Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Deskripsi mengenai sindrom nefrotik pertama kali tercatat pada abad ke-15.

Kemudian, Volhard dan Fahr mempopulerkan dengan istilah nefrosis, yang digunakan

untuk menjelaskan klasifikasi mayor dari penyakit ginjal bilateral.3

Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia sebagai organ

pengatur keseimbangan tubuh dan organ pembuangan zat-zat yang tidak berguna serta

bersifat toksis. Fungsi ginjal yang terpenting adalah untuk mempertahankan homeostasis

bio kimiawi yang normal di dalam tubuh, hal ini dilakukan dengan cara mengekskresikan

zat-zat yang tidak diperlukan lagi melalui proses filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan

sekresi tubulus.13

Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang mempunyai banyak penyebab,

ditandai permeabilitas membran glomerulus yang meningkat dengan manifestasi

proteinuri masif yang menyebabkan hipoalbuminemia dan biasanya disertai edema dan

hiperkolesterolemia.5

Dewasa ini, sindrom nefrotik dikenal sebagai penyakit yang sering terjadi pada

anak-anak. Bentuk konfigurasi yang menjadi karakteristik sindrom nefrotik berkembang

dari gangguan primer pada barrier selektivitas dinding kapiler glomerular, yang tidak

dapat lagi mengurangi hilangnya protein kurang dari 100 mg/m2 luas permukaan tubuh

per hari.3

1
Rentang proteinuria pada sindrom nefrotik sangat bervariasi, termasuk

peningkatan penggunaan rasio protein dan kreatinin lebih dari 0,25 g protein per mmol

kreatinin (atau >2,0 mg protein per mg kreatinin). Meskipun sindroma nefrotik mungkin

berhubungan dengan banyak penyakit ginjal, bentuk yang paling sering pada anak adalah

sindrom nefrotik primer, yang terjadi tanpa adanya nefritis atau berhubungan dengan

penyakit primer ekstrarenal.3

Sindrom nefrotik dapat mengenai anak semua usia, dari infant sampai dewasa,

dan paling sering terjadi pada anak usia sekolah dan pada dewasa. Prevalensi di dunia

kurang lebih 16 kasus per 100.000 anak dengan insiden 2 sampai 7 per 100.000 anak.

Laki-laki terlihat lebih sering terkena dibandingkan perempuan, dengan rasio 2:1 pada

anak, tetapi predominan ini tidak berlaku pada dewasa.2 Insiden di Indonesia

diperkirakan enam kasus per tahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun.13

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Sindrom nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala klinis yang terdiri dari7:

1. Proteinuria >3,5 g/hari

2. Hipoalbuminemia <3,5 g/hari

3. Edema sampai anasarka

4. Hiperlipidemia

5. Lipiduria (oval fat bodies)

Beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN adalah1:

- Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari

berturut-berturut dalam 1 minggu.

- Relaps : proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut

dalam 1 minggu

- Relaps Jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons

awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan

- Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah

respons awal atau 4 kali dalam periode 1 tahun.

- Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari

setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.

- Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednisone dosis penuh (full

dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

3
2.2.Etiologi

Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh penyakit renal primer (idiopatik) atau

oleh karena berbagai macam penyebab sekunder. Pasien menunjukan gejala khas yaitu

edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan sering terjadi dislipidemia. Pada orang dewasa,

diabetes mellitus adalah penyebab sekunder yang paling sering, dan glomerulosklerosis

focal segmental dan nefropati membranosa adalah penyebab primer tersering.

Tromboemboli vena dapat menjadi komplikasinya, gagal ginjal akut dan infeksi bacterial

yang serius juga dapat terjadi, namun sangat jarang.11

SN merupakan perwujudan (manifestasi) glomerulus yang paling sering ditemukan

di anak yang 15 kali lebih sering daripada di orang dewasa. Kelainan histologik yang

terbanyak di anak adalah kelainan minimal yang disebut "Sindrom Nefrotik Kelainan

Minimal" (SNKM). Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang cenderung kambuh

berulangkali, perjalanan penyakit ini bersifat secara kebetulan (insidious), dan seringkali

menyebabkan keterlambatan diagnosis.5

Usia saat pertama terjadinya berguna untuk mencari penyebab dasarnya. Sindroma

nefrotik yang terjadi pada 3 bulan awal kehidupan (Nefrotik sindrom kongenital) dapat

terjadi karena infeksi sekunder intrauterine, misalnya sifilis kongenital, toxoplasmosis, dan

penyakit cytomegalovirus. Jenis nefrotik sindrom Finlandia, adalah bersifat autosomal

resesif.13

2.3.Epidemiologi

Insiden penyakit SN primer dua kasus per tahun tiap 100.000 anak berumur kurang

dari 16 tahun. Sindrom nefrotik lebih banyak diderita oleh anak laki-laki daripada anak

perempuan dengan perbandingan 2:1. 13

4
Terdapat bukti epidemiologik dari tingginya insiden sindroma nefrotik pada anak

dari Asia Selatan. Kejadian primer 95% kasus. Penyakit dasar yang mungkin

teridentifikasi kurang dari 5% kasus, termasuk SLE, Henoch Schonlein Purpura,

Amyloidosis dan infeksi dengan HIV, Parvovirus B19, dan Virus Hepatitis B dan C. Lebih

dari 80% pasien dengan sindroma nefrotik menunjukan penyakit dengan kelainan minimal

(Minimal Change Disease MCD) dengan karakteristik histologi renal yang normal dengan

mikroskop cahaya. Sisanya berhubungan dengan glomerulosklerosis focal segmental

(FSGS; Focal segmental glomerulosclerosis) dan glomerulonephritis mesangioproliferatif

(MesPGN). MCD dan glomerulonephritis dan nefropati membranosa adalah kondisi yang

jarang terjadi pada anak. 13

Prevalensi SNKM di negara barat sekitar 23 kasus per 100.000 anak < 16 tahun,

di Asia 16 kasus per 100.000 anak dan di Indonesia sekitar 6 kasus per 100.000 anak < 14

tahun. Anak laki-laki lebih sering terjangkit daripada anak perempuan dengan

perbandingan 2:1. Anak dengan SNKM biasanya berumur 1 < 10 tahun, sekitar 90% kasus

berumur < 7 tahun dengan usia rerata 25 tahun.5

2.4.Fisiologi

Berbagai fungsi ginjal dalam memelihara homeostasis mencakup hal berikut4:

- Ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing

- Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit

- Pengaturan osmolaritas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit

- Pengaturan tekanan arteri melalui perubahan ekskresi natrium dan air serta sekresi

bahan misalnya renin yang menyebabkan terbentuknya produk vasoaktif misalnya

angiotensin II

5
- Pengaturan keseimbangan asam basa melalui ekskresi asam dan pengaturan simpanan

penyangga cairan tubuh

- Pengaturan produksi eritrosit melalui sekresi eritropoietin, yang merangsang produksi

sel darah merah

- Pengaturan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3

- Sintesis glukosa dari asam amino (gluconeogenesis) sewaktu puasa lama

- Sekresi, metabolisme, dan ekskresi hormone

2.5.Patofisiologi

a. Proteinuria

Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuria sebagian besar berasal

dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal

dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membran basalis

glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein

plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Dalam

keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme

penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama

berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik

(charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu.

Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui

MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran

molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar

terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein

yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas

proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.10

6
b. Hipoalbuminemia

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin

hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh

proteinuria massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk

mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis

albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya

hipoalbuminemia. Dalam keadaan normal hati memiliki kapasitas sintesis untuk

meningkatkan albumin total sebesar 25 gram per hari. Namun masih belum jelas

mengapa hati tidak mampu meningkatkan sintesis albumin secara adekuat untuk

menormalkan kadar albumin plasma pada pasien dengan proteinuria 4-6 gram per

hari. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat

mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula

terjadi akibat peningkatan rearbsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus

proksimal.12

c. Edema

Edema pada sindroma nefrotik dapat diterangkan dengan teori underfill dan

overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci

terjadinya edema pada sindroma nefrotik. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan

tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan

interstisium mengikuti hukum Starling dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan

onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal

melakukan kompensasi dengan merangsang system renin angiotensin sehingga terjadi

retensi natrium dan air di tubulus distal. Mekanisme kompensasi ini akan

7
memperbaiki volume intravascular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya

hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.12

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek utama renal.

