Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi


ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang
menyerang struktur, fungsi paru, atau pembuluh darah pulmonal yang dapat
berlanjut menjadi gagal jantung kanan.1,2 Menurut World Health Organization
(WHO), definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan hipertrofi ventrikel
kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru. Tidak termasuk
kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung
kongenital (bawaan).3 Istilah hipertrofi yang bermakna sebaiknya diganti menjadi
perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan. Dikarenakan paru berkorelasi dalam
sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel kanan dengan bagian kiri jantung, perubahan
pada struktur atau fungsi paru akan mempengaruhi secara selektif jantung kanan.
Patofisiologi akhir yang umum yang menyebabkan kor pulmonal adalah
peningkatan dari resistensi aliran darah melalui sirkulasi paru dan mengarah pada
hipertensi arteri pulmonal.4

Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor
pulmonal akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik
sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonal
kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan sedangkan pada kor-pulmonal
akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.1 Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak
diketahui karena seringkali terjadi tanpa dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan
insidens kor pulmonal adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung.4 Di
Inggris terdapat sedikitnya 0,3% populasi dengan resiko terjadinya kor pulmonal
pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi telah mengalami
hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.5

1
Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia, menemukan penyebab terbanyak kor
pulmonal berturut-turut adalah asma bronkial, tuberkulosis paru, bronkitis kronik,
emfisema, penyakit interstisial paru, bronkiektasis, obesitas, dan kifoskoliosis.
Menurut penelitian sekitar 80-90% pasien kor pulmonal mempunyai PPOK dan 25
% pasien dengan PPOK akan berkembang menjadi kor pulmonal.5 Kor pulmonal
terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan berlebihan pada ventrikel
kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja ventrikel kanan yang
menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya berdinding tipis, yang
akhirnya dapat menyebabkan disfungsi ventrikel dan berlanjut kepada gagal
jantung.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Kor pulmonal sering disebut sebagai penyakit jantung paru, didefinisikan


sebagai dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan akibat adanya penyakit parenkim
paru atau pembuluh darah paru.1,2 Menurut WHO, definisi kor pulmonal adalah
keadaan patologis dengan ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang
disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru, tidak termasuk kelainan
karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenital
(bawaan).3 Menurut Braunwahl, kor pulmonal adalah keadaan patologis akibat
hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal.
Penyebabnya antara lain penyakit parenkim paru, kelainan vaskuler paru, dan
gangguan fungsi paru karena kelainan thoraks, tidak termasuk kelainan vaskuler
paru yang disebabkan kelainan ventrikel kiri, penyakit jantung bawaan, penyakit
jantung iskemik, dan infark miokard akut.6

II.2. Epidemiologi

Terdapat beberapa penelitian yang membahas mengenai prevalensi penyakit cor


pulmonale pada populasi yang besar, pada kondisi dimana sangat sulit untuk
mendiagnosis yang hanya berdasarkan tanda dan gejala klinis saja. Penyebab utama
dari cor pulmonale di dunia adalah Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang
disebabkan karena merokok. Prevalensi cor pulmonale pada penderita PPOK telah
dilaporkan sekitar 20-91% tetapi tidak semua penderita PPOK mengalami cor
pulmonale. Cor pulmonale akut sering disebabkan karena emboli vena pulmonalis
yang masif, dan ini dapat menyebabkan kematian, dimana resiko tertinggi kematian
terjadi satu jam setelah terdapatnya emboli.7

3
II.3. Etiologi

Kor pulmonal terjadi akibat adanya perubahan akut atau kronis pada
pembuluh darah paru dan atau parenkim paru yang dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi pulmonal.8 Prevalensi pasti kor pulmonal sulit dipastikan karena dua
alasan. Pertama, tidak semua kasus penyakit paru kronis menjadi kor pulmonal, dan
kedua, kemampuan kita untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan kor pulmonal
dengan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium tidaklah sensitif. Namun,
kemajuan terbaru dalam 2-D echo/Doppler memberikan kemudahan untuk
mendeteksi dan mendiagnosis suatu kor pulmonal. Penyakit yang mendasari
terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan menjadi 4 kelompok2 :

1. Penyakit pembuluh darah paru.


2. Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,
granuloma atau fibrosis.
3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada.
4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan gangguan
pernafasaan saat tidur. Penyakit yang menjadi penyebab utama dari kor
pulmonal kronis adalah PPOK, diperkirakan 80-90% kasus.

