Anda di halaman 1dari 166

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP

PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY


PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA

TESIS

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Magister

Oleh:
NADIAH LUTFI WAKID
0820215077

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP

Nadiah Lutfi Wakid, 23 April 1986 anak dari ayah Lutfi Abdulhaq Wakid
dan ibu Firdaus M. Thalib, SD sampai SMA di Kota Bangil lulus SMA tahun 2004,
studi di Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang pada tahun 2004.
Pengalaman kerja sebagai Tenaga Administrasi pada Industria Eratama Property
Management 2006 2010.

Malang, November 2012

Nadiah Lutfi Wakid

v
vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada:
Segala puji bagi-Mu ya Allah, yang Maha segala-galanya atas karunia
nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepada hambamu yang lemah dan tak
berdaya ini, dan tidak ada daya kecuali kekuatan dari-Mu, hingga hambamu ini
tak akan pernah mampu untuk menghitung nikmat-nikmat-Mu. Pada hari ini
Engkau tambahkan nikmat lagi dengan telah terselesaikannya penulisan tesis ini,
sekaligus kelulusan studi pada Program Magister Akuntansi Pascasarjana
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.
Peneliti menyadari bahwa tesis ini bukan merupakan hasil kerja seorang
diri, namun merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah proses kerja secara
kolektif. Tesis ini tidak akan selesai tanpa bantuan, dukungan, bimbingan,
sumbangan pemikiran, kritik, serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu
peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito, Rektor Universitas Brawijaya
Malang.
2. Bapak Gusus Irianto, SE., MSA., Ak., Ph.D, Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.
3. Bapak Ali Djamhuri, SE., M.Com., Ak., Ph.D, Ketua Program
Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya Malang.
4. Bapak Prof. Iwan Triyuwono, SE., M.Ec., Ak., Ph.D, ketua komisi
pembimbing dan Ibu Dr. Prihat Assih, SE., M.Si., Ak, anggota komisi
pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan dalam proses penyusunan tesis ini dengan
penuh kesabaran dan ketelitian, serta memperluas cara berfikir.
5. Bapak Prof. Eko Ganis Sukoharsono, SE., M.Com(Hons)., Ph.D,
dosen penguji 1 dan Dr. Bambang Purnomosidhi, SE., MBA., Ak,
dosen penguji 2, yang telah banyak memberikan masukan dalam
penyempurnaan tesis.
6. Sujud syukur dan terima kasih yang dalam peneliti persembahkan
kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta, atas dorongan yang kuat,
kebijaksanaan dan doa.
7. Anggota keluarga tercinta, yaitu kakak-kakak dan adik peneliti;
Sameeha L. W., SH, Zakiah L. W., SE, dan Faraj L. W.
8. Seluruh teman dan sahabat, yang telah memberikan dukungan
untuk terselesaikannya tesis.
9. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebut satu persatu, atas
dukungan dan doanya. Teman-teman program PPAK dan Magister
Akuntansi angkatan tahun 2008, atas dukungan dan bantuannya.

Malang, November 2012

Nadiah Lutfi Wakid

vii
viii

ABSTRAK

Nadiah, Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 12


November 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap
Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ketua Pembimbing :
Iwan Triyuwono, Komisi Pembimbing : Prihat Assih.

Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) merupakan kewajiban


organisasi yang tidak hanya menyediakan barang dan jasa yang baik bagi
masyarakat, tetapi juga mempertahankan kualitas lingkungan sosial maupun
fisik, dan juga memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan komunitas tempat
mereka berada. Pengungkapan tanggung jawab sosial menjadi suatu kewajiban
bagi perusahaan berbentuk PT berdasarkan UU Perseroan No.40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, Bab V, Pasal 74.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk menguji dan membuktikan pengaruh
ukuran perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris,
dan leverage keuangan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada
perusahaan manufaktur. Populasi penelitian adalah perusahaan manufaktur
tahun 2008-2011. Penelitian ini menggunakan teknik judgement sampling dan
diperoleh sampel sebanyak 30 perusahaan. Alat analisis yang digunakan adalah
analisis regresi berganda dan pengukuran pengungkapan CSR menggunakan
indikator GRI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa leverage keuangan berpengaruh
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Sementara ukuran perusahaan,
profitabilitas, profil perusahaan, dan ukuran dewan komisaris tidak terbukti
berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial

Kata Kunci : ukuran perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan


komisaris, leverage keuangan, Corporate Social Responsibility
ABSTRACK

Nadiah, Post Graduate Economics and Business Faculty Brawijaya University.


November 12nd 2012. The Effect of Company Characteristics Toward to
Disclosure of Corporate Social Responsibility on Manufacturing
Companies Listed at Indonesia Stock Exchange. Supervisor Comission : Iwan
Triyuwono, Co-Supervisor : Prihat Assih.

Corporate Social Responsibility (CSR) is the liability of an organization


that not only provide goods and services that are good for society, but also
maintain the quality of the social environment and physical, and also give
contribute to community welfare which they are life. The disclosure of corporate
social responsibility become a liability for the company in the form PT by UU
Perseroan No. 40 Year 2007 about Perseroan Terbatas, Bab V, Pasal 74.
The aim of this research is to test and find the effect of size company,
profitability, profile company, size board of commissioners, and leverage financial
toward to disclosure of corporate social responsibility on manufacturing
companies. Population of this research is manufacturing comoanies year 2008-
2011. This research used judgement sampling techniques and obtained sample
of 30 companies. Analysis tool used multiple regression analysis and
measurement for disclosure of CSR used GRI indicators.
The results show that leverage financial influence on the disclosure of
corporate social responsibility. In contrast, size company, profitability, profile
company, and size board of commissioners has not influence toward to
disclosure of corporate social responsibility.

Key words : size company, profitability, profile company, size board of


commissioners, leverage financial, CSR

ix
x

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur Allah SWT, atas limpahan rahmat dan

hidayah-Mu penulis dapat menyajikan tulisan Tesis yang berjudul:

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility

Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

Di dalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi:

Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang pengaruh karakteristik

perusahaan terhadap corporate social responsibility pada perusahaan

manufaktur. Tinjauan pustaka atas karakteristik perusahaan dan corporate social

responsibility. Pengembangan atas 5 hipotesis penelitian serta metode

penelitiannya. Hasil penelitian dan pembahasan 5 hipotesis penelitian dan yang

terakhir adalah kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya. Sangat

disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis

walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih

dirasakan banyak kekurangtepatan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran

yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Malang, November 2012

Nadiah Lutfi Wakid


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI TESIS ....................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS.................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR .............................................................................................. x
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Motivasi Penelitian ................................................................. 13
1.3 Rumusan Masalah .................................................................. 18
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................... 18
1.5 Kontribusi Penelitian.............................................................. 19
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori....................................................................... 21
2.1.1 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) ................ 21
2.1.1.1 Tinjauan Umum Tentang Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan (CSR) ..................................... 21
2.1.1.2 Definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(CSR) .................................................................... 24
2.1.1.3 Tujuan dan Manfaat Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan (CSR) .................................. 26
2.1.1.4 Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan (CSR) .................................. 28
2.1.2 Karakteristik Perusahaan yang Memengaruhi
Pengung- kapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan (CSR) .............................................. 33
2.1.2.1 Teori Legitimasi ................................................. 34
1. Ukuran Perusahaan ....................................... 38
2. Profitabilitas ................................................... 40
3. Profil Perusahaan .......................................... 41
4. Leverage Keuangan....................................... 43
2.1.2.2 Teori Good Corporate Governance (Ukuran Dewan
Komisaris)............................................................. 45
BAB III : KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN PERUMUSAN
HIPO- TESIS
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian........................................... 48
3.2 Perumusan Hipotesis ............................................................ 49
3.2.1 Ukuran Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan ............................................. 49
3.2.2 Profitabilitas Dan Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan............................................................. 51

xi
xii

3.2.3 Profil Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung


Jawab Sosial Perusahaan
................................................ 53
3.2.3 Ukuran Dewan Komisaris Dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan..................................................54
3.2.3 Leverage Keuangan Perusahaan Terhadap
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan............... ........................................................ 54
BAB IV : METODE PENELITIAN
4.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian .......................................... 57
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian............................................ 57
4.3 Teknik Pengumpulan Data..................................................... 59
4.4 Unit Analisis Data ................................................................... 61
4.5 Konsep dan Definisi Variabel serta Teknik Pengukuran
Variabel.... ............................................................................... 61
4.5.1 Variabel Dependen ........................................................ 61
4.5.2 Variabel Independen.......................................................... 63
4.6 Teknik Analisis Data .............................................................. 66
4.6.1 Uji Asumsi Klasik.... ...................................................... 66
4.6.2 Teknik Analisis Regresi Multiple.... .............................. 68
4.6.3 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Nilai t).... ............ 69
BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Deskriptif .................................................................. 71
5.2 Hasil dan Analisis .................................................................. 81
5.2.1 Uji Asumsi Klasik .......................................................... 81
5.2.2 Pengujian Hipotesis ..................................................... 84
5.3 Interpretasi Hasil Penelitian ................................................... 87
5.3.1 Ukuran Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan(CSR)..................................... 87
5.3.2 Profitabilitas Dan Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan (CSR) ............................................ 89
5.3.3 Profil Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan (CSR)................................. 92
5.3.4 Ukuran Dewan Komisaris Dan Pengungkapan Tang-
gung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) ....................... 93
5.3.5 Leverage Keuangan Dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan (CSR)................................. 94
5.4 Implikasi Hasil Penelitian....................................................... 97
5.4.1 Implikasi Hasil Penelitian ............................................ 97
5.4.2 Implikasi Teoritis .......................................................... 100
5.4.3 Implikasi Bagi Manajemen ........................................... 102
5.4.4 Implikasi di luar Pihak Manajemen ............................. 103
BAB VI : SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN
6.1 Simpulan ................................................................................. 106
6.2 Keterbatasan Penelitian ......................................................... 108
6.3 Saran ....................................................................................... 109

Daftar Pustaka ................................................................................................. 111


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Penyaringan Sampel Penelitian 59


5.1 Deskriptif Statistik Variabel 71
5.2 Hasil Pengujian Multikolineritas 82
5.3 Hasil Pengujian Heterokedastisitas 83
5.4 Hasil Pengujian Normalitas 84
5.5 Hasil Persamaan Anova 85
5.6 Hasil Uji Determinan 85
5.7 Hasil Uji t (Uji Parsial) 86

xiii
xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Kerangka Konseptual 49


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Nama-nama Perusahaan Sampel 119
2. Item Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 120
3. Ukuran Perusahaan 124
4. Perhitungan Profitabilitas (ROE) 125
5. Profil Perusahaan 126
6. Ukuran Dewan Komisaris 127
7. Perhitungan Leverage Kuangan 128
8. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial 129
9. Summarize 143
10. Output Deskriptif 145
11. Output Regresi 146

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Seiring dengan perubahan kondisi lingkungan dan ekonomi pada dunia

usaha seperti tingkat persaingan yang tinggi, biaya ekonomi yang tinggi, adanya

undang-undang perburuhan, dan reformasi birokasi, maka perusahaan

diharuskan untuk lebih transparan dalam mengungkapkan informasi

perusahaannya. Peran perusahaan tidak hanya untuk memperoleh keuntungan

saja, tetapi juga harus menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat

sosial.Kondisi ini menjadikan fungsi tanggung jawab sosial perusahaan menjadi

semakin penting untuk diperhatikan dan diimplementasikan. Agar perusahaan

dapat bersaing harus lebih transparan dalam mengungkapkan informasi

perusahaannya sehingga akan lebih mudah untuk mengantisipasi kondisi di luar

perusahaan yang terus mengalami perubahan.

Salah satu informasi yang perlu diungkapkan demi keberlangsungan

perusahaan adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan

(Corporate Social Responsibility atau CSR). Tanggung jawab sosial perusahaan

(CSR) merupakan keseluruhan hubungan perusahaan dengan semua

stakeholdernya, yang meliputi antara lain konsumen, masyarakat,

pemilik/investor, pemerintah, dan pemasok.

Menurut Pambudi (2006), terdapat berbagai variasi cara pandang

perusahaan terhadap CSR, apakah hal ini dianggap sebagai hal yang penting

atau tidak. Cara pandang ini selanjutnya akan memengaruhi praktik CSR yang

dilakukan oleh perusahaan dan juga akan berdampak pada pengungkapan CSR

1
2

yang disusunnya. Sejauh ini terdapat tiga cara perusahaan memandang CSR.

Pertama, sebagai strategi perusahaan yang pada akhirnya mendatangkan

keuntungan. Kedua, sebagai compliance (kewajiban) karena nantinya ada

hukum yang memaksa penerapannya. Ketiga, yang melakukannya beyond

compliance karena perusahaan merasa sebagai bagian dari komunitas.

Perusahaan yang menjalankan model bisnisnya dengan berpijak pada

prinsip-prinsip etika bisnis dan manajemen pengelolaan sumber daya alam yang

strategik dan sustainable akan dapat menumbuhkan citra positif serta

mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat (Wibisono, 2007: 66).

Selain tuntutan masyarakat, tekanan dari pemerintah juga berperan dalam

mendorong perusahaan untuk memperhatikan tanggung jawab sosialnya

(Cahyandito dan Ebinger, 2005). Tekanan pemerintah ini diwujudkan dalam

berbagai peranan dan undang-undang yang mengatur perusahaan dengan

lingkungan sosialnya yaitu dinyatakan dalam Undang-undang No. 40 Tahun

2007, tentang Perseroan Terbatas, Bab V, Pasal 74. Dalam pasal tersebut

dijelaskan bahwa diwajibkan bagi Perseroan yang usahanya di bidang atau

berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial

dan lingkungan, atas eksistensinya dalam kegiatan bisnis. Kemudian agar dapat

berkesinambungan, perusahaan sangat perlu mempertimbangkan lingkungan

sosialnya dalam setiap keputusan yang diambil.

Salah satu media yang dapat digunakan untuk mengungkapkan informasi

sosial dan lingkungan perusahaan adalah melalui laporan tahunan perusahaan

yang diterbitkan oleh perusahaan, yang berpedoman kepada standar yang telah

dikeluarkan dan diatur oleh IAI, karena secara implisit telah mengakomodasi hal

tersebut. Sebagaimana tertulis pada PSAK No. 1 Paragraf 9 yang menyatakan


3

bahwa perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan

mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement).

Khususnya bagi industri, faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan

penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok

pengguna laporan yang memegang peranan penting.Berdasarkan PSAK No. 1

Paragraf 9, perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat melaporkan kegiatan

sosialnya untuk dikomunikasikan kepada pihak luar dalam bentuk laporan nilai

tambah sehingga dapat dipahami bahwa upaya untuk pelaporan tanggung jawab

sosial perusahaan sudah diakomodasi oleh profesi akuntan di Indonesia.

Bagi pihak-pihak di luar manajemen suatu perusahaan, laporan

keuangan merupakan jendela informasi yang memungkinkan mereka untuk

mengetahui kondisi suatu perusahaan pada suatu masa pelaporan. Informasi

yang didapat dari suatu laporan keuangan perusahaan bergantung pada tingkat

pengungkapan (disclosure) dari laporan keuangan yang bersangkutan.

Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus memadai agar dapat

digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan sehingga menghasilkan

keputusan yang cermat dan tepat. Perusahaan diharapkan untuk dapat lebih

transparan dalam mengungkapkan informasi keuangan perusahaannya sehingga

dapat membantu para pengambil keputusan, seperti investor, kreditur, dan

pemakai informasi lainnya dalam mengantisipasi kondisi ekonomi yang semakin

berubah.

Pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan

sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib adalah ketentuan yang

harus diikuti oleh setiap perusahaan atau institusi yang berisi tentang hal-hal
4

yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan menurut standar yang berlaku.

Sebaliknya, pengungkapan yang bersifat sukarela ini tidak disyaratkan oleh

standar, tetapi dianjurkan dan akan memberi nilai tambah bagi perusahaan yang

melakukannya. Pengungkapan sukarela sering muncul karena adanya

kesadaran masyarakat akan lingkungan sekitar. Keberhasilan perusahaan tidak

hanya pada laba saja tetapi juga ditentukan pada kepedulian perusahaan

terhadap masyarakat sekitarnya (Yuliani, 2003).

Pusat perhatian perusahaan pada saat ini lebih kepada stockholders dan

bondholders, sedangkan pihak lain sering diabaikan. Banyak aksi protes yang

dilakukan oleh elemen stakeholders kepada manajemen perusahaan, mereka

menuntut keadilan terhadap kebijakan upah dan pemberian fasilitas

kesejahteraan yang diterapkan perusahaan. Di lain pihak banyak masyarakat

yang protes atas pencemaran lingkungan akibat limbah atau polusi yang dilepas

ke lingkungan sehingga menyebabkan hubungan yang tidak harmonis antara

perusahaan dengan lingkungan sosialnya. Untuk itu masyarakat membutuhkan

informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas

sosialnya, sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram,

kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengonsumsi makanan dapat

terpenuhi.

Perusahaan dituntut untuk memberikan informasi mengenai aktivitas

sosialnya agar perusahaan dapat dipercaya dan diterima pihak-pihak yang terkait

untuk menjalankan aktivitas operasional perusahaan. Oleh karena itu,

perusahaan harus mengungkapkan aktivitas sosial yang dilakukan dalam laporan

keuangan perusahaan. Sejauh ini perkembangan akuntansi konvensional telah

banyak dikritik karena tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat


5

secara luas sehingga muncul konsep akuntansi baru disebut sebagai Social

Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial.

Tanggung jawab sosial diartikan bahwa perusahaan mempunyai tanggungjawab

pada tindakan yang mempengaruhi konsumen, masyarakat, dan lingkungan

(Ivancevic dalam Hasibuan, 2001). Selama ini, produk akuntansi dimaksudkan

sebagai pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik saham. Namun, kini

paradigma tersebut diperluas menjadi pertanggungjawaban kepada seluruh

stakeholders.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan

Akuntan Indonesia (IAI), sebagaimana tertulis dalam Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 2009) secara implisit menyarankan

untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah lingkungan dan

sosial.Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan

mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement),

khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang

peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok

pengguna laporan yang memegang peranan penting.

Pernyataan PSAK diatas merupakan manifestasi kepedulian akuntansi

akan masalah-masalah sosial yang merupakan wujud pertanggungjawaban

sosial perusahaan. Dalam hal ini pertanggungjawaban sosial perusahaan bukan

merupakan fenomena sosial baru, melainkan merupakan akibat dari semakin

meningkatnya isu lingkungan di akhir tahun 1980-an (Kumalahadi, 2000).

Secara implementatif, perkembangan CSR di Indonesia masih

membutuhkan banyak perhatian bagi semua pihak, baik pemerintah, masyarakat

luas dan perusahaan karena masih banyak perusahaan yang belum menerapkan
6

konsep CSR dalam kegiatan perusahaan. Dalam hal ini CSR masih merupakan

bagian lain dari manajemen perusahaan sehingga keberadaannya dianggap

tidak memberikan kontribusi positif terhadap kelangsungan perusahaan.Padahal

sesuai dengan Undang-undang yang ada, keberadaan CSR melekat secara

inherent dengan manajemen perusahaan sehingga bidang kegiatan dalam CSR

pun masih dalam kontrol manajemen perusahaan (Mapisangka, 2009: 40).

Masih banyaknya perusahaan yang tidak mau menjalankan program-

program CSR karena melihat hal tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya

(cost center). CSR dianggap tidak memberikan hasil secara keuangan dalam

jangka pendek. Namun, CSR akan memberikan hasil baik langsung maupun

tidak langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang. Investor juga

ingin investasi dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan dengan

memiliki citra yang baik di masyarakat umum. Dengan demikian, perusahaan

harus melakukan program-program CSR secara berkelanjutan sehingga kegiatan

usaha yang dilakukan perusahaan akan berjalan dengan baik (Siregar, 2007: 1-

2).

Daniri (2008: 27) menyatakan tiga alasan penting bagi perusahaan

untuk merespon dan mengembangkan tanggung jawab sosial sejalan dengan

operasi usahanya. Alasan pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat

dan wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Alasan

kedua adalah kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan

yang bersifat simbiosis mutualisme. Alasan ketiga adalah kegiatan tanggung

jawab sosial merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau bahkan

menghindari konflik sosial.


7

Berbagai macam penelitian mengenai pengungkapan CSR terhadap

karakteristik perusahaan yang telah dilakukan dan menunjukkan

keanekaragaman hasil. Utomo (2000) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan

pengungkapan sosial antara perusahaan high profile dan low profile di Indonesia

namun belum diteliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan

CSR oleh perusahaan. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Henny dan

Murtanto (2001) yang hanya melihat besarnya tingkat pengungkapan CSR oleh

perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan sosial

di Indonesia masih relatif rendah, yaitu 42,32%. Pengungkapan sosial dilakukan

oleh perusahaan paling banyak ditemui pada bagian catatan atas laporan

keuangan dan tipe pengungkapan yang paling banyak digunakan adalah tipe

naratif kualitatif.

Beberapa penelitian lainnya yang menjelaskan adanya pengaruh antara

karakteristik perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosialdalam

perusahaan manufaktur, di antaranya adalah oleh Sembiring (2005) yang

menunjukkan adanya pengaruh antara ukuran perusahaan, profil perusahaan,

dan ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan, sedangkan pada profitabilitas dan leverage keuangan tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2006) berhasil

membuktikan persentase kepemilikan manajemen dan tipe industri berpengaruh

terhadap pengungkapan informasi sosial oleh perusahaan.Namun, dalam

penelitian ini pengungkapan CSR hanya dilihat dari kategori ekonomi,

lingkungan dan sosial, dan belum mampu membuktikan pengaruh tingkat


8

leverage keuangan, ukuran perusahaan, dan profitabilitas terhadap

pengungkapan CSR.

Hasil penelitian Sudaryono dan Muhammad (2007) yang secara parsial

menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan tipe perusahaan mempunyai

pengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, sedangkan

profitabilitas, basis perusahaan, umur perusahaan dan leverage keuangan tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.Pada

penelitian yang secara simultan, semua variabel karakteristik perusahaan

terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan. Udayasankar (2007) meneliti pengaruh ukuran perusahaan,

kemampuan akses dari sumber daya yang dimiliki, dan skala operais terhadap

motivasi melakukan CSR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran

perusahaan memengaruhi motivasi melakukan CSR.Perusahaan besar lebih

termotivasi untuk melakukan CSR.

Dalam penelitian Sitepu dan Hasan (2008) tidak menggunakan

kepemilikan manajerial, tetapi menggunakan ukuran dewan komisaris. Penelitian

ini berhasil membuktikan pengaruh ukuran dewan komisaris dan tingkat

profitabilitas terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan namun juga

belum dapat membuktikan adanya pengaruh leverage keuangan dan ukuran

perusahaan.

Penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial juga dikaitkan

dengan corporate governance, yang dilakukan oleh Nurkhin (2009), meneliti

antara corporate governance yang diukur dengan kepemilikan institusional dan

kepemilikan dewan komisaris, serta profitabilitas terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan ukuran perusahaan dan tipe


9

industri hanya digunakan sebagai variabel kontrol. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kepemilikan dewan komisaris dan profitabilitas terbukti berpengaruh

terhadap pengungkapan CSR namun penelitian ini tidak dapat membuktikan

pengaruh kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, dan tipe industri.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pengungkapan tanggung jawab

sosial dipengaruhi oleh banyak faktor, yang dapat diindikasikan dari karakteristik

perusahaan. Dari penelitian terdahulu juga dapat diketahui bahwa pengungkapan

tanggung jawab sosial masih bersifat sukarela (voluntary disclosure).Hal ini

karena belum kuatnya peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk

melaporkan dan mengungkapkan tanggung jawab sosial dalam laporan

keuangan perusahaan. Padahal, pengungkapan tanggung jawab sosial sangat

berkaitan dengan eksistensi perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya.

Oleh karena itu, sangat diperlukan pemahaman mengenai faktor-faktor yang

memengaruhi keinginan perusahaan dalam mengungkapkan tanggung jawab

sosial.

Beberapa penelitian terdahulu masih terdapat ketidakkonsistenan hasil

penelitian atas faktor-faktor yang memengaruhi tanggung jawab sosial sehingga

perlu diuji ulang dengan sampel dan periode yang berbeda. Pengujian ulang

ditujukan untuk menyakini bahwa faktor-faktor dalam karakteristik perusahaan

tersebut benar-benar berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab

sosial. Hasil yang beragam tersebut, mungkin dikarenakan perbedaan sifat

variabel independen dan variabel dependen yang diteliti, perbedaan periode

pengamatan, jenis pengungkapan, peraturan yang berlaku, dan/atau perbedaan

dalam metodologi statistik yang digunakan.


10

Faktor-faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah ukuran

perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris dan

leverage keuangan. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya

perusahaan, yang dapat dilihat dari kekayaaannya (total aktiva), penjualan,

ataupun jumlah tenaga kerja yang dimiliki. Perusahaan besar akan menghadapi

risiko politis yang tidak lepas dari tekanan-tekanan politis sehingga untuk

mengurangi risiko tersebut, perusahaan akan banyak mengungkapkan tanggung

jawab sosial. Serta perusahaan besar yang memiliki kemampuan lebih banyak

dalam menjalankan aktivitas sosial akan mengungkapkan tanggung jawab sosial

yang lebih banyak juga.

Dalam penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR.Namun, terdapat pula dalam

beberapa penelitian yang menunjukkan tidak terdapat pengaruh ukuran

perusahaan terhadap pengungkapan CSR.Sehingga dalam penelitian ini, ukuran

perusahaan digunakan kembali sebagai variabel independen untuk membuktikan

ada atau tidaknya pengaruh terhadap pengungkapan CSR.

