the cause of any transmissible disease.With the discovery of agents that could pass
bacteria-retaining filters,the term filterable viruswas introduced and this was
later shortened to virus.Pioneering virologists crafted biological definitions
emphasizing that viruses were obligate intracellular parasites which,in their
extracellular vegetative phase,formed particles smaller than bacteria (virus
particles or virions range in size from 15 to 300nm) and that these virions could,in
some cases,be crystallized like chemical compounds.Subsequently,modern genetic
and biochemical definitions of viruses were introduced, which emphasized that
viral genomes consisted of RNA or DNA, that encoded structural proteins that
were incorporated into the virus particle and non-structural proteins that were
essential for replication,transcription,translation and processing of the viral
genome.Probably the most succinct description is that of Peter Medawar,bad
news wrapped in protein.
Kata virusis berasal dari bahasa Latin untuk 'racun' dan secara tradisional
digunakan untuk penyebab dari penyakit menular. Dengan ditemukannya agen
yang dapat melewati filter penahan bakteri, istilah 'filterable virus' diperkenalkan
dan ini kemudian disingkat menjadi 'Virus' . Beberapa virologis menyusun definisi
biologis yang menekankan bahwa virus adalah parasit obligat intraselular yang
dalam fase vegetatif ekstraselularnya membentuk partikel yang lebih kecil dari
bakteri (partikel virus atau virion berkisar dalam ukuran 15 sampai 300nm) dan
virion ini bisa dikristalisasi seperti senyawa kimia. Selanjutnya, definisi genetika
dan biokimia modern mengenai virus diperkenalkan, yang menekankan bahwa
genom virus terdiri dari RNA atau DNA, yang mengkodekan protein struktural
dan non-struktural yang digabungkan ke dalam partikel virus yang penting untuk
replikasi, transkripsi, translasi dan pengolahan genom virus. Oleh sebab itu,
menurut Peter Medawar, virus di sebut sebagai bad news wrapped in protein atau
sesuatu yang buruk dibalut dengan protein.
Terapi
HAV
Terapi : pengobatan simtomatik dan suportif.
Pencegahan : Sanitasi yang adekuat dan higiene perorangan yang baik akan
menurunkan tranksmisi HAV. Vaksin inaktif telah tersedia untuk perlindungan
secara aktif. Individu dapat secara pasif terlindungi dengan menggunakan
imunoglobolin.
HBV
Diagnosis : tes serologis dilakukandengan immunoassay untuk
mendeteksi HBcAg, HBeAg, dan antibodi terhadap HBcAg (IgM dan
IgG), anti HBsAg; deteksi asam nukleat.
Terapi : interferon-, lamivudin, atau adefovir. Pencegahan ;vaksin HBV.
Imunoglobulin HBV untuk profilaksi pascapajanan dan neonatus dari ibu
carrier. Tidak ada terapi spesifik antiviral untuk hepatitis B akut.
Pencegahan dengan melakukan pemeriksaan penyaring terhadap donor
darah produk darah, pemakaian alat dan jarum sekali pakai, serta
sterilisasi yang efisien terhadap instrumen medis. Tersedia vaksin HBsAg
rekombinan dan perlu diberikan kepada kelompok berisik, terutama
petugas kesehatan. Imunoglobulin spesifik (imunisasi pasif) dapat
diberikan kepada orang yang belum memiliki kekebalan namun terpajan
HBV (misal: pada luka tertusuk jarum suntik) dan kepala bayi yang lahir
dari ibu dengan HbeAg positif (carrier).
HCV
Diagnosis : ditegakkan dengan pemeriksaan serologi yaitu EIA untuk
mendeteksi antibodi HCV dan dengan metode deteksi asam nukleat.
Terapi : interferon- dan ribavirin.
Pencegahan : prinsipnya sama dengan pencegahan HBV.
HDV
Diagnosis : serologi (EIA) dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi
dan antigen HDV.
Pencegahan :Vaksin HBV
HEV
Diagnosis : serologi (EIA) dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi
dan antigen HDV.
Pencegahan :Vaksin HBV
HIV
Diagnosis : deteksi antigen dan antibodi HIV-spesifik melalui tes
aglutinasi partikel pasif (PPAT), EIA, dan western blot (WB). Teknik
molekular untuk mendeteksi HIV, perhitungan jumlah virus (viral load),
dan penemuan resistensi obat telah menjadi bagian yang penting dalam
diagnosis dan penganan klinis pasier.
Pencegahan dan pengendalian: belum ada obat antivirus HIV. Belum ada
vaksin, pemeriksaan untuk semua donor darah dan donor organ,
kampanye informasi, program gantian jarum dan pemakaian kondom.
Virus dengue
Kontrol dan pencegahan virus dengue dilakukan PSN (pemberantasan sarang
nyamuk) dengan menguras atau larvasida dan penyemprotan nyamuk dewasa
dengan insektisida. Kontrol epidemi yang terpenting adalah dengan membunuh
nyamuk vektor betina dewasa dan menghambat perkembangan nyamuk
Polio
Pencegahan yang efektif dapat dilakukan dengan Vaksinasi.
Terdapat dua jenis vaksin polio: Vaksin Polio Oral (OPV) yang diberikan
melalui mulut an Vaksin Polio Inaktivasi (IPV) yang diberikan melalui
suntikan.
1 Rafi Ahmed, Christine A. Biron, Margo A. Brinton, Francisco Gonzalez
Scarano, Diane E. Griffin, Kathryn V. Holmes, Frederick A. Murphy, Julie
Overbaugh, Douglas D. Richman, Erle S. Robertson, Harriet L. Robinson.
2007. Viral Pathogenesis and Immunity. Departments of Microbiology and
Neurology University of Pennsylvania. Medical Center Philadelphia USA
2 Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2015. Situasi dan analisis Hepatitis. Infodatin Kemenkes.
3 Lidya, A. dan Marbun M. B. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi VI, editor: Siti Setiati. Interna Publishing: Jakarta.
4 Irwanadi, C. dan Mardiana, N. 2015. Sindroma Glomerular: dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, editor: Askandar Tjokroprawito. Arilangga
University Press (AUP): Surabaya.
5 Soemyarso, Ninik A., Darto Saharso., Sjamsul Arief., 2014. Modul
Pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya : Airlangga University.
6 Menaldi, Sri L.S.W., Kusmarinah B,. Wresti Indriatmi. 2016. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
7 Darmadi., Riska Habriel Ruslie. 2012. Diagnosis Dan Tatalaksana Infeksi
HIV. Dokter RSUD Z.A. Pagar Alam, Way Kanan, Lampung