Terjadi defek primer pada kemampuan nefron distal untuk mengekskresikan natrium,

hal ini dapat disebabkan oleh aktivasi kanal natrium epitel (ENac) oleh enzim

proteolitik yang memasuki lumen tubulus pada keadaan proteinuria massif. Akibatnya

terjadi peningkatan volume darah, penekanan renin-angiotensin dan vasopressin, dan

kecenderungan untuk terjadinya hipertensi dibandingkan hipotensi; ginjal juga relative

resisten terhadap efek natriuretic peptide. Meningkatnya volume darah, akibat

tekanan onkotik yang rendah, memicu transudasi cairan ke ruang ekstraseluler dan

edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah

retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersamaan

pada pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretic, atau terapi steroid,

derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit

jantung atau hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan.12

8
Gambar2.1. Teori Underfill15

9
Gambar2.2. Teori Overfill15

2.6.Tanda dan Gejala Klinis

Gejala SN adalah urin berbuih (proteinuria), kaki berat, bengkak, dingin dan tidak

berasa, penderita merasa lemah dan mudah lelah (keseimbangan nitrogen negatif),

anoreksia, diare.7

10
Tanda dari SN adalah edema yang dapat timbul di daerah periorbita, konjungtiva,

dinding perut, sendi lutut, efusi pleura, dan asites. Selain itu juga hilangnya massa otot

rangka, kuku memperlihatkan pita-pita putih melintang (Muerchkes band) akibat

hipoalbumin, hipertensi.7

Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh

dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari

daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan

oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.1

Sindroma nefrotik pada mulanya di duga sebagai gangguan alergi karena

pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari. Seiring waktu, edema semakin

meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anorexia, iritabilitas,

nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan.1

2.7.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang di lakukan antara lain1:

1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin.

2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin

pertama pagi hari.

3. Pemeriksaan darah antara lain

- darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)

- kadar albumin dan kolesterol plasma

- kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus

Schwartz

- kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus Sistemik, pemeriksaan

ditambah dengan komplemen C4, ANA (Anti nuclear antibody) dan anti ds-DNA

11
Indikasi biopsy ginjal1:

- Sindrom nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum

plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun

- Sindrom nefrotik resisten steroid

- Sindrom nefrotik dependen steroid

2.8.Diagnosis

Kriteria diagnosis sindrom nefrotik6:

a. Proteinuria lebih dari 3-3,5 g/24 jam atau dengan melihat rasio protein:kreatinin urin

>300-350 mg/mmol

b. Serum albumin <25 g/L (2,5 g/dL)

c. Bukti klinis adanya edema perifer

d. Hyperlipidemia yang berat (total kolesterol sering >10 mmol/L atau 380 mg/dL)

sering ditemukan.

Proteinuria pada sindrom nefrotik > 3 -3,5 g protein dalam urin tampung selama 24

jam, namun tidak semua dengan rentang proteinuria seperti ini menderita sindroma

nefrotik. Meskipun dengan urin dipstick didapatkan proteinuria 3+ berguna untuk

mengidentifikasi proteinuria pada sindroma nefrotik, kesulitan dalam mengumpulkan

sample urin selama 24 jam, rasio protein/kreatinin acak lebih mudah dalam mengukur

secara kuantitatif. Dengan memilih mengukur rasio protein/kreatinin, dalam mg/mg, lebih

akurat dalam menaksir ekskresi protein dalam gram per hari per 1,73 m2 luas permukaan

tubuh, jika didapatkan rasio 3 sampai 3,5 menunjukan proteinuria pada sindrom nefrotik.

Kadar serum albumin yang rendah (kurang dari 2,5 g per dL [25 g per L]) dan

hyperlipidemia yang berat juga khas menunjukan sindrom nefrotik. Pada suatu penelitian

12
dengan pasien sindrom nefrotik, 53% memiliki kadar kolesterol total lebih dari 300 mg per

dL (7,77 mmol per L) dan 25% memiliki kadar kolesterol total lebih dari 400 mg per dL

(10,36 mmol per L).11

Proteinuria ++++ (dengan dipstick) atau >3,5 g/hr, hipoalbuminemia, edema (bisa

anasarka), hyperlipidemia, lipiduria, penurunan IgG dan gamma globulin, sedangkan alpha

dan beta globulin relative meningkat, hipokalsemia.7

Diagnosis SN ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang seringkali ditandai dengan

edema yang timbul pertamakali pada daerah sekitar mata dan ekstremitas bagian bawah.

Tekanan darah meningkat pada 25% anak, diare akibat edema intestinal dan distres

pernafasan akibat edema pulmonal atau efusi pleura dapat di temukan. Pada kasus tertentu

dapat disertai hipertensi dan hematuria.13

2.9.Penatalaksanaan

Pada prinsipnya terapi untuk SN terdiri dari terapi umum dan terapi spesifik.

Terapi umum

1. Pengobatan untuk edema7

a. Dapat diberikan diuretika loop (furosemide) oral, bila belum ada respons dosis

ditingkatkan sampai terjadi diuresis, bila perlu bisa dikombinasi dengan

Hidroklorothiazid oral (bekerja sinergistik dengan furosemide). Bila tetap tidak

respon beri furosemide secara IV, bila perlu disertai pemberian infus albumin,

dan bila tetap belum ada respons perlu dipertimbangkan ultrafiltrasi mekanik

(terutama untuk kasus dengan insufisiensi ginjal).

b. Pembatasan diet garam 1-2 g/hr dan pembatasan cairan.

c. Bila perlu tirah baring, terutama untuk orang tua dengan edema tungkai berat

karena kemungkinan adanya insufiseinsi venous

13
d. Pengukuran berat badan (BB) setiap hari untuk mengevaluasi edema dan

keseimbangan cairan harus dicatat. BB diharapkan turun 0,5-1 kg/hr.

2. Pengobatan untuk proteinuria7

a. ACE inhibitor paling sering digunakan, cara kerjanya menghambat terjadinya

vasokonstriksi pada arteriol eferen.

b. Angiotensin II receptor Antagonis (ARB) mempunyai efektivitas yang sama

dengan ACE inhibitor, tetapi tidak didapatkan efek batuk seperti pada ACE

inhibitor.

3. Koreksi hipoproteinemia

Untuk memelihara keseimbangan Nitrogen yang positif dibutuhkan

peningkatan kadar protein serum. Tetapi pemberian diet tinggi protein selain sulit

dipenuhi penderita (anoreksia) juga terbukti justru meningkatkan ekskresi protein

urin. Untuk penderita SN diberikan diet tinggi kalori/karbohidrat (untuk

memaksimalkan penggunaan protein yang dimakan) dan cukup protein (0,8-1

mg/kgBB/hari).7

4. Terapi Hiperlipidemia

Walaupun belum ada bukti yang jelas bahwa hyperlipidemia pada SN

meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, tetapi apa yang terjadi pada populasi

umum perlu dipakai sebagai pertimbangan untuk menurunkan kadar lipid pada

penderita SN. Dapat digunakan golongan HMG-Co A reduktase inhibitor (statin).7

5. Hiperkoagulabilitas

Masih terdapat silang pendapat mengenai perlunya pemberian antikoagulasi

jangka panjang untuk semua penderita SN guna mencegah terjadinya thrombosis.

Tetapi bila sudah terjadi thrombosis atau emboli paru, maka perlu dipertimbangkan

antikoagulasi jangka panjang, seperti warfarin.7

14
6. Pengobatan Infeksi

Antibiotik yang tepat7

7. Pengobatan Hipertensi

Bila terdapat hipertensi bisa diberikan, ACE inhibitor, ARB, Non-

Dihydropyridinca Channel Blocker (CCB), pemberian diuretika dan pembatasan diet

garam, juga ikut berperan dalam pengelolaan hipertensi.7

Terapi Spesifik

Patogenesis sebagian besar penyakit glomerular dikaitkan dengan gangguan imun,

dengan demikian terapi spesifiknya adalah pemberian imunosupresif. Untuk penderita SN

dewasa dianjurkan untuk melakukan biopsy ginjal sebelum memulai terapi spesifik.7

1. Steroid

Prednisone 1 mg/kgBB/hari atau 60mg/hari dapat diberikan antara 4-12 minggu,

selanjutnya diturunkan secara bertahap dalam 2-3 bulan. Steroid memberi respon

yang baik untuk minimal change, walaupun pada orang dewasa respons nya lebih

lambat dibandingkan pada anak7

2. Cyclophosphamide

Untuk penderita yang mengalami relaps setelah steroid dihentikan (steroid

dependent) atau mengalami relaps > 3 kali dalam setahun (frequently relapsing) bisa

diberikan cyclophosphamide 2 mg/kgBB/hari selama 8-12 minggu. Pada penggunaan

cyclophosphamide perlu diwaspadai terjadinya efek samping, berupa infertilitas,

cystitis, alopecia, infeksi, malignansi.7

3. Chlorambucil

Digunakan dengan alasan yang sama dengan cyclophosphamide. Dosis 0,1-

0,2/kgBB/hari selama 5-12.7

15
4. Cyclosponne A (CyA)

Pada penderita yang mengalami relaps setelah pemberian Cyclophosphamide,

diberikan CyA dengan dosis awal 4-5 mg/kgBB/hari, dimana dosis selanjutnya perlu

disesuaikan dengan kadar CyA dalam darah. Pemberian berlangsung selama 1 tahun

kemudian diturunkan pelan-pelan. Mengingat CyA mempunyai efek nefrotoksik,

perlu memonitor fungsi ginjal.7

5. Azathioprine

Azathioprine dengan dosis 2-2,5 mg/kgBB/hr digunakan untuk Netritis Lupus.