Profitabilitas menggambarkan tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh

perusahaan. Perusahaan yang mampu menghasilkan profit yang lebih besar,

akan lebih leluasa untuk melakukan aktivitas CSR sehingga tanggung jawab

sosial yang diungkapkan juga akan banyak, dibandingkan perusahaan yang

memiliki kemampuan profitabilitas yang rendah. Dalam penelitian sebelumnya,

profitabilitas perusahaan terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.

Jadi dalam penelitian ini juga digunakan variabel profitabilitas perusahaan

sebagai variabel independen.


11

Profil perusahaan adalah uraian tentang bidang operasi yang dijalankan

oleh perusahaan dan mencerminkan citra perusahaan. Konsisten dengan

penelitian Hasibuan (2001), Henry dan Murtanto (2001), dan Utomo (2000)

menyatakan bahwa profil perusahaan dibedakan menjadi 2, yaitu high profile dan

low profile. Perusahaan yang digolonglan dalam perusahaan high profileadalah

perusahaan yang memiliki consumer vasibility, risiko politik yang tinggi, atau

kompetisi yang tinggi sehingga akan lebih memperhatikan pertanggungjawaban

sosialnya kepada masyarakat. Dengan adanya hal tersebut, akan meningkatkan

citra perusahaan dan dapat memengaruhi tingkat penjualan, sedangkan

perusahaan yang digolongkan dalam perusahaan low profile adalah perusahaan

yg memiliki sedikit consumer visibility, risiko politis yang rendah, atau memiliki

tingkat kompetisi yang rendah dengan pesaing-pesaingnya sehingga tidak terlalu

memperhatikan pertanggungjawaban sosialnya kepada masyarakat sekitar. Hal

itu menjadikan citra perusahaan menjadi rendah, begitu juga dengan tingkat

penjualannya. Berdasarkan penelitian terdahulu, profil perusahaan terbukti

berpengaruh terhadap pengungkapan CSR, sehingga dalam penelitian ini,

kembali digunakan sebagai variabel independen dalam periode tahun yang

berbeda guna membuktikan adanya pengaruh profil perusahaan terhadap

pengungkapan tanggung jawab soial perusahaan.

Ukuran dewan komisaris menggambarkan manajemen perusahaan

sebagai pihak yang membuat keputusan perusahaan. Besar kecilnya ukuran

dewan komisaris akan memengaruhi kebijakan perusahaan dalam menjalankan

aktivitas sosial dan pengungkapan tanggung jawab sosial. Dalam penelitian ini

ukuran dewan komisaris ditambahkan sebagai salah satu instrumen yang dapat
12

menciptakan suatu tata kelola perusahaan yang baik (good corporate

governance) apabila terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.

Leverage keuangan menggambarkan sumber dana hutang yang

digunakan perusahaan dalam memenuhi biaya operasional perusahaan.

Perusahaan dengan leverage keuangan yang tinggi akan memiliki risiko usaha

dan financial yang tinggi sehingga untuk mengurangi risiko tersebut, perusahaan

akan semakin banyak menyediakan informasi dalam laporan keuangan,

termasukpengungkapan CSR. Dalam penelitian sebelumnya, masih belum dapat

dibuktikan adanya pengaruh leverage keuangan terhadap pengungkapan CSR

dikarenakan perusahaan masih banyak yang tidak menekankan informasi utang

atau dengan kata lain tidak memperhatikan besarnya perubahan utang yang

terjadi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan kembali untuk

membuktikan adanya pengaruh antara leverage keuangan dengan

pengungkapan CSR.

Tujuan pengkajian ulang faktor-faktor karakteristik perusahaan yang

memengaruhi pengungkapan CSR dengan waktu dan objek yang berbeda

adalah untuk menyakinkan bahwa faktor-faktor tersebut benar-benar dapat

menggambarkan penyebab perusahaan melakukan pengungkapan CSR

sehingga faktor-faktor tersebut dapat digunakan sebagai indikator dan informasi

bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi saham. Objek penelitian

yang digunakan juga difokuskan pada perusahaan manufaktur, dengan alasan

perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang memiliki aktivitas yang

kompleks sehingga memungkinkan perusahaan melakukan aktivitas sosial dan

pengungkapan CSR, dalam laporan keuangannya, secara lebih transparan.

Selain itu, perusahaan manufaktur go public di BEI juga sangat besar sehingga
13

menyediakan jumlah sampel yang lebih besar, yang diharapkan mampu

menghasilkan tingkat generalisasi yang lebih baik dibandingkan penelitian-

penelitian sebelumnya.

1.2. Motivasi Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, penelitian ini

memiliki motivasi di antaranya sebagai berikut:

1. Terdapat isu-isu mengenai perubahan kondisi lingkungan sekitar daerah

operasional perusahaan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, karena

perusahaan tidak memperhatikan lingkungan sekitar perusahaan. Contohnya:

a. Kasus Lumpur Lapindo Sidoarjo (PT. Leyand/Lapindo International Tbk.)

yang terjadi sampai saat ini dan belum adanya penyelesaikan yang baik

terhadap masyarakat yang dirugikan, akibat dari kerusakan lingkungan

yang terjadi karena operasional perusahaan yang kurang memperhatikan

lingkungan. Lebih lanjut Fathullah (2012) menyatakan kasus pelanggaran

HAM oleh perusahaan pertambangan Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo

Jawa Timur. Pelanggaran HAM yang telah berlangsung hingga kini tidak

ada penyelesaian dan tidak ada yang dapat menghentikannya, termasuk

oleh pemerintah (melalui timnas) dan negara sendiri yang semestinya

bertanggungjawab melindungi dan menyelamatkan rakyat dari bahaya

dan ancaman yang diakibatkan dari kesalahan fatal pihak Lapindo

tersebut.

b. PT. Gudang Garam Tbk. juga mempunyai masalah dengan karyawannya

mengenai perbaikan gaji dan kesejahteraan pekerja yang akhirnya

sampai terjadi mogok kerja massal karyawan di Kediri, Jawa Timur.


14

c. Kasus PT. Semen Gresik Tbk. di Pati, Jawa Tengah yang memiliki

masalah atas pendirian pabrik baru. Karena dianggap telah membohongi

masyarakat sekitar tentang janji-janji yang diberikan pihak Semen Gresik,

seperti membangun infrastruktur penunjang yang akan mensejahterakan

masyarakat dan ternyata tidak sesuai dengan yang dijanjikan .

d. Beberapa kasus perusahaan kertas di Riau yang mendapatkan protes

dari masyarakat sekitarnya berkaitan dengan pencemaran lingkungan

akibat limbah industrinya.

e. Beberapa kasus keracuan makanan kaleng yang terjadi selama kurun

waktu dari tahun 1989 sampai tahun 2000 terdapat 400 laporan kejadian

penyakit akibat makanan dengan 25.908 korban yang termasuk di

dalamnya adalah kasus keracunan bongkrek pada tahun 1990, biscuit

beracun pada tahun 1995, mie instan pada tahun 1996, kasus keracunan

pemberian makanan tambahan pada anak sekolah di Lampung, dan

keracunan makanan di Balipada tahun 1997. Menunjukkan kurangnya

jaminan keamanan atas produk yang dipasarkan ke masyarakat.

f. Beberapa kasus pencemaran air akibat logam berat di aliran sungai Jawa

Barat. Air dan ikan di Waduk Cirata dan Saguling diindikasikan

mengandung logam berat. Menurut Eman Surachman, Kepala Badan

Pengelola Waduk Cirata (BPWC) PT Pembangkitan Jawa-Bali,

pencemaran tersebut diduga berasal dari limbah pabrik industri tekstil di

Majalaya dan Bandung. Lebih jauh diungkapkan Eman, berdasarkan

penelitian BPWC, ikan yang terdapat di Waduk Cirata telah

terkontaminasi oleh unsur logam berat seperti timbal (Pb), seng (Zn),

kronium (Cr), dan air raksa/merkuri (Hg), (Dinata, 2011).


15

g. Puluhan perwakilan masyarakat Desa Pancur Kecamatan Keritang

didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menuding PT.Palma I

telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan

penyerobotan lahan. Mereka meminta Komisi I DPRD Inhil memberikan

perlindungan untuk mengembalikan hak-hak masyarakat yang telah

dirampas oleh perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan ini

(http://www.detikriau.org).

Beberapa permasalahan tersebut mengindikasikan lemahnya

tanggung jawab perusahaan terhadap kondisi sosial dan lingkungan, dan

hanya terobsesi pada penciptaan keuntungan bagi perusahaan, tanpa

mempertimbangkan dampak negatif yang terjadi di lingkungan dan

masyarakat sekitranya.

2. Penelitian ini merupakan tindak lanjut dari penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, terutama yang dilakukan oleh Nurkhin (2009), yang meneliti

pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan dewan komisaris, serta

profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,

sedangkan ukuran perusahaan dan tipe industri hanya digunakan sebagai

variabel kontrol terhadap pengungkapan CSR, dan periode pengamatan yang

digunakan adalah 2007. Kelemahan dari penelitian Nurkhin (2009) adalah

objek penelitian menggunakan semua perusahaan go public di BEI, tanpa

membedakan perusahaan keuangan/perbankan dan non

keuangan/perbankan. Sementara perusahaan perbankan memiliki laporan

keuangan yang berbeda dengan perusahaan industri. Penelitian ini juga

hanya menggunakan pendekatan teori legitimasi untuk menganalisis faktor

yang memengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial.


16

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, khususnya terdapat

perubahan dalam beberapa hal, antara lain:

a. Penelitian ini menekankan pada faktor-faktor yang menunjukkan

karakteristik perusahaan, yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, dan

leverage keuangan serta menambahkan ukuran dewan komisaris,dan

profil perusahaan sebagai variabel independen.

b. Dalam penelitian ini menggunakan periode pengamatan yang lebih baru,

yaitu tahun 2008-2011. Karena pada periode tahun tersebut masih

terdapat beberapa perusahaan manufaktur yang memiliki permasalahan

dengan lingkungan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar di lingkup

operasional perusahaan. Serta untuk menyakinkan bahwa faktor-faktor

tersebut benar-benar dapat menggambarkan penyebab perusahaan

melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR),

sehingga faktor-faktor tersebut dapat digunakan sebagai indikator dan

informasi bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi saham.

c. Dalam penelitian ini pengungkapan CSR diukur dari indikator Global

Report Initiative (GRI) yang terdiri dari aspek ekonomi, lingkungan,

ketenagakerjaan, hak asasi manusia, kemasyarakatan, dan tanggung

jawab produk. Indikator GRI ini dipilih karena merupakan paduan

pelaporan perusahaan untuk mendukung pembangunan

berkesinambungan yang digagas oleh PBB lewat Coalition for

Environmentally Responsible Economics (CERES) dan UNEP pada

tahun 1997, dan telah diakui oleh perusahaan di dunia. GRI merupakan

salah satu dari lembaga yang serius menangani permasalahan yang

berhubungan dengan sustainability. Sustainability reporting merupakan


17

praktik pengukuran, pengungkapan, dan pertanggungjawaban kepada

stakeholder internal dan eksternal perusahaan yang terkait dengan

kinerja pencapaian tujuan keberlangsungan perusahaan. Isi sustainability

reporting, menurut pedoman GRI terdiri atas lima bagian, yaitu visi dan

strategi, profil perusahaan, sistem manajemen dan struktur pengelolaan,

GRI content index, dan indikator kinerja (GRI, 2006). Kriteria-kriteria

tersebut disusun sedemikian rupa sehingga mempermudah penilaian

terhadap pengukuran pengungkapan CSR pada perusahaan publik di

Indonesia. Untuk mengetahui pengungkapan tersebut dapat diperoleh

melalui informasi yang dilaporkan dalam Laporan Keberlanjutan

Perusahaan (Sustainability Reporting).

d. Penelitian ini menggunakan objek pengamatan yang memiliki bentuk

laporan keuangan yang sama (bukan perbankan/keuangan), yaitu

perusahaan go public yang termasuk dalam kelompok manufaktur.

Dengan alasan perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang

memiliki aktivitas yang kompleks sehingga memungkinkan perusahaan

melakukan aktivitas sosial dan pengungkapan CSR, dalam laporan

keuangannya, secara lebih transparan. Selain itu, perusahaan

manufaktur go public di BEI juga sangat besar sehingga menyediakan

jumlah sampel yang lebih besar, yang diharapkan mampu menghasilkan

tingkat generalisasi yang lebih baik dibandingkan penelitian sebelumnya.

e. Penelitian ini menggunakan pendekatan teori legitimasi dan good

corporate governance untuk menganalisis faktor-faktor karakteristik

perusahaan yang memengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan (CSR).
18

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang bisa dirumuskan

sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh ukuran perusahaanterhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur?

2. Apakah terdapat pengaruh profitabilitas perusahaan terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur?

3. Apakah terdapat pengaruh profil perusahaan terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur?

4. Apakah terdapat pengaruh ukuran dewan komisaris perusahaan terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur?

5. Apakah terdapat pengaruh leverage keuangan perusahaan terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengujidan menganalisis pengaruh ukuran perusahaan terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur.

2. Mengujidan menganalisis pengaruh profitabilitas perusahaan terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur.

3. Mengujidan menganalisis pengaruh profil perusahaan terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur.

4. Mengujidan menganalisis pengaruh ukuran dewan komisaris perusahaan

terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur.

5. Mengujidan menganalisis pengaruh leverage keuangan perusahaan terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur.


19

1.5. Kontribusi Penelitian

1. Kontribusi Teori

a. Penelitian ini dapat memahami dan memperjelas karakteristik perusahaan

yang dapat mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan (CSR) dengan pendekatan teori legitimasi. Hal ini karena Teori

legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan

antara institusi sosial dan masyarakat. Teori tersebut dibutuhkan oleh

institusi-institusi untuk mencapai tujuanagar kongruen dengan masyarakat

luas. Menurut Gray et al. (1996: 46) dalam Kirana (2009: 50) dasar

pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut

keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi

untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik perusahaan yang dapat

memengaruhi pengungkapan CSR dengan pendekatan Teori Legitimasi

yaitu hanya leverage keuangan saja. Dimana dengan adanya tingkat

leverage keuangan yang tinggi akan lebih banyak mempunyai kesempatan

untuk memperoleh laba yang tinggi tanpa mengurangi pengendaliannya

terhadap perusahaan. Sehingga perusahaan akan berupaya untuk

melaporkan tanggung jawab sosial perusahaan (Sustainability Reporting)

secara lengkap untuk menarik perhatian dari para stakeholders terutama

investor. Sehingga untuk penelitian berikutnya diharapkan karakteristik

perusahaan yang lain mampu menjelaskan teori legitimasi dengan baik.

b. Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan pendekatan teori GCG

(Ukuran Dewan Komisaris), masih dibutuhkan kesadaran yang tinggi oleh

para anggota dewan komisaris untuk mendorong terciptanya persaingan


20

yang sehat dan iklim usaha yang kondusif bagi perusahaan. Sehingga

untuk penelitian berikutnya diharapkan dapat memberikan pemahaman dan

penjelasan yang lebih baik mengenai karakteristik perusahaan yang dapat

memengaruhi pengungkapan CSR dengan pendekatan teori Good

Corporate Governance. GCG berkaitan erat dengan kepercayaan baik

terhadap perusahaan yang melaksanakan maupun terhadap iklim usaha di

suatu negara (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006: i).

2. Kontribusi Praktik

a. Bagi Pihak Perusahaan/Manajemen

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk

pengambilan kebijakan oleh manajemen perusahaan mengenai

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan

keuangan yang disajikan.

b. Bagi Calon Investor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang laporan

keberlanjutan perusahaan (Sustainability Reporting) yang baik dan benar

sesuai dengan indikator GRI sehingga dijadikan sebagai acuan untuk

pembuatan keputusan investasi.

3. Kontribusi Kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan umpan balik bagi

pembuat regulasi (Bapepam dan Pemerintah) mengenai peraturan dan

undang-undang yang berkenaan dengan kewajiban perusahaan dalam

melaksanakan dan mengungkapkan tanggung jawab sosial bagi perusahaan

terutama perusahaan go public, serta direalisasikan dengan aturan lanjutan

yang lebih dipertegas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Landasan teori menguraikan teori-teori yang terkait dengan tema

penelitian yang dilakukan. Teori-teori tersebut berguna untuk menentukan

pengukuran variabel, penetapan hipotesis dan menganalisa hasil penelitian.

2.1.1 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social

Responsibility)

Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), telah menjadi isu usaha yang

sangat menarik, karena tanggung jawab sosial menunjukkan kepedulian

perusahaan terhadap lingkungannya, dimana perusahaan berdiri dan beroperasi.

Tanggung jawab sosial menyangkut kepedulian perusahaan kepada pihak-pihak

yang turut mempengaruhi kelancaran usaha, seperti pemegang saham,

karyawan, lingkungan, pemerintah, maupun konsumen perusahaan. Adanya

tanggung jawab sosial akan meningkatkan kepercayaan pihak-pihak yang terkait

dengan perusahaan terhadap aktivitas perusahaan, sehingga kelangsungan

hidup perusahaan dapat terus dilanjutkan.

2.1.1.1 Tinjauan Umum Tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

(Corporate Social Responsibility)

Perusahaan memiliki kewajiban sosial atas apa yang terjadi di sekitar

lingkungan masyarakat. Selain menggunakan dana dari pemegang saham,

perusahaan juga menggunakan dana dari sumber daya lain yang berasal dari

masyarakat (konsumen) sehingga hal yang wajar jika masyarakat mempunyai

harapan tertentu terhadap perusahaan.

21
22

Istilah CSR pertama kali muncul dalam tulisan Social Responsibility of

the Businessman tahun 1953. Konsep yang digagas Howard Rothmann Browen

ini menjawab keresahan dunia bisnis. Saat ini CSR diadopsi oleh perusahaan,

karena bisa jadi penawar kesan buruk perusahaan yang terlanjur dipikirkan oleh

masyarakat dan lebih dari itu pengusaha dianggap sebagai pemburu uang yang

tidak peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Meskipun

demikian, istilah CSR amat marketable, melalui CSR pengusaha tidak perlu lagi

merasa bersalah, karena telah ikut serta dan berperan bagi semua pihak yang

terkait dengan perusahaan (Siregar, 2007: 286).

Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001) menyatakan

bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level, yaitu (1)

Basic Responsibility (BR), (2) Organizational Responsibility (OR), dan (3)

Societal Responses (SR). Ketiga level tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Basic Responsibility (BR)

Basic Responsibility (BR) merupakan level pertama. Pada level ini tanggung

jawab perusahaan dikaitkan dengan keberadaan perusahaan tersebut seperti;

perusahaan harus membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi standar

pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila tanggung jawab pada

level ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius.

2. Organizational Responsibility (OR)

Apabila tanggung jawab pada level pertama telah dipenuhi, maka perusahaan

akan meningkatkan tanggung jawab pada tingkat Organizational

Responsibility (OR). Pada level kedua ini menunjukkan tanggung jawab

perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholder seperti

pekerja, pemegang saham, dan masyarakat di sekitarnya. Bentuk tanggung


23

jawab tersebut adalah meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham,

memenuhi semua kewajiban kepada kreditur, meningkatkan tunjangan,

sarana dan fasilitas bagi pekerja, memberikan bantuan kepada masyarakat

sekitar, seperti program bina lingkungan, beasiswa pendidikan bagi

masyarakat disekitarnya, maupun membantu ketika terjadi bencana alam.

3. Societal Responses (SR)

Societal Responses (SR) merupakan level yang tertinggi dalam aktivitas

pertanggungjawaban sosial. Pada level ketiga, menunjukkan bahwa tahapan

ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang

demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara

berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya

secara keseluruhan. Bentuk aktivitas tersebut antara lain menjaga kelestarian

alam sekitar perusahaan dan tempat operasi perusahaan, memberikan produk

yang berkualitas dan ramah lingkungan, penggunaan energi yang efisien dan

ramah lingkungan, dan bentuk aktivitas sosial lainnya, yang dapat

menciptakan interaksi dan kekuatan dari masyarakat dan pihak-pihak yang

terkait dengan perusahaan.

Di Indonesia praktik pengungkapan tanggung jawab sosial diatur oleh

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) No.1 Paragraf 9, yang meyatakan bahwa: Perusahaan dapat pula

menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan

laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana

faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang

menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang

peranan penting. Selain itu dalam Rancangan Undang-Undang Perseroan


24

Terbatas (RUU PT) telah diselesaikan pada akhir Juni 2007. Teks pasal 74 RUU

PT yang dinyatakan final dan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun

2007 tentang perseroan terbatas, Bab V, Pasal 74 adalah:

1. Perseroaan wajib mengalokasikan sebagian laba bersih tahunan


Perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan;
2. Perseroaan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tanggung jawab sosial
dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility

(CSR) sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada

tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan

(corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangan (financial) saja.

Tapi tanggung jawab perusahaan harus berdasarkan pada triple bottom lines. Di

sini bottom lines lain selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena

kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara

berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin

apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah

menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar di berbagai tempat dan

waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak

memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup (Daniri, 2008:

4).

2.1.1.2 Definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social

Responsibility)

Tanggung jawab perusahaan tidak hanya terbatas pada kinerja keuangan

perusahaan, tetapi juga harus bertanggungjawab terhadap masalah sosial yang

ditimbulkan oleh aktivitas operasional yang dilakukan perusahaan. Adapun Mirza


25

dan Imbuh (1997) mendeskripsikan tanggung jawab sosial sebagai kewajiban

organisasi yang tidak hanya menyediakan barang dan jasa yang baik bagi

masyarakat, tetapi juga mempertahankan kualitas lingkungan sosial maupun

fisik, dan juga memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan komunitas dimana

mereka berada. Sedangkan menurut Ivancevic dalam Hasibuan (2001) tanggung

jawab sosial perusahaan diartikan bahwa perusahaan mempunyai tanggung

jawab pada tindakan yang mempengaruhi konsumen, masyarakat, dan

lingkungan. Selain itu Kotler dan Nency (2005) mendefinisikan CSR sebagai

komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraankomunitas melalui

praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya

perusahaan sehingga memiliki kemampuan untuk meningkatkan citra

perusahaan karena jika perusahaan menjalankan tata kelola bisnisnya dengan

baik dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maka

pemerintah akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan tersebut untuk

beroperasi di wilayah mereka.

Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab

sosial perusahaan adalah suatu bentuk komitmen atas pertanggungjawaban

yang seharusnya dilakukan perusahaan, baik dampak positif maupun dampak

negatif yang ditimbulkan dari aktivitas operasionalnya, dan mungkin sedikit-

banyak berpengaruh terhadap masyarakat internal maupun eksternal dalam

lingkungan perusahaan. Selain melakukan aktivitas lain, misalnya aktivitas untuk

menyediakan lingkungan kerja yang aman bagi karyawannya, menjamin bahwa

proses produksinya tidak mencemarkan lingkungan sekitar perusahaan,

melakukan penempatan tanaga kerja secara jujur, menghasilkan produk yang

aman bagi para konsumen, menjaga lingkungan kesejahteraan masyarakat


26

sekitar wilayah perusahaan, serta menjalin hubungan yang baik dengan

pemerintah, sehingga perusahaan dapat terus melakukan kegiatan

operasionalnya demi keberlangsungan perusahaan tersebut.

Adapun yang dimaksud dengan pengungkapan pertanggungjawaban

sosial perusahaan (CSR) merupakan informasi mengenai tanggung jawab

sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan

kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam

bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan

berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan

stakeholder, sejalan dengan hukum yang ditetapkan, dan norma-norma perilaku

internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (Guidance

on Social Responsibility dalam Suharto, 2008).

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social

responsibilities (CSR) merupakan salah satu mekanisme yang dapat digunakan

untuk mengkomunikasikan perusahaan dengan stakeholders dan disarankan

bahwa CSR merupakan jalan masuk dimana beberapa organisasi

menggunakannya untuk memperoleh keuntungan atau memperbaiki legitimasi

(Donovan,2002). Organisasi mengungkapkan kinerja lingkungan mereka dalam

berbagai komponen untuk mendapatkan reaksi positif dari lingkungan dan

mendapatkan legitimasi atas usaha perusahaan (Hui dan Bowrey, 2008).

2.1.1.3 Tujuan Dan Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate

Social Responsibility)

Setelah memahami pengertian tentang CSR, maka berikut ini diuraikan

mengenai tujuan dan manfaat pelaksanaan tanggung jawab sosial. Tujuan CSR

(Rosmasita, 2007: 9) adalah:


27

1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya secara

implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.

2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya

kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberadaan kontrak

sosial ini menuntut dibebaskannya akuntabilitas sosial.

3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya

adalah untuk memberikan informasi kepada investor.

Manfaat penerapan CSR menurut Daniri (2008: 7) adalah: CSR di

perusahaan akan menciptakan iklim saling percaya, yang akan menaikkan

motivasi dan komitmen karyawan. Pihak konsumen, investor, pemasok, dan

stakeholders yang lain juga telah terbukti lebih mendukung perusahaan yang

dinilai bertanggungjawab sosial, sehingga meningkatkan peluang pasar dan

keunggulan kompetitif. Dengan segala kelebihan itu, perusahaan yang

menerapkan CSR akan menunjukkan kinerja yang lebih baik serta keuntungan

dan pertumbuhan yang meningkat.