II.4. Anatomi9

Anatomi Saluran Pernapasan

Paru-paru mempunyai sumber suplai darah dari Arteria Bronkialis dan


Arteria pulmonalis. Arteria Bronkialis berasal dari Aorta torakalis dan berjalan
sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronchialis yang besar mengalirkan
darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara ke vena cava superior
dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena brochialis yang lebih kecil akan
mengalirkan darah vena pulmonalis, karena sirkulasi bronchial tidak berperanan
pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2-3%

4
curah jantung. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenisasi dari sirkulasi
sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.

Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena
campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran
gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutup alveolus,
merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus
dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena
pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya kepada sel-sel
melalui sirkulasi sistemik.

Gambar 1. Sistem sirkulasi jantung dan paru-paru

Anatomi Jantung Ventrikel Kanan9

Letak ruang ventrikel kanan paling depan di dalam rongga dada yaitu tepat di
bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan
ventrikel kiri dan medial atrium kiri. Berbentuk bulan sabit/setengah bulatan
berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm yang disebabkan oleh tekanan di ventrikel
kiri yang lebih besar.

Dinding anterior dan inferior disusun oleh serabut otot yaitu trabekula karnae
yang sering membentuk persilangan satu sama lain. otot ini di bagian apikal

5
berukuran besar yaitu trabecula septo marginal (moderator band). Ventrikel kanan
secara fungsional dapat dibagi dua alur ruang yaitu alur masuk ventrikel kanan
(Righ ventricular out flow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin
terletak di bagaian superior ventrikel kanan yaitu infundibulum/conus arteriosus.
Alur masuk dan keluar dipisahkan oleh krista supra ventrikuler yang terletak tepat
di atas daun anterior katup triauspid.

II.5. Fisiologi9

Fisiologi pernafasan
Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama :
a. ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara dan atmosfer
dal alveoli paru-paru
b. difusi adalah proses pertukaran O2 dan Co2 antara alveoli dan darah
c. transfortasi adalah proses beredarnya gas dalam darah dan cairan tubuh
ked an dari sel-sel
Proses fisiologi respirasi dibagi menjadi tiga stadium yaitu :
a. difusi gas-gas antara alveolus dengan kapiler paru-paru dan darah
sistemik dengan sel-sel jaringan.
b. Distribusi darah adalah sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus-alveolus.
c. Reaksi kimia dan fisik O2 dan CO2 dengan darah.

II.6. Patogenesis

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit


yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-paru
berulang, dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru-paru akibat penyakit
pernapasan obstruktif atau restriktif. Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul
kor pulmonal biasanya terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi
pulmonal. Hipertensi pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari

6
ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung.
Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan
resistensi vaskuler paru pada arteri dan arteriola kecil. Dua mekanisme dasar yang
mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru adalah: (1) vasokontriksi dari
pembuluh darah pulmonal akibat adanya hipoksia dan (2) obstruksi dan/atau
obliterasi jaringan vaskular paru-paru.10

Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang kuat untuk


menimbulkan vasokontriksi pulmonal daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia
alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru,
sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis,
hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan
vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan
peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnia,
juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru. Mekanisme kedua yang turut
meningkatkan resistensi vaskuler dan tekanan arteri paru adalah bentuk
anatomisnya. Emfisema ditandai oleh kerusakan bertahap dari struktur alveolar
dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya.
Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman
vaskuler. Selain itu, pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan
dari luar karena efek mekanik dari volume paru yang besar. Tetapi, peranan
obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak
sepenting vasokontriksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira
duapertiga sampai tigaperempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi
atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna. Asidosis
respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit
obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan perfusi-
ventilasi. Setiap penyakit paru memengaruhi pertukaran gas, mekanisme ventilasi,
atau jaringan vaskular paru dapat mengakibatkan kor pulmonal.10 Patogenesis kor
pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi pulmonal dan tidak bisa
dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya gangguan pada parenkim paru, kinerja