Penggunaan, kombinasi obat, dosis, dan lama pemberian imunosupresif tersebut

bervariasi, tergantung pada diagnosis histologinya. Obat-obat yang lebih baru adalah

FK 506 atau takrolimus, dan Mycophenolate Mofetil (MMF).7

Pencegahan kekambuhan (relaps)

ISPA dapat mencetuskan kekambuhan pada SN, terhitung kira-kira 2/3 dari yang

mengalami kekambuhan. Tiga penelitian prospektif menunjukan penurunan kekambuhan

yang signifikan dengan dosis harian kortikosteroid (konversi dari dosis alternatif menjadi

dosis harian atau prednisolone 0,5 mg/kg) untuk 5-7 hari, selama infeksi virus terjadi.

Suplementasi dengan zinc (10 mg/hari, suplemen tambahan yang disarankan) dapat

menurunkan angka kekambuhan 20%.8

Vaksinasi dan Suplemen

Penderita SN rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri berkapsul, seperti

Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan grup B streptococcus. Maka dari

itu diperlukan vaksinasi; vaksin 23-valent pneumococcal polysaccharide diindikasikan

untuk pasien SN dengan usia >2 tahun, dengan booster setiap 5 tahun. Bagi pasien yang

16
mendapat vaksin 13-valent pneumococcal, interval lebih dari 8 minggu sebelum vaksinasi

23-valent.8

Penggantian vitamin D atau hormone tiroid juga harus dipertimbangkan, sebagaimana

pengobatan untuk dyslipidemia, jika memanjang.8

Modifikasi diit

Makanan bebas gluten dan bebas susu (bebas protein susu) efektif untuk beberapa

pasien pada sebagian kecil penelitian, menunjukan bahwa modifikasi microbiota pada gut

dengan diit dapat mengontrol penyakit yang berkaitan dengan imun seperti SN.8

2.10. Komplikasi

a. Keseimbangan Nitrogen Negatif

Proteinuria massif akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatif.

Secara klinis biasanya diukur dengan menggunakan kadar albumin plasma. Sindrom

nefrotik adalah suatu wasting illness, namun derajat kehilangan massa otot tertutupi

oleh gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang. Kehilangan

massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh tanpa lemak (lean body mass) tidak

jarang dijumpai pada SN. Turnover albumin meningkat bukan hanya sebagai respon

terhadap kehilangan protein dalam urin namun juga akibat katabolisme protein

terfiltrasi di tubulus. Diet tinggi protein tidak terbukti memperbaiki metabolisme

albumin karena respon hemodinamik terhadap asupan yang meningkat adalah

meningkatnya tekanan glomerulus yang menyebabkan kehilangan protein dalam urin

yang semakin banyak. Diet rendah protein akan mengurangi proteinuria namun juga

menurunkan kecepatan sintesis albumin, dan dalam jangka panjang akan

meningkatkan risiko memburuknya keseimbangan nitrogen negatif.12

17
b. Hiperlipidemia dan Lipiduria

Hyperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Respon

hiperlipidemik sebagian dicetuskan oleh menurunnya tekanan onkotik plasma, serta

derajat hyperlipidemia berbanding terbalik dan berhubungan erat dengan

menurunnya tekanan onkotik. Kondisi hyperlipidemia dapat reversible seiring

dengan resolusi dari SN yang terjadi baik secara spontan maupun di induksi dengan

obat. Tekanan onkotik yang rendah secara langsung menstimulasi transkripsi gen

apoprotein B di hepar.12

Dugaan bahwa penyakit jantung coroner meningkat pada SN akibat adanya

kombinasi hiperkoagulasi dan hyperlipidemia masih sulit untuk dibuktikan. Banyak

pasien yang menderita SN selama lebih dari 5-10 tahun akan memiliki resiko

kardiovaskular lain termasuk hipertensi dan uremia, sehingga sulit membedakan

pengaruh dari keduanya. Tetapi telah disadari bahwa pasien SN memiliki resiko lima

kali lebih tinggi untuk terjadinya kematian akibat coroner, dengan perkecualian pada

GN lesi minimal.12

Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserida bervariasi dari

normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan

meningkatnya LDL (Low Density Lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut

kolesterol. Kadar trigliserida yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL (Very

Low Density Lipoprotein). Selain itu pula ditemukan peningkatan IDL (Intermediate

Density Lipoprotein) dan lipoprotein (Lp) a sedangkan HDL (High Density

Lipoprotein) cenderung normal atau rendah. Mekanisme hyperlipidemia pada SN

dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya

katabolisme. Semula di duga hyperlipidemia merupakan hasil stimulasi non-spesifik

terhadap sintesis protein oleh hati. Karena sintesis protein tidak berkorelasi dengan

18
hyperlipidemia disimpulkan bahwa hyperlipidemia tidak langsung diakibatkan oleh

hipoalbuminemia. Hyperlipidemia dapat ditemukan pada SN dengan kadar albumin

mendekati normal dan sebaliknya pada pasien dengan hipoalbuminemia kadar

kolesterol dapat normal. Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan

sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan

kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL (Lipoprotein lipase)

diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada SN.

Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau

viskositas yang menurun. Penurunan kadar HDL pada SN diduga akibat

berkurangnya aktivitas enzim LCAT (Lecithin cholesterol acyltransferase) yang

berfungsi dalam katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut

kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas enzim

tersebut diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada SN. Lipiduria

sering ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipis pada debris sel dan

cast seperti badan lemak berbentuk oval (Oval fat bodies) dan fatty cast. Lipiduria

lebih dikaitkan dengan proteinuria dari pada dengan hyperlipidemia.12

c. Hiperkoagulability

Hipercoagulability (kecenderungan darah membeku) disebabkan oleh multifactorial,

seperti peningkatan faktor pembekuan (terutama faktor VIII), peningkatan sintesis

fibrinogen oleh hepar, rendahnya antitrombin III oleh karena hilang melalui urin,

perubahan kadar dan aktivitas protein S dan C, gangguan fibrinolysis, serta

peningkatan agregasi platelet.7

d. Keadaan Imunokompromais

Sindrom nefrotik berhubungan dengan peningkatan kehilangan immunoglobulin

melalui urin, terutama IgG, sebagaimana juga gangguan pada kaskade komplemen.

19
Defek pada kedua hal tersebut dapat melemahkan system imun dan meningkatkan

kerentanan terhadap infeksi. Vaksin pneumococcal, sering diberikan pada pasien

dengan sindrom nefrotik, efikasinya dapat terbatas akibat penurunan kadar antibody

antipneumococal yang cepat.9

e. Anemia

Pasien dengan proteinuria pada nefrotik sindrom mempunyai kemungkinan untuk

kehilangan berbagai tipe protein pada urin, termasuk protein pengangkut. Dengan

hilangnya transferrin akibat proteinuria, pasien mengalami anemia mikrositik

hipokromik karena resistensi zat besi. Dengan kegagalan ginjal yang progresif,

anemia dapat terjadi akibat penurunan sintesis eritropoietin oleh ginjal.9

f. Infeksi

Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah selulitis dan

peritonitis. Hal ini disebabkan Karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen faktor

B dan D di urin. Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (pneumonia penumokokal atau

peritonitis, selulitis, sepsis, ISK) diberikan antibiotik yang sesuai dan dapat disertai

pemberian immunoglobulin G intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin

penumokokus. Pemakaian imunosupresan menambah resiko terjadinya infeksi virus

seperti campak, herpes. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh

kuman gram negatif dan Streptococcus pneumonia) perlu diberikan pengobatan

penisilin parenteral, dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu

sefotaksim atau seftriakson, selama 10-14 hari.1

g. Hipokalsemia

Terjadi hipokalsemia karena:

- Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia

- Kebocoran metabolit vitamin D

20
Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik resiten

steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D. Bila

telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB intravena.1

h. Malnutrisi

Kondisi ini disebabkan oleh proteinuria yang berat, serta anoreksia akibat perfusi

usus yang menurun, edema hepatik dan visceral, serta rasa penuh pada perut karena

asites.7

i. Gagal Ginjal Akut

Bisa terjadi karena volume plasma efektif menurun (hipovolemia), sepsis, nekrosis

tubular akut, thrombosis vena renalis bilateral, obat (ACE inhibitor, OAINS).7

j. Komplikasi metabolik lain

Protein yang mengikat vitamin D (cholecalciferol binding protein) hilang

melalui urin sehingga kadar 25-hydroxy vitamin D plasma menurun dan terjadi

hipokalsemia. Tetapi kadar vitamin D bebas biasanya normal dan pada SN jarang

terjadi osteomalasia maupun hiperparatiroid yang tidak terkontrol tanpa adanya

insufisiensi ginjal.7

Thyroid binding globulin juga hilang melalui urin dan circulating thyroxine

total menurun, tetapi thyroxine bebas dan TSH normal, dan tidak ada perubahan

klinik status tiroid.7

Ikatan terhadap obat mungkin berubah oleh karena albumin serum yang

menurun, tetapi umumnya tidak dibutuhkan modifikasi dosis.7

21
k. Intususepsi

Intususepsi dapat terjadi diantara ileocolic junction dan usus halus pada pasien SN,

yang dapat menyebabkan nyeri akut abdomen. Hal ini disebabkan karena kombinasi

dari edema dinding usus dan inkoordinasi peristaltic.14

l. Krisis Hipovolemik

Syok hipovolemik harus menjadi perhatian pada pasien SN. Faktor risiko terjadinya

krisis hipovolemik termasuk penurunan kadar albumin yang sangat berat, diuretik

dosis tinggi, dan muntah. Manifestasi klinik berupa takikardi, ekstremitas yang

dingin, pengisian kapiler yang buruk, dan nyeri abdominal yang sedang sampai berat,

hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan hematokrit dan peningkatan kadar

asam urat. Sangat penting untuk mengukur ekskresi natrium urin (UNa) atau fraksi

ekskresi natrium (FENa) saat mengevaluasi status volume fisik.14

Tabel2.1. Komplikasi Mayor pada Sindrom Nefrotik.14

Komplikasi akibat penyakitnya Komplikasi akibat pengobatan

a. Infeksi: peritonitis primer, a. kortikosteroid:obesitas, retardasi

sepsis, selulitis, chickenpox pertumbuhan, hipertensi,

b. Kecenderungan tromboemboli: osteoporosis, katarak, glaucoma,

tromboemboli venous, emboli dan gangguan tingkah laku, dan

pulmonary lain-lain.

c. Krisis hipovolemik: nyeri b. Agen alkylating: supresi sumsum

abdominal, takikardi, hipotensi tulang, alopesia, mual, muntah,

d. Komplikasi kardiovaskular: sistitis hemoragik, infeksi,

hyperlipidemia, vaskulitis, infertilitas, malignansi sekunder

e. Anemia c. Cyclosporine A: nefrotoksisitas,

22
f. Gagal ginjal akut neurotoksisitas, hyperplasia

g. Gangguan hormonal dan gingiva, hirsutisme, dan hipertensi,

mineral: hipotiroidisme, dan lain-lain

hipokalsemia, penyakit tulang d. Mycophenolate mofetil: mual,

muntah, supresi sumsum tulang

e. Tacrolimus: diabetes, hipertensim

nefrotoksisitas, tremor, sakit

kepala, dan lain-lain.

f. Rituximab: bronkospasme, infark

miokard, leukoencephalopathy

multifocal progresif, dan reaktivasi

virus.

2.11. Prognosis

Status dalam 10 tahun: SN sering kambuh

Pada penelitian dengan follow up jangka panjang terhadap SN yang sering kambuh

selama lebih dari 10 tahun, sebagian pasien mengalami kekambuhan yang sering, dan

15% sembuh, dengan tanpa kekambuhan selama 2 tahun. Namun, mortalitas atau

kehilangan fungsi ginjal tidak teridentifikasi.8

Toksisitas Steroid, kualitas hidup

Efek samping terhadap pengobatan steroid jangka panjang termasuk perawakan yang

pendek, osteoporosis, obesitas, katarak, hipertensi, diabetes mellitus, dan gangguan

tingkah laku. Pertumbuhan dan kepadatan mineral tulang tidak berhubungan dengan

23
dosis kumulatif glukokortikoid, dan tinggi badan akhir secara signifikan lebih pendek

pada pasien yang mendapat dosis glukokortoid > 0,2 mg/kg/hari.8

Morbiditas jangka panjang pada penderita SN pediatric, terutama SDNS atau SRNS,

mempengaruhi kualitas hidup secara signifikan, dengan gangguan hubungan denga

teman sebaya, fungsi sosial, dan kegiatan di sekoalh, terutama pada pasien dengan

durasi penyakit yang lebih lama.8

Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan

hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS 25% menjadi gagal

ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan

fungsi ginjal. Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap

pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan

dengan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi SN lebih

didasarkan pada respons klinik yaitu1:

1. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)

2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)

24
BAB III

LAPORAN KASUS

II.1 Status Pasien

II.1.1 Identitas pasien

Nama : Sdr. D. P.
Umur : 17 tahun
Alamat : Dsn Bengkingan, Kalirejo, Dringu.
Pekerjaan : Pelajar
No RM : 617788
Pasien masuk ke ruangan flamboyan kelas III laki-laki pada tanggal 5 Desember 2016.

II.1.2 Anamnesa

A. Keluhan Utama : perut kembung

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh perut kembung sudah dirasakan sejak kurang lebih 7 hari yang lalu. Perut

kembung mendadak, semakin lama semakin membesar, dan tidak pernah mengecil, perut terasa tidak

nyaman. Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati. Pasien mengeluh mual dan muntah 4 kali, isinya

cairan, tidak ada darah. Pasien mengeluh batuk tidak berdahak dan sulit saat bernapas, napas terasa

berat. Pasien mengeluh bengkak disekitar mata, muncul setiap bangun tidur dan berkurang siang

harinya. Pasien juga mengeluh bengkak terjadi di kaki dan tangannya dan terasa dingin. Pasien juga

mengeluh badan terasa lemas dan mudah lelah. Pasien tidak mengeluh panas, pusing, dan pilek.

Pasien mengeluh makan dan minum sulit, jika makan hanya sedikit, setelah makan atau minum

pasien muntah. Pasien mengeluh bahwa BAK berbuih warnanya kuning, lancer, dan tidak dirasakan

nyeri saat kencing. Pasien mengeluh diare selama 2 hari, dengan frekuensi 2 kali perhari, ada

ampasnya, konsistensi lembek, dan warnanya kuning.

25
C. Riwayat penyakit dahulu

Pasien sudah pernah dirawat di RS Wonolangan selama 2 hari sebelumnya dengan keluhan

yang sama dan kemudian di rujuk ke RSUD dr. Moh saleh dengan diagnosa Sindrom

Nefrotik. Pasien menyangkal tidak memilki riwayat asma. Pasien mengatakan belum pernah

mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien juga sedang tidak mengidap penyakit-

penyakit kronis terntentu.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak memiliki sanak saudara yang mengidap gejala serupa sebelumnya.

E. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien mengatakan bahwa tidak suka minum jamujamuan. Pasien juga tidak suka

menkonsumsi minum-minuman berenergi. Pasien juga sedang tidak mengkonsumsi obat

dalam jangka waktu lama.

F. Riwayat Alergi

Pasien menyangkal tidak ada riwayat alergi makanan atau obat.

II. 1.3 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, kesadaran umum compos mentis, GCS 4-5-6
b. Tanda-tanda vital
HR : 124/74 mmHg
Nadi : 109 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 37,2oC

c. Keadaan Tubuh

26
Kepala : mesosefal
Kulit : turgor cukup, pucat (+), ikterus (-)
Mata : anemis (-/-), pupil isokor, reflek pupil (+/+), ikterus (-/-), edema palpebral
(+/+)
Hidung : sekret (-/-), dispneu (+), PCH (-)
Telinga : discharge (-/-)
Mulut : kering (+), sianosis (-), sariawan pada lidah (-)
Leher : simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-),
deviasi trakea (-)
d. Thoraks
Paru

Depan Belakang
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri

Inspeksi

Bentuk Simetris + + + +

Pergerakan Simetris Tertinggal + Tertinggal +

Palpasi

Fremitus Simetris Tertinggal Tertinggal +


+
raba
Fremitus Simetris Melemah Melemah +
+
suara
ICS Simetris + + + +

Perkusi

Suara ketok Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor

Sonor Redup Sonor Redup Sonor

Sonor Redup Sonor Redup Sonor

Sonor Redup Sonor Redup Sonor

Auskultasi

Suara nafas Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler Vesikuler


Vesikuler Vesikuler
melemah melemah

27
Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
melemah melemah
Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
melemah melemah
Ronkhi - - - - -

- - - - -

- - - - -

- - - - -

Wheezing - - - - -

- - - - -

- - - - -

- - - - -

Jantung
Inspeksi Iktus cordis tidak tampak

Palpasi Iktus tidak teraba


Thrill tidak teraba

Perkusi Batas kanan


Batas kiri

Auskultasi S1 S2 tunggal reguler


Suara tambahan : murmur (-) gallop (-)

Abdomen
Inspeksi Tidak ada bekas operasi (-)
Tidak ada bekas luka (-)
Massa (-)
Perut tampak kembung