Sule dan Kurniawan (2005) mengatakan bahwa terdapat beberapa

manfaat apabila perusahaan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan

tanggung jawab sosialnya, yaitu (1) Manfaat bagi perusahaan, citra positif

perusahaan di antara masyarakat dan pemerintah; (2) Manfaat bagi masyarakat,

kepentingan masyarakat yang terakomodasi dan hubungan antara perusahaan

dan masyarakat akan lebih erat; dan (3) Manfaat bagi pemerintah, membantu

pemerintah dalam menjalankan misi sosial dalam hal tanggung jawab sosial.
28

2.1.1.4 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate

Social Responsibility)

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan dapat

memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan,

mengenai aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Hackston

dan Milne (1996), pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sering

disebut sebagai corporate social responsibility atau social disclosure, corporate

social reporting, social reporting merupakan proses pengomunikasian dampak

sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok

khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Sayekti dan Ludovicus (2007) menyatakan bahwa dalam pengungkapan

tanggung jawab social perusahaan (CSR) dalam laporan tahunan merupakan

salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan

melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis.

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan juga dapat diartikan

sebagai informasi mengenai tanggung jawab sebuah organisasi terhadap

dampak-dampak dari keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan

lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang

sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat,

mempertimbangkan harapan stakeholder, sejalan dengan hukum yang

ditetapkan, dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan

organisasi secara menyeluruh (Guidance on Social Responsibility dalam

Suharto, 2008). Sehingga dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan,

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah informasi mengenai

pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan kegiatan


29

sosial perusahaan seperti menjaga kelestarian lingkungan sekitar perusahaan,

menciptakan SDM yang handal dengan melakukan sekitar daerah operasional

perusahaan, serta menjalankan tata kelola bisnis yang baik dan benar sesuai

dengan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Menurut Gray et al. (1996) ada dua pendekatan yang secara signifikan

berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab

sosial perusahaan. Pertama, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

mungkin diperlakukan sebagai suatu suplemen dari aktivitas akuntansi

konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap masyarakat

keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial

yang dilaporkan.

Pendekatan alternatif kedua dengan meletakkan pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan

masyarakat dan organisasi. Pandangan yang lebih luas ini telah menjadi sumber

utama kemajuan dalam pemahaman tentang pengungkapan tanggung jawab

sosial perusahaan dan sekaligus merupakan sumber kritik yang utama terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Banyak teori yang menjelaskan mengapa perusahaan cenderung

mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya, dan dampak

yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Gray et al. (1996) menyebutkan ada

tiga studi yaitu: (1) Decision Usefullness Studies; (2) Economic Theory Studies;

dan (3) Social and Political Theory Studies. Terdapat pula keuntungan yang

dapat diperoleh oleh perusahaan jika melakukan pengungkapan CSR (Wibisono,

2007) yaitu dapat mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image


30

perusahaan, layak mendapatkan social licence to operate, mereduksi resiko

bisnis perusahaan, melebarkan akses sumber daya, membentangkan akses

menuju market, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan stakeholder,

memperbaiki hubungan dengan regulator, meningkatkan semangat dan

produktivitas karyawan, serta peluang mendapatkan penghargaan yang

diberikan kepada pelaksana CSR.

Menurut Murtanto (2006), pengungkapan kinerja perusahaan seringkali

dilakukan secara sukarela (voluntary disclosure) oleh perusahaan. Adapun

alasan-alasan perusahaan mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela antara

lain yaitu: (1) internal decision making, digunakan oleh manajemen untuk

mencapai tujuan sosial perusahaan; (2) product differentiation, digunakan oleh

manajer perusahaan guna membedakan diri dengan pesaing yang tidak

bertanggung jawab sosial terhadap masyarakat; dan (3) enlightened self interest,

digunakan demi kepentingan perusahaan untuk menjaga keselarasan sosialnya

dengan para stakeholder karena pengungkapan dapat memengaruhi pendapatan

penjualan dan harga saham perusahaan.

Pertanggungjawaban sosial berhubungan juga dengan social contract

theory. Menurut teori ini, di antara bisnis perusahaan dan masyarakat terdapat

suatu kontrak sosial yang secara implisit maupun eksplisit. Dalam kontrak sosial,

akuntansi sosial digunakan sebagai rangkaian teknik pengumpulan kontrak

sosial, akuntansi sosial organisasi dalam memberikan penilaian mengenai

kelayakan operasi organisasi. Di samping itu, pertanggungjawaban perusahaan

diperlukan untuk menilai apakah kegiatan perusahaan telah memenuhi

ketentuan, standar, dan peraturan yang berlaku. Misalnya, mengenai polusi,


31

kesehatan dan keselamatan, dan bahaya penggunaan bahan-bahan yang

beracun.

Pada saat perusahaan mulai berinteraksi dan dekat dengan lingkungan

luarnya (masyarakat), maka berkembang hubungan saling ketergantungan dan

kesamaan minat serta tujuan antara perusahaan dengan lembaga sosial yang

ada. Interaksi ini menyebabkan perusahaan tidak bisa lagi membuat keputusan

atau kebijakan yang hanya menguntungkan pihaknya saja. Tetapi, perusahaan

juga harus memikirkan kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

perusahaan (stakeholder needs). Jika tekanan dari stakeholder berpengaruh

kuat terhadap kontinuitas dan kinerja perusahaa, perusahaan harus bisa

menyusun kebijakan sosial dan lingkungan yang terarah dan terlegitimasi

(Cahyonowati, 2003).

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaporkan

perusahaan berupa Sustainability Reporting, menurut GRI terdiri atas lima

bagian, yaitu visi dan strategi, profil perusahaan, sistem manajemen dan struktur

pengelolaan, GRI content index, dan indikator kinerja. Menurut GRI (2006: 25)

menyusun dan mengungkapkan informasi tentang aktivitas pertanggungjawaban

sosial dikelompokkan ke dalam indikator kinerja sebagai berikut:

1 Ekonomis

Keprihatinan Dimensi Ekonomis keberlanjutan yang terjadi akibat dampak

organisasi terhadap kondisi perekonomian para pemegang kepentingan di

tingkat sistem ekonomi lokal, nasional, dan global. Indikator Kinerja Ekonomi

menunjukkan: (1) aliran dana di antara para pemegang kepentingan, dan (2)

dampak ekonomi utama organisasi terhadap masyarakat.


32

2 Lingkungan

Dimensi Lingkungan dari keberlanjutan yang mempengaruhi dampak

organisasi terhadap sistem alami hidup dan tidak hidup, termasuk ekosistem,

tanah, air dan udara. Indikator Lingkungan meliputi kinerja yang berhubungan

dengan input (misalnya material, energi, dan air) dan output (misalnya emisi,

air limbah, dan limbah). Sebagai tambahan, indikator ini melingkupi kinerja

yang berhubungan biodiversity (keanekaragaman hayati), kepatuhan

lingkungan, dan informasi relevan lainnya seperti pengeluaran lingkungan

(environmental expenditure) dan dampaknya terhadap produk dan jasa.

3 Ketenagakerjaan

Indikator Praktik Tenaga Kerja juga menggambarkan tanggung jawab sosial

dari usaha bisnis. Aspek spesifik di bawah kategori Praktik Tenaga Kerja

didasarkan atas Standar Internasional yang diakui, termasuk:

a. United Nations Universal Declaration of Human Rights and its Protocols.

b. United Nations Convention: International Covenant on Civil and Political

Rights.

c. United Nations Convention: International Covenant on Economic, Social

and Cultural Rights.

d. ILO Declaration on Fundamental Principles and Rights at Work of 1998 (in

particular the eight core convention of the ILO); and

e. The Vienna Declaration and Programme of Action.

4 Hak Asasi Manusia

Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia menentukan bahwa organisasi harus

melaporkan sejauh mana hak asasi manusia diperhitungkan dalam investasi

dan praktek pemilihan supplier/kontraktor. Sebagai tambahan, Indikator ini


33

meliputi pelatihan mengenai hak asasi manusia bagi karyawan dan aparat

keamanan, sebagaimana juga bagi nondiskriminasi, kebebasan berserikat,

tenaga kerja anak, hak adat, serta kerja paksa, dan kerja wajib.

5 Kemasyarakatan

Indikator Kinerja Masyarakat memperhatikan dampak organisasi terhadap

masyarakat di mana mereka beroperasi, dan menjelaskan risiko dari interaksi

dengan institusi sosial lainnya yang mereka kelola. Pada khususnya, informasi

yang dicari berhubungan dengan risiko yang diasosiasikan dengan suap,

korupsi, praktek monopoli, dan kolusi.

6 Tanggung jawab Produk

Indikator Kinerja Tanggung Jawab Produk membahas aspek produk dari

organisasi pelapor dan serta jasa yang diberikan yang mempengaruhi

pelanggan, terutama, kesehatan dan keselamatan, informasi dan pelabelan,

pemasaran, dan privasi.

2.1.2 Karakteristik Perusahaan yang Memengaruhi Pengungkapan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)

Aktivitas sosial perusahaan merupakan salah satu komponen yang

digunakan dalam laporan tahunan. Belum adanya standar baku yang mengatur

tentang pelaporan aktivitas sosial perusahaan menyebabkan adanya

keanekaragaman bentuk pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan.

Setiap perusahaan mempunyai kebijakan berbeda-beda mengenai

pengungkapan sosial sesuai dengan karakteristik perusahaan. Dimana

karakteristik perusahaan adalah sifat khas atau spesifikasi suatu perusahaan

yang membedakannya dengan perusahaan lain. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pertanggungjawaban sosial, seperti ukuran perusahaan,


34

profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris maupun leverage

keuangan perusahaan yang dianggap sebagai variabel penduga dalam

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Mengingat banyaknya faktor

yang memengaruhi pertanggungjawaban sosial, maka penelitian ini akan melihat

apakah ukuran perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, leverage keuangan,

maupun ukuran dewan komisaris perusahaan akan berpengaruh atau tidak

terhadap pertanggungjawaban sosial yang dilakukan oleh perusahaan.

2.1.2.1 Teori Legitimasi

Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang

diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat (Kirana, 2009: 52). Teori

tersebut dibutuhkan oleh institusi-institusi untuk mencapai tujuan agar kongruen

dengan masyarakat luas. Menurut Gray et al. (1996: 46) dasar pemikiran teori ini

adalah kegiatan organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut jika masyarakat

menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan

sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan

untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerja perusahaan dapat diterima oleh

masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan tahunan untuk menggambarkan

kesan tanggung jawab lingkungan sehingga diterima oleh masyarakat. Dengan

adanya penerimaan dari masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan

nilai perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan.

Donovan (2002: 4), menyatakan bahwa:

Legitimacy is a concept related to a connection between an organisations


social values and responsibilities and societys values. If a disparity,
actual or potential, exists between a corporations social value system, as
a result of its activities, and the value system of the larger social system in
which it operates, there is threat to the entitys legitimacy and this may
lead to an inability to continue to operate and achieve its goals.
35

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa konsep teori Legitimasi,

berkaitan dengan hubungan antara respon sosial suatu perusahaan dengan

tanggung jawab sosial. Jika terjadi perbedaan secara potensial antara

perusahaan dengan nilai sosial yang dijalankan dalam aktivitas usahanya, akan

dapat menimbulkan permasalahan bagi perusahaan, yang berdampak pada

ketidakmampuan perusahaan untuk melanjutkan operasi dan mencapai tujuan

perusahaan.

Suchman (1995), menyatakan bahwa:

Legitimacy is sought by organisations as it affects the understanding and


actions of people towards the organization. People perceive a legitimate
organisation as more trustworthy.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa legitimasi digunakan oleh

organisasi untuk memberikan pemahaman dan memengaruhi tindakan pihak-

pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk lebih percaya kepada

perusahaan, dalam menjalankan aktivitas usahanya.

Lebih lanjut Suchman (1995), memberikan definisi mengenai

organizational legitimacy sebagai berikut:

Legitimacy is a generalized perception or assumption that the actions of


an entity are desirable, proper, or appropriate within some socially
onstructed system of norms, values, beliefs, and definitions.

Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus

mencoba untuk meyakinkan bahwa perusahaan melakukan kegiatan sesuai

dengan batasan dan norma-norma masyarakat tempat perusahaan berada.

Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa

tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang

diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan, dan

definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995).


36

Lindblom (1994) dan Dowling dan Pfefer (1975) menyatakan bahwa

terdapat empat strategi legitimasi yang dapat diadopsi organisasi ketika mereka

dihadapkan pada gangguan atas legitimasi atau jika dipandang terdapat gap

legitimasi. Gap legitimasi terjadi jika kinerja perusahaan tidak sesuai dengan

harapan dari masyarakat yang relevan atau stakeholder. Dalam hal ini suatu

organisasi dapat melakukan tindakan sebagai berikut:

a. Mengubah output, metode, atau tujuan agar sesuai dengan harapan dari

masyarakat yang relevan dan kemudian mereka menginformasikan

perubahan ini kepada kelompok masyarakat tersebut.

b. Tidak mengubah output, metode, ataupun tujuan, tetapi mendemonstrasikan

kesesuaian dari output, metode, dan tujuan melalui pendidikan dan informasi.

c. Mencoba untuk mengubah persepsi dari masyarakat dengan menghubungkan

organisasi dengan simbol-simbol yang memiliki status legitimasi yang tinggi.

d. Mencoba untuk mengubah harapan masyarakat dengan menyesuaikan

harapan mereka dengan output, tujuan, dan metode organisasi.

Teori legitimasi mengandung pengertian bahwa aktivitas berupa

tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu usaha yang berkenaan

dengan tekanan dari lingkungan sekitar, misalnya tekanan politis, sosial, ataupun

ekonomi. Pihak manajemen berusaha untuk mencari kesepahaman di antara

sudut pandang orang lain terhadap nilai sosial yang dimiliki serta apa yang

dianggap oleh masyarakat sebagai dorongan sosial yang paling sesuai

(Mathews, 1993). Teori legitimasi telah menjadi salah satu teori yang paling

sering digunakan terutama ketika berkaitan dengan wilayah sosial dan akuntansi

lingkungan. Teori ini telah dapat menawarkan sudut pandang yang nyata
37

mengenai pengakuan sebuah perusahaan secara sukarela oleh masyarakat

(Kirana, 2009: 53)

Isu penting yang perlu diperhatikan adalah adanya 2 hal utama dari teori

legitimasi (Kirana, 2009: 53).

1. Legitimasi dari teori makro dikenal sebagai teori legitimasi institusional

berkaitan dengan bagaimana struktur dari perusahaan secara keseluruhan

(kapitalisme atau pemerintah sebagai contohnya) telah memperoleh

keterterimaan dari masyarakat secara luas. Dalam tradisi ini, legitimasi dan

institusionalisasi terlihat sama, namun kedua fenomena ini menguatkan

perusahaan terutama dengan membuatnya terlihat seakan-akan alami dan

berarti. Dalam istilah penelitian akuntansi, jangka waktu yang dibutuhkan

dan pertanyaan-pertanyaan itu secara umum sering menjadi pertimbangan,

lingkungan bisnis saat ini, termasuk struktur kapitalis, pemerintahan

demokratis dan lain sebagainya, secara umum dianggap sebagai pemberian,

konteks sosial yang tak berubah di dalamnya yang menjadi pengondisian

penelitian yang dialkukan. Asumsi bagaimanapun juga akan membutuhkan

pertimbangan yang cermat untuk jangka waktu penelitian yang spesifik

ditetapkan sebelumnya.

2. Teori legitimasi sangat berkaitan dengan konsep kontak sosial. Teori ini

mengandung pengertian bahwa bisnis yang berkait erat dengan kontrak

sosial dimana pihak perusahaan telah setuju untuk menyediakan berbagai

aksi dari kebutuhan masyarakat sekitar untuk memperoleh persetujuan untuk

tujuan atau pemberian perusahaan tersebut, dan hal ini secara penuh juga

menjamin keberlangsungan dari perusahaan tersebut di masyarakat.

Berkaitan dengan konteks hubungan organisatoris di dalam masyarakat, teori


38

legitimasi muncul untuk menekankan keberlangsungan perusahaan dalam

memastikan bahwa mereka bekerja sesuai dengan ikatan dan norma dari

masyarakat sekitar yang sangat mereka hormati itu sehingga mereka

berusaha untuk memastikan bahwa aktivitas yang mereka lakukan diperlukan

oleh pihak lain di luar keduanya bahwa usaha yang mereka lakukan

legitimate (benar atau valid). Teori legitimasi merupakan teori yang sangat

penting yang memiliki arah berdasarkan sistem. Misalnya, perusahaan-

perusahaan dianggap sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih besar

yang ada di dalam masyarakat. Kontrak sosial, baik yang berupa pernyataan

tak tertulis ataupun tertulis dianggap ada dan disepakati baik perusahan

ataupun masyarakat secara luas, jadi tidak hanya dipahami oleh para

pembagi hasil keuntungan saja.

Faktor-faktor yang memengaruhi CSR terkait dengan teori legitimasi

adalah:

1 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk

menjelaskan pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan

perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat. Dimana ukuran perusahaan

adalah suatu skala atau nilai untuk mengklasifikasikan besar kecilnya suatu

perusahaan berdasarkan indikator tertentu, anatara lain total aktiva, log size,

nilai saham, jumlah tenaga kerja, penjualan, dan kapitalisasi pasar.

Teori legitimasi memiliki alasan tentang hubungan ukuran dan

pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR). Perusahaan yang lebih besar

melakukan aktivitas yang lebih banyak sehingga memiliki pengaruh yang lebih

besar terhadap masyarakat, memilik lebih banyak pemegang saham yang


39

punya perhatian terhadap program sosial yang dilakukan perusahaan dan

laporan tahunan merupakan alat yang efisien untuk mengkomunikasikan

informasi ini (Cowen et al., 1987).

Semakin besar total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar, maka

semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Ketiga variabel tersebut dapat

digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan, karena dapat mewakili

seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva perusahaan,

maka semakin banyak modal yang ditanam dalam aktiva tersebut. Semakin

besar penjualan yang dilakukan oleh perusahaan, maka semakin banyak

perputaran uang yang digunakan dalam aktivitas penjualan tersebut. Semakin

besar kapitalisasi pasar (kemampuan perusahaan dalam melakukan

pemasaran), maka semakin besar pula perusahaan tersebut dikenal

masyarakat (Sudarmadji dan Lana, 2007: 54).

Ukuran perusahaan juga dapat diukur dengan jumlah tenaga kerja

yang dimiliki perusahaan (Sembiring, 2005). Pada penelitian ini ukuran

perusahaan dinyatakan dengan jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh

perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di BEI. Pengukuran ini dilakukan

untuk mengetahui bahwa semakin besar jumlah tenaga kerja yang dimiliki

maka akan semakin besar pula tanggung jawab sosial yang harus

diungkapkan.

Digunakannya jumlah tenaga kerja untuk mengukur ukuran

perusahaan karena dengan semakin banyaknya tenaga kerja, menunjukkan

bahwa kegiatan operasional perusahaan semakin luas sehingga dengan

karyawan yang semakin banyak akan dapat digunakan untuk meningkatkan

pendapatan dan kekayaan perusahaan. Jumlah karyawan yang semakin


40

tinggi juga membutuhkan penanganan karyawan, seperti peningkatan

kesejahteraan, pemenuhan kewajiban, dan pengaturan hak asasi pekerja

yang semakin baik sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan menjadi semakin besar.

Bagi perusahaan besar, mengungkapkan tanggung jawab sosial

perusahaan (CSR) sangat penting karena lebih banyak peranan mereka

dalam menggunakan dan menghabiskan sumber daya alam seperti

pemakaian bahan baku, penggunaan sumber daya energi untuk produksi,

serta lebih besar dalam andil terhadap kerusakan lingkungan, yaitu kegiatan

operasi perusahaan yang menciptakan polusi udara, pencemaran air,

penggundulan hutan, dan kerusakan tanah, bahkan menimbulkan limbah dari

bahan-bahan kimia yang sangat berbahaya bagi kehidupan ekosistem. Dan

juga penggunaan sumber daya manusia yang banyak. Sehingga perusahaan

yang berukuran besar menyadari untuk menjamin kelangsungan hidup

perusahaan memerlukan dukungan serta legitimasi masyarakat yang harus

diikuti seperti nilai-nilai yang ada dalam masyarakat tempat perusahaan

beroperasi yakni nilai budaya, sosial dan ekonomi.

2 Profitabilitas

Kusnadi et al. (2002: 117) menjelaskan bahwa profitabilitas

merupakan hasil akhir dari keseluruhan kebijakan dan keputusan yang dipilih

oleh manajemen organisasi bisnis. Seluruh kebijakan apapun yang ada di

dalam organisasi jika berjalan baik dan berdampak positif akan menghasilkan

kinerja yang efektif dan efisien sehingga akan menghasilkan tingkat

keuntungan perusahaan yang memuaskan. Tujuan perhitungan rasio

profitabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam


41

menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur

tingkat efektivitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan

(Sawir, 2005: 31).

Sembiring (2005) menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi,

salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat

pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan

memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak

perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses

keuangan perusahaan. Ukuran yang banyak digunakan untuk profitabilitas

adalah menggunakan rasio ROE (Nurkhin, 2007: 36). Digunakannya ROE

sebagai alat ukur profitabilitas karena ROE menggambarkan keuntungan yang

diperoleh dengan modal sendiri (Sutrino, 2003: 255). Hal ini berarti informasi

ROE dapat digunakan oleh investor dalam menilai kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan keuntungan atas investasi yang dilakukan, dan karena

ROE dihitung dari laba bersih, besarnya keuntungan yang dihitung, sudah

mempertimbangkan biaya sosial yang dikeluarkan oleh perusahaan.

3 Profil Perusahaan

Profil perusahaan adalah uraian tentang bidang operasi yang dijalankan

oleh perusahaan (Rahman dan Widyasari, 2008: 29). Hubungan antara profil

perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial dapat dikaitkan

dengan variasi dampak operasi perusahaan terhadap lingkungan dan

masyarakat. Industri high profile sebagai industri yang memiliki consumer

vasibility, risiko politik yang tinggi, atau kompetisi yang tinggi akan lebih

memperhatikan pertanggungjawaban sosialnya kepada masyarakat karena


42

hal ini akan meningkatkan citra perusahaan dan dapat memengaruhi tingkat

penjualan.

Hackston dan Milne (1996) berpendapat bahwa kegiatan ekonomi

mempengaruhi lingkungan, seperti industry extractive akan lebih suka

mengungkapkan informasi tentang pengaruh terhadap lingkungan

dibandingkan dengan perusahaan industri lain. Perusahaan yang berorientasi

pada konsumen diduga akan memberikan perhatian yang lebih besar dengan

menunjukkan tanggung jawab sosial mereka, karena akan menambah image

perusahaan dan mempengaruhi penjualan (Cowen et al., 1987). Kaitan teori

legitimasi dengan profil perusahaan, bahwa profil perusahaan mempengaruhi

pandangan politis. Hal ini akan membuat pengungkapan sosial menangkal

tekanan yang tak semestinya dan kritikan dari aktivitas sosial (Zainuddin,

2007: 25).

Hackston dan Milne (1996) mendefinisikan high profile companies

sebagai perusahaan yang memiliki consumer visibility, tingkat risiko politik dan

tingkat kompetisi yang tinggi. Kebalikannya, low profile companies

didefinisikan sebagai perusahaan yang memiliki tingkat consumer visibility dan

political visibility yang rendah. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan

bahwa keberadaan stakeholders yang dimiliki perusahaan antara lain

konsumen, pesaing, dan pihak-pihak lain yang dapat melakukan tekanan

politik, dapat menjadi faktor penentu utama terhadap kelangsungan hidup

perusahaan.

Selain itu, perusahaan-perusahaan high profile pada umumnya

merupakan perusahaan yang sering memperoleh sorotan dari masyarakat

karena aktivitas operasinya yang memiliki potensi untuk bersinggungan


43

dengan kepentingan luas. Masyarakat umumnya lebih sensitif terhadap tipe

industri ini karena kelalaian perusahaan dapat membawa akibat yang fatal

bagi masyarakat. Perusahaan high profile juga lebih sensitif terhadap

keinginan konsumen atau pihak lain yang berkepentingan terhadap

produknya. Oleh sebab itu untuk menghindari masalah yang tidak diinginkan

nantinya, perusahaan dituntut untuk membuat suatu kebijakan untuk

melaporkan aktivitas produksinya, berupa pengungkapan sosial, yang

tentunya diharapkan melaporkan aktivitas perusahaan yang harmonis dengan

lingkungan dan alam sekitar, tujuannya adalah untuk meningkatkan image

dan penjualan perusahaan, (Cowen et al., 1987).

Proksi tipe industri dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang

dilakukan oleh Novita dan Djakman (2008), yaitu high profile atau low profile.

High profile diartikan sebagai industri di bidang migas, pertambangan, kertas,

agrobisnis, dan telekomunikasi, kimia, tembakau dan rokok, produk makanan

dan minuman, kesehatan serta transportasi, dan pariwisata. Tipe perusahaan

tersebut sering memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas

operasinya yang memiliki potensi untuk bersinggungan dengan kepentingan

luas. Masyarakat umumnya lebih sensitif terhadap tipe industri ini karena

kelalaian perusahaan dapat membawa akibat yang fatal bagi masyarakat.

Klasifikasi ini dipilih karena cukup mampu menggambarkan klasifikasi (tipe)

industri perusahaan.

4 Leverage Keuangan

Leverage keuangan merupakan ukuran kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak

solvabel adalah perusahaan yang total utangnya lebih besar dibandingkan


44

dengan total asetnya. Rasio yang tinggi mengindikasikan perusahaan

menggunakan utang yang tinggi (Hanafi, 2008: 40).

Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio

leverage keuangan yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak

informasi sosial perusahaan mereka karena biaya keagenan perusahaan

dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976).

Pengungkapan informasi sosial diperlukan untuk menghilangkan keraguan

pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur

(Badjuri, 2011: 42). Oleh karena itu, perusahaan dengan rasio leverage

keuangan yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan

yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage keuangan yang

rendah.