7
paru, maupun sistem peredaran darah paru secara akut maupun kronik dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.10

Hipertensi pulmonal dapat diartikan sebagai penyakit arteri kecil pada paru
yang ditandai dengan proliferasi vaskuler dan remodeling. Hal ini pada akhirnya
dapat menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah paru yang
mengakibatkan terjadinya gagal ventrikel kanan dan kematian. Hipertensi pulmonal
dibagi menjadi primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi
pulmonal yang tidak disebabkan oleh adanya penyakit jantung, parenkim paru,
maupun penyakit sistemik yang melatarbelakanginya. Hipertensi pulmonal lain
selain kriteria tersebut disebut hipertensi pulmonal sekunder.10 Hipertensi pulmonal
akibat komplikasi kronis paru (sekunder) didefinisikan sebagai peningkatan rata-
rata tekanan arteri pulmonal (TAP) istirahat, yakni >20 mmHg. Pada hipertensi
pulmonal primer angka ini lebih tinggi yakni >25 mmHg. Pada pasien muda (<50
tahun) TAP normalnya berada pada kisaran 10-15 mmHg. Dengan bertambahnya
usia TAP akan meningkat kurang lebih 1 mmHg setiap 10 tahun. Selain dipengaruhi
usia TAP juga dipengaruhi oleh aktivitas. Semakin berat aktivitas maka TAP akan
semakin meningkat. Pada aktivitas ringan TAP dapat meningkat >30 mmHg.
Melihat hal tersebut maka pemeriksaan TAP harus dilakukan saat pasien dalam
keadaan istirahat dan rileks.2 Terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam
mekanisme terjadinya hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya
resistensi vaskular. Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling
dinding pembuluh darah pulmonal, dan trombosis in situ. Ketiga mekanisme ini
terjadi akibat adanya dua faktor yakni gangguan produksi zat-zat vasoaktif seperti,
nitric oxide dan prostacyclin, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari
mediator vasokonstriktor seperti, endothelin- 1. Dengan diketahuinya mekanisme
tersebut maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi lebih terang yakni
dengan pemberian preparat nitric oxide, derivat prostacyclin, antagonis reseptor
endothelin-1, dan inhibitor phosphodiesterase-5.4,10

Hipertensi pulmonal menyebabkan meningkatnya kinerja ventrikel kanan dan


dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropi bilik kanan jantung. Timbulnya

8
keadaan ini diperberat dengan adanya polisitemia akibat hipoksia jaringan,
hipervolemia akibat adanya retensi air dan natrium, serta meningkatnya cardiac
output. Ketika jantung kanan tidak lagi dapat melakukan adaptasi dan kompensasi
maka akhirnya timbul kegagalan jantung kanan yang ditandai dengan adanya
edema perifer. Jangka waktu terjadinya hipertropi atau dilatasi ventrikel kanan
maupun gagal jantung kanan pada masing-masing orang berbeda-beda.4,10

Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi


menjadi 4 kategori yaitu :
a. Obstuksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu
penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 0.5 % pasien
dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan
bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat
berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak
berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai
pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau
penyempitan pembuluh darah paru.
b. Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale
adalah sistemik lupus eritematosus, scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan
pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan
infiltrasi sel-sel yang progresif selain menyebabkan penebalan atau perubahan
jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan
jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru.
c. Vasokontriksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis
terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor
yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang
paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya
misalnya sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga

9
menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor
pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara
tersendiri tidak mempunyai efek vasokonstriksi tetepi secara tidak langsung
dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya.
Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas
darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis.
d. Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada pasien hipertensi pulmonale
primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa
di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung.
Secara histopatologis di dapatkan adanya hipertrofi tunika media, fibrosis tunika
intima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang
di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan
adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta
infeksi HIV.