Auskultasi Bising usus (+) normal

Palpasi Supel
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba

28
Ginjal tidak teraba
Nyeri tekan (+) Epigastrium

Perkusi Suara timpani


Shifting dullness (+)
Undulasi (+)

e. Ekstremitas
Superior Akral hangat kering merah

CRT < 2 detik

Edema + | -

Inferior Akral hangat kering merah

CRT < 2 detik

Edema +|+

II. 1.4 Pemeriksaan Penunjang

Tanggal / Jam Laboratorium Hasil pemeriksaan Nilai rujukan


3 Desember Urine lengkap Kejernihan: agak keruh Jernih
2016 Albumin: +3 (300) Negatif
Protein: Positif (+1) Negatif
Blood: Positif (+3) Negatif
Leukosit: 10-11/lpb 0-1
Hematologi Hemoglobin: 18,8 g/dL 13,2-17,3 g/dL
Lengkap Leukosit:13.800 /uL 4,50-12,50 10^3/uL
Eritrosit: 6,80 10^6/uL 4,40-5,90 10^6/uL
Trombosit: 559.000 /dL 140-392 10^3/dL
Hematokrit: 61,5% 34,0-50,0 %
Laborat darah BUN : 88,1 mg/dL 10,0-20,0 mg/dL
Kreatinin: 2,23 mg/dL 0,60-1,3 mg/dL
Asam urat: 10,8 mg/dL 2,1-7,6 mg/dL

29
Tanggal / Jam Laboratorium Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

5 Desember Darah lengkap 150.000 ~ 350.000


2016 Trombosit : 448.000/mm3

Glukosa rapid
78 mg/dl < 180
sewaktu

Fungsi ginjal BUN : 67,1 mg/dl 10 ~ 20

Kreatinin : 2,2 mg/dl 0,5 ~ 1,7

Fungsi Hati 10 ~40


AST (SGOT) : 25 U/L
10 ~40
ALT (SGPT) : 12 U/L

6 Desember Glukosa Darah <= 200 mg/dL


Glukosa Darah Acak: 52
2016
mg/dL

Fungsi Hati Albumin: 2,0 g/dL 3,3 5,2 g/dL

Elektrolit Natrium: 136,4 mmol/L 135-150 mmol/L


Kalium: 4,30 mmol/L 3,6-5,5 mmol/L
Kalsium : 1,07 mmol/L 1,0-1,3 mmol/L
Clorida: 93,8 mmol/L 100-108 mmol/L
7 Desember
Lemak Trigliserida: 13 mg/dL <= 150 mg/dL
2016
Cholesterol total: 272 <=200 mg/dL
mg/dL

Cholesterol HDL: 56
mg/dL >=35 mg/dL

Cholesterol LDL: 216 <=150 mg/dL


mg/dL

30
Fungsi Hati Albumin: 2,4 g/dL 3,3-5,2 g/dL

8 Desember
2016
Fungsi Hati Albumin: 2,4 g/dL 3,3-5,2 g/dL

9 Desember
2016 Kimia Urine Albumin: Positif (++) 2 Negatif

Mikroskopis Leukosit: 10-20/LP 0~5 /LP


Urine
Eritrosit: 20-30 /LP 0~5 /LP

Epitel: 8-10 /LP 0~5 /LP

Kristal: Amorf (+) Negatif

Lain-lain: Blood (+) Negatif


Fungsi Hati
Albumin: 2,3 g/dL 3,3-5,2 g/dL

Imunologi
Ana test: negative 0,055 Negatif: </= 0,90

Equivocal: 0,91-1,09

10 Desember Positif: >/= 1,10


2016 Fungsi Hati
Albumin: 2,3 g/dL 3,3-5,2 g/dL

11 Desember
2016 Fungsi Hati
Albumin: 2,4 g/dL 3,3-5,2 g/dL

12 Desember Fungsi Hati


2016 Albumin:2,2 g/dL 3,3-5,2 g/dL

13 Desember
2016 Fungsi Hati
Albumin: 2,8 g/dL 3,3-5,2 g/dL

16 Desember Fungsi Hati


Albumin: 2,5 g/dL 33,3-5,2 g/dL
2016
Urine Lengkap

31
Albumin: Positif (++) 2 Negatif

Lain-lain: Blood (+) Negatif

17 Desember Fungsi Hati


2016
Albumin: 2,2 g/dL 3,3-5,2 g/dL

18 Desember
2016 Fungsi Hati

Albumin: 2,8 g/dL 3,3-5,2 g/dL

Pengobatan :

1. Nasal 02 2 lpm
2. Infus NS 9% 5 tpm
3. Inj. Furosemide 2 x 20mg
4. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
5. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
6. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
7. Captopril PO 3 x 12,5 mg
8. Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
9. Domperidone PO 3 x 10 mg
10. Syrup sucralfat 4 dd cth II
11. Capsul (teophyline 130mg + codein 10mg + ambroxol 30 mg) 3 dd
caps I

II 1.5 Temporary Problem List

1. Perut kembung

2. Nyeri ulu hati

3. Perut terasa tidak enak

4. Lemas dan mudah lelah

5. Mual dan muntah

32
6. Batuk tidak berdahak

7. Napas terasa berat

8. Bengkak di mata, tangan, dan kaki

9. Makan dan minum sulit

10. BAK berbuih

11. Diare selama 2 hari

12. Dispneu

13. Pada inspeksi thorax pergerakan napas tampak tertinggal disisi kanan

14. Pada palpasi thorax pergerakan napas tertinggal di sisi kanan

15. Pada perkusi thorax suara terdengar redup di sisi kanan

16. Pada auskultasi thorax suara napas vesikuler terdengar melemah di sisi kanan

17. Nyeri tekan epigastrium

18. Shifting dullness (+)

19. Undulasi (+)

20. Edema pada tangan kanan, kaki kanan dan kiri.

21. Trombosit : 448.000/mm3

22. Hemoglobin: 18,8 g/dL


23. Leukosit:13.800 /uL
24. Eritrosit: 6,80 10^6/uL
25. Hematokrit: 61,5%
26. BUN : 67,1 mg/dl
27. Kreatinin : 2,2 mg/dl
28. Asam urat: 10,8 mg/dL
29. Urine lengkap: Kejernihan: agak keruh, Albumin: +3 (300), Protein: Positif (+1), Blood:
Positif (+3), Leukosit: 10-11/lpb

33
NO PERMANENT PROBLEM LIST INITIAL ASSEMENT

1. 1. Perut kembung Susp. Sindroma Nefrotik

2. Perut terasa tidak enak PLANNING

3. Bengkak seitar mata, tangan Dx :

dan kaki 1. Darah lengkap


2. Albumin
4. Lemas dan mudah lelah 3. Profil lipid
4. Urin lengkap
5. Nyeri ulu hati 5. Homeostasis
6. RFT
6. Mual dan muntah
7. LFT
7. Batuk tidak berdahak 8. Foto thorax PA
9. USG Abdomen
8. Napas terasa berat
Tx :
9. Makan dan minum sulit
1. Infuse NS 5 tpm
10. BAK berbuih 2. Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
3. Inj. Furosemide 2 x 20 mg
11. Diare selama 2 hari Mx :

1. Tanda-tanda vital
12. Dispneu
2. Gejala klinis
3. Monitoring berat badan
13. Pada inspeksi thorax

pergerakan napas tampak Ex :

tertinggal disisi kanan 1. Tirah baring


2. Minum dibatasi
14. Pada palpasi thorax pergerakan 3. Diit rendah garam
4. Batasi asupan protein
napas tertinggal di sisi kanan 5. Diit tinggi kalori/karbohidrat

15. Pada perkusi thorax suara

terdengar redup di sisi kanan

16. Pada auskultasi thorax suara

napas vesikuler terdengar

melemah di sisi kanan

17. Nyeri tekan epigastrium

34
18. Shifting dullness (+)

19. Undulasi (+)

20. Edema pada tangan kanan, kaki

kanan dan kiri.

21. Trombosit : 448.000/mm3

22. Hemoglobin: 18,8 g/dL


23. Leukosit:13.800 /uL
24. Eritrosit: 6,80 10^6/uL
25. Hematokrit: 61,5%
26. BUN : 67,1 mg/dl
27. Kreatinin : 2,2 mg/dl
28. Asam urat: 10,8 mg/dL
29. Urine lengkap: Kejernihan:
agak keruh, Albumin: +3 (300),
Protein: Positif (+1), Blood:
Positif (+3), Leukosit: 10-
11/lpb

II. 2 Data Soap Pasien di Ruangan

II.2.1 Selasa, 13 Desember 2016

S: Pasien mengeluh perut masih kembung tetapi sudah berkurang. Tidak ada
keluhan nyeri ulu hati, mual maupun muntah. Pasien juga sudah tidak
mengeluh batuk, dan napas sudah tidak terasa berat lagi. Pasien sudah mau
makan banyak, minum masih dibatasi. BAK banyak, dan masih berbuih
tetapi sudah berkurang, warnanya kuning dan pasien tidak mengeluh nyeri
saat kencing. Pasien mengeluh belum BAB (buang air besar), terakhir BAB
kemarin siang (Senin, 12 November 2016). Pasien sudah bisa duduk sendiri
dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tidak ada keluhan pusing saat duduk
ataupun berjalan.