Rasio leverage keuangan dapat diukur dengan Debt Ratio, Debt to

Equity Ratio (DER), Time Interest Earnet Ratio, Fixed Charge Coverage Ratio,

dan Debt Service Ratio (Sutrisno, 2003: 248-251). Rasio yang digunakan

untuk mengukur leverage keuangan dalam penelitian ini adalah Debt to Equity

Ratio (DER).

DER merupakan proporsi total utang terhadap ekuitas pemegang

saham. Digunakan DER karena rasio ini menggambarkan keseimbangan

antara utang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (Sutrisno, 2003:

249). Dari penjelasan kegunaan rasio DER, maka dapat dikatakan bahwa

informasi DER akan dapat digunakan oleh pihak eksternal, khususnya kreditur

dan investor dalam mengukur kinerja perusahaan. Rasio tersebut digunakan

untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki

perusahaan sehingga dapat dilihat tingkat risiko tak tertagihnya suatu utang.
45

2.1.2.2 Teori Good Corporate Governance : Ukuran Dewan Komisaris

Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem

ekonomi pasar. GCG berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap

perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu

negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan

iklim usaha yang kondusif (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006: i).

Konsep corporate governance timbul karena adanya keterbatasan dari

teori keagenan dalam mengatasi masalah keagenan dan dapat dipandang

sebagai kelanjutan dari teori keagenan. Problem keagenan (agency problem)

antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan manager potensial terjadi

bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham

tentu menginginkan manager bekerja dengan tujuan memaksimumkan

kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan bisa saja

bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, tetapi

memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri. Hal tersebut menjadikan conflict

of interest. Untuk menyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk

kepentingan pemegang saham, pemegang saham harus mengeluarkan biaya

yang disebut agency cost meliputi pengeluaran untuk memonitor kegiatan

manager, pengeluaran untuk membuat suatu struktur organisasi yang

meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang tidak diinginkan, serta

opportunity cost yang timbul akibat kondisi manajer tidak dapat segera

mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham (Atmadja, 2008: 13).

Faktor-faktor yang memengaruhi CSR terkait dengan teori GCG adalah Ukuran

Dewan Komisaris Perusahaan.


46

Kualitas informasi yang diungkapkan dalam laporan yang disisipkan

manajemen dapat memengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan

perusahaan. Manajemen memiliki dorongan untuk mengungkapkan informasi

yang menguntungkan dan menyembunyikan informasi yang tidak

menguntungkan. Informasi yang menguntungkan akan diungkap seluas-luasnya,

sedangkan informasi yang tidak menguntungkan kelihatannya tidak diungkap

dan sebagai hasilnya, para pemegang saham tidak akan mengetahui secara

khusus informasi yang disembunyikan. Untuk mengatasi hal tersebut, pemegang

saham mendelegasikan wewenang mereka dalam memonitor aktivitas

manajemen kepada dewan komisaris.

Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian intern tertinggi

yang bertanggungjawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak.

Komposisi individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris merupakan

hal penting dalam memonitor aktivitas manajemen secara efektif (Fama dan

Jesen, 1983). Coller dan Gregory (1999) menyatakan bahwa semakin besar

anggota dewan komisaris maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan

memonitoring sehingga yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan

pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen akan

semakin besar untuk mengungkapkannya.

Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota

dewan komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan

pengawasan yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka tekanan terhadap

manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya. Sehingga


47

ukuran dewan komisaris yang digunakan dalam penelitian ini konsisten dengan

Sembiring (2005) yaitu jumlah personil dalam anggota dewan komisaris.


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konsep penelitian merupakan proses dasar dari proses berpikir

seorang peneliti. Dasar pemikiran dari penelitian ini adalah bahwa

pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan

didasarkan dari karakteristik perusahaan.

Penelitian ini mengembangkan dari penelitian Nurkhin (2009) yang

meneliti pengaruh corporate governance dan profitabilitas terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sehingga dalam penelitian ini,

akan dilakukan pengujian seberapa besar pengaruh karakteristik perusahaan

(ukuran perusahaan, profitabilitas, profil, ukuran dewan komisaris, dan leverage

keuangan) terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Penelitian ini

bertujuan mengetahui pengaruh beberapa karakteristik perusahaan, yaitu ukuran

perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris dan

leverage keuangan secara parsial terhadap pengungkapan tanggung jawab

sosial.

Ukuran perusahaan yang diukur dengan jumlah tenaga kerja,

menjelaskan semakin banyak karyawan menunjukkan bahwa kegiatan

operasional perusahaan luas. Profitabilitas yang diukur dengan ROE,

menjelaskan kecenderungan perusahaan untuk menunjukkan kinerja

perusahaan yang baik. Profil perusahaan yang diukur dengan menggunakan

variabel dummy dengan kriteria high profile dan low profile, menjelaskan dampak

operasional perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Ukuran dewan

48
49

komisaris yang diukur dengan menjumlah anggota dewan komisaris yang ada

dalam suatu perusahaan, menjelaskan bahwa dewan komisaris mengendalikan

dan memonitoring CEO atau manajemen perusahaan. Leverage Keuangan

diukur dengan menggunakan DER, menjelaskan kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Dari masing-masing variabel dapat

menjelaskan pengaruhnya secara langsung terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan. Sehingga alur pemikiran dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Karakteristik
Perusahaan
Ukuran H1
Perusahaan
Profitabilitas H2
Pengungkapan
H3 tanggung jawab
Profil
sosial
Perusahaan H4
Ukuran Dewan
Komisaris H5
Leverage
Per
keuangan

Ket: pengaruh secara parsial

3.2. Perumusan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori-teori di atas, dan konsep penelitian, maka hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

3.2.1 Ukuran Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan

Grand Theory dari pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan

Corporate Social Responsibility juga dapat dijelaskan dengan teori legitimasi,

yaitu perusahaan besar akan mengungkapkan Corporate Social Responsibility

lebih banyak agar perusahaan tetap mendapatkan respon yang positif dari pihak
50

lain sehingga akvitas usaha dapat berjalan dengan lancar. Hal ini dikaitkan

dengan pendapat bahwa perusahaan besar merupakan emiten yang banyak

disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan wujud tanggung jawab

sosial perusahaan (Sitepu dan Hasan, 2008: 2). Perusahaan besar mempunyai

biaya informasi yang rendah, perusahaan besar juga mempunyai kompleksitas

dan dasar pemilikan yang lebih luas dibanding perusahaan kecil (Cooke, 1989).

Ukuran perusahaan merupakan variabel independen yang banyak digunakan

untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan keuangan perusahaan.

Menurut Buzby dalam Sulastini (2007: 21), perusahaan yang kecil akan

mengungkapkan lebih rendah kualitasnya dibanding perusahaan besar. Hal ini

karena ketiadaan sumber daya dan dana yang cukup besar dalam Laporan

Tahunan. Manajemen khawatir dengan mengungkapkan lebih banyak akan

membahayakan posisi perusahaan terhadap kompetitor lain. Ketersediaan

sumber daya dan dana membuat perusahaan merasa perlu membiayai

penyediaan informasi untuk pertanggungjawaban sosialnya.

Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public

demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding perusahaan yang berukuran

lebih kecil. Alasan lain adalah perusahaan besar dan memiliki biaya keagenan

yang lebih besar tentu akan mengungkapkan informasi yang lebih luas hal ini

dilakukan untuk mengurangi biaya keagenan yang dikeluarkan. Lebih banyak

pemegang saham, berarti memerlukan lebih banyak juga pengungkapan, hal ini

dikarenakan tuntutan dari para pemegang saham dan para analis pasar modal

(Sulastini, 2007: 22). Cowen et al. (1987), menyatakan bahwa perusahaan yang

lebih besar mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan

program sosial yang dibuat perusahaan dalam laporan tahunan, yang


51

merupakan media untuk menyebarkan informasi tentang tanggung jawab sosial

keuangan perusahaan.

Menurut Meek et al. (1995), perusahaan besar mempunyai kemampuan

untuk merekrut karyawan yang ahli, serta adanya tuntutan dari pemegang saham

dan analis, sehingga perusahaan besar memiliki insentif untuk melakukan

pengungkapan yang lebih luas dari perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan

besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar

merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial

perusahaan.

Berbagai penelitian seperti Hackston dan Milne (1996), Fitriani (2001),

Gunawan (2000), Hasibuan (2001), Yuniani, 2003 dalam Sulastini, (2007: 6), dan

Udayasankar (2007) menemukan pengaruh antara ukuran perusahaan dengan

pengungkapan tanggung jawab sosial. Sementara penelitian Robert (1992),

Davey (1982), Sulastini (2007: 6), Anggraini (2006), Sitepu dan Hasan (2008),

dan Nurkhin (2009) tidak menemukan pengaruh dari kedua variabel tersebut

Berdasarkan uraian tersebut, maka diuraikan hipotesis sebagai berikut:

H1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan.

3.2.2 Profitabilitas Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Preston 1978 dalam Murwaningsari (2009: 6), melaporkan bahwa Return

On Equity yang lebih tinggi, untuk perusahaan yang membuat pengungkapan

dibandingkan perusahaan yang tidak membuat pengungkapan. Profitabilitas

merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk

mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kapada pemegang saham

(Rosmasita, 2007: 16) sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan


52

maka semakin besar pengungkapan informasi sosial. Hackston dan Milne

(1996), menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat

profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial (Sitepu dan Hasan, 2008:

1).

Menurut Teori Legitimacy yang dikemukakan oleh Guthrie dan Parker

(1977) dalam Nurkhin (2009: 27), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat

profitabilitas maka semakin besar tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan untuk menggambarkan kinerja perusahaan sehingga perusahaan

dapat diterima masyarakat (Bowman dan Haire, 1976 dan Preston, 1978).

Alexander dan Bucholdz (1978), menyatakan bahwa manajemen yang sadar dan

memperhatikan masalah sosial juga akan mengajukan kemampuan yang

diperlukan untuk menggerakkan kinerja keuangan perusahaan.

Belkaoui dan Karpik (1989), menyatakan bahwa dengan kepeduliannya

terhadap masyarakat (sosial) menghendaki manajemen untuk membuat

perusahaan menjadi profitable. Vance (1975) mempunyai pandangan yang

berkebalikan, bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan justru

memberikan kerugian kompetitif (competitive disadvantage) karena perusahaan

harus mengeluarkan tambahan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial

tersebut.

Hasil penelitian Bowman dan Haire (1976); Preston (1976) dalam

Sulastini (2007: 6) serta penelitian Roberts, 1992; Parsa dan Kouhy, 1994; dan

Gray et al., 1999 dalam Nurkhin (2009: 35), menunjukkan bahwa profitabilitas

mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

Sedangkan penelitian yang dilakukan Bowman dan Haire, 1976; Preston, 1978;

Hackston dan Milne, 1996 dalam Anggraini (2006: 10), menunjukkan tidak ada
53

pengaruh antara tingkat profitabilitas dengan pengungkapan tanggung jawab

sosial. Berdasarkan uraian tersebut, maka diuraikan hipotesis sebagai berikut:

H2: Profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan.

3.2.3 Profil Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan

Perusahaan high profile juga lebih sensitif terhadap keinginan konsumen

atau pihak lain yang berkepentingan terhadap produknya. Oleh sebab itu untuk

menghindari masalah yang tidak diinginkan nantinya, perusahaan dituntut untuk

membuat suatu kebijakan untuk melaporkan aktivitas produksinya, berupa

pengungkapan sosial, yang tentunya diharapkan melaporkan aktivitas

perusahaan yang harmonis dengan lingkungan dan alam sekitar, tujuannya

adalah untuk meningkatkan image dan penjualan perusahaan, (Cowen et al.,

1987)

Perusahaan yang bertipe industri high profile diyakini melakukan praktik

pengungkapan sosial lebih luas atau banyak daripada industri yang low profile.

Adapun perusahaan yang tergolong dalam perusahaan high profile pada

umumnya mempunyai sifat: memiliki jumlah tenaga kerja yang besar, dalam

proses produksinya mengeluarkan residu, seperti limbah cair dan polusi udara

(Nurayuna, 2008: 8).

Penelitian Sembiring (2005), Anggraini (2006), dan Sudaryono dan

Muhammad (2007) berhasil menunjukkan pengaruh profil perusahaan terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan penelitian Nurkhin (2009)

menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara profil perusahaan dengan


54

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut,

maka diuraikan hipotesis sebagai berikut:

H3: Profil perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan.

3.2.4 Ukuran Dewan Komisaris Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan

Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota

dewan komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan

pengawasan yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka tekanan terhadap

manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Beasly (2000),

Sembiring (2005), Sitepu dan Hasan (2008), dan Nurkhin (2009) bahwa terdapat

pengaruh antara ukuran dewan komisaris dengan pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan. Sehingga berdasarkan uraian tersebut, dapat diuraikan

hipotesis sebagai berikut:

H4: Ukuran dewan komisaris perusahaan berpengaruh terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

3.2.5 Leverage Keuangan Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung

Jawab Sosial Perusahaan

Perusahaan yang memiliki utang yang tinggi akan mempunyai risiko

financial yang lebih besar sehingga akan menurunkan kepercayaan pihak lain

atas kemampuan perusahaan dalam mengembalikan dana. Jika dikaitkan

dengan teori legitimasi, perusahaan yang memiliki utang yang meningkat, perlu

mengungkapkan Corporate Social Responsibility agar perusahaan tetap


55

mendapatkan kepercayaan dan reaksi yang positif dari pihak lain. Hal ini

didukung oleh Schipper, 1981; Meek et al., 1995 dalam Sitepu dan Hasan (2008:

1) yang menyatakan bahwa informasi mengenai rasio leverage keuangan

diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap

dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur. Oleh karena itu, perusahaan

dengan rasio leverage keuangan yang tinggi memiliki kewajiban untuk

melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan

rasio leverage keuangan yang rendah. Bagi Investor, dalam kondisi

perekonomian yang stabil, leverage keuangan yang tinggi akan mampu

meningkatkan keuntungan perusahaan apabila perusahaan mampu

mendapatkan keuntungan lebih besar dari beban tetapnya sehingga laba bagi

pemegang saham juga meningkat. Bagi kreditor, semakin tinggi leverage

keuangan maka semakin tinggi tingkat risiko tak tertagihnya utang (Sutrisno,

2003: 249).

Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage

keuangan yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi karena

biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi

(Jensen dan Meckling, 1976). Tambahan informasi diperlukan untuk

menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak

mereka sebagai kreditur (Schipper, 1981 dan Meek et al., 1995 dalam Anggraini,

2008: 9). Oleh karena itu, perusahaan dengan rasio leverage keuangan yang

tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas daripada

perusahaan dengan rasio leverage keuangan yang rendah.

Semakin tinggi leverage keuangan, kemungkinan besar perusahaan akan

mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha


56

untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan.

Dengan laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan

perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode

akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Kontrak utang biasanya

berisi tentang ketentuan bahwa perusahaan harus menjaga tingkat leverage

keuangan tertentu (rasio utang/ekuitas), interest coverage, modal kerja dan

ekuitas pemegang saham (Watt dan Zimmerman, 1990). Oleh karena itu,

semakin tinggi tingkat leverage keuangan (rasio utang/ekuitas) semakin besar

kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga

perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi

(Belkaoui dan Karpik, 1989). Supaya laba yang dilaporkan tinggi, manajer harus

mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi

sosial).

Berbagai penelitian seperti Belkaoui dan Karpik, (1989); dalam Sitepu dan

Hasan (2008), Hackston dan Milne (1996), dan Fitriani (2001), menemukan

pengaruh antara leverage keuangan perusahaan dengan pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan dari penelitian Sembiring (2005),

Sudaryono dan Muhammad (2007), dan Sitepu dan Hasan (2008), tidak berhasil

membuktikan pengaruh leverage keuangan terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka diuraikan hipotesis

sebagai berikut:

H5: Leverage keuangan perusahaan berpengaruh terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan saintifik, yaitu menggunakan

struktur teori untuk membentuk hipotesis dan kemudian menggunakan fakta atau

data empiris untuk menguji hipotesis dalam menarik simpulan. Tipe penelitian ini

tergolong penelitian kuantitatif, yaitu menguji teori-teori dengan menggunakan

angka dan metode statistik dalam melakukan analisis data.

Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian explanatory. Menurut

Hartono, (2005: 12) penelitian explanatory adalah riset yang mencoba

menjelaskan fenomena yang ada. Alasan digunakan penelitian ini karena

peneliti berusaha mencari jawaban terhadap fenomena suatu permasalahan

yang diajukan, yaitu pengaruh antara variabel bebas yaitu ukuran perusahaan,

profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris, dan leverage keuangan

terhadap variabel terikat, yaitu pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah sejumlah hasil suatu simpulan yang akan disusun (Emory

dan Cooper, 1998). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan

manufaktur yang telah terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dipilihnya satu kelompok industri, yaitu industri manufaktur sebagai

populasi dimaksudkan untuk menghindari bias yang disebabkan oleh efek

industri (industrial effect), dan selain itu sektor manufaktur memiliki jumlah

57
58

terbesar perusahaan dibandingkan sektor lainnya. Penelitian ini mengambil

periode analisis dari tahun 2008 sampai 2011.

Digunakannya periode pengamatan tahun 2008 karena kewajiban

pengungkapan tanggung jawab sosial mulai digalakkan setelah ditetapkannya

Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas (RUU PT) telah diselesaikan

pada akhir Juni 2007. Teks pasal 74 RUU PT yang dinyatakan final dan

ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan

terbatas. Dengan periode pengamatan tahun 2008 diharapkan telah banyak

perusahaan manufaktur yang melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial,

sedangkan periode 2011 merupakan periode terbaru yang dapat digunakan

untuk mengetahui pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam

laporan keuangan perusahaan.

Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah metode judgement sampling, yaitu salah satu bentuk purposive sampling

dengan mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan

maksud dan tujuan penelitian. Penggunaan judgement sampling dengan alasan

bahwa tidak semua perusahaan manufaktur yang go public dapat digunakan

sebagai sampel karena perusahaan harus memenuhi beberapa kriteria agar

dapat dilakukan analisis lebih lanjut. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan

dalam penelitian sampel adalah:

1. Perusahaan manufaktur selama tahun 2008-2011 tidak delisting. Hal ini untuk

memenuhi kelengkapan data sesuai periode pengamatan tahun 2008-2011.

2. Perusahaan manufaktur menerbitkan laporan keuangan tahunan periode

2008-2011 serta menyerahkan laporan tahunannya tersebut kepada

BAPEPAM dan telah memublikasikannya berturut-turut.


59

3. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tidak mengalami kerugian

selama periode 2008-2011. Hal ini berkaitan dengan variabel bebas yang

diteliti adalah profitabilitas, sehingga diasumsikan bahwa perusahaan yang

rugi tidak akan mengungkapkan pertanggungjawaban sosial dengan luas,

karena perusahaan mengalami permasalahan financial.

4. Informasi pengungkapan tanggung jawab sosial diungkapkan pada laporan

keberlanjutan perusahaan (Sustainability Reporting) yang bersangkutan

selama periode 2008-2011. Hal ini untuk menyakinkan bahwa perusahaan

yang diamati selalu mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada

public secara rutin melalui Sustainability Reporting sepanjang periode yang

diamati. Artinya, perusahaan benar-benar telah menjalankan CSR sebagai

bagian dari program perusahaan dan mengungkapkannya dalam

Sustainability Reporting yang sesuai dengan indikator GRI.

Tabel 4.1
Penyaringan Sampel Penelitian

Jumlah Perusahaan Sampel


2008 2009 2010 2011
Jumlah perusahaan manufaktur 160 163 162 170
Kriteria
(a) Delisting 4 4 1 2
156 159 161 168
(b) Laporan Keuangan Tidak Lengkap 31 6 11 4
125 153 150 164
(c) Mengalami Rugi 45 26 25 21
80 127 125 143
(d) Tidak Melaporkan Sustainability 138
Reporting 73 119 115
7 8 10 5

JUMLAH SAMPEL 30

Sumber: www.idx.co.id

4.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi, dengan

menggunakan laporan keuangan tahunan dan Sustainability Reporting pada


60

periode 2008-2011. Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini,

yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diambil dari buku, jurnal,

makalah, penelitian terdahulu, dan situs internet yang berhubungan dengan tema

penelitian ini, sedangkan kuantitatif berupa data angka-angka yang terdapat

pada laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur yang go public, yang

didapat dari pojok BEJ UB dan ICMD, dan data lainnya juga dapat diakses dari

www.idx.co.id dan www.isra.ncsr-id.org sehingga akan memudahkan peneliti

dalam mengambil dan mengumpulkan data yang diperlukan, terkait dengan

laporan keuangan perusahaan dan Sustainability Reporting yang tersaji secara

akurat.

Periode data yang digunakan adalah selama empat tahun (2008-2011),

diharapkan selama periode tersebut perusahaan sudah mengungkapkan

informasi mengenai lingkungan sekitar tempat usahanya secara konsisten, yang

berhubungan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, serta

untuk memudahkan peneliti dalam memenuhi sampel penelitian karena belum

semua perusahaan memiliki laporan mengenai tanggung jawab sosial, di

samping menggunakan data keuangan yang terbaru.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari:

1. ICMD (Indonesian Capital Market Directory),

2. Data base pasar modal, pojok BEJ fakultas Ekonomi UB, tahun 2008-2011,

3. Mengakses www.isra.ncsr-id.org dan website masing-masing perusahaan

manufaktur tahun 2008-2011, untuk mengetahui informasi pengungkapan

tanggung jawab sosial yang diungkapkan.


61

4.4. Unit Analisis Data

Unit analisis data merupakan tingkat agregasi data yang dianalisis dalam

suatu penelitian (Indiantoro dan Supomo, 2002: 147). Sesuai dengan rumusan

masalah yang ditetapkan, unit analisis data dalam penelitian ini tergolong dalam

kelompok manufaktur yaitu seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.

4.5. Konsep dan Definisi Variabel serta Teknik Pengukuran Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel dependen dan lima

variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

pengungkapan tanggung jawab sosial, sedangkan variabel independennya

adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, profil, ukuran dewan komisaris, dan

leverage keuangan perusahaan.

4.4.1. Variabel Dependen

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) merupakan

informasi mengenai tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-

dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat

dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang

sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat,

mempertimbangkan harapan stakeholder, sejalan dengan hukum yang

ditetapkan, dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan

organisasi secara menyeluruh (Guidance on Social Responsibility dalam

Suharto, 2008).

Untuk mengukur pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,

digunakan content analysis. Content analysis adalah suatu metode

pengkodefikasian teks dari ciri-ciri yang sama untuk ditulis dalam berbagai
62

kelompok (kategori) bergantung pada kriteria yang ditentukan. Penggunaan

content analysis berkaitan dengan pendeteksian item tanggung jawab sosial

berdasarkan GRI, yang didasarkan pada beberapa kategori. Selanjutnya check

list dilakukan dengan melihat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

berdasarkan GRI yang mencakup enam kategori, yaitu (1) Lingkungan, (2)

Ekonomi, (3) Ketenagakerjaan, (4) Hak Asasi Manusia, (5) Kemasyarakatan, dan

(6) Tanggung Jawab Produk.

Pengukuran tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dilakukan dengan

menghitung total item kategori CSR yang diungkapkan oleh perusahaan. Untuk

setiap item yang diungkapkan, diberi nilai 1 dan yang tidak diungkapkan diberi

nilai 0, kemudian total nilai pengungkapan digunakan untuk mengukur Indeks

CSR. Adapun total pengungkapan menurut GRI adalah 78 item. Pengukuran

Indeks CSR dilakukan dengan rumus sebagai berikut: (Sudana dan Putu, 2011:

44)

Xij
CSRD ij
Jumlah item pengungkap an

Keterangan:

CSRD ij = Corporate Social Responsibility Indeks perusahaan i pada periode

Xij = total pengungkapan item csr yang dilakukan oleh perusahaan i

pada periode j
63

4.4.2. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini meliputi:

1 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan bisa didasarkan pada jumlah aktiva (aktiva tetap,

tidak berwujud dan lain-lain), jumlah tenaga kerja, volume penjualan dan

kapitalisasi pasar (Sembiring, 2005). Pada penelitian ini ukuran perusahaan

dinyatakan dengan jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan

manufaktur yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan

perusahaan di BEI.

Digunakannya tenaga kerja sebagai ukuran ukuran perusahaan karena

semakin besar tenaga kerja, semakin besar kegiatan operasional perusahaan

sehingga meningkatkan penjualan dan kekayaan perusahaan. Selain itu

semakin besar tenaga kerja, maka semakin besar pula tanggung jawab sosial

yang harus diungkapkan, khususnya terkait dengan aspek ketenagakerjaan,

hak asasi manusia, kinerja ekonomi.

X 1it
Tenaga Kerjait

Keterangan:

X1it = Ukuran perusahaan i pada periode t

2 Profitabilitas

Profitabilitas diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba atau profit dalam upaya meningkatkan nilai pemegang

saham. Terdapat beberapa ukuran untuk menentukan profitabilitas

perusahaan, yaitu: return on equity, return on assets, earning per share, net

profit, dan operating ratio.


64

Dalam penelitian ini digunakan pengukuran ROE sebagai alat ukur

profitabilitas karena ROE menggambarkan keuntungan yang diperoleh

dengan modal sendiri (Sutrisno, 2003: 255). Hal ini karena informasi ROE

dapat digunakan oleh investor dalam menilai kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan atas investasi yang dilakukan, dan karena ROE

dihitung dari laba bersih, besarnya keuntungan yang dihitung, sudah

mempertimbangkan biaya sosial yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Laba Setelah Pajak


X2 ROE
Ekuitas akhir periode

Keterangan:

X2 = Profitabilitas

3 Profil Perusahaan

Profil perusahaan merupakan pandangan masyarakat tentang

karakteristik yang dimiliki perusahaan berkaitan dengan bidang usaha, risiko,

usaha karyawan yang dimiliki, dan lingkungan perusahaan. Kelompok high

profile merupakan kelompok industri yang sering memperoleh sorotan dari

masyarakat karena aktivitas operasinya yang memiliki potensi untuk

bersinggungan dengan kepentingan luas. Masyarakat umumnya lebih sensitif

terhadap tipe industri ini karena kelalaian perusahaan dapat membawa akibat

yang fatal bagi masyarakat.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya,

perusahaan yang terklasifikasi dalam kelompok industri high profile antara lain

perminyakan dan pertambangan, kimia, kertas, otomotif, agro bisnis,

tembakau dan rokok, produk makanan dan minuman, media dan komunikasi,

kesehatan, serta transportasi dan pariwisata. Sebaliknya bangunan, keuangan

dan perbankan, suplier peralatan medis, retailer, tekstil dan produk tekstil,
65

produk personal dan produk rumah tangga sebagai perusahaan yang low

profile.

Tipe perusahaan diukur dengan menggunakan variabel dummy

dengan memberikan nilai 1 untuk perusahaan high profile dan 0 untuk

perusahaan low profile.

X3 High Profile (1); Low Profile (0)

Keterangan:

X3 = Profil Perusahaan

High profile = kelompok perusahaan yang kegiatan operasionalnya berisiko

tinggi bersinggungan dengan masyarakat

Low profile = kelompok perusahaan yang kegiatan operasionalnya berisiko

rendah bersinggungan dengan masyarakat

4 Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris yang dimaksud di sini adalah banyaknya

jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Ukuran dewan

komisaris yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsisten dengan

Sembiring (2005), yaitu banyaknya jumlah anggota komisaris yang dimiliki

perusahaan.

Digunakannya dewan komisaris karena dewan komisaris merupakan

mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk

memonitor tindakan manajemen puncak. Komposisi individu yang bekerja

sebagai anggota dewan komisaris merupakan hal penting dalam memonitor

aktiviitas manajemen secara efektif.

X 4
Dewan Komisaris

Keterangan:
66

X4 = Ukuran Dewan Komisaris

5 Leverage Keuangan Perusahaan

Salah satu rasio yang umum digunakan untuk mengukur leverage

keuangan perusahaan adalah Rasio Utang terhadap Modal (Debt to Equity

Ratio/DER). Dalam Rasio Utang terhadap modal (Debt to Equity Ratio)

dihitung hanya dengan membagi total utang perusahaan termasuk (kewajiban

jangka pendek) dengan ekuitas pemegang saham.

Digunakannya DER, karena informasi DER akan dapat digunakan oleh

pihak eksternal, khususnya kreditur dan investor dalam mengukur kinerja

perusahaan. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran

mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan sehingga dapat dilihat

tingkat risiko tak tertagihnya suatu utang.

Total Utang
X5 DER
Ekuitas Akhir Periode

Keterangan:

X5 = Leverage Keuangan

4.6. Teknik Analisis Data

Pengujian statistik dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi

berganda, yaitu analisis untuk mengetahui adanya pengaruh antara lebih dari

satu peubah bebas terhadap satu peubah terikat. Adapun langkah analisis

adalah sebagai berikut:

4.6.1 Asumsi klasik

Uji asumsi klasik perlu dilakukan dalam analisis regresi. Tujuannya agar

memperoleh nilai pemerkira yang tidak bias. Uji asumsi klasik tersebut meliputi:
67

1. Uji Autokorelasi

Ghozali (2007: 95) menjelaskan tujuan uji autokorelasi adalah:

Menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara

kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, dinamakan ada problem autokorelasi.

Autokorelasi dapat dideteksi menggunakan Run Test.

Run Test sebagai bagian dari statistik non-parametrik dapat pula digunakan

untuk menguji antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual

tidak terdapay hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual acak atau

random. Run Test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi

random atau tidak (sistematis). Dengan kriteria uji Asumsi diterima jika

Asymp. Sig value uji Run Test > 0,05, maka tidak ada permasalahan

autokorelasi, menurut Ghozali (2007: 103).

2. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen)

(Ghozali, 2007: 91). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi

di antara variabel independen. Multikolinieritas dapat dilihat dari variance

inflation factor (VIF). Pada umumnya jika VIF lebih besar dari 10, variabel

tersebut mempunyai persoalan multikolinieritas dengan variabel bebas yang

lainnya (Ghozali, 2007: 92).

3. Uji Heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam sebuah

model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu

pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2007: 105). Jika varians dari
68

residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi

yang baik adalah yang homoskesdatisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya

heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji

glejser. Ghozali (2007: 109) menyatakan: Jika hasil koefisien uji glejser untuk

variabel independen tidak ada yang signifikan, maka dapat disimpulkan

metode regresi tidak terdapat heterokedastisitas.

4. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan menguji apakah dalam sebuah regresi,

variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi

normal (Ghozali, 2007: 110). Model regresi yang baik adalah distribusi data

normal atau mendekati normal. Uji normalitas dapat dilihat dari uji statistik non

parametrik Kolmogorov-Smirnov. Ghozali (2007: 115) menyatakan: Jika

signifikansi nilai Kolmogorov-Smirnov di atas alfa yang ditetapkan (tidak

signifikan), dikatakan data residual terdistribusi secara normal.

4.6.2 Teknik Analisis Regresi Multiple

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi multiple.

Analisis regresi multiple (Multiple Regression Analysis) digunakan untuk menguji

pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen

dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linier.

Model regresi multi yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

Y 0 1 X1 2 X2 3 X3 4 X4 5 X5 e

Keterangan:

Y = Indeks Skor Pengungkapan CSR


69

0 = Kontanta

1-5 = Koefisien Regresi

X1 = Ukuran Perusahaan

X2 = Profitabilitas

X3 = Profil Perusahaan

X4 = Ukuran Dewan Komisaris

X5 = Leverage Keuangan

e = Error

Untuk menguji hipotesis keberartian koefisien regresi, digunakan =0,05 (5%)

4.6.3 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Nilai t)

Untuk menguji hipotesis 1, 2, 3, 4, dan 5 dibutuhkan alat uji parsial. Untuk

menguji apakah setiap variabel independen mempunyai pengaruh yang

signifikan dengan variabel dependen, digunakan uji t, yang berfungsi menguji

signifikansi pengaruh variabel independen dengan variabel dependen secara

parsial dengan = 5%.

Untuk mengetahui peubah yang paling berpengaruh dilihat dari nilai

koefisien beta ( ). Pengaruh variabel independen dalam analisis regresi

berganda dapat diukur secara parsial (ditunjukkan oleh coefficients of partial

regression) atau beta ( ). Dari penjelasan tersebut maka dapat dikatakan

bahwa variabel independen yang memiliki nilai yang semakin besar

menunjukkan variabel tersebut semakin berpengaruh terhadap variabel

dependen dan sebaliknya variabel independen yang memiliki nilai terkecil

menunjukkan variabel tersebut kurang berpengaruh terhadap variabel dependen.


70

Uji signifikan untuk hipotesis menggunakan alat uji t dengan pengujian

sebagai berikut:

1. Jika probabilitas t (p) 0,05 (5%), Ho ditolak dan Ha (H1-H5) diterima

Hal ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai

pengaruh terhadap variabel dependen.

2. Jika probabilitas t (p) 0,05 (5%), Ho diterima dan Ha (H1-H5) ditolak

Hal ini berarti secara parsial variabel independen tersebut tidak mempunyai

pengaruh terhadap variabel dependen.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Deskriptif

Hasil analisis deskriptif dari setiap variabel independen dan variabel

kontrol tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1
Deskriptif Statistik Variabel

N Minimum Maximum Mean


Ukuran Perusahaan 30 1.622 168.703 22.292,77
Profitabilitas 30 7,42 83,72 28,1300
Profil Perusahaan 30 0 1 .93
Ukuran Dewan Komisaris 30 3 11 6.23
Leverage Keuangan 30 1,72 192,67 79,4663
CSR 30 ,18 1,00 ,6611
Valid N (listwise) 30
Sumber: Lampiran 10

Uraian analisis deskriptif variabel-variabel di atas diuraikan sebagai

berikut:

1. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala atau nilai untuk

mengklasifikasikan besar kecilnya suatu perusahaan berdasarkan indikator

tertentu, dalam penelitian ini ukuran perusahaan diukur dari jumlah karyawan

tetap yang dimiliki perusahaan.Berdasarkan analisis deskriptif statistik

menunjukkan bahwa nilai rata-rata ukuran perusahaan sebesar 22.292,77

(22.293) karyawan, dengan nilai minimum 1.622 karyawan dan nilai

maksimum 168.703karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

sampel yang diamati memiliki karyawan di atas 20.000 sehingga dapat

71
72

dikatakan bahwa sebagian besar perusahaan yang diamati adalah

perusahaan besar karena jumlah karyawan lebih dari 1.000 orang

(www.bps.go.id). Perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk merekrut

karyawan yang ahli, serta adanya tuntutan dari pemegang saham dan analisis

sehingga perusahaan besar memiliki insentif untuk melakukan pengungkapan

yang lebih luas dari perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan besar

merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar

merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial

perusahaan. Jumlah karyawan yang semakin tinggi juga membutuhkan

penanganan karyawan, seperti peningkatan kesejahteraan, pemenuhan

kewajiban, dan pengaturan hak asasi pekerja yang semakin baik sehingga

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan menjadi semakin besar.

Perusahaan yang memiliki ukuran terbesar adalah Astra International

Tbk. (ASII) pada tahun 2010 dengan jumlah karyawan 168.703 orang

karyawan. Jumlah karyawan yang besar tersebut dipengaruhi oleh kegiatan

usaha yang dilakukan, yaitu industri perakitan dan penyaluran mobil, sepeda

motor berikut suku cadangnya, penjualan dan penyewaan alat-alat berat,

pertambangan dan jasa terkait, pengembangan perkebunan, jasa keuangan,

infrastruktur dan teknologi informasi, yang dalam proses produksinya masih

banyak menggunakan tenaga kerja langsung. Selain itu,Astra International

Tbk. juga termasuk perusahaan yang terbesar di Indonesia sehingga untuk

memenuhi kebutuhan pemasarannya perusahaan membutuhkan tenaga kerja

yang banyak, baik dalam proses produksi maupun pemasaran dan penjualan

produk.
73

Perusahaan yang memiliki ukuran terendah ditinjau dari jumlah tenaga

kerja yang dimiliki adalah PGAS (Perusahaan Gas Negara Tbk.) pada tahun

2009. Perusahaan tersebut bergerak dalam bidang distribusi gas bumi ke

pelanggan industri, komersial dan rumah tangga serta transmisi komersial gas

bumi.

2. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan hasil akhir dari keseluruhan kebijakan dan

keputusan yang dipilih oleh manajemen organisasi bisnis.Tujuan perhitungan

rasio profitabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, dan untuk mengukur

tingkat efektivitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan

(Sawir, 2005:31). Dalam penelitian ini profitabilitas diukur dengan Return On

Equity (ROE). ROE dapat digunakan oleh investor dalam menilai kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atas investasi yang dilakukan

dan karena ROE dihitung dari laba bersih, besarnya keuntungan yang

dihitung, sudah mempertimbangkan biaya sosial yang dikeluarkan oleh

perusahaan.

Hasil analisis diskriptif menunjukkan bahwa nilai rata-rata profitabilitas

sebesar 28,13%, dengan nilai maksimum sebesar 83,72% dan nilai minimum

sebesar 7,42%. Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi

adalah Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) pada tahun 2010.Artinya sebagian

perusahaan manufaktur yang diamati mampu menghasilkan keuntungan dari

modal yang dimiliki (ekuitas) yang tinggi karena di atas tingkat suku bunga

deposito sebesar 6% untuk tahun 2011 (www.bi.go.id, 2012) sehingga dapat


74

dikatakan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan

adalah baik.

Perusahaan bergerak dalam bidang manufaktur produksi, pemasaran

dan distribusi barang-barang konsumsi yang meliputi sabun, deterjen,

margarin, makanan berinti susu, es krim, produkproduk kosmetik, minuman

dengan bahan pokok teh dan minuman sari buah..Jenis produk yang

dihasilkan merupakan produk yang banyak dibutuhkan oleh industri maupun

masyarakat pada umumnya, selain itu jenis produk yang bervariasi turut

mendukung pencapaian pendapatan dan kemampuan menghasilkan

keuntungan yang tinggi.Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu bersaing

dan menguasai pasar dengan baik sehingga mampu menghasilkan

pendapatan dan keuntungan yang tinggi.Nilai profitabilitas yang tinggi juga

menunjukkan bahwa perusahaan mampu meningkatkan efisiensi dan

efektivitas kegiatan operasionalnya sehingga mampu meningkatkan penjualan

dan laba. Kemampuan perusahaan yang tinggi dalam menghasilkan

profitabilitas dipengaruhi oleh besarnya laba bersih perusahaan

Rp3.386.970.000.000,-terhadap ekuitas perusahaan sebesar

Rp4.045.419.000.000,- pada tahun 2010.

Perusahaan yang menghasilkan profitabilitas rendah adalah Aneka

Tambang Tbk. (ANTM) tahun 2009, yang bergerak dalam industry mining

(nickel, bauxite, iron sand, gold dansilver) dan pertambangan berbagai jenis

bahan galian. Rendahnya kemampuan menghasilkan keuntungan pada tahun

2009 yaitu sebesar Rp604.307.000.000,- terhadap ekuitas perusahaan

sebesar Rp8.148.939.000.000,-.
75

3. Profil Perusahaan

Profil perusahaan adalah uraian tentang bidang operasi yang

dijalankan oleh perusahaan.Profil perusahaan diukur dengan variabel dummy.

Perusahaan yang tergolong perminyakan dan pertambangan, kimia, kertas,

otomotif, agro bisnis, tembakau dan rokok, produk makanan dan minuman,

media dan komunikasi, kesehatan, serta transportasi dan pariwisata tergolong

high profile, dan diberi nilai 1. Perusahaan diluar itu dikategorikan low profile

dan diberi nilai 0.

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa rata-rata profil perusahaan

adalah 0,9 (dibulatkan 1). Artinya sebagian besar perusahaan manufaktur

yang diamati dalam penelitian ini adalah perusahaan high profile, yaitu industri

yang memiliki consumer vasibility, risiko politik yang tinggi, atau kompetisi

yang tinggi sehingga dengan kondisi tersebut perusahaan akan berusaha

memberikan perhatian tanggung jawab sosial, untuk menjaga image

perusahaan, dan keberlangsungan hidup perusahaan.

Hubungan antara profil perusahaan dengan pengungkapan tanggung

jawab sosial dapat dikaitkan dengan variasi dampak operasi perusahaan

terhadap lingkungan dan masyarakat. Industri high profile sebagai industri

yang memiliki consumer vasibility, risiko politik yang tinggi, atau kompetisi

yang tinggi akan lebih memperhatikan pertanggungjawaban sosialnya kepada

masyarakat karena hal ini akan meningkatkan citra perusahaan dan dapat

memengaruhi tingkat penjualan.

4. Ukuran Dewan Komisaris

Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian internal tertinggi

yang bertanggungjawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak.


76

Komposisi individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris

merupakan hal penting dalam memonitor aktiviitas manajemen secara efektif

(Fama dan Jesen, 1983).

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata ukuran dewan

komisaris adalah 6,23 (dibulatkan menjadi 6) orang, dengan nilai maksimum

sebesar 11 orang dan nilai minimum sebesar 3 orang. Ukuran dewan

komisaris bergantung pada besar tidaknya aktivitas usaha yang dilakukan,

serta kompleksitas kegiatan usaha perusahaan. Semakin banyak ukuran

dewan komisaris, diharapkan akan semakin meningkatkan pengawasan di

setiap bidang yang ada di perusahaan. Namun dewan komisaris yang terlalu

banyak juga akan mempersulit komunikasi, dalam kaitannya untuk

menentukan suatu kebijakan strategis.

Coller dan Gregory (1999) menyatakan bahwa semakin besar anggota

dewan komisaris maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan

memonitoring sehingga yang dilakukan akan semakin efektif. Jika dikaitkan

dengan pengungkapan tanggungjawab sosial, tekanan terhadap manajemen

akan semakin besar untuk mengungkapkannya.

5. Leverage Keuangan

Leverage keuangan merupakan ukuran kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak

solvabel adalah perusahaan yang total utangnya lebih besar dibandingkan

dengan ekuitas.

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata

leveragekeuangan adalah 79,47% dengan nilai maksimum sebesar 192,67%

dan nilai minimum sebesar 1,72%. Artinya sebagian besar perusahaan yang
77

diamati memiliki tingkat leverage keuangan yang tinggi, di atas 100%.

Leverage keuangan yang tinggi akan dapat meningkatkan risiko finansial bagi

perusahaan, terutama jika perusahaan tidak dapat mengelola dengan baik

sumber utang yang mereka gunakan untuk meningkatkan penjualan dan laba

perusahaan. Hal ini karena utang yang tinggi akan meningkatkan beban

finansial perusahaan untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunga atas

pinjaman.

Perusahaan dengan rasio leverage keuangan yang lebih tinggi akan

mengungkapkan lebih banyak informasi sosial perusahaan mereka, karena

biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi

(Jensen dan Meckling, 1976). Pengungkapan tanggung jawab sosial yang

tinggi akan dapat meningkatkan legitimasi perusahaan di masyarakat

sehingga perusahaan tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya dengan

baik.

Tingkat leverage keuangan yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh

adanya kebijakan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga (BI

rate) pada level 6,5%, untuk meningkatkan aktivitas ekonomi. Tingkat suku

bunga BI rate tersebut direspon dengan menurunnya suku bunga kredit

perbankan. Penurunan suku kredit tersebut berdampak positif terhadap

peningkatan penyaluran kredit (Bapepam, 2010:Sec2,7).

Tingkat suku bunga kredit yang rendah tersebut dimanfaatkan oleh

sebagian besar perusahaan untuk meningkatkan permodalan guna

meningkatkan kegiatan usahanya. Penggunaan utang yang tinggi juga

difungsikan untuk meningkatkan pengawasan kinerja manajemen dari pihak

lain. Menurut Babu dan Jain, 1998 dalam Mulianti (2010:14), terdapat empat
78

alasan mengapa perusahaan lebih menyukai menggunakan utang daripada

saham baru, yaitu (1) adanya manfaat pajak atas pembayaran bunga; (2)

biaya transaksi pengeluaran utang lebih murah daripada biaya transaksi emisi

saham baru; (3) lebih mudah mendapatkan pendanaan utang daripada

pendanaan saham; dan (4) kontrol manajemen lebih besar dengan adanya

utang baru daripada saham baru.

Perusahaan yang menghasilkan tingkat leveragekeuangan yang tinggi

adalah Holcim Indonesia Tbk. (SMCB) pada tahun 2008, dan perusahaan

berusaha menekan utang sehingga tingkat leveragekeuangan mengalami

penurunan pada tahun 2009, 2010, dan 2011 masing-masing sebesar54.36%,

34.6%, dan 45.48%. Penggunaan dana utang yang tinggi pada tahun 2008

digunakan untuk meningkatkan kegiatan usaha, meningkatkan penjualan dan

laba, yang ditunjukkan tingginya tingkat profitabilitas perusahaan pada tahun

2008 sebesar 192,67%.

Perusahaan yang memiliki tingkat leveragekeuangan yang rendah

adalah PT. Timah Tbk. (TINS) pada tahun 2010. Tingkat leveragekeuangan

yang rendah menunjukkan bahwa sebagian besar modal yang digunakan

perusahaan dalam membiayai operasional perusahaan berasal dari sumber

modal sendiri. Tingkat leveragekeuangan yang rendah akan menurunkan

risiko finasial yang terjadi karena penggunaan utang.

6. TanggungJawab Sosial Perusahaan (Corporate Social

Responsibility/CSR)

Tanggungjawab sosial (CSR) menyangkut kepedulian perusahaan

kepada pihak-pihak yang turut memengaruhi kelancaran usaha, seperti

pemegang saham, karyawan, lingkungan, pemerintah, maupun konsumen


79

perusahaan.Pengukuran variabel ini didasarkan pada Kategori CSR diadopsi

dari Global Reporting Initiatives (GRI) merupakan panduan pelaporan

perusahaan untuk mendukung pembangunan berkesinambungan yang

digagas oleh PBB.GRI merupakan salah satu dari lembagayang serius

menangani permasalahan yang berhubungan dengan sustainability.

Sustainability Reportingmerupakan praktik pengukuran, pengungkapan, dan

pertanggungjawaban kepada stakeholder internal dan eksternal perusahaan

yang terkait dengan kinerja pencapaian tujuan keberlangsungan perusahaan.

Isi Sustainability Reporting, menurut pedoman GRI terdiri atas lima bagian,

yaitu visi dan strategi, profil perusahaan, sistem manajemen dan struktur

pengelolaan, GRI content index, dan indikator kinerja (GRI, 2006). Kriteria-

kriteria tersebut disusun sedemikian rupa sehingga mempermudah penilaian

terhadap pengukuran pengungkapan CSR pada perusahaan publik di

Indonesia.Untuk mengetahui pengungkapan tersebut dapat diperoleh melalui

informasi yang dilaporkan dalam Sustainability Reporting Perusahaan.

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata CSR

sebesar 0,66poin dengan nilai maksimum sebesar 1poin dan nilai minimum

sebesar 0,18poin. Artinya jumlah item pertanggungjawaban yang diungkapkan

sebagian besar perusahaan manufaktur yang diamati adalah telah terpenuhi

sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan oleh GRI. Hal ini

sesuaipula dengan kewajiban untuk mengungkapkan CSR dalam laporan

keuangan perusahaan yang go publicdimana sudah ditetapkan mulai tahun

2007 berdasarkan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Bab V,

pasal 74.
80

Perusahaan yang banyak mengungkapkan tanggung jawab sosial

adalah Aneka Tambang Tbk. (ANTM), PT. Timah Tbk. (TINS), PT. Bukit Asam

Tbk. (PTBA), dan Adaro EnergyTbk. (ADRO) selama tahun 2008 sampai

2011. Industri yang dijalankan seluruh perusahaan perusahaan tersebut

termasuk high profile, yaitu perusahaan yang memiliki consumer vasibility,

risiko politik yang tinggi, atau kompetisi yang tinggi sehingga dengan komdisi

tersebut perusahaan akan berusaha memberikan perhatian tanggung jawab

sosial untuk menjaga image perusahaan, dan keberlangsungan hidup

perusahaan.

Perusahaan yang sangat sedikit mengungkapkan tanggung jawab

sosial adalah Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) pada tahun 2010

sebesar 0,18 poin. Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) bergerak dalam

eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, dan aktivitas energi lainnya,

usaha pengeboran darat dan lepas pantai, serta melakukan investasi

(langsung dan tidak langsung) pada entitas anak perusahaan.Perusahaan

tersebut tergolong perusahaan high profile.

Berdasarkan lampiran 8 diketahui bahwa aspek yang banyak

diungkapkan oleh perusahaan adalah aspek ekonomi, terutama poin Kinerja

Ekonomi (EC1, EC2, EC3, EC5, EC6, EC7, EC8, dan EC9). Perusahaan juga

banyak menggungkapkan aspek Lingkungan, terutama poin Energi (EN2-

EN11, EN13,EN16, EN18, EN21, EN22, dan EN26). Aspek yang paling

rendah pengungkapannya adalah aspek Ekonomi (EC4), aspek Lingkungan

(EN1, EN9, EN12, EN14, EN15, EN17,EN19, EN20, EN23-25, EN27-30),

aspek Ketenagakerjaan (LA5, LA6, LA14), Hak Asasi Manusia (HR1-HR4 dan
81

HR8), aspek Kemasyarakatan, terutama poin Korupsi (SO2-3 dan SO5-8),

aspek Tanggung Jawab Produk (PR1-4 dan PR6-PR9).

5.2. Hasil dan Analisis

5.2.1. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasi ditujukan untuk menghindari adanya variabel

pengganggu dalam persamaan regresi, yang dapat mengganggu prediksi dari

persamaan regresi. Uji asumsi klasik terdiri dari:

a. Uji Autokorelasi

Tujuan uji autokorelasi adalah untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t

dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).Uji autokorelasi dilihat dari

nilai Run Testmelalui Asymp. Sig(2-tailed)> 0,05 (5%).Berdasarkan Lampiran

11diketahui bahwa nilai Run Testyang dilihat melalui Asymp. Sig(2-

tailed)adalah 0,353. Dengan demikian dapat dikatakan tidak ada masalah

autokorelasi dan asumsi diterima.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Uji

Mulitikolinieritas dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF).Dikatakan tidak

terdeteksi multikolinieritas jika nilai VIF kurang dari 10 (Ghozali, 2007:92).

Hasil uji multikolinieritas adalah:


82

Tabel 5.2
Hasil Pengujian Multikolinieritas

Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 (Constant)
Ukuran Perusahaan .308 3.251
Profitabilitas .814 1.229
Profil Perusahaan .935 1.070
Ukuran Dewan Komisaris .296 3.375
Leverage Keuangan .893 1.120
a. Dependent Variable: CSR
Sumber: Lampiran 11

Berdasarkan Tabel 5.2, nilai VIF dari semua variabel bebas

menunjukkan di bawah 10. Dengan demikian asumsi multikolinieritas

terpenuhi.

c. Uji Heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam sebuah model

regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Uji heterokedastisitas dilihat dari glejser.Jika hasil

koefisien uji glejser untuk variabel independen tidak ada yang signifikan, dapat

disimpulkan metode regresi tidak terdapat heterokedastisitas (Ghozali,

2007:108). Hasil uji heterokedastisitas dengan uji glejser adalah:


83

Tabel 5.3
Hasil Pengujian Heterokedastisitas

Model T Sig.
1 (Constant) 1.733 .096
Ukuran Perusahaan 1.802 .084
Profitabilitas -.202 .842
Profil Perusahaan .839 .410
Ukuran Dewan Komisaris -1.070 .295
Leverage Keuangan -.558 .582
a. Dependent Variable: CSR
Lampiran 11

Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa nilai koefisien uji glejser

untuk semua variabel bebas di atas 0,05 (5%) sehingga tidak ada

permasalahan heterokedastisitas. Dengan demikian, asumsi diterima.

d. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan menguji apakah dalam sebuah regresi,

variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi

normal (Ghozali, 2007:110).Uji normalitas dapat dilihat dari uji statistik non

parametrik Kolmogorov-Smirnov. Jika signifikansi nilai Kolmogorov-Smirnov di

atas alfa yang ditetapkan (tidak signifikan), dikatakan data residual

terdistribusi secara normal (Ghozali, 2007:115).


84

Tabel 5.4
Hasil Pengujian Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual
N 30
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .20918365
Most Extreme Absolute .197
Differences
Positive .106
Negative -.197
Kolmogorov-Smirnov Z 1.077
Asymp. Sig. (2-tailed) .196
a. Test distribution is Normal.
Sumber: Lampiran 11

Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov

sebesar 1,077 dengan Asymp.Sig sebesar 1,196.Karena nilai Kolmogorov-

Smirnovdan Asymp. Sigdi atas 0,05 (5%) sehingga, tidak ada permasalahan

normalitas dan asumsi diterima.

5.2.2. Pengujian Hipotesis

Sebelum masuk ke pengujian hipotesis secara parsial dengan uji t, maka

dilakukan pembahasan secara simultan. Pembahasan secara simultan dalam

penelitian ini hanya berfungsi melengkapi hasil penelitian karena secara simultan

variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan

komisaris, dan leveragekeuangan secara bersama-sama memengaruhi

pengungkapan tanggung jawab sosial, dan tidak semua variabel bebas terbukti
85

berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Hasil analisis

Anova dari regresi berganda dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel 5.5
Hasil Persamaan Anova

ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.092 5 .218 4.130 .008a
Residual 1.269 24 .053
Total 2.361 29
a. Predictors: (Constant), Leverage Keuangan, Profil Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris, Profitabilitas,
UKuran Perusahaan
b. Dependent Variable: CSR
Sumber: Lampiran 11

Tabel 5.6
Hasil Uji Determinan

Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
1 .680a .462 .351 ,22994
a. Predictors: (Constant), Leverage Keuangan, Profil Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris,
Profitabilitas, UKuran Perusahaan

b. Dependent Variable: CSR


Sumber: Lampiran 11

Berdasarkan hasil pengujian anova menunjukkan bahwa ukuran

perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris, dan

leveragekeuangan secara bersama-sama memengaruhi pengungkapan

tanggung jawab sosial.Besarnya pengaruh secara bersama ditunjukkan oleh nilai

koefisien determinasi (adj R2) sebesar 0,351 atau 35%. Artinya ukuran

perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris, dan

leverage keuanganmemengaruhi pengungkapan CSR sebesar 35%, sedangkan

sisanya sebesar 65% dipengaruhi variabel lain yang tidak diamati dalam
86

penelitian ini. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi. Hasil pengujian

hipotesis menggunakan alat uji t adalah:

Tabel 5.7
Hasil Uji t (Uji Parsial)

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant) 1.238 .295 4.194 .000
UKuran
0.000001488 .000 .247 .915 .369
Perusahaan
Profitabilitas .000 .003 -.012 -.075 .941
ProfilPerusa
-.009 .174 -.008 -.052 .959
haan
Ukuran
Dewan -.052 .037 -.386 -1.403 .174
Komisaris
Leverage
-.003 .001 -.637 -4.020 .001
Keuangan
a. Dependent Variable:
CSR
Sumber: Lampiran 11

Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dijelaskan hasil uji t berdasarkan regresi

linier berganda sebagai berikut. Hasil uji t untuk ukuran perusahaan

menunjukkan nilai sig t sebesar 0,369 di atas 0,05 (=5%). Berdasarkan nilai

tersebut maka dikatakan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap

pengungkapan CSR.Dengan demikian, hipotesis 1 yang menyatakan bahwa

ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial

perusahaan ditolak (tidak didukung oleh bukti).

Hasil uji t untuk profitabilitas menunjukkan nilai sig t sebesar 0,941 di

atas 0,05 (=5%). Berdasarkan nilai tersebut maka dikatakan profitabilitas tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Dengan demikian, hipotesis 2 yang


87

menyatakan bahwa profitabilitasberpengaruh terhadap pengungkapan

tanggungjawab sosial perusahaan ditolak (tidak didukung oleh bukti)..

Hasil uji t untuk profil perusahaan menunjukkan nilai sig t sebesar 0,959

di atas 0,05 (=5%). Berdasarkan nilai tersebut maka dikatakan profil

perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Dengan demikian,

hipotesis 3 yang menyatakan bahwa profil perusahaanberpengaruh terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan ditolak (tidak didukung oleh

bukti).

Hasil uji t untuk ukuran dewan komisaris menunjukkan nilai sig t sebesar

0,174 di atas 0,05 (=5%). Berdasarkan nilai tersebut maka dikatakan ukuran

dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Dengan

demikian, hipotesis 4 yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris terhadap

pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan ditolak (tidak didukung oleh

bukti).

Hasil uji t untuk leveragekeuangan menunjukkan nilai sig t sebesar

0,001 di bawah 0,05 (=5%). Berdasarkan nilai tersebut maka dikatakan

leveragekeuangan berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Dengan

demikian, hipotesis 5 yang menyatakan bahwa leveragekeuangan berpengaruh

terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan diterima (didukung

oleh bukti).

5.3. Interpretasi Hasil Penelitian

5.3.1 Ukuran Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Grand Theory dari pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan

CSR dijelaskan dengan teori legitimasi, yaitu perusahaan besar akan


88

mengungkapkan CSR lebih tinggi agar perusahaan tetap mendapatkan respon

yang positif dari pihak lain, sehingga aktivitas usaha dapat berjalan dengan

lancar. Hal ini dikaitkan dengan pendapat bahwa perusahaan besar merupakan

emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan wujud

tanggung jawab sosial perusahaan (Sitepu dan Hasan, 2008: 2). Cowen et al.

(1987), menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki

pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan

dalam laporan tahunan, yang merupakan media untuk menyebarkan informasi

tentang tanggung jawab sosial keuangan perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.Hal ini menjelaskan

bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial tidak bergantung pada besar atau

kecilnya suatu perusahaan.

Penelitian ini tidak berhasil mendukung teori legitimasi, yaitu perusahaan

besar akan mengungkapkan tanggung jawab sosial lebih tinggi agar perusahaan

tetap mendapatkan respon yang positif dari pihak lain, sehingga aktivitas usaha

dapat berjalan dengan lancar. Tidak berpengaruhnya ukuran perusahaan

terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial bisa jadi karena perhatian dan

kesadaran manajemen yang masih kurang terhadap lingkungan sosial.

Tidak berpengaruhnya ukuran perusahaan juga karena adanya Undang-

Undang Perseroan Terbatas (RUU PT) No.40 Tahun 2007 yang mengharuskan

perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial. Undang-undang

tersebut menjadikan perusahaan besar ataupun kecil akan mengungkapkan

tanggung jawab sosial dalam laporan keuangannya, selama bentuk badan

hukumnya adalah Perseroan Terbatas.


89

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Robert (1992),

Davey (1982), Sulastini (2007), Anggraini (2006), Sitepu dan Siregar(2008), Arief

dan Kurnia (2009), dan Nurkhin (2009) yang tidak berhasil membuktikan adanya

pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Hackston dan

Milne (1996); Fitriani (2001); Gunawan (2000); Hasibuan (2001);

Yuniani(2003)dalam Sulastini(2007: 6); dan Udayasankar (2007) menemukan

pengaruh antara ukuranperusahaan dengan pengungkapan tanggungjawab

sosial.

5.3.2 Profitabilitas Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Menurut Teori Legitimasi yang dikemukakan oleh Guthrie dan

Parker(1977) dalam Nurkhin (2009: 27), menyatakan bahwa semakin tinggi

tingkat profitabilitas maka semakin besar tingkat pengungkapan tanggung jawab

sosial perusahaan untuk menggambarkan kinerja perusahaan sehingga

perusahaan dapat diterima masyarakat [Bowman dan Haire, (1976) dan Preston,

(1978) dalam Nurkhin, (2009: 27)].Donovan dan Gibson (2000) dalam Sembiring

(2005) menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen

dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab

sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi,

perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang

dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan.Belkaoui

dan Karpik (1989) dalam Nurkhin (2009: 45) menyatakan bahwa pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan justru memberikan kerugian kompetitif

(competitive disadvantage) karenaperusahaan harus mengeluarkan tambahan

biaya untuk mengungkapkan informasi sosial tersebut.


90

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa profitabilitas yang diukur

dengan Return On Equity (ROE) tidak berpengaruh terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial. Hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya profitabilitas

tidak akan memengaruhi tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan. Hasil penelitian ini tidak berhasil mendukung teori legitimasi yang

dikemukakan oleh Guthrie dan Parker (1977) dalam Nurkhin (2007: 27),

menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas maka semakin besar

tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk

menggambarkan kinerja perusahaan sehingga perusahaan dapat diterima

masyarakat (Bowman dan Haire, 1976 dan Preston, 1978 dalam Hackston dan

Milne 1996: 90).

Tidak berpengaruhnya profitabilitas (ROE) terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial karena pelaksanaan aktivitas sosial dan pengungkapan

tanggung jawab sosial sangat bergantung pada kesadaran manajemen

perusahaan, bukan dari kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan.

Alexander dan Bucholdz (1978), menyatakan bahwa manajemen yang sadar dan

memperhatikan masalah sosial juga akan mengajukan kemampuan yang

diperlukan untuk menggerakkan kinerja keuangan perusahaan. Hal ini

menunjukkan walaupun perusahaaan tidak menghasilkan keuntungan yang

tinggi, namun jika manajemen perusahaan memiliki kesadaran yang tinggi dalam

masalah sosial, perusahaan akan mengungkapkan tanggung jawab sosial untuk

meningkatkan kinerjanya, dan karena pengungkapan tanggung jawab sosial

yang dilakukan akan memberikan nilai positif bagi perusahaan, melalui adanya

hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan

perusahaan.
91

Sebaliknya perusahaan yang mampu menghasilkan profit yang tinggi

namun kurang tanggap terhadap masalah sosial, hanya akan menganggap

bahwa pengungkapan sosial akan meningkatkan biaya sehingga perusahaan

kurang dapat bersaing dengan perusahaan lain. Rosmasita (2007: 16),

menyatakan bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi,

perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan faktor-faktor yang

dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya

ketika tingkat profitabilitas rendah perusahaan akan berharap pengguna laporan

akan membaca good news kinerja perusahaan. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Anggraini (2008: 10), yang menyatakan bahwa pengungkapan

sosial perusahaan justru memberikan kerugian kompetitif (competitive

disadvantage) karena perusahaan harus mengeluarkan tambahan biaya untuk

mengungkapkan informasi sosial tersebut.

Tidak berpengaruhnya profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial juga dipengaruhi oleh meningkatnya inflasi terutama pada tahun

2008 dan 2009 yaitu pada akhir tahun 2008 mencapai 11,06% dan tahun

Desember 2010 mencapai 6,96% (BPS, 2001: 27). Kondisi ini berdampak pada

meningkatnya biaya operasional perusahaan sehingga untuk menjaga kinerjanya

dalam menghasilkan keuntungan, maka perusahaan akan berupaya untuk

meningkatkan efisiensi biaya operasionalnya, termasuk dalam pengungkapan

sosial. Hal ini didukung oleh pendapat Kokubu et al. (2001) dalam Sembiring

(2005: 386), yang menyatakan bahwa political visibility perusahaan tergantung

pada ukuran (size), bukannya pada profitabilitasnya.

Hasil penelitian ini menunjang penelitian yang dilakukan olehBowman

dan Haire (1976), dalam Sulastini (2007: 6),dan Hackston dan Milne (1996) yang
92

tidak berhasil membuktikan pengaruh profitabilitas terhadap CSR. Hasil

penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Preston, 1976 dalam Sulastini

(2007: 6), serta penelitian Roberts(1992); Parsa dan Kouhy, (1994) dan Gray et

al. (1999) dalam Nurkhin (2009: 35), yang menunjukkan bahwa profitabilitas

mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

5.3.3 Profil Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan high profile juga lebih sensitif terhadap keinginan konsumen

atau pihak lain yang berkepentingan terhadap produknya. Oleh sebab itu untuk

menghindari masalah yang tidak diinginkan nantinya, perusahaan dituntut untuk

membuat suatu kebijakan untuk melaporkan aktivitas produksinya, berupa

pengungkapan sosial, yang tentunya diharapkan melaporkan aktivitas

perusahaan yang harmonis dengan lingkungan dan alam sekitar, tujuannya

adalah untuk meningkatkan image dan penjualan perusahaan(Cowen et al., 1987

dalam Nurayuna, 2008: 7).

Perusahaan yang bertipe industri high profile diyakini melakukan praktik

pengungkapan tanggung jawab sosial lebih luas atau banyak daripada industri

yang low profile. Adapun perusahaan yang tergolong dalam perusahaan high

profile pada umumnya mempunyai sifat, yaitu memiliki jumlah tenaga kerja yang

besar dan dalam proses produksinya mengeluarkan residu,seperti limbah cair

dan polusi udara (Nurayuna, 2008: 8). Perusahaan yang tergolong high profile

juga lebih dimonitor oleh pemerintah sehingga perusahaan selalu berhubungan

sosial seperti meningkatkan kegiatan sosial dengan lingkungan yang

memengaruhi operasional perusahaan. Perusahaan dengan profil tinggi (high

profile) juga berusaha untuk memberikan citra perusahaan yang baik kepada

pelanggan, untuk meningkatkan kesetiaan/loyalitas pelanggan. Dengan


93

membangun image yang baik kepada lingkungan dan pelanggan, perusahaan

akan dalam menjalankan keberlangsungan usahanya dengan baik.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Nurkhin (2009) menyatakan

bahwa tidak terdapat pengaruh antara profil perusahaan dengan pengungkapan

tanggungjawab sosial perusahaan.Sedangkan penelitianSembiring (2005),

Anggraini (2006), dan Sudaryono dan Muhammad (2007) berhasil menunjukkan

pengaruh profil perusahaan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial.Hal

ini dikarenakan masih banyak perusahaan yang tergolong high profile maupun

low profile yang tidak mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan tiap

tahunnya secara benar melalui Sustainability Reporting, sesuai dengan

ketentuan yang diberlakukan menurut GRI dan peraturan yang telah ditetapkan

oleh pemerintah, serta tidak adanya kesadaran dari manajemen perusahaan

untuk lebih memperhatikan lingkungan social di sekitar tempat operasional

perusahaan.

5.3.4 Ukuran Dewan Komisaris Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian intern tertinggi

yang bertanggungjawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak.

Komposisi individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris merupakan

hal penting dalam memonitor aktiviitas manajemen secara efektif (Fama dan

Jesen, 1983).

Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota

dewan komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan

pengawasan yang dilakukan akan semakin efektif. Jika dikaitkan dengan

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, tekanan terhadap

manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya.


94

Hasil penelitian ini tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh ukuran

dewan komisaris terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Artinya,

berapapun jumlah dewan komisaris tidak memengaruhi pengungkapan tanggung

jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan.Tidak berpengaruhnya ukuran

dewan komisaris terhadap pengungkapan tangggung jawab sosial menunjukkan

bahwa anggota dewan komisaris kurang dapat berperan dan menjalankan

fungsinya dalam memberikan kontrol dan monitoring bagi manajemen dalam

menjalankan operasional perusahaan, termasuk dalam pelaksanaan dan

pengungkapan aktivitas tanggung jawab sosial.

Tidak berpengaruhnya ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial juga karena adanya regulasi dari pemerintah yang

mewajibkan setiap perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas

maupun perusahaan yang go public di BEI, untuk mengungkapkan

pertanggungjawaban sosial dalam laporan keuangan tahunan perusahaan,

sehingga besar atau kecilnya jumlah dewan komisaris tidak memengaruhi

besarnya pengungkapan tanggung jawab sosial, melainkan karena ketundukan

perusahaan terhadap regulasi dari pemerintah. Penelitian ini mendukung

penelitian Arief dan Kurnia (2008), namun bertentangan dengan penelitian yang

dilakukan Beasly (2000), Sembiring (2005), Sitepu dan Hasan (2008), dan

Nurkhin (2009), yang menyatakan ukuran dewan komisaris memengaruhi

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

5.3.5 Leverage Keuangan Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung

Jawab Sosial

Perusahaan yang memiliki utang yang tinggi akan mempunyai risiko

finansial yang lebih besar sehingga akan menurunkan kepercayaan pihak lain
95

atas kemampuan perusahaan dalam mengembalikan dana. Jika dikaitkan

dengan teori legitimasi, perusahaan yang memiliki utang yang meningkat, perlu

mengungkapkan CSR agar perusahaan tetap mendapatkan kepercayaan dan

reaksi yang positif dari pihak lain. Hal ini didukung oleh Schipper (1981)dalam

Sitepu dan Hasan (2008: 1), dan Meek et al. (1995), yang menyatakan bahwa

informasi mengenai rasio leveragekeuangan diperlukan untuk menghilangkan

keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai

kreditur. Oleh karena itu, perusahaan dengan rasio leverage keuangan yang

tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas

daripada perusahaan dengan rasio leverage keuangan yang rendah. Bagi

Investor, dalam kondisi perekonomian yang stabil, leverage keuangan yang tinggi

akan mampu meningkatkan keuntungan perusahaan apabila perusahaan mampu

mendapatkan keuntungan lebih besar dari beban tetapnya sehingga laba bagi

pemegang saham juga meningkat, sedangkan bagi Kreditor, semakin tinggi

leveragekeuangan maka semakin tinggi tingkat risiko tak tertagihnya utang

(Sutrisno, 2003: 249).

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa leverage keuangan yang

diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnya tingkat

leverage keuangan perusahaan memengaruhi luas pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian ini berhasil mendukung teori legitimasi

yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki utang yang tinggi akan

mempunyai risiko finansial yang lebih besar sehingga akan menurunkan

kepercayaan pihak lain atas kemampuan perusahaan dalam mengembalikan

dana. Berpengaruhnya leverage keuangan terhadap pengungkapan tanggung


96

jawab sosial karena pelaksanaan aktivitas sosial dan pengungkapan tanggung

jawab sosial sangat tergantung dari kesadaran manajemen perusahaan.

Perusahaan mengungkapkan tanggung jawab sosial juga karena adanya

kewajiban untuk mengungkapkan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No.40

Tahun 2007. Selain itu juga karena adanya ketergantungan perusahaan di

Indonesia terhadap sumber danautang. Kokubu et al. (2001) dalam Sembiring

(2005: 387) yang menyatakan bahwa perusahaan Jepang secara tradisional

mempunyai hubungan yang baik dengan bank walaupun mempunyai suatu

derajat ketergantungan yang tinggi pada utang. Di Indonesia, derajat

ketergantungan yang tinggi dari perusahaan terhadap utang juga terjadi. Hal ini

tercermin dengan deskripsi sebelumnya yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata

leverage keuangan 79,47%. Nilai di atas 50% menunjukkan bahwa sebagian

besar perusahaan manufaktur di Indonesia yang go public di BEI menggunakan

sumber dana operasional berasal dari utang. Bahkan, beberapa perusahaan

menggunakan sumber utang melebihi nilai asetnya atau DER di atas 100%

(Lampiran 7).

Berpengaruhnya leverage keuangan terhadap tanggung jawab sosial juga

karena tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan pemegang

saham yang diwujudkan dengan meningkatkan laba perusahaan. Untuk tujuan

tersebut, perusahaan akan berupaya untuk meningkatkan efisiensi biaya

operasional guna meningkatkan laba. Agar laba yang dilaporkan tinggi, manajer

harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi

sosial). Hal ini didukung oleh pernyataan Watt dan Zimmerman (1990) dalam

Anggraini (2008: 9), yang menyatakan bahwa kontrak utang biasanya berisi

tentang ketentuan bahwa perusahaan harus menjaga tingkat leverage keuangan


97

tertentu (rasio utang/ekuitas), interest coverage, modal kerja, dan ekuitas

pemegang saham. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat leverage keuangan

(rasio utang/ekuitas) semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar

perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba

sekarang lebih tinggi (Belkaoui dan Karpik, 1989 dalam Rosmasita, 2007: 15).

Agar laba yang dilaporkan tinggi, manajer harus mengurangi biaya-biaya

(termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Belkaoui

dan Karpik (1989), Hackston dan Milne (1996), serta Fitriani (2001).Namun, hasil

penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring

(2005), Sudaryono dan Muhammad (2007), dan Sitepu dan Hasan (2008), tidak

berhasil membuktikan pengaruh leverage keuangan terhadap pengungkapan

CSR.

5.4. Implikasi Hasil Penelitian

5.4.1 Implikasi Hasil Penelitian

Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility),

telah menjadi isu usaha yang sangat menarik karena tanggung jawab sosial

menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungannya, perusahaan

berdiri dan beroperasi. Tanggung jawab sosial menyangkut kepedulian

perusahaan kepada pihak-pihak yang turut memengaruhi kelancaran usaha,

seperti pemegang saham, karyawan, lingkungan, pemerintah maupun konsumen

perusahaan.

Dalam proses perjalanan Corporate Social Responsibility (CSR) banyak

masalah yang dihadapinya, di antaranya adalah :


98

a. Program CSR belum tersosialisasikan dengan baik di masyarakat.

b. Masih terjadi perbedaan pandangan antara Departemen Hukum dan HAM

dengan Departemen Perindustrian mengenai CSR dikalangan perusahaan

dan industri.

c. Belum adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaan CSR dikalangan

perusahaan.

Bila dianalisis permasalahan di atas, dapat terlihat bahwa program CSR

belum tersosialisasikan dengan baik di kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan

program CSR belum bergulir sebagai mana mestinya, mengingat masyarakat

umum belum mengerti apa itu program CSR, apa saja yang dapat dilakukannya,

dan bagaimana dapat berkolaborasi dengan prosedur perusahaan (Siregar,

2007: 286). Untuk itu, diperlukan sosialisasi yang lebih baik kepada perusahaan

dan semua pihak yang berkepentingan, dan perlunya penyetaraan konsep CSR

antara Departemen Hukum dan HAM dengan Departemen Perindustrian

sehingga tidak membingungkan perusahaan dalam menerapkan program CSR.

Di Indonesia praktek pengungkapan tanggungjawab sosial diatur oleh

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) No.1 Paragraf 9, yang meyatakan bahwa: Perusahaan dapat pula

menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan

laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri yang

faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang

menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang

peranan penting. Selain itu dalam Rancangan Undang-Undang Perseroan

Terbatas (RUU PT) telah diselesaikan pada akhir Juni 2007. Teks pasal 74 RUU

PT yang dinyatakan final dan ditetapkan dalam Undang-Undang No.40 Tahun


99

2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab V, Pasal 74. Dimana dalam pasal

tersebut dijelaskan tanggung jawab sosial dan lingkungan dari perusahaan atas

eksistensinya dalam kegiatan bisnis. Kemudian agar dapat berkesinambungan,

perusahaan sangat perlu mempertimbangkan lingkungan sosialnya dalam setiap

keputusan yang diambil.Sedangkan tujuan CSR itu sendiri (Rosmasita, 2007: 9),

adalah:

1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya secara

implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.

2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya

kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberadaan kontrak

sosial ini menuntut dibebaskannya akuntabilitas sosial.

3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya

adalah untuk memberikan informasi kepada investor.

Perusahaan yang menerapan CSR akan memperoleh manfaat, yaitu CSR

di perusahaan akan menciptakan iklim saling percaya, yang akan menaikkan

motivasi dan komitmen karyawan. Pihak konsumen, investor, pemasok, dan

stakeholders yang lain juga telah terbukti lebih mendukung perusahaan yang

dinilai memiliki tanggung jawab sosial sehingga meningkatkan peluang pasar dan

keunggulan kompetitif. Dengan segala kelebihan itu, perusahaan yang

menerapkan CSR akan menunjukkan kinerja yang lebih baik serta keuntungan

dan pertumbuhan yang meningkat (Daniri, 2008: 7).

Atas dasar tersebut pengungkapan CSR banyak dikaitkan dengan

karakteristik perusahaan, seperti ukuran perusahaan, profitabilitas, profil

perusahaan, leverage keuangan, maupun good corporate governance (ukuran

dewan komisaris). Berdasarkan hasil penelitian yang menyatakan adanya


100

pengaruh secara bersama-sama antara ukuran perusahaan, profitabilitas, profil

perusahaan, ukuran dewan komisaris dan leverage keuangan terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial, maka sudah seharusnya perusahaan

menerapkan program CSR dan mengungkapkan informasi pertanggungjawaban

sosial ke dalam laporan keuangan perusahaan dan Sustainability Reporting

secara berturut-turut setiap tahunnya.

Terdapat beberapa manfaat apabila perusahaan melakukan kegiatan

yang berkaitan dengan tanggung jawab sosialnya, yaitu (1) Manfaat bagi

perusahaan, citra positif perusahaan di antara masyarakat dan pemerintah; (2)

Manfaat bagi masyarakat, kepentingan masyarakat yang terakomodasi dan

hubungan antara perusahaan dan masyarakat akan lebih erat; dan (3) Manfaat

bagi pemerintah, membantu pemerintah dalam menjalankan misi sosial dalam

hal tanggung jawab sosial (Sule dan Kurniawan, 2005).