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, kor pulmonal dibagi menjadi 5 fase :11


Fase 1 : Pada fase ini belum nampak gejala klinis yang jelas, selain
ditemukannya gejala awal penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis
kronis, tuberkulosis paru, bronkiektasis dan sejenisnya. Anamnesa pada
pasien 50 tahun biasanya didapatkan kebiasaan banyak merokok.
Fase 2 : Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi
paru. Gejalanya antara lain, batuk lama yang berdahak (terutama
bronkiektasis), sesak napas, mengi, sesak napas ketika berjalan menanjak
atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum nampak.
Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas
berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letak
diafragma rendah dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi
menunjukkan berkurangnya corakan bronkovaskular, letak diafragma
rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal.

10
Fase 3 : Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas.
Didapatkan pula berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, cepat
lelah. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda
emfisema yang lebih nyata.
Fase 4 : Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang
somnolen. Pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan
kesadaran.
Fase 5 : Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal
meningkat. Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi
ventrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi
ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik
nampak sianotik, bendungan vena jugularis, hepatomegali, edema tungkai
dan kadang asites.

Gambar X. Patogenesis Kor Pulmonal

Gambar 2. Patofisiologi Kor-pulmonal

11
II.7. Klasifikasi12

Secara umum kor pulmonal di bagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut :

a. Kor pulmonal akut

Yaitu dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekompensasi.

Etiologi : embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak
akan menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan.

Gejala : biasanya segera di susul oleh kematian, terjadi dilatasi dari jantung
kanan.

b. Kor pulmonal kronik

Merupakan jenis kor pulmonal yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai
hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau adanya
kelainan pada torak, yang akan menyebabkan hipoksia dan hipertensi pulmonal
sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan.

II.8. Diagnosis

Manifestasi Klinik12

Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit kor pulmonal sesuai
dengan penyakit yang melatarbelakangi. Informasi yang di dapat bisa berbeda-beda
antara satu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar
yang menyebabkan kor pulmonal.
a. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat,
kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
b. Kor-pulmonal dengan PPOK : sesak napas disertai batuk yang produktif
(banyak sputum).
c. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering
pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).

12
d. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada
perut dan kaki serta cepat lelah.

Gejala predominan kor pulmonal yang terkompensasi berkaitan dengan


penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing
respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal
jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran
kanan atas dapat juga muncul.
Tanda- tanda Kor Pulmonal misalnya sianosis, clubbing finger, distensi vena
jugularis, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum
bawah atau epigastrium prominen, pembesaran hepar dan nyeri tekan, dan edema
dependen.

Pemeriksaan Penunjang12

Radiologi

Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu akan
menyebabkan berbagai gambaran parenkim dan pleura yang mungkin dapat
menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi pulmonal adalah
dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke perifer, dan
lapang paru perifer tampak relatif oligemia. Pada hipertensi pulmonal, diameter
arteri pulmonalis kanan >16mm dan diameter arteri pulmonalis kiri >18mm pada
93% penderita. Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rontgen thoraks PA sebagai
pembesaran batas kanan jantung, pergeseran kearah lateral batas jantung kiri dan
pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah retrosternal pada foto dada
lateral.3

13
Gambar 3. Foto Thoraks Anteroposterior dan Lateral Kor Pulmonal

Elektrokardiogram

Sering didapatkan adanya aritmia atrial maupun ventrikuler. Adanya


hipertrofi ventrikel kanan dan abnormalitasnatrium kanan, walaupun tidak jarang
didapatkan gambaran EKG yang normal. Apabila gambaran hipertrofi ventrikel
kanan yang klasik tidak didapatkan maka diagnosis didasarkan pada kombinasi dari
rS di V5-V6, deviasi sumbu ke kanan, qR di AVR dan P-Pulmonale.13

Ekokardiografi

Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan


diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari hasil ekokardiografi
dapat ditemukan dimensi ruang ventrikel kanan yang membesar, tapi struktur dan
dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup pulmonal,
gelombang a hilang, menunjukkan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan
pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat katup pulmonal karena accoustic
window sempit akibat penyakit paru.

14
Gambar 4. Ekokardiografi Kor Pulmonal (Dilatasi Atrium dan Ventrikel Kanan)

II.9. Diagnosa Banding7

Terdapat beberapa diagnosa banding dari kor pulmonal, yaitu :

Hipertensi arteri pulmonal primer


Stenosis Katup Pulmonal
Congestive Heart Failure karena penyakit jantung
Penyakit jantung kanan
Gagal jantung kanan karena infark miokard vantrikel kanan
Ventricular septal defect.

II.10. Penatalaksanaan13

Fokus pengobatan sebaiknya ditunjukan pada kelainan primer paru untuk


mencegah terjadinya gangguan jantung kanan. Bila sudah terjadi gagal jantung
kanan, maka juga dilakukan terapi untuk gagal jantung kanan tersebut. Prinsip
terapi kor pulmonal adalah sebagai berikut :

15
1. Menurunkan hipertensi pulmonal
- Kor pulmonal akut
Ditunjukan untuk mengatasi emboli paru sebagai penyebab hipertensi
pulmonal
Terapi standarnya adalah Heparin 5000-10.000 unit bolus IV, dilanjutkan
1000 unit/jam sampai aPTT 1,5-2 kali harga normal selama 7-10 hari,
dilanjutkan Warfarin 2-3 bulan.
Alternatif terapi adalah trombolisis dengan streptokinase 250.000 IU
dalam infus selama 30 menit, dilanjutkan 100.000 IU/jam selama 24-72
jam.
Post trombolisis dilanjutkan dengan heparin seperti diatas.
- Kor pulmonal kronis

Tujuan terapi adalah memperbaiki fungsi respirasi dari paru sehingga


memperbaiki oksigenasi jaringan sehingga diharapkan tekanan darah arteri
pulmonalis dapat menurun. Seperti diketahui bahwa hipoksia merupakan
faktor utama terjadinya vasokonstriksi pada sirkulasi paru, oleh karena itu
obat-obat yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bronkodilator
Pada kor pulmonale kronis, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
merupakan penyebab utama. Pemberian bronkodilator mengurangi
obstruksi aliran udara sehingga meningkatkan fungsi paru, dan
mengurangi hipoksia. Obat yang dipakai adalah:
Antikolinergik : ipratoprium bromide
Agonis beta adrenergik : terbutalin, salbutamol
Methyl Xantin : teopilin
2. Terapi oksigen
Oksigen dosis rendah (1-2Lpm) secara kontinyu (minimal 19
jam/hari). Mempunyai efek yang menguntungkan. Mortalitas dalam 2
tahun dapat diturunkan 46%. Oksigen mempunyai efek vasodilatasi kuat
pada sirkulasi paru. Indikasi terapi oksigen :

16
PaO2 < 55% atau Sa O2 <88%
PaO2 55-59% atau Sa O2 = 89% jika didapatkan tanda-tanda
seperti edema, P Pulmonal pada EKG, dan eritrositosis (Hct
>56%)
3. Kortikosteroid
Tidak terdapat bukti yang cukup myakinkan bahwa kortikosteroid
mempunyai efek yang menguntungkan pada cor pulmonale kronis akibat
PPOK.
4. Vasodilator
- Tidak ada vasodilator lain yang sebaik oksigen dalam hal efek vasodilatasi
pembuluh darah paru pada penderita PPOK.
- Hidralazine dan Antagonis kalsium tidak mempunyai efek yang signifikan
terhadap hemodinamik pada sirkulasi paru pada penderita PPOK. Walaupun
demikian Nifedipin 10 mg 3 kali sehari sering diberikan untuk menurunkan
hipertensi pulmonal. Hati-hati terjadi hipoksia arterial karena vasodilatasi
arteri sistemik dan kapiler paru yang memberi vaskularisasi bagian paru
dengan ventilasi jelek.

2. Memperbaiki gagal jantung

Selain mengobati kelainan paru dan memperbaiki hipoksia, prinsi-prinsip


umum penanganan gagal jantung juga diterapkan.

