DISKUSI
Berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien laki-laki berusia 19 tahun tersebut di diagnosis sindroma
nefrotik. Sesuai dengan definisi dari sindroma nefrotik yaitu tanda
patognomonik penyakit gromerular yang ditandai dengan adanya edema
anasarka, proteinuria masif lebih dari 3,5 g/hari, hipoalbuminemia kurang
dari 3,5 g/hari, hiperlipidemia, namun belum dilakukan pemeriksaan untuk
mengetahui adanya Lipiduria.
Berdasarkan data epidemiologi sindroma nefrotik yang disebabkan
karena Glomerulonefritis Lesi Minimal atau Minimal Change Disease
(MCD) ditemukan sekitar 90% pada anak dengan SN usia dibawah 10
tahun, dan lebih dari 50% pada anak yang lebih tua. Sebanyak 10-15%
terjadi pada SN usia dewasa. Glomeruloscelorosis Fokal Segmental (GSFS)
merupakan lesi tersering yang ditemukan pada SN dewasa yang idiopatik.
Glomerulonefritis Membranousa juga merupakan penyebab tersering pada
dewasa. Insiden tertinggi terjadi pada umur 30-50 tahun serta rasio laki-laki
perempuan adalah 2:1. Jadi jika dikaitkan anatara data epidemiologi dan
usia pasien tersebut (19 tahun), kemungkinan penyebab dari sindroma
nefrotik pada pasien ini disebabkan karena glomerulonefritis lesi minimal
atau minimal change disease, karena MCD ditemukan sekitar 90% pada
anak dengan SN usia dibawah 10 tahun, dan lebih dari 50% pada anak yang
lebih tua. Namun untuk mengetahui penyebab secara pasti harus dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal.
Pada pasien ini ditemukan adanya edema anasarka, yang di mulai dari
edema palpebra, lalu pipi, tangan, perut, scrotum dan kaki. Edema dimulai
dari palpebra karena palpebra memiliki jaringan ikat longgar sehingga
memudahkan terjadinya edema. Patofisiologi munculnya edema anasarka
pada sindroma nefrotik terdiri dari 2 mekanisme yaitu teori underfill dan
teori overfill. Menurut teori underfill hipoalbuminemia merupakan faktor
kunci terjadinya edema. Sedangkan menurut teori overfill terjadi defek
primer pada kemampuan nefron distal untuk mengekskresikan natrium,
sehingga terjadi retensi natrium yang bersamaan dengan turunnya tekanan
onkotik akibat hipoalbuminemia maka terjadilah edema.
Pada pasien ini juga ditemukan adanya proteinuria yang dibuktikan
dengan pemeriksaan albumin urin yang menunjukan hasil positif 4.
Proteinuria sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria
glomerular). Perubahan integritas membran basalis glomerulus
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin.
Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang
kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua
mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu.
Pada pemeriksaan albumin darah menunjukan hasil 1.3 mg/dl dimana
harga normalnya adalah 3.5 5.2 mg/dl. Konsentrasi albumin plasma
ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan kehilangan protein
melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria massif
dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan
tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin.
Namun peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi
timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan
sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin
melalui urin.
Pada pasien ini ditemukan adanya dislipidemia yang dilihat dari hasil
profil lipid menunjukan kadar cholestrol 780 dan triglyseride 422 mg/dl.
Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan
sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme.
Data from the 1960 sreveal that the most common histological
diagnosis in SSNS is minimal change disease (MCD), where glomeruli
appear normal under light microscopy, but podocyte foot process
effacement is detectable by electron microscopy.