O: Keadaan umum : cukup

35
Kesadaran : compos mentis

a/i/c/d:-/-/-/-

TD : 100/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit, reguler

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,6oC

a. Kepala/Leher : Anemis (-), PCH (-), pembesaran klj. Tiroid (-),


pembesaran klj. Limfe (-), deviasi trakea (-)
Oedem periorbita +|+

b. Thoraks : simetris (+), retraksi (-)


Pulmo : vesikuler + | + wheezing -/-, ronkhi -/-
+ | +
+ (melemah) | +
Perkusi : sonor | sonor Bronchophoni - | -
Sonor | sonor - | -
Redup | redup + | -
Cor : S1 S2 tunggal regular (+), murmur (-), gallop (-)
c. Abdomen : BU (+) normal, supel (+), timpani (+), shifting dullness (+),
Nyeri tekan (-)
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : ttb
Asites (+)
d. Ekstremitas
Superior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/-
Inferior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/+

A: Sindroma Nefrotik

P: Dx :

1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap

Tx :

1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg

36
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
6. Captopril PO 3 x 12,5 mg
7. Syr. Solac 3 dd C II

Mx :

1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring berat badan
4. Albumin serial

Ex :

1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat

Pemeriksaan Albumin Serial tanggal 18 desember 2016: Albumin: 2,8 g/dL.

II.2.2 Rabu, 14 Desember 2016

S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung, tetapi sudah berkurang. Ulu
hati sudah tidak nyeri, sudah tidak ada keluhan mual maupun muntah. Pasien
juga sudah tidak mengeluh batuk, dan napas sudah tidak terasa berat lagi.
Pasien sudah mau makan banyak, minum masih dibatasi. BAK (buang air
kecil) banyak, warnanya kuning dan masih berbuih, tidak ada keluhan nyeri
saat buang air kecil. Pasien mengatakan belum BAB (buang air besar) sejak
2 hari yang lalu (senin, 12 November 2016). Pasien sudah bisa duduk
sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tanpa keluhan pusing saat
duduk ataupun berjalan.

O: Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

a/i/c/d:-/-/-/-

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit, reguler

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,6oC

37
a. Kepala/Leher : Anemis (-), PCH (-), pembesaran klj. Tiroid (-),
pembesaran klj. Limfe (-), deviasi trakea (-), oedema perorbita +|+
b. Thoraks : simetris (+), retraksi (-)
Pulmo : vesikuler + | + wheezing -/-, ronkhi -/-
+ | +
+ (melemah) | +
Perkusi : sonor | sonor Bronchophoni - | -
Sonor | sonor - | -
Redup | redup + | -
Cor : S1 S2 tunggal reguler (+), murmur (-), gallop (-)
c. Abdomen : tampak kembung dan simetris, BU (+) normal, timpani
(+), shifting dullness (+), supel (+), nyeri tekan (-)
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : ttb
Asites (+)

d. Ekstremitas :
Superior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/-
Inferior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/+

A: Sindroma Nefrotik

P: Dx :

1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap
Tx :

1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
6. Captopril PO 3 x 12,5 mg
7. Syr. Solac 3 dd C II

Mx :

1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial

Ex :

38
1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat

II.2.3 Kamis, 15 Desember 2016

S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung tetapi sudah berkurang. Pasien
sudah mau makan banyak, minum masih dibatasi. BAK (buang air kecil)
banyak, warnanya kuning dan masih berbuih tetapi sudah berkurang dari
sebelumnya, tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil. Pasien mengatakan
belum BAB (buang air besar) sejak 3 hari yang lalu (senin, 12 November
2016). Pasien sudah bisa duduk sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan
tanpa keluhan pusing saat duduk ataupun berjalan.

O: Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

a/i/c/d:-/-/-/-

TD : 120/90 mmHg

Nadi : 84 x/menit, regular.

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,4oC

BB : 57,3 kg

a. Kepala/Leher : Anemis (-), PCH (-), pembesaran klj. Tiroid (-),


pembesaran klj. Limfe (-), deviasi trakea (-), oedema periorbita
(berkurang) +|+ (berkurang)
b. Thoraks : simetris (+), retraksi (-)
Pulmo : vesikuler + | + wheezing -/-, ronkhi -/-
+ | +
+ (melemah) | +
Perkusi : sonor | sonor Bronchophoni - | -
Sonor | sonor - | -
Redup | redup + | -
Cor : S1 S2 tunggal regular (+), murmur (-), gallop (-)
e. Abdomen : tampak kembung dan simetris, BU (+) normal, timpani
(+), shifting dullness (+), supel (+), nyeri tekan (-)

39
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : ttb
Asites (+) berkurang
c. Ekstremitas
Superior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/-
Inferior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/+

A: Sindroma Nefrotik

P: Dx :

1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap
Tx :

1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)
6. Syr. Solac 3 dd C II

Mx :

1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial

Ex :

1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat

II.2.4 Jumat, 16 Desember 2016

S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung tetapi sudah berkurang dari

sebelumnya. Pasien sudah mau makan banyak, minum masih dibatasi. BAK

40
(buang air kecil) banyak, warnanya kuning dan masih berbuih tetapi sudah

berkurang dari sebelumnya, tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil.

Pasien mengatakan sudah bisa BAB (buang air besar). Pasien sudah bisa

duduk sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tanpa keluhan pusing

saat duduk ataupun berjalan.

O: Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

a/i/c/d:-/-/-/-

TD : 100/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit, regular.

RR : 24 x/menit

Suhu : 36,6oC

BB : 55,5 kg

d. Kepala/Leher : Anemis (-), PCH (-), pembesaran klj. Tiroid (-),


pembesaran klj. Limfe (-), deviasi trakea (-), oedema periorbita
(berkurang) +|+ (berkurang)
e. Thoraks : simetris (+), retraksi (-)
Pulmo : vesikuler + | + wheezing -/-, ronkhi -/-
+ | +
+ (melemah) | +
Perkusi : sonor | sonor Bronchophoni - | -
Sonor | sonor - | -
Redup | redup + | -
Cor : S1 S2 tunggal regular (+), murmur (-), gallop (-)
f. Abdomen : tampak kembung dan simetris, BU (+) normal, timpani
(+), shifting dullness (-), supel (+), nyeri tekan (-)
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : ttb
Asites (-)
f. Ekstremitas
Superior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/-
Inferior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/+

41
A: Sindroma Nefrotik

P: Dx :

1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap

Tx :

1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)

Mx :

1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial

Ex :

1. Tirah baring
6. Minum di batasi
7. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
8. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
9. Diit tinggi kalori/karbohidrat

Pemeriksaan Albumin Serial tanggal 18 desember 2016: Albumin: 2,5 g/dL.

II.2.5 Sabtu, 17 Desember 2016

S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung tetapi sudah berkurang dari

sebelumnya. Pasien sudah mau makan banyak, minum masih dibatasi. BAK

(buang air kecil) banyak, warnanya kuning dan masih berbuih tetapi sudah

berkurang dari sebelumnya, tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil.

Pasien mengatakan sudah bisa BAB (buang air besar). Pasien sudah bisa

42
duduk sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tanpa keluhan pusing

saat duduk ataupun berjalan.

O: Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

a/i/c/d:-/-/-/-

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 96 x/menit, regular.

RR : 24 x/menit

Suhu : 36,7oC

BB : 54,1 kg

g. Kepala/Leher : Anemis (-), PCH (-), pembesaran klj. Tiroid (-),


pembesaran klj. Limfe (-), deviasi trakea (-), oedema periorbita
(berkurang) +|+ (berkurang)
h. Thoraks : simetris (+), retraksi (-)
Pulmo : vesikuler + | + wheezing -/-, ronkhi -/-
+ | +
+ (melemah) | +
Perkusi : sonor | sonor Bronchophoni - | -
Sonor | sonor - | -
Redup | redup + | -
Cor : S1 S2 tunggal regular (+), murmur (-), gallop (-)
g. Abdomen : tampak kembung dan simetris, BU (+) normal, timpani
(+), shifting dullness (-), supel (+), nyeri tekan (-)
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : ttb
Asites (-)
i. Ekstremitas
Superior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/-
Inferior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema +/+

A: Sindroma Nefrotik

P: Dx :

1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap

43
Tx :

1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)

Mx :

1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial

Ex :

1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat

Pemeriksaan Albumin Serial tanggal 17 desember 2016: Albumin: 2,2 g/dL.

II.2.6 Minggu, 18 Desember 2016

S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung tetapi sudah berkurang dari

sebelumnya. Pasien sudah mau makan banyak, minum masih dibatasi. BAK

(buang air kecil) banyak, warnanya kuning dan masih berbuih tetapi sudah

berkurang dari sebelumnya, tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil.