II.11. Komplikasi7
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kor pulmonal, yaitu :
Exertional syncope.
Hypoxia and significantly limited exercise tolerance.
Peripheral oedema.
Peripheral venous insufficiency.
Tricuspid regurgitation.

17
Hepatic congestion and cardiac cirrhosis.
Death.

II.12. Prognosis

Prognosis dari penyakit kor pulmunal tergantung dari penyebabnya dan ini
menentukan progresifitas dari kor pulmonal. Jika dilihat dari data suatu penelitian,
5-year survival rate dari kor pulmonale yang disebabkan karena PPOK adalah
sebesar 50%. Terapi dengan oksigen jangka panjang dapat mengatasi penyakit ini,
dan menurunkan tekanan arteri pulmonalis. Prognosis juga akan semakin membaik
bila penderita yang memiliki kebiasaan merokok segera berhenti.3

18
BAB III

RANGKUMAN

Menurut WHO, definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan


ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional
dan struktur paru, tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada
jantung kiri dan penyakit jantung kongenital (bawaan). Penyebab utama dari kor
pulmonale kronis di dunia adalah Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang
disebabkan karena merokok. Sedangkan kor pulmonale akut sering disebabkan
karena emboli vena pulmonalis yang masif, dan ini dapat menyebabkan kematian,
dimana resiko tertinggi kematian terjadi satu jam setelah terdapatnya emboli.

Penyakit yang mendasari terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan menjadi


4 kelompok, yaitu Penyakit pembuluh darah paru, Penekanan pada arteri pulmonal
oleh tumor mediastinum, aneurisma, granuloma atau fibrosis, Penyakit neuro
muskular dan dinding dada, dan Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli,
termasuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan
gangguan pernafasaan saat tidur.

Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya terjadi


peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal. Dua mekanisme
dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru adalah
vasokontriksi dari pembuluh darah pulmonal akibat adanya hipoksia, dan obstruksi
dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-paru. Sedangkan mekanisme terjadinya
hipertensi pulmonale pada kor pulmunale dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu
Obstruksi, Obliterasi, Vasokonstriksi, dan Idiopatik.

Secara umum kor pulmonal di bagi menjadi dua jenis, yaitu kor pulmonale
akut dan kor pulmonale kronis. Gejala predominan kor pulmonal yang
terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik,
dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika
penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih

19
berat seperti sianosis, clubbing finger, distensi vena jugularis, ventrikel kanan
menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium
prominen, pembesaran hepar dan nyeri tekan, dan edema dependen. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah foto thorax, elektrokardiogram, dan
ekokardiografi.
Terdapat beberapa diagnosa banding dari kor pulmonal, yaitu Hipertensi
arteri pulmonal primer, Stenosis Katup Pulmonal, Congestive Heart Failure karena
penyakit jantung, Penyakit jantung kanan, Gagal jantung kanan karena infark
miokard vantrikel kanan, Ventricular septal defect.
Prinsip terapi kor pulmonal adalah dengan menurunkan hipertensi pulmonal
dan mengatasi gagal jantung kanan. Pada kor pulmonal akut yang sering disebabkan
karena emboli, terapi dilakukan dengan pemberian antikoagulan dan agen
trombolisis. Sedangkan pada kor pulmonal kronis yang sering disebabkan karena
PPOK, terapi dilakukan dengan pemberian bronkodilator atau oksigenasi dengan
harapan mengurangi hipoksia dan vasodilatasi kapiler-kapiler paru.
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kor pulmonal, yaitu
Exertional syncope, Hypoxia and significantly limited exercise tolerance,
Peripheral oedema, Peripheral venous insufficiency, Tricuspid regurgitation,
Hepatic congestion and cardiac cirrhosis, dan Kematian. Prognosis dari penyakit
kor pulmunal tergantung dari penyebabnya dan ini menentukan progresifitas dari
kor pulmonal.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Idrus Alwi, Sudoyo AW, Marcellus SK, Setiohadi B, Ari FS. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6., Jakarta: Interna., 2015:1253-55
2. Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart Failure and Cor Pulmonale. Dalam Harrisons
Principles of Internal Medicine 17th ed. United States of America. The
McGrawHill Companies, Inc. 2008; 217-244
3. Weitzenblum E. Chronic Cor Pulmonale. Dalam : Education in Heart
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1767533/. 2003; 89:225-30
4. Dines DE, Parkin TW. Some Observation on the Value of the Electrocardiogram
in Patient with Chronic Cor Pulmonale. Mayo Clinic-Proc 2005; 40: 745-750
5. Aderaye G. Causes and Clinical Characteristics Of Chronic Cor-Pulmonale In
Ethiopia. East African Medical Journal. 2006; 81 (4): 202-205.
6. Nidal A Yunis, MD , Cardiovascular Medicine Fellow, St Elizabeth's Medical
Center of Boston; Department of Medicine, Brown University, 2004
7. Colin Tidy. 2016. Cor Pulmonale. Dalam : patient.info/doctor/cor-pulmonale.
8. Kumar, Clark. Cardiovascular Disease. Dalam Clinical Medicine 6th ed.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 2005; 725-872
9. Tortora GJ. Principles of anatomy and physiology.12th ed. Hoboken, NJ : J.
Wiley; 2009.
10. Price SA, LM Wilson. Gangguan Sistem Pernapasan. Dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2006; 736-866
11. Allegra et al. Possible Role Of Erythropoietin In The Pathogenesis Of Chronic
Cor Pulmonale. Nephrol Dial Transplant. 2005. 20: 2867
12. Sovari AA. Cor Pulmonale: Overview of Cor Pulmonale Management.
Medscape. 2011.
13. Boestan I N, Baktijasa B, Soemantri D. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Soetomo. Surabaya.

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas FGD Kelompok 1
    Tugas FGD Kelompok 1
    Dokumen25 halaman
    Tugas FGD Kelompok 1
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Algoritme Epistaksis18
    Algoritme Epistaksis18
    Dokumen1 halaman
    Algoritme Epistaksis18
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen6 halaman
    Book 1
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen8 halaman
    Presentation 1
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • FGD Ari
    FGD Ari
    Dokumen3 halaman
    FGD Ari
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Translate Hal 7-12
    Translate Hal 7-12
    Dokumen11 halaman
    Translate Hal 7-12
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen6 halaman
    Book 1
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cor Pulmonale
    Cor Pulmonale
    Dokumen21 halaman
    Cor Pulmonale
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • SEMINAR
    SEMINAR
    Dokumen14 halaman
    SEMINAR
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • BAB II Tinjauan Pustaka
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Dokumen17 halaman
    BAB II Tinjauan Pustaka
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Home Visite Cover
    Home Visite Cover
    Dokumen2 halaman
    Home Visite Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen24 halaman
    Bab I
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Coret
    Coret
    Dokumen4 halaman
    Coret
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • BAB II Tinjauan Pustaka
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Dokumen17 halaman
    BAB II Tinjauan Pustaka
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Responsi 1 Ivanna
    Responsi 1 Ivanna
    Dokumen5 halaman
    Responsi 1 Ivanna
    Dhino Raya
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen24 halaman
    Bab I
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Home Visite Cover
    Home Visite Cover
    Dokumen2 halaman
    Home Visite Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen24 halaman
    Bab I
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Coret 2
    Coret 2
    Dokumen3 halaman
    Coret 2
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Coret 2
    Coret 2
    Dokumen3 halaman
    Coret 2
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen3 halaman
    Lembar Pengesahan
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Lapsus SN Dimas
    Lapsus SN Dimas
    Dokumen56 halaman
    Lapsus SN Dimas
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen3 halaman
    Lembar Pengesahan
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Home Visite I Gusti Agung Ari Nugraha 16710125
    Home Visite I Gusti Agung Ari Nugraha 16710125
    Dokumen9 halaman
    Home Visite I Gusti Agung Ari Nugraha 16710125
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Cover CD 1
    Cover CD 1
    Dokumen1 halaman
    Cover CD 1
    IGst Ag Ari Nugraha
    Belum ada peringkat