5.4.2 Implikasi Teoritis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel

ukuran perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, leverage keuangan dan

ukuran dewan komisaris terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial. Secara parsial hanya leverage keuangan yang memiliki pengaruh

terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Untuk itu perlu dilakukan

pengujian ulang atas faktor-faktor yang memengaruhi pengungkapan tanggung

jawab sosial dengan menambah variabel yang diamati, menggunakan objek, dan

periode yang berbeda.Tujuannya adalah untuk membuktikan faktor-faktor yang

benar-benar memengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial.

Pengungkapan tanggung jawab sosial ke dalam Sustainability Reporting

ataupun dalam bentuk report CSR, perlu didukung dengan Undang-Undang yang
101

mewajibkan setiap perusahaan untuk melaksanakan dan mengungkapkan

informasi CSR kepada publik.

Penelaahan mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial juga harus

terus dikembangkan baik dengan pendekatan teori legitimasi, good corporate

governance, maupun sosiologis untuk meningkatkan pengungkapan tanggung

jawab sosial oleh perusahaan. Menurut Gray et al. (1996), teori yang dapat

digunakan untuk menjelaskan kecenderungan pengungkapan sosial ke dalam

tiga kelompok, yaitu:

1. Decision usefulness studies. Pengungkapan sosial dilakukan karena informasi

tersebut dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan dan ditempatkan

pada posisi yang moderately important.

2. Economic theory studies. Sebagai agen dari suatu principal yang mewajili

seluruh interest group perusahaan, pihak manajemen melakukan

pengungkapan sosial sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan public.

3. Social and political theory studies. Studi di bidang ini menggunakan teori

stakeholder, teori legitimasi organisasi dan teori ekonomi politik. Teori

stakeholder mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh

pada stakeholder. Teori legitimasi mengasumsikan perusahaan yang

melaksanakan tanggung jawab sosial akan dapat menjaga keberlangsungan

kegiatan usaha perusahaan (tetap eksis). Teori ekonomi politik

mengasumsikan bahwa pengungkapan sosial dilakukan sebagai reaksi

terhadap tekanan-tekanan dari lingkungannya agar perusahaan merasa

eksitensi dan aktivitasnya terlegitimasi.


102

5.4.3 Implikasi Bagi Manajemen

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel ukuran

perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, leverage keuangan, dan ukuran

dewan komisaris terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab

sosial. Adanya hasil penelitian ini mengharuskan perusahaan memahami

hubungan antara karakteristik perusahaan dengan pengungkapan tanggung

jawab sosial.Hal ini karena adanya pengungkapan tanggung jawab sosial dapat

meningkatkan citra perusahaan di mata konsumen, masyarakat di sekitar operasi

perusahaan, pemerintah, investor, dan semua pihak yang terkait dengan

peruahaan.

Pemahaman mengenai pengaruh faktor-faktor karakteristik perusahaan

terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial oleh manajemen perusahaan,

perlu dilakukan karena pengungkapan CSR telah diwajibkan atas semua

perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas, sementara itu aktivitas

CSR membutuhkan dana yang harus dipertimbangkan dan diatur dengan baik

sehingga manajemen harus menetapkan besarnya anggaran dan penetapan

kebijakan yang baik, agar program CSR dapat berjalan dan sinkron dengan

kegiatan perusahaan, tidak menjadi beban bagi perusahaan, namun juga

memberikan manfaat bagi perusahaan maupun pihak-pihak yang terkait dengan

perusahaan.

Pengungkapan tanggung jawab sosial wajib dilaksanakan oleh

perusahaan karena adanya peraturan berdasarkan UU No.40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas Bab V, pasal 74.Dalam undang-undang ini, industri

atau korporasi-korporasi wajib untuk melaksanakannya, tetapi kewajiban ini

bukan merupakan suatu beban yang memberatkan. Perlu diingat bahwa


103

pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan

industri saja, tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan

kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat.Industri dan

korporasi berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan

mempertimbangkan pula faktor lingkungan hidup.Kini dunia usaha tidak lagi

hanya memperhatikan catatankeuangan perusahaan semata (single bottom line),

melainkan sudah meliputi keuangan, sosial, dan aspek lingkungan yang biasa

disebut Triple Bottom Line (Sinergi Tiga Elemen). Triple Bottom Line merupakan

kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Siregar, 2007: 285).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa leverage keuangan terbukti

berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini

mengindikasikan bahwa pengungkapan tanggung jawab perusahaan akan

semakin penting bagi perusahaan tingkat leverage keuangannya semakin tinggi,

karena akan meningkatkan laba yang diharapkan tanpa mengurangi

pengendaliannya terhadap perusahaan sehingga perusahaan dituntut untuk lebih

mengungkapkan butir-butir Sustainability Reporting secara lengkap untuk tetap

mempertahankan kepercayaan terhadap stakeholders. Adanya pengungkapan

tanggung jawab sosial akan memberikan informasi dan menciptakan komunikasi

antara perusahaan dan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan secara lebih

baik sehingga dapat menghindari gab yang mungkin terjadi antara perusahaan

dengan pihak terkait, yang dapat mengganggu keberlangsungan (eksistensi)

kegiatan usaha perusahaan.

5.4.1 Implikasi di Luar Pihak Manajemen

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel ukuran

perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris dan


104

leverage keuangan terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial. Faktor-faktor ini harus dipahami oleh pihak-pihak yang

berkepentingan dengan perusahaan, yang berfungsi untuk memonitor dan

melakukan pengendalian publik atas aktivitas perusahaan, untuk menciptakan

pembangunan berkelanjutan, menjaga kelestarian alam, dan menyelesaikan

problematika sosial antara perusahaan dengan pihak-pihak yang terkait.

Informasi pengungkapan tanggung jawab sosial juga harus diperhatikan

oleh investor dalam melakukan investasi saham, mengingat tanggung jawab

sosial akan berdampak pada eksistensi perusahaan dalam menjalankan kegiatan

usahanya. Perusahaan yang semakin banyak mengungkapkan tanggung jawab

sosial akan lebih terjamin legitimasinya untuk menjalankan aktivitas usahanya

sehingga investor tidak dirugikan karena adanya permasalahan-permasalahan

sosial yang menjadikan perusahaan tidak dapat menjalankan kegaitan usahanya.

Informasi mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial bagi

stakeholders juga semakin penting, manakala leverage keuangan perusahaan

yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan manajemen perusahaanakan

meningkatkan laba yang diharapkan tanpa mengurangi pengendaliannya

terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sehingga laporan

yang disampaikan akan memenuhi harapan yang diinginkan.

Bagi pemerintah informasi mengenai pengungkapan tanggung jawab

social perusahaan dapat dijadikan sebagai bentuk kontrol terhadap aktivitas

perusahaan, agar tidak bersinggungan dengan masalah sosial dan kelestarian

alam.Bagi karyawan informasi tanggung jawab sosial juga sebagai kontrol atas

bentuk akuntabilitas perusahaan kepada karyawan, untuk meningkatkan


105

kesejahteraan karyawan, dan kualitas kerja karyawan yang telah memberikan

nilai tambah bagi perusahaan.


BAB VI

SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa secara bersama-

sama ukuran perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan

komisaris, dan leverage keuangan terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial. Hal ini menunjukkan bahwa secara utuh, karakteristik

perusahaan yang ditunjukkan dengan ukuran perusahaan, profitabilitas, profil

perusahaan, ukuran dewan komisaris, dan leverage keuangan memengaruhi

pengungkapan tanggung jawab sosial. Namun hanya leverage keuangan saja

yang terbukti berpengaruh secara parsial.

Berpengaruhnya leverage keuangan terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial karena perusahaan yang memiliki utang yang tinggi akan

mempunyai risiko finansial yang lebih besar sehingga akan menurunkan

kepercayaan pihak lain atas kemampuan perusahaan dalam mengembalikan

dana serta kesadaran dari pihak manajemen perusahaan. Jika dikaitkan dengan

teori legitimasi, perusahaan yang memiliki utang yang meningkat akan

meningkatkan laba yang diharapkan tanpa mengurangi pengendaliannya

terhadap perusahaan, dan juga perlu mengungkapkan CSR agar perusahaan

tetap mendapatkan kepercayaan dan reaksi yang positif dari pihak lain.

Pengungkapan tanggung jawab sosial ini juga didukung semakin kritisnya

masyarakat dan menuntut perusahaan untuk memiliki respon sosial yang tinggi

terhadap lingkungan sekitarnya. Perusahaan mengungkapkan tanggung jawab

sosial perusahaan juga karena adanya kewajiban untuk mengungkapkan yang

111
107

ditetapkan dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007. Selain itu juga karena

adanya ketergantungan perusahaan di Indonesia terhadap sumber dana utang,

sehingga baik perusahaan memiliki tingkat leverage keuangan yang tinggi

ataupun rendah akan tetap mengungkapkan tanggung jawab sosial.

Hasil penelitian ini tidak berhasil membuktikan pengaruh ukuran

perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Tidak

berpengaruhnya ukuran perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab

sosial perusahaan bisa jadi karena perhatian dan kesadaran manajemen yang

masih kurang terhadap lingkungan sosial. Tidak berpengaruhnya ukuran

perusahaan juga karena adanya Undang-undang Perseroan Terbatas (RUU PT)

No. 40 Tahun 2007 yang mengharuskan perusahaan untuk mengungkapkan

tanggung jawab sosial. Undang-undang tersebut menjadikan perusahaan besar

ataupun kecil akan mengungkapkan tanggung jawab sosial dalam laporan

keuangannya, selama bentuk badan hukumnya adalah Perseroan Terbatas.

Hasil penelitian juga tidak berhasil membuktikan pengaruh profitabilitas

terhadap pengungkapan tanggung jawab social perusahaan. Hal ini terjadi

karena pelaksanaan aktivitas sosial dan pengungkapan CSR sangat tergantung

dari kesadaran manajemen perusahaan, bukan dari kemampuan perusahaan

menghasilkan keuntungan. Walaupun perusahaaan tidak menghasilkan

keuntungan yang tinggi, namun jika manajemen perusahaan memiliki kesadaran

yang tinggi dalam masalah sosial maka perusahaan akan mengungkapkan CSR

untuk meningkatkan kinerja karena pengungkapan tanggung jawab sosial yang

dilakukan akan memberikan nilai positif bagi perusahaan, melalui adanya

hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan

perusahaan.
108

Profil perusahaan tidak terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini terjadi karena masih banyak

perusahaan high profile maupun low profile yang tidak melaporkan tanggung

jawab sosial perusahaan (Sustainability Reporting) dimana tidak adanya

kesadaran dari pihak manajemen perusahaan tentang pentingnya

pertanggungjawaban sosial terhadap lingkungan sekitar tempat operasional

perusahaan dan juga kurangnya kesadaran akan regulasi dari pemerintah.

Dalam penelitian ini juga tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh

ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Tidak

berpengaruhnya ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan tangggung

jawab sosial menunjukkan bahwa dewan komisaris kurang dapat berperan dan

menjalankan fungsinya dalam memberikan kontrol dan monitoring bagi

manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan, termasuk dalam

pelaksanaan dan pengungkapan aktivitas tanggung jawab sosial. Selain itu juga

karena adanya regulasi dari Pemerintah yang mewajibkan setiap perusahaan

yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) maupun perusahaan yang go

public di BEI, untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial dalam laporan

keuangan tahunan perusahaan. Sehingga besar atau kecilnya jumlah dewan

komisaris, tidak memengaruhi besarnya pengungkapan tanggung jawab sosial,

melainkan karena ketundukan perusahaan terhadap regulasi dari pemerintah.

6.2. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian (limitation of the research) merupakan hal-hal,

baik yang disengaja maupun tidak disengaja dari peneliti yang menyebabkan

berkurangnya atau melemahnya validitas penelitian, baik validitas internal

maupun validitas eksternal. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:


109

1. Belum banyaknya perusahaan manufaktur go publik yang mengungkapkan

tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dalam bentuk Sustainability

Reporting yang menggunakan indikator GRI pada tahun 2008-2011, sehingga

kemungkinan hasil penelitian kurang memengaruhi ukuran perusahaan,

profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris, dan leverage

keuangan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

2. Subjektivitas dalam pengukuran pengungkapan sosial tidak dapat dihindari,

mengingat minimnya informasi CSR yang diungkapkan dalam Sustainability

Reporting, dimana tidak semua perusahaan menjalankan kegiatan CSR

tersebut dan tidak semua dilaporkan sehingga kemungkinan terjadi bias

dalam pengukuran pengungkapan sosial. Hal ini dikarenakan regulasi oleh

Pemerintah yang tidak menindaklanjuti Undang-undang yang telah dibuat

guna memberikan sanksi yang tegas bagi perusahaan yang tidak melaporkan

tanggung jawab sosial perusahaannya.

6.3. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

saran yang yang dapat diberikan yaitu:

1. Leverage keuangan terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan. Oleh sebab itu, bagi perusahaan yang memiliki

tingkat leverage keuangan yang tinggi akan mempunyai kesempatan untuk

mempertahankan laba yang tinggi tanpa mengurangi pengendalian terhadap

perusahaan, sehingga diharapkan dapat mengungkapkan tanggung jawab

sosial dalam pelaporannya dengan lebih baik dan lengkap sesuai dengan

indikator GRI. Hal ini karena dapat mempertahankan citra dan kepercayaan

stakeholders (investor, karyawan, kreditor, pemasok, konsumen, pemerintah,


110

dan masyarakat) terhadap perusahaan yang mengungkapkan tanggung

jawab sosial perusahaan.

2. Ukuran perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, dan ukuran dewan

komisaris tidak terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan, oleh sebab itu diharapkan peneliti berikutnya

melakukan pengujian ulang faktor tersebut dengan populasi dan periode

pengamatan yang berbeda, mengingat penelitian ini berhasil membuktikan

adanya pengaruh simultan dari variabel tersebut terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan.

3. Perusahaan hendaknya memberikan informasi yang transparan mengenai

aktivitas sosial dan mengungkapkannya dalam laporan keuangan

perusahaan maupun dalam Sustainability Reporting setiap tahun yang sesuai

dengan indikator GRI untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan kepada

semua pihak yang terkait dengan perusahaan.

4. Item-item pengungkapan sosial perusahaan dalam GRI hendaknya

senantiasa diperbaharui sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat, dan

juga perbaikan regulasi yang harus didukung oleh aturan lanjutan guna

menyamakan laporan yang dikeluarkan oleh setiap perusahaan, agar

nantinya laporan tahunan yang dikeluarkan berbentuk akuntabilitas

perusahaan ke publik berupa hal-hal yang sifatnya positif maupun negatif

mengenai perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander, G. J. dan Buchholz R.A. 1978. Corporate Social Responsibility and


Stock Market Performance. Academy of Management Journal. Vol. 21.
No. 3. Page: 479-486.

Anggraini, Fr Reni R. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor


yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial Dalam Laporan
Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar Di
Bursa Efek Jakarta). Jurnal Simponsium Nsional Akuntansi IX. Padang,
23-26 Agustus 2006.

Arief, Rahman dan Kurnia Nur Wiyasari. 2008. The Analysis of Company
Characteristic Influence Toward CSR Disclosure: Empirical Evidence of
Manufacturing Companies Listed in JSX. Jurnal Akuntansi dan Auditing
Indonesia. Vol. 12. No. 1. Juni 2008. Page: 25-35.

Atmadja, Lukas S. 2008. Teori dan Praktik Manajemen Keuangan. Edisi


Pertama. ANDI, Yogyakarta.

Badjuri, Achmad. 2011. Faktor-Faktor Fundamental, Mekanisme Coorporate


Governance, Pengungkapan Coorporate Social Responsibility (CSR)
Perusahaan Manufaktur dan Sumber Daya Alam Di Indonesia. Jurnal
Dinamika Keuangan Dan Perbankan. Vol. 3. No. 1. Mei 2011. Hal: 38-54.

Bapepam. 2010. Laporan Tahunan/Annual Report Perusahaan Pembiayaan. Biro


Pembiayaan dan Penjaminan Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
www.idx.co.id.

Beasley, Mark S. 1996. An Empirical Analysis of The Relation Between The


Board of Director Composition and Financial Statement Fraud. The
Accounting Review. Vol. 71 No. 4. Page: 443-465.

Belkaoui, A. 2006. Accounting Theory. Fifth Edition. Thomson Learning,


Singapore. Diterjemahkan oleh Ali Akbar Yulianto: Teori Akuntansi. Buku
Satu, Edisi Kelima. Salemba Empat. Jakarta.

Belkaoui, Ahmae dan Philip G. Karpik. 1989. Determinants of The Corporate


Decision to Disclose Sosial Information. Accounting, Auditing and
Accountability Journal. Vol. 2 No. 1. Page: 36-51.

Cahyandito, Martha Fani dan Ebinger, F. 2005. The Effectiveness of


Sustainability Reporting: Is It Only About The Reports Design and
Content?. Sustainability Reporting Concepts and Experiences. The ICFAI
University Press. India.

Cahyonowati, Nur. 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) Dalam Laporan Tahunan

111
112

Perusahaan. Skripsi Sarjana Akuntansi Universitas Diponegoro.


Semarang.

Coller, P. dan Gregory A. 1999. Audit Committee Activity and Agency Costs.
Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 18. No. 4-5. Page: 311-332.

Cooke, T. E. 1989. Disclosure in The Corporate Annual Report of The Swedian


Companies. Accounting and Business Research. Spring. Page: 113-124.

Cowen, S.S., Ferreri L.B., dan Parker L.D. 1987. The Impact of Corporate
Characteristics on Social Responsibility Disclosure: A Typology and
Frequency-Based Analysis. Accounting, Organizations, and Society. Vol.
12. No. 2. Page: 111-122.

Daniri, Mas A. 2008. Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Bag i).
www.madani-ri.com/2008/17/standarisasi-tanggung-jawab-
sosialperusahaan:bag-i/. Diakses tanggal 19 Agustus 2010.

--------------.2008. Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Bag ii).


www.madani-ri.com/2008/17/standarisasi-tanggung-jawab-
sosialperusahaan:bag-ii/. Diakses tanggal 19 Agustus 2010.

--------------.2008. Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Bag iii).


www.madani-ri.com/2008/17/standarisasi-tanggung-jawab-
sosialperusahaan:bag-iii/. Diakses tanggal 19 Agustus 2010.

Dinata, Arda. 2011. Waspadai Pengaruh Toksisitas Logam pada Ikan.


www.kopasiana.com.13November 2011.

Donovan, Gary dan Kathy Gibson. 2000. Environmental Disclosure in The


Corporate Annual Report. A Longitudinal Australian Study Paper for
Presentation in the 6th Interdisciplinary Environmental Association
Conference. Montreal. Canada.

Donovan, Gary. 2002. Environmental Disclosure in The Annual Report:


Extending The Aplicability and Predictive Power of Legitimacy Theory.
Accounting, Auditing & Accountability Journal. Vol. 15. No. 3. Page: 344-
371.

Dowling, J. dan J Pfeffer. 1975. Organizational Legitimacy: Social Values and


Organizational Behaviour. Pacific Sociological Review. Vol. 18. No. 1.
Page: 122-136.

Emory, C. William dan Cooper Donald R. 1998. Metode Penelitian Bisnis. Jilid 1,
Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Fama, Eugene dan M. Jensen. 1983. The Separation of Ownership from Control.
Journal of Law and Economics. Vol. 26. Page: 301-325.
113

Fathullah. 2012. Pelanggaran HAM Kasus Lapindo Brantas. Uni Sosial


Demokrat. www.unisosdem.org. diakses 15 September 2012.

Fitriani. 2001. Signifikasi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib


dan Sukarela Pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik Yang Terdaftar
Di Bursa Efek Jakarta. Makalah dipresentasikan dalam Simposium
Nasional Akuntansi IV.
Ghozali, Imam. 2007. Analisis Multivariate Lanjutan Dengan Program SPSS.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Global Reporting Initiatives. (2006). Sustainability Reporting Guidelines. GRI,


CERES Boston.

Gray, R., D. Owen dan Adams C. A. 1996. Accounting and Accountability:


Changes and Challenges in Corporate Social and Environmental
Reporting. Prentice-Hall.

Hackston, D. dan M. J. Milne. 1996. Some Determinants of Social and


Environmental Disclosures in New Zealand Companies. Accounting,
Auditing, and Accountability Journal. Vol. 9. Issue 1. Page: 77-108.

Hanafi, Mamduh. 2008. Manajemen Keuangan. Edisi Pertama. Cetakan Kedua.


BPFE. Yogyakarta.

Hartono, Jogiyanto. 2005. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kedua.
BPFE. Yogyakarta.

Hasibuan, Muhammad Rizal. 2001. Pengaruh Karakteristik Perusahaan


Terhadap Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) Dalam Laporan
Tahunan Emiten di BEJ dan BES. Tesis S2 Magister Akuntansi Universitas
Diponegoro. Semarang.

Henny dan Murtanto. 2001. Analisis Pengungkapan Sosial pada Laporan


Tahunan. Jurnal Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi. Vol. 1. No.
2. Page: 21-48.

Horne, James C. Van, dan Wachowicz. 2001. Fundamental of Financial


Management. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Salemba Empat.
Jakarta.

Hui, F. dan G. Bowrey. 2008. Corporate Social Responsibility Reporting in Hong


Kong: Case study of Three Note-Issuing Banks (2003-
2006).http://www.springer.com. Diakses tanggal 16 Maret 2009.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat.


Jakarta.

Indiantoro, N dan B. Supomo. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Edisi Pertama.


BPFE. Yogyakarta.
114

Jensen, M. C dan Meckling W. H. 1976. The Agency Theory of Firm : Managerial


Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics. Vol. 3. No. 4. Page: 305-360.

Kartika, Andi. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan


Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kajian Akuntansi, Vol. 1. No. 1. Hal:
29-47.

Kirana, Rosita Candra. 2009. Studi Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate


Social Responsibility Di Beberapa Negara Dalam Upaya Perwujudan
Prinsip Good Corporate Governance. Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta. www.google.com/csr.pdf. Diakses 4 Oktober
2010.

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate


Governance. Jakarta.

Kotler, Philip dan Nancy Lee. 2005. Corporate Social Responsibility: Doing the
Most Good for Your Company and Your Cause. By John Wiley and Sons.

Kumalahadi. 2000. Perspektif Pragmatik, Lingkungan dan Sosial Dalam Laporan


Keuangan: Peningkatan Kegunaan dan Pertanggung jawaban. Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia.

Kusnadi, Zainul Arifin, dan Syadelli. 2002. Akuntansi Manajemen (Komprehensif,


Tradisional, dan Kontemporer). Universitas Brawijaya. Malang.

Lindblom, C.K. 1994. The Implications of Organisational Legitimacy for Corporate


Social Performance and Disclosure. Cited in Deegan 2002.

Mapisangka, Andi. 2009. Implementasi CSR Terhadap Kesejahteraan Hidup


Masyarakat. Jurnal JESP. Vol. I. No. I.

Mathews, M.R. 1993. Socially Responsible Accounting. Chapman and Hall.


London.

Meek, G. K., Roberts C. B., dan Gray S. J. 1995. Factors Influencing Voluntary
Annual Report Disclosures by U.S., U.K. and Continental European
Multinational Corporations. Journal of International Business Studies. Third
Quarter. Vol. 26. No. 3. Page: 555-573.

Mirza, Teuku dan Imbuh Sulistyarini. 1997. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan:
Sebuah Opini. Usahawan No. 7.

Mulianti, Fitri Mega. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan


Hutang Dan Pengaruhnya Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Periode Tahun 2004-2007). Tesis dipublikasikan. Program Studi Magister
115

Manajemen. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.


www.google.com/ faktor-faktor nilai perusahaan. Diakses 28 Oktober 2011.

Murtanto. 2006. Menciptakan Nilai Tambah Melalui Corporate Social


Responsibility. Media Akuntansi, Edisi 53.

Murwaningsari, Etty. 2009. Hubungan Corporate Governance, Corporate Social


Responsibility dan Corporate Financial Performance Dalam Satu
Continuum. Jurnal Akutansi dan Keuangan. Vol. 11. No. 1. Mei 2009.
Page: 30-71. www.google.com/gcg.pdf. Diakses 17 Desember 2011.

Nofandrilla. 2008. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap


Kebijakan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Studi Empiris pada
Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Skripsi/Tesis Dipublikasikan. FE UNS. Surakarta.

Novita dan Chaerul D. Djakman. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap


Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) pada
Laporan Tahunan Perusahaan: Studi Empiris pada Perusahaan Publik
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006. Jurnal Simponsium
Nasional Akuntansi XI. Pontianak, 22-25 Juli 2008.

Nurayuna, Nisya. 2008. Praktik Pengungkapan Sosial Pada Laporan Tahunan


Perusahaan di Indonesia. Program Sarjana Ekstensi Fakultas Ekonomi.
Universitas Diponegoro. Semarang. www.dumadia.wordpress.com/Diakses
19 September 2011.

Nurkhin, Ahmad. 2009. Corporate Governance dan Profitabilitas; Pengaruhnya


Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi
Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia). Jurnal
Magister Akuntansi. Universitas Diponegoro. Semarang.
www.google.com/csr.pdf. Diakses 9 September 2010.

Pambudi, T. 2006. Perjalanan Si Konsep Seksi. Majalah SWA. Vol. 26 (XXI/19).


11 Januari. Hal:44-45.

Preston, L. E. 1978. Analysing Corporate Social Performance: Methods and


Results. Journal of Contemporary Business. Vol. 7. No. 1. Page: 135-150.

Rahman, Arief dan Kurnia Nur Widyasari. 2008. The Analysis of Company
Characteristic Influence Toward CSR Disclosure: Empirical Evidence of
Manufacturing Companies Listed in JSX. Jurnal Akuntansi dan Auditing
Indonesia. Vol. 12. No. 1. Juni 2008. Page: 25-35.