Pasien mengatakan sudah bisa BAB (buang air besar). Pasien sudah bisa

duduk sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tanpa keluhan pusing

saat duduk ataupun berjalan.

O: Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

a/i/c/d:-/-/-/-

44
TD : 110/70 mmHg

Nadi : 99 x/menit, regular.

RR : 28 x/menit

Suhu : 36,5oC

BB : 51,3 kg

j. Kepala/Leher : Anemis (-), PCH (-), pembesaran klj. Tiroid (-),


pembesaran klj. Limfe (-), deviasi trakea (-), oedema periorbita - | -
k. Thoraks : simetris (+), retraksi (-)
Pulmo : vesikuler + | + wheezing -/-, ronkhi -/-
+ | +
+ (melemah) | +
Perkusi : sonor | sonor Bronchophoni - | -
Sonor | sonor - | -
Redup | sonor + | -
Cor : S1 S2 tunggal regular (+), murmur (-), gallop (-)
h. Abdomen : tampak kembung dan simetris, BU (+) normal, timpani
(+), shifting dullness (-), supel (+), nyeri tekan (-)
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : ttb
Asites (-)
l. Ekstremitas
Superior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema -/-
Inferior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema
(minimal) +/+ (minimal)

A: Sindroma Nefrotik

P: Dx :

1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap

Tx :

1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)

45
Mx :

1. TTV
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial

Ex :

1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat

Pemeriksaan Albumin Serial tanggal 18 desember 2016: Albumin: 2,8 g/dL.

II.2.7 Senin, 19 Desember 2016

S: Pasien mengeluh perut masih terasa kembung sedikit tetapi sudah sangat

berkurang dari sebelumnya. Pasien sudah mau makan banyak, minum masih

dibatasi. BAK (buang air kecil) banyak, warnanya kuning dan masih berbuih

tetapi sudah berkurang dari sebelumnya, tidak ada keluhan nyeri saat buang

air kecil. Pasien mengatakan sudah bisa BAB (buang air besar). Pasien sudah

bisa duduk sendiri, dan jalan sendiri tanpa ditopang dan tanpa keluhan

pusing saat duduk ataupun berjalan.

O: Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

a/i/c/d:-/-/-/-

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 96 x/menit, regular.

46
RR : 20 x/menit

Suhu : 36,7oC

BB : 49,2 kg

m. Kepala/Leher : Anemis (-), PCH (-), pembesaran klj. Tiroid (-),


pembesaran klj. Limfe (-), deviasi trakea (-), oedema periorbita - | -
n. Thoraks : simetris (+), retraksi (-)
Pulmo : vesikuler + | + wheezing -/-, ronkhi -/-
+ | +
+ (melemah) | +
Perkusi : sonor | sonor Bronchophoni - | -
Sonor | sonor - | -
Redup | sonor + | -
Cor : S1 S2 tunggal regular (+), murmur (-), gallop (-)
i. Abdomen : tampak kembung dan simetris, BU (+) normal, timpani
(+), shifting dullness (-), supel (+), nyeri tekan (-)
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : ttb
Asites (-)
o. Ekstremitas
Superior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema -/-
Inferior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema
(minimal) +/+ (minimal)

A: Sindroma Nefrotik

P: Dx :

1. Urinalisis lengkap
2. Profil Lipid
3. Darah Lengkap

Tx :

1. Infus NS 9% 5 tpm
2. Inj. Furosemide 2 x 20mg
3. Inj. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
5. Simvastatin PO 20 mg (0-0-1)

Mx :

1. TTV

47
2. Gejala klinis
3. Monitoring BB
4. Albumin serial

Ex :

1. Tirah baring
2. Minum di batasi
3. Diit cukup protein (0,8-1 g/kgBB/hr)
4. Diit rendah garam (1-2 g/hr)
5. Diit tinggi kalori/karbohidrat

48
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. RESUME

Laki-laki usia 17 tahun dikeluhkan perut kembung. perut kembung sudah dirasakan

sejak kurang lebih 7 hari sebelum MRS. Perut kembung mendadak, semakin lama semakin

membesar, dan tidak pernah mengecil, perut terasa tidak nyaman. Pasien juga mengeluh

nyeri pada ulu hati. Pasien mengeluh mual dan muntah 4 kali, isinya cairan, tidak ada

darah. Pasien mengeluh batuk tidak berdahak dan sulit saat bernapas, napas terasa berat.

Pasien mengeluh bengkak disekitar mata, muncul setiap bangun tidur dan berkurang siang

harinya. Pasien juga mengeluh bengkak terjadi di kaki dan tangannya dan terasa dingin.

Pasien juga mengeluh badan terasa lemas dan mudah lelah. Pasien mengeluh

makan dan minum sulit, jika makan hanya sedikit, setelah makan atau minum pasien

muntah. Pasien mengeluh bahwa BAK berbuih warnanya kuning, lancar, dan tidak

dirasakan nyeri saat kencing. Pasien mengeluh diare selama 2 hari, dengan frekuensi 2 kali

perhari, ada ampasnya, konsistensi lembek, dan warnanya kuning. Pasien sudah pernah

dirawat di RS Wonolangan selama 2 hari sebelumnya dengan keluhan yang sama dan

kemudian di rujuk ke RSUD dr. Moh saleh dengan diagnosa Sindrom Nefrotik. Pasien

menyangkal tidak memilki riwayat asma. Pasien mengatakan belum pernah mengalami

keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien juga sedang tidak mengidap penyakit-penyakit

kronis terntentu. Pasien mengatakan tidak memiliki sanak saudara yang mengidap gejala

serupa sebelumnya.

Pasien mengatakan bahwa tidak suka minum jamujamuan. Pasien juga tidak suka

menkonsumsi minum-minuman berenergi. Pasien juga sedang tidak mengkonsumsi obat

dalam jangka waktu lama. Pasien menyangkal tidak ada riwayat alergi makanan atau obat.

49
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, kesadaran

composmentis, GCS 4-5-6, tensi 124/74 mmHg. Nadi 109 x/menit, RR 24 x/menit, suhu

37,2oC.

Dari status general terdapat kelainan pada mata yaitu edema palpebral kanan/kiri,

didapatkan dispneu, pada pemeriksaan thorax didapatkan inspeksi: pergerakan dada kanan

depan dan belakang tertinggal, palpasi: fremitus raba sisi kanan depan dan belakang

tertinggal, fremitus suara sisi kanan depan dan belakang melemah, perkusi: didapatkan

suara ketok redup mulai ICS 4 sampai basal paru kanan depan dan belakan, auskultasi:

didapatkan suara vesikuler melemah mulai ICS 4 sampai basal paru kanan depan dan

belakang, tidak ditemukan suara rhonki maupun wheezing. Pada pemeriksaan jantung

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen

didapatkan nyeri tekan di epigastrium, asites: shifting dullness positif , undulasi positif.

Pada ekstremitas didapatkan edema pitting pada tungkai atas kanan, dan tungkai bawah

kanan kiri, kulitnya tampak pucat.

Dari pemeriksaan penunjang yang menunjukan kelainan adalah:

Dari pemeriksaan hematologi didapatkan: Albumin 2 g/dL (6 Desember 2016), cholesterol

total 272 mg/dL (7 Desember 2016), Cholesterol LDL 216 mg/dL (7 Desember 2016)

Dari pemeriksaan Fungsi Ginjal didapatkan: BUN 88,1 mg/dL (3 Desember 2016),

kreatinin 2,23 mg/dL (3 Desember 2016)

Dari pemeriksaan Urinalisis Lengkap didapatkan: Albumin +3 (300 mg/dL) (3 Desember

2016), Protein (+1) (3 Desember 2016), leukosit 10-11/lpb (3 Desember 2016), blood

positif (+3) (3 Desember 2016), eritrosit 20-30/LP (9 Desember 2016), epitel 8-10/LP (9

Desember 2016), Kristal Amorf (+) (9 Desember 2016).

50
Ana test: negative 0,055 (9 Desember 2016).

Foto thorax: tampak efusi pleura dextra massif dan efusi pleura sinistra.

4.2. DISKUSI

Laki-laki usia 17 tahun dikeluhkan perut kembung, selain itu juga didapatkan

bengkak pada sekitar mata dan pada kaki. Manifestasi klinik pada pasien ini adalah asites

dan edema, edema ini tampak pada sekitar 95% pada pasien dengan sindrom nefrotik.

Pada fase awal edema sering bersifat intermiten, biasanya awalnya tampak pada daerah-

daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (daerah periorbita, pre-tibia).

Bengkak bersifat lunak, dan meninggalkan bekas bila ditekan disebut pitting edema. Selain

itu pasien juga mengeluh sulit jika bernapas, dari pemeriksaan foto thorax didapatkan efusi

pleura dextra massif dan efusi pleura sinistra, hal ini merupakan salah satu akibat dari

hipoalbuminemia pada sindom nefrotik yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik

plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan interstitium dan terjadi

edema, yang dapat timbul di daerah periorbita, efusi pleura, asites, pretibial.

Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati. Pasien mengeluh mual dan muntah 4

kali, isinya cairan, tidak ada darah. Pasien mengeluh batuk tidak berdahak dan sulit saat

bernapas, napas terasa berat.

Pasien juga mengeluh badan terasa lemas dan mudah lelah. Pasien mengeluh

makan dan minum sulit, jika makan hanya sedikit, setelah makan atau minum pasien

muntah. Pasien mengeluh bahwa BAK berbuih warnanya kuning, lancar, dan tidak

dirasakan nyeri saat kencing. Pasien mengeluh diare selama 2 hari, dengan frekuensi 2 kali

perhari, ada ampasnya, konsistensi lembek, dan warnanya kuning. Gangguan

51
gastrointestinal sering timbul pada pasien sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien

akibat adanya edema mukosa usus.

Dari pemeriksaan hematologi didapatkan Albumin 2 g/dL, Cholesterol total 272

mg/dL, Cholesterol LDL 216 mg/dL. Dari pemeriksaan Fungsi Ginjal didapatkan: BUN

88,1 mg/dL, kreatinin 2,23 mg/dL. Dari pemeriksaan Urinalisis Lengkap didapatkan:

Albumin +3 (300 mg/dL), Protein (+1), leukosit 10-11/lpb, blood positif (+3), eritrosit 20-

30/LP, epitel 8-10/LP, Kristal Amorf (+). Ana test: negatif 0,055.

Proteinuria terjadi karena perubahan integritas membran basalis glomerulus yang

menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma, protein

utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin, sehingga kadar albumin dalam

darah berkurang, dan terjadi hipoalbuminemia. Akibat hipoalbuminemia, tekanan onkotik

plasma berkurang sehingga terjadilah edema karena cairan di dalam intravascular

merembes ke ruang interstitial. Selain itu terjadi hyperlipidemia yang muncul akibat

respon dari penurunan tekanan onkotik plasma, terjadi peningkatan sintesis lipid dan

lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme lipid.

Pada pembahasan ini pasien didiagnosa kerja dengan sindrom nefrotik. Pada

pemeriksaan hematologi menunjukan kadar albumin plasma 2 g/dL pada 3 Desember

2016, selama dalam masa pengobatan pasien ini mengalami perbaikan, yaitu terjadinya

kenaikan kadar albumin plasma menjadi 2,8 g/dL pada 18 Desember 2016.

Penatalaksanaan pada pasien sindrom nefrotik ini adalah istirahat tirah baring.

Batasi asupan garam 1-2 g/hari, batasi cairan, diet protein 0,8-1 g/kgBB/hari. O2 Nasal 2

lpm, Diuretic (furosemide injeksi 20 mg) tergantung beratnya edema dan respon

pengobatan. Furosemide yang diberikan pada pasien ini adalah 3 x 20 mg IV. Simvastatin

1 x 20 mg P.O. a. n. untuk mengatasi hyperlipidemia. Captopril 3 x 12,5 mg P.O. untuk

52
mengatasi hipertensinya. Ceftriaxone 2 x 500 mg IV untuk profilaksis komplikasi infeksi.

Untuk penanganan sindrom nefrotik diberikan methylprednisolone 3 x 62,5 mg IV, untuk

penanganan keluhan gastrointestinalnya diberikan omeprazole 2 x 40 mg IV, domperidone

3 x 10 mg P.O., Syrup sucralfat 4 dd cth II, syrup Solac 3 dd C II. Untuk keluhan batuk

karena efusi pleura setelah konsul ke pihak Sp. P. diberikan kapsul yang berisi teophyline

130mg + codein 10mg + ambroxol 30 mg 3 dd caps I.

53
DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas, Husein dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.
Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h. 1- 18.
2. Andolino, T. P. and Adam, J. R. 2015. Nephrotic Syndrome. Pediatrics in Review Vol. 36 No.
3: 117-126.
3. Eddy, A. A. and Symons, J. M. 2003. Nephrotic Syndrome in Childhood. The Lancet Vo.
362: 629-39.
4. Guyton dan Hall. 2009. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Edisi 11, editor: Husny Mutaqqin.
ECG: Jakarta. Halaman 524-525, 530.
5. Handayani, I., Rusli, B., dan Hardjoeno. 2007. Gambaran Kadar Kolesterol, Albumin, dan
Sedimen Urin Penderita Anak Sindroma Nefrotik. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret 2007: 49-52.
6. Hull, R. P. and Goldsmith, D. J. A. 2008. Nephrotic Syndrome in Adults. BMJ 2008;
336:1185.
7. Irwanadi, C. dan Mardiana, N. 2015. Sindroma Glomerular: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, editor: Askandar Tjokroprawito. Arilangga University Press (AUP): Surabaya.
Halaman: 475-478.
8. Kang, H. G. and Cheong, H. I. 2015. Nephrotic Syndrome: Whats New, Whats Hot?.
Review Article; Korean J Pediatr 2015;58(8):275-282.
9. Keddis, M. T. and Karnath, B. M. 2007. The Nephrotic Syndrome, editor: Bernard M.
Karnath. Hospital Physician; pp. 25-30, 38.
10. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th ed. Saunders.
Philadelphia.
11. Kodner, C. 2009. Nephrotic Syndrome in Adults: Diagnosis and Management. American
Family Physician, Volume 80, Number 10, p;1130-1134.
12. Lidya, A. dan Marbun M. B. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI, editor:
Siti Setiati. Interna Publishing: Jakarta. Hal: 2083-2084.
13. Mamesah, R. S., Umboh, A., dan Gunawan S. 2016. Hubungan Aspek Klinis dan Laboratorik
dengan Tipe Sindrom Nefrotik pada Anak. Jurnal e-Clinic (e-Cl), Volume 4, Nomor 1,
Januari-Juni 2016. Hal. 349-353.
14. Park, S. J. and Shin, J. I. 2011. Complications of Nephrotic Syndrome. Korean J Pediatr
2011;54(8):322-328.
15. Smoyer W. E. and Gbadegesin R. 2008. Nephrotic Syndrome: in Comprehensive Pediatric
Nephrology, editor: Denis F. Geary: Elsevier Inc.

54
LAMPIRAN

No Gambar Keterangan

1 Edema tungkai bawah


kanan dan kiri

2
Edema tungkai atas
kanan

55
3 Edema palpebral kanan
kiri

4
Asites

5
Foto thorax: Efusi
Pleura Dextra massif
dan efusi pleura
sinistra

56

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas FGD Kelompok 1
    Tugas FGD Kelompok 1
    Dokumen25 halaman
    Tugas FGD Kelompok 1
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Algoritme Epistaksis18
    Algoritme Epistaksis18
    Dokumen1 halaman
    Algoritme Epistaksis18
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen6 halaman
    Book 1
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen8 halaman
    Presentation 1
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • FGD Ari
    FGD Ari
    Dokumen3 halaman
    FGD Ari
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Translate Hal 7-12
    Translate Hal 7-12
    Dokumen11 halaman
    Translate Hal 7-12
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen6 halaman
    Book 1
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cor Pulmonale
    Cor Pulmonale
    Dokumen21 halaman
    Cor Pulmonale
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cor Pulmonale
    Cor Pulmonale
    Dokumen21 halaman
    Cor Pulmonale
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • BAB II Tinjauan Pustaka
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Dokumen17 halaman
    BAB II Tinjauan Pustaka
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • SEMINAR
    SEMINAR
    Dokumen14 halaman
    SEMINAR
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen24 halaman
    Bab I
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Coret
    Coret
    Dokumen4 halaman
    Coret
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Responsi 1 Ivanna
    Responsi 1 Ivanna
    Dokumen5 halaman
    Responsi 1 Ivanna
    Dhino Raya
    Belum ada peringkat
  • BAB II Tinjauan Pustaka
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Dokumen17 halaman
    BAB II Tinjauan Pustaka
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Home Visite Cover
    Home Visite Cover
    Dokumen2 halaman
    Home Visite Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen24 halaman
    Bab I
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Home Visite Cover
    Home Visite Cover
    Dokumen2 halaman
    Home Visite Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen3 halaman
    Lembar Pengesahan
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Coret 2
    Coret 2
    Dokumen3 halaman
    Coret 2
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen3 halaman
    Lembar Pengesahan
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Coret 2
    Coret 2
    Dokumen3 halaman
    Coret 2
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen24 halaman
    Bab I
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Home Visite I Gusti Agung Ari Nugraha 16710125
    Home Visite I Gusti Agung Ari Nugraha 16710125
    Dokumen9 halaman
    Home Visite I Gusti Agung Ari Nugraha 16710125
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cover CD 1
    Cover CD 1
    Dokumen1 halaman
    Cover CD 1
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat