibia).
Bengkak bersifat lunak, dan meninggalkan bekas bila ditekan disebut pitting edema. Selain
itu pasien juga mengeluh sulit jika bernapas, dari pemeriksaan foto thorax didapatkan efusi
pleura dextra massif dan efusi pleura sinistra, hal ini merupakan salah satu akibat dari
plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan interstitium dan terjadi
edema, yang dapat timbul di daerah periorbita, efusi pleura, asites, pretibial.
Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati. Pasien mengeluh mual dan muntah 4
kali, isinya cairan, tidak ada darah. Pasien mengeluh batuk tidak berdahak dan sulit saat
Pasien juga mengeluh badan terasa lemas dan mudah lelah. Pasien mengeluh
makan dan minum sulit, jika makan hanya sedikit, setelah makan atau minum pasien
muntah. Pasien mengeluh bahwa BAK berbuih warnanya kuning, lancar, dan tidak
dirasakan nyeri saat kencing. Pasien mengeluh diare selama 2 hari, dengan frekuensi 2 kali
51
gastrointestinal sering timbul pada pasien sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien
mg/dL, Cholesterol LDL 216 mg/dL. Dari pemeriksaan Fungsi Ginjal didapatkan: BUN
88,1 mg/dL, kreatinin 2,23 mg/dL. Dari pemeriksaan Urinalisis Lengkap didapatkan:
Albumin +3 (300 mg/dL), Protein (+1), leukosit 10-11/lpb, blood positif (+3), eritrosit 20-
30/LP, epitel 8-10/LP, Kristal Amorf (+). Ana test: negatif 0,055.
utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin, sehingga kadar albumin dalam
merembes ke ruang interstitial. Selain itu terjadi hyperlipidemia yang muncul akibat
respon dari penurunan tekanan onkotik plasma, terjadi peningkatan sintesis lipid dan
Pada pembahasan ini pasien didiagnosa kerja dengan sindrom nefrotik. Pada
2016, selama dalam masa pengobatan pasien ini mengalami perbaikan, yaitu terjadinya
kenaikan kadar albumin plasma menjadi 2,8 g/dL pada 18 Desember 2016.
Penatalaksanaan pada pasien sindrom nefrotik ini adalah istirahat tirah baring.
Batasi asupan garam 1-2 g/hari, batasi cairan, diet protein 0,8-1 g/kgBB/hari. O2 Nasal 2
lpm, Diuretic (furosemide injeksi 20 mg) tergantung beratnya edema dan respon
pengobatan. Furosemide yang diberikan pada pasien ini adalah 3 x 20 mg IV. Simvastatin
52
mengatasi hipertensinya. Ceftriaxone 2 x 500 mg IV untuk profilaksis komplikasi infeksi.
3 x 10 mg P.O., Syrup sucralfat 4 dd cth II, syrup Solac 3 dd C II. Untuk keluhan batuk
karena efusi pleura setelah konsul ke pihak Sp. P. diberikan kapsul yang berisi teophyline
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Alatas, Husein dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.
Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h. 1- 18.
2. Andolino, T. P. and Adam, J. R. 2015. Nephrotic Syndrome. Pediatrics in Review Vol. 36 No.
3: 117-126.
3. Eddy, A. A. and Symons, J. M. 2003. Nephrotic Syndrome in Childhood. The Lancet Vo.
362: 629-39.
4. Guyton dan Hall. 2009. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Edisi 11, editor: Husny Mutaqqin.
ECG: Jakarta. Halaman 524-525, 530.
5. Handayani, I., Rusli, B., dan Hardjoeno. 2007. Gambaran Kadar Kolesterol, Albumin, dan
Sedimen Urin Penderita Anak Sindroma Nefrotik. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret 2007: 49-52.
6. Hull, R. P. and Goldsmith, D. J. A. 2008. Nephrotic Syndrome in Adults. BMJ 2008;
336:1185.
7. Irwanadi, C. dan Mardiana, N. 2015. Sindroma Glomerular: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, editor: Askandar Tjokroprawito. Arilangga University Press (AUP): Surabaya.
Halaman: 475-478.
8. Kang, H. G. and Cheong, H. I. 2015. Nephrotic Syndrome: Whats New, Whats Hot?.
Review Article; Korean J Pediatr 2015;58(8):275-282.
9. Keddis, M. T. and Karnath, B. M. 2007. The Nephrotic Syndrome, editor: Bernard M.
Karnath. Hospital Physician; pp. 25-30, 38.
10. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th ed. Saunders.
Philadelphia.
11. Kodner, C. 2009. Nephrotic Syndrome in Adults: Diagnosis and Management. American
Family Physician, Volume 80, Number 10, p;1130-1134.
12. Lidya, A. dan Marbun M. B. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI, editor:
Siti Setiati. Interna Publishing: Jakarta. Hal: 2083-2084.
13. Mamesah, R. S., Umboh, A., dan Gunawan S. 2016. Hubungan Aspek Klinis dan Laboratorik
dengan Tipe Sindrom Nefrotik pada Anak. Jurnal e-Clinic (e-Cl), Volume 4, Nomor 1,
Januari-Juni 2016. Hal. 349-353.
14. Park, S. J. and Shin, J. I. 2011. Complications of Nephrotic Syndrome. Korean J Pediatr
2011;54(8):322-328.
15. Smoyer W. E. and Gbadegesin R. 2008. Nephrotic Syndrome: in Comprehensive Pediatric
Nephrology, editor: Denis F. Geary: Elsevier Inc.
54
LAMPIRAN
No Gambar Keterangan
2
Edema tungkai atas
kanan
55
3 Edema palpebral kanan
kiri
4
Asites
5
Foto thorax: Efusi
Pleura Dextra massif
dan efusi pleura
sinistra
56