Rosmasita, Hardhina. 2007. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan


Sosial (Social Disclosure) Dalam Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta. www.google.com/faktor-faktor.yang.mempengaruhi
.CSR/pdf. Diakses 8 Agustus 2011.
116

Sawir, Agnes. 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan


Perusahaan. Edisi Pertama. ANDI. Yogyakarta.

Sayekti, Yosefa dan Ludovicus Sensi Wondabio. 2007. Pengaruh CSR


Disclosure terhadap Earning Response Coefficient (Suatu Studi Empiris
pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta). Makalah
disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi IX. Makassar, 26-28
Juli 2007.

Sembiring, Eddy R. 2003. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap


Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. Tesis S2 Magister Akuntansi
Universitas Diponegoro. Semarang.

________, Eddy R. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan


Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat di
Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VIII.

Simanjuntak, Binsar H. dan Lusy Widiastuti. 2004. Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia. Vol. 7. No. 3. September 2004. Hal: 351-366.

Siregar, Chairil N. 2007. Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi Corporate


Social Responsibility Pada Masyarakat Indonesia. Jurnal Sosioteknologi.
Edisi 12, Tahun 6. Desember. 2007.

Sitepu, Andre C. dan Hasan S. Siregar. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Pengungkapan Informasi Sosial Dalam Laporan Tahunan Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal
Akuntansi 19. Departemen Akuntansi. Fakultas Ekonomi USU. Hal: 1-7.
www.akuntansi.usu.ac.id/index php. Diakses 10 April 2010.

Suchman, M. C. 1995. Managing Legitimacy: Strategic and Institutional


Approaches. Academy of Management Review. Vol. 20. No. 3. Page: 571-
610.

Sudana, I Made dan Putu Ayu A. W. 2011. Corporate Governance Dan


Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Go-
Public Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan I
Tahun 4. No. 1. April 2011. Hal: 1-49. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga.

Sudarmadji, Ardi M. dan Lana Sularto. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan,


Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas
Voluntary Disclosure Laporan Keuangan Tahunan. Jurnal Proceeding
PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek dan Sipil) Auditorium Kampus
Gunadarma. Vol. 2 ISSN: 1858-2559. 21-22 Agustus 2007. Hal: 53-60.
117

Sudaryono, Bambang dan Muhammad Bani R. 2007. Pengaruh Karakteristik


Perusahaan Terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Publik. Jurnal
Akuntansi. Vol. 7. No. 2. Mei 2007. Hal: 125-162.

Sueb, Memed. 2001. Pengaruh Internalisasi Biaya Sosial Terhadap Kinerja


Sosial dan Keuangan pada Perusahaan Terbuka di Indonesia. Naskah
Disertasi. Universitas Padjajaran. Bandung.

Sulastini, Sri. 2007. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Social


Disclosure Perusahaan Manufaktur Yang Telah Go Public. Tesis Jurusan
Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Diakses 22
September 2010.

Sule, E. Tisnawati dan Kurniawan Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen. Edisi


Pertama. Kencana. Jakarta.

Sutrisno. 2003. Manajemen Keuangan. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga. Ekonisia.


Yogyakarta
Udayasankar, Krishna. 2007. Corporate Social Responsibility and Firm Size.
Journal Of Business Ethics. Vol. 83. Page: 167-175. DOI 10.1007/s10551-
007-9609-8

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Bab V Pasal


74.

Utomo, M. Muslim. 2000. Praktik Pengungkapan Sosial pada Laporan Tahunan


Perusahaan di Indonesia. Laporan Penelitian Simposium Nasional
Akuntansi III. Jakarta.

Vance, S. C. 1975. Are Socially Responsible Corporations Good Investment


Risks?. Managemene Review. Vol. 64. Page: 19-24.

Wakidi, R. Hamdani dan Hasan S. Siregar. 2011. Pengaruh Sisi Internal Dan Sisi
Eksternal Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI. Jurnal Ekonom. Vol.
14. No. 4. September 2011.

Watts, R. dan Zimmerman J. 1978. Towards A Positive Theory of The


Determination of Accounting Standards. The Accounting Review. January.
Page: 112-134.

Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social


Responsibilty. FACSHO Publishing. Gresik.

Yuliani, Rahma. 2003. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Praktek


Pengungkapan Sosial dan Lingkungan di Indonesia. Tesis S2 Magister
Akuntansi Universitas Diponegoro. Semarang.
118

Zainuddin, Achmad. 2007. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Praktek


Pengungkapan Sosial Dan Lingkungan Pada Perusahaan Manufaktur Go
Publik. Program Magister Sains Akuntansi. Program Pascasarjana.
Universitas Diponegoro. Semarang.
LAMPIRAN

111
119

1. Nama-nama Perusahaan Sampel

No. Nama Perusahaan Manufaktur KODE

1 Holcim Indonesia Tbk SMCB


2 Unilever Indonesia Tbk UNVR
3 Adaro Energy Tbk ADRO
4 Aneka Tambang Tbk ANTM
5 Medco Energi Internasional Tbk MEDC
6 Perusahaan Tambang Bukit Asam Tbk. PTBA
7 Astra International Tbk. ASII
8 PT. Timah Tbk. TINS
9 United Tractors Tbk. UNTR
10 Perusahaan Gas Negara Tbk. PGAS

111
120

2. Item Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

INDIKATOR KINERJA EKONOMI


Kinerja Ekonomi
EC1 Nilai ekonomi yang dihasilkan dan didistribusikan secara langsung termasuk
pendapatan, biaya operasi, kompensasi kepada karyawan, donasi dan investasi ke
masyarakat, laba ditahan serta pembayaran ke penyedia modal dan pemerintah.
EC 2 Implikasi keuangan dan berbagai risiko dan peluang untuk segala aktivitas
perusahaan dalam menghadapi perubahan iklim
EC 3 Daftar cakupan kewajiban perusahaan dalam perencanaan benefit yang sudah
ditetapkan
EC 4 Bantuan keuangan financial signifikan yang diperoleh dari pemerintah.
Keberadaan Pasar
EC 5 Parameter standar upah karyawan di jenjang awal dibandingkan dengan upah
karyawan minimum yang berlaku pada lokasi operasi tertentu.
EC 6 Kebijakan, penerapan dan pembagian pembelanjaan pada subkontraktor (mitra kerja)
setempat yang ada di berbagai lokasi operasi.
EC 7 Prosedur penerimaan tenaga kerja local dan beberapa orang di level manajemen
senior yang diambil dari komunitas setempat di beberapa lokasi operasi
Dampak ekonomi tidak langsung
EC 8 Pengembangan dan dampak investasi infrastruktur dan pelayanan yang disediakan
terutama bagi kepentingan public melalui perdagangan, jasa dan pelayanan
EC 9 Pemahaman dan penjelasan atas dampak ekonomi secara tidak lagsung, termasuk
luasan dampak.
INDIKATOR KINERJA BIDANG LINGKUNGAN
Material
EN 1 Material yang digunakan dan diklasifikasikan berdasarkan berat dan ukuran
EN 2 Persentase material bahan daur ulang yang digunakan
Energi
EN 3 Penggunaan Energi yang berasal dari sumber energy utama secara langsung
EN 4 Pemakaian energy yang berasal dari sumber utama secara tidak langsung
EN 5 Penghematan Energi melalui Konservasi dan Peningkatan Efisiensi
EN 6 Inisiatif untuk mendapatkan produk dan jasa menggunakan energi efisien atau energi
yang dapat diperbarui, serta pengurangan penggunaan energy sebagai akibat dari
inisiatif tersebut
EN 7 Inisiatif untuk mengurangi konsumsi nergy tidak langsung dan pengurangan yang
berhasil dilakukan
Air
EN 8 Total pengambilan air per sumber
EN 9 Sumber air yang terpengaruh akibat pengambilan air
EN 10 Persentase dan total volume air yang didaur ulang dan digunakan kembali.
Sumber: GRI (Global Reporting Initiatives)
121

INDIKATOR KINERJA LINGKUNGAN


Keanekaragaman Hayati
EN 11 Lokasi dan Ukuran Tanah yang dimiliki, disewa, dikelola oleh perusahaan yang yang
berdekatan dengan daerah yang dilindungi atau daerah-daerah yang memiliki nilai
keanekaragaman hayati yang tinggi di luar daerah yang dilindungi.
EN 12 Pengungkapan berbagai dampak signifikan yang diakibatkan oleh aktivitas, produk,
dan jasa terhadap keanekaragaman hayati di daerah yang dilindungi dan di daerah
yang memiliki keanekaragaman hayati bernilai tinggi di luar daerah yang dilindungi.
EN 13 Perlindungan dan Pemulihan Habitat
EN 14 Strategi, tindakan, dan rencana mendatang untuk mengelola dampak terhadap
keanekaragaman hayati
EN 15 Jumlah spesies berdasarkan Daftar Merah IUCN (IUCN Red List Species) dan yang
masuk dalam daftar konservasi nasional yang berada dalam habitat di daerah-daerah
yang terkena dampak operasi
Emis, Effluent dan Limbah
EN 16 Jumlah emisi gas rumah kaca yang sifatnya langsung maupun tidak langsung dirinci
berdasarkan berat
EN 17 Emisi gas rumah kaca tidak langsung lainnya diperinci berdasarkan berat
EN 18 Inisiatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan pengurangan yang berhasil
dicapai.
EN 19 Emisi bahan kimia yang merusak lapisan ozon (ozone-depleting substances/ODS)
diperinci berdasarkan berat
EN 20 NOx, SOx dan emisi udara lainnya yang diperinci berdasarkan jenis dan berat
EN 21 Jumlah buangan air menurut kualitas dan tujuan
EN 22 Jumlah berat limbah menurut jenis dan metode pembuangan
EN 23 Jumlah dan volume tumpahan yang signifikan
EN 24 Berat limbah yang diangkut, diimpor, diekspor, atau diolah yang dianggap berbahaya
menurut Lampiran Konvensi Basel I, II, III dan VIII, dan persentase limbah yang
diangkut secara internasional.
EN 25 Identitas, ukuran, status proteksi dan nilai keanekaragaman hayati yang terkandung di
dalam air dan habitat di sekitarnya yang secara signifikan dipengaruhi oleh
pembuangan dan limpasan air perusahaan.
Produk dan Jasa
EN 26 Inisiatif untuk mengurangi dampak lingkungan yang diakibatkan oleh produk dan
jasa dan sejauh mana dampak pengurangan tersebut
EN 27 Persentase produk terjual dan bahan kemasannya yang ditarik menurut kategori.
Kepatuhan
EN 28 Nilai Moneter Denda yang signifikan dan jumlah sanksi non moneter atas
pelanggaran terhadap hukum dan regulasi lingkungan
Transportasi
EN 29 Dampak terhadap lingkungan lingkungan akibat pemindahan produk dan barang-
barang lain serta material yang digunakan untuk operasi perusahaan, dan tenaga kerja
yang memindahkan
Menyeluruh
EN 30 Jumlah pengeluaran untuk perlindungan dan investasi lingkungan menurut jenis
kegiatan
INDIKATOR PRAKTIK TENAGA KERJA DAN KINERJA PEKERJA
Pekerja
LA 1 Jumlah tenaga kerja menurut jenis pekerjaan, kontrak pekerjaan, dan lokasi kerja.
LA 2 Jumlah dan tingkat perputaran karyawan menurut kelompok usia, jenis kelamin, dan
wilayah
LA 3 Benefit yang diberikan kepada pegawai tetap
Sumber: GRI (Global Reporting Initiatives)
122

INDIKATOR KINERJA EKONOMI


Hubungan Tenaga kerja dengan Manajemen
LA 4 Persentase karyawan yang dilindungi perjanjian kerja.
LA 5 Batas waktu minimal pemberitahuan tentang perubahan kegiatan operasional, termasuk apakah
hal itu dijelaskan dalam perjanjian kerja.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
LA 6 Persentase jumlah angkatan kerja yang ada dalam struktur formal manajemen, yaitu komite
kesehatan dan keselamatan kerja yang membantu memantau dan memberi nasihat untuk
program keselamatan dan kesehatan kerja.
LA 7 Tingkat kecelakaan fisik, penyakit karena jabatan, hari-hari yang hilang, absensi, dan jumlah
kematian karena pekerjaan menurut wilayah
LA 8 Program pendidikan, pelatihan, bimbingan, pencegahan, pengendalian risiko untuk membantu
para karyawan, anggota keluarga dan anggota masyarakat, mengenai penyakit berbahaya
LA 9 Masalah kesehatan dan keselamatan kerja secara formal dan tertulis dalam perjanjian resmi
dengan serikat karyawan
Pelatihan dan Pendidikan
LA Jumlah rata-rata jam pelatihan tiap tahun untuk setiap karyawan menurut kategori/kelompok
10 karyawan
LA Program untuk peningkatan keterampilan dan pembelajaran yang menujang kecakapan
11 karyawan dan membantu mereka dalam meningkatkan karier
LA Persentase karyawan yang menerima penilaian atas kinerja dan pengembangan karier mereka
12 secara berkala
Keberagaman dan Kesempatan Setara
LA Komposisi badan pengelola dan penjabaran karyawan berdasarkan kategori menurut jenis
13 kelamin, kelompok usia, keanggotaan kelompok minoritas, dan lainnya
LA Perbandingan upah standar pria dan wanita berdasarkan kategori karyawan
14
INDIKATOR HAK ASASI MANUSIA
Praktek Investasi dan Pengadaan
HR 1 Persentase dan jumlah perjanjian investasi yang memuat mengenai HAM atau telah menjalani
proses skrining/ filtrasi terkait dengan aspek hak asasi manusia
HR 2 Persentase pemasok dan mitra kerja yang telah menjalani proses seleksi atas aspek HAM
HR 3 Jumlah waktu pelatihan bagi karyawan mengenai kebijakan dan prosedur yang terkait dengan
aspek HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi, termasuk persentase karyawan yang
dilatih
Nondiskriminasi
HR 4 Jumlah kasus diskriminasi yang terjadi dan tindakan penyelesaian yang diambil.
Kebebasan Berserikat dan Berunding Bersama Berkumpul
HR 5 Segala kegiatan berserikat dan berkumpul yang diteridentifikasi dapat menimbulkan risiko
yang signifikan serta tindakan yang diambil untuk mendukung hak-hak kebebasan berserikat
tersebut
Pekerja Anak
HR 6 Kegiatan yang teridentifikasi memiliki risiko dapat menimbulkan terjadinya kasus pekerja
anak, dan langkah-langkah yang diambil untuk mendukung upaya penghapusan pekerja anak
Kerja Paksa dan Kerja Wajib
HR 7 Kegiatan yang teridentifikasi mengandung risiko yang dapat menimbulkan kasus kerja paksa
atau kerja wajib, dan langkah-langkah yang telah diambil untuk mendukung upaya
penghapusan kerja paksa atau kerja wajib
Praktek Keselamatan
HR 8 Persentase personel penjaga keamanan yang terlatih dalam hal kebijakan dan prosedur
organisasi terkait dengan aspek HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi
Sumber: GRI (Global Reporting Initiatives)
123

INDIKATOR KINERJA KEMASYARAKATAN


Komunitas
SO 1 Sifat dasar, ruang lingkup, dan keefektifan setiap program dan praktek kerja yang
dilakukan untuk menilai dan mengelola dampak operasi terhadap masyarakat, baik
pada saat memulai, pada saat beroperasi, dan pada saat mengakhiri
Korupsi
SO 2 Persentase dan jumlah unit usaha yang memiliki risiko terhadap korupsi
SO 3 Persentase pegawai yang dilatih dalam kebijakan dan prosedur antikorupsi
SO 4 Tindakan yang diambil dalam mengatasi kasus tindak penyuapan dan korupsi
Kebijakan Publik
SO 5 Kedudukan kebijakan publik dan prosedur melobi dan pembuatan kebijakan publik
SO 6 Keuntungan finansial dan natura yang diperoleh dari hasil kontribusi kepada partai
politik, politisi, dan institusi terkait dengan negara di mana perusahaan beroperasi
Kelakuan Tidak Bersaing
SO 7 Jumlah tindakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan antipersaingan, anti-trust,
dan praktek monopoli serta sanksinya
Kepa
tuhan
SO 8 Nilai moneter dari denda dan jumlah sanksi nonmoneter akibat pelanggaran hukum
dan peraturan yang dilakukan
INDIKATOR KINERJA TANGGUNG JAWAB PRODUK
Kesehatan dan Keamanan Pelanggan
PR 1 Prosedur dan tahapan kerja dalam mempertahankan kesehatan dan keamanan
konsumen dalam penggunaan produk atau jasa yang dievaluasi, dan persentase dari
kategori produk dan jasa yang terkait dalam prosedur tersebut.
PR 2 Jumlah pelanggaran terhadap peraturan dan etika yang terkait dengan kesehatan dan
keselamatan, per produk
Pemasangan Label bagi Produk dan Jasa
PR 3 Jenis informasi produk dan jasa yang dibutuhkan dalam prosedur kerja dan
persentase produk dan jasa yang terkait dengan informasi yang dipersyaratkan
tersebut.
PR 4 Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes mengenai penyediaan informasi
produk dan jasa serta pemberian label, per produk
PR 5 Praktek yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan termasuk hasil survei yang
mengukur kepuasaan pelanggan
Komunikasi Pemasaran
PR 6 Program-program untuk ketaatan pada hukum, standar dan voluntary codes yang
terkait dengan komunikasi pemasaran, termasuk periklanan, promosi, dan
sponsorship
PR 7 Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes sukarela mengenai komunikasi
pemasaran termasuk periklanan, promosi, dan sponsorship, menurut produknya
Keleluasaan Pribadi (privacy) Pelanggan
PR 8 Jumlah total pengaduan yang berkaitan dengan pelanggaran keleluasaan pribadi
(privacy) pelanggan dan hilangnya data pelanggan
Kepatuhan
PR 9 Nilai moneter dari denda akibat pelanggaran hukum dan peraturan yang terkait
dengan pengadaan dan penggunaan produk dan jasa
Sumber: GRI (Global Reporting Initiatives)
124

3. Ukuran Perusahaan

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


Kode Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan
2008 2009 2010 2011

SMCB 2.670 2.528 2.622 2.751


UNVR 3.384 - 5.749 -
ADRO - 6.004 6.242 -
ANTM 2.605 2.523 2.778 2.876
MEDC 2.131 - 1.981 -
PTBA 3.163 3.172 3.113 3.100
ASII 116.038 126.700 145.154 168.703
TINS 4.405 4.559 4.126 -
UNTR - 15.656 18.786 -
PGAS - 1.622 1.837 1.805
125

4. Perhitungan Profitabilitas (ROE)

Tahun No. Kode Laba Bersih (Rp) Ekuitas (Rp) ROE (%)
2008 1 SMCB 282.220.000.000 2.804.264.000.000 10,06
2 UNVR 2.407.231.000.000 3.100.312.000.000 77,64
3 ANTM 1.368.139.000.000 8.063.138.000.000 16,97
4 MEDC 3.068.235.000.000 8.028.024.000.000 38,22
5 PTBA 1.707.771.000.000 3.998.132.000.000 42,71
6 ASII 9.191.000.000 33.080.000.000 27,78
7 TINS 577.405.000.000 3.820.581.000.000 14,60
2009 8 SMCB 895.751.000.000 7.265.366.000.000 12,33
9 ADRO 4.367.252.000.000 17.444.891.000.000 25,03
10 ANTM 604.307.000.000 8.148.939.000.000 7,42
11 PTBA 2.727.734.000.000 5.701.372.000.000 47,84
12 ASII 10.040.000.000 39.894.000.000 25,17
13 PGAS 6.229.043.496.319 12.726.425.641.331 48,95
14 TINS 313.751.000.000 3.430.064.000.000 9,15
15 UNTR 3.817.541.000.000 13.843.710.000.000 27,58
2010 16 SMCB 828.422.000.000 10.437.249.000.000 7,94
17 UNVR 3.386.970.000.000 4.045.419.000.000 83,72
18 ADRO 2.207.313.000.000 18.576.441.000.000 11,88
19 ANTM 1.683.400.000.000 9.580.098.000.000 17,57
20 MEDC 746.789.000.000 7.067.420.000.000 10,57
21 PTBA 2.008.891.000.000 6.366.736.000.000 31,55
22 ASII 14.366.000.000 49.310.000.000 29,13
23 PGAS 6.239.361.270.479 15.100.954.446.956 41,32
24 TINS 947.936.000.000 4.202.766.000.000 22,56
25 UNTR 3.872.931.000.000 16.136.338.000.000 24,00
2011 26 SMCB 1.054.987.000.000 7.527.260.000.000 14,02
27 ANTM 1.925.307.039.000 10.649.041.317.000 18,08
28 PTBA 3.085.862.000.000 8.165.002.000.000 37,79
29 ASII 21.077.000.000 75.838.000.000 27,79
30 PGAS 5.933.063.233.665 17.184.711.978.515 34,53
126

5. Profil Perusahaan

Jenis
Kode Profil perusahaan
Perusaahan
SMCB 1 Cement Industry
Produksi, pemasaran dan distribusi barang-barang konsumsi
yang meliputi sabun, deterjen, margarin, makanan berinti susu,
es krim, produkproduk kosmetik, minuman dengan bahan
UNVR 1 pokok teh dan minuman sari buah.
Coal Mining (perdagangan, jasa, Industri, pengangkutan
ADRO 1 batubara, perbengkelan, pertambangan, dan konstruksi)
Mining (Nickel, Bauxite, Iron Sand, Gold & Silver)pertambangan
berbagai jenis bahan galian, serta menjalankan usaha di bidang
industri, perdagangan, pengangkutan dan jasa lainnya yang
ANTM 1 berkaitan dengan bahan galian tersebut
Eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, dan aktivitas
energi lainnya, usaha pengeboran darat dan lepas pantai, serta
melakukan investasi (langsung dan tidak langsung) pada entitas
MEDC 1 anak
PTBA 1 Industry tambang batubara
Industri perakitan dan penyaluran mobil, sepeda motor berikut
suku cadangnya, penjualan dan penyewaan alat-alat berat,
pertambangan dan jasa terkait, pengembangan perkebunan,
ASII 1 jasa keuangan, infrastruktur dan teknologi informasi
Kegiatan utamanya perusahaan adalah sebagai perusahaan
induk yang melakukan kegiatan operasi penambangan timah
TINS 1 dan melakukan jasa pemasaran kepada kelompok usaha
Penjualan dan penyewaan alat berat beserta pelayanan purna
jual, penambangan dan kontraktor penambangan, termasuk di
UNTR 1 dalamnya jasa kontraktor penambangan terpadu
Distribusi gas bumi ke pelanggan industri, komersial dan rumah
PGAS 0 tangga serta transmisi komersial gas bumi
127

6. Ukuran Dewan Komisaris

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


Dewan Dewan Dewan Dewan
Kode
Komisaris Komisaris Komisaris Komisaris
2008 2009 2010 2011

SMCB 7 8 8 8
UNVR 5 - 4 -
ADRO - 5 3 -
ANTM 5 5 4 6
MEDC 5 - 6 -
PTBA 5 5 5 6
ASII 10 10 11 11
TINS 4 6 6 -
UNTR - 8 6 -
PGAS - 5 5 5
128

7. Perhitungan Leverage Keuangan

Tahun No. Kode Total Utang (Rp) Ekuitas (Rp) LEVERAGE


(%)
2008 1 SMCB 5.403.056.000.000 2.804.264.000.000 192,67
2 UNVR 3.397.915.000.000 3.100.312.000.000 109,60
3 ANTM 2.130.970.000.000 8.063.138.000.000 26,43
4 MEDC 13.522.139.000.000 8.028.024.000.000 168,44
5 PTBA 2.028.733.000.000 3.998.132.000.000 50,74
6 ASII 40.163.000.000 33.080.000.000 121,41
7 TINS 65.700.000.000 3.820.581.000.000 1,72
2009 8 SMCB 3.949.183.000.000 7.265.366.000.000 54,36
9 ADRO 24.848.413.000.000 17.444.891.000.000 142,44
10 ANTM 1.748.127.000.000 8.148.939.000.000 21,45
11 PTBA 2.292.740.000.000 5.701.372.000.000 40,21
12 ASII 40.006.000.000 39.894.000.000 100,28
13 PGAS 15.892.626.383.617 12.726.425.641.331 124,88
14 TINS 322.287.000.000 3.430.064.000.000 9,40
15 UNTR 10.453.748.000.000 13.843.710.000.000 75,51
2010 16 SMCB 3.611.246.000.000 10.437.249.000.000 34,60
17 UNVR 4.652.409.000.000 4.045.419.000.000 115,00
18 ADRO 21.970.369.000.000 18.576.441.000.000 118,27
19 ANTM 2.709.897.000.000 9.580.098.000.000 28,29
20 MEDC 13.155.971.000.000 7.067.420.000.000 186,15
21 PTBA 2.281.451.000.000 6.366.736.000.000 35,83
22 ASII 54.168.000.000 49.310.000.000 109,85
23 PGAS 16.986.476.547.117 15.100.954.446.956 112,49
24 TINS 408.551.000.000 4.202.766.000.000 9,72
25 UNTR 13.535.508.000.000 16.136.338.000.000 83,88
2011 26 SMCB 3.423.241.000.000 7.527.260.000.000 45,48
27 ANTM 4.394.455.365.000 10.649.041.317.000 41,27
28 PTBA 3.342.102.000.000 8.165.002.000.000 40,93
29 ASII 77.683.000.000 75.838.000.000 102,43
30 PGAS 13.791.733.833.710 17.184.711.978.515 80,26
129

8. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Ekonomi

Tahun Kode EC1 EC2 EC3 EC4 EC5 EC6 EC7 EC8 EC9

2008 SMBC 0 1 1 0 1 0 0 0 0

UNVR 1 0 0 0 1 1 0 1 1

ANTM 1 1 1 0 1 1 1 1 1

MEDC 1 0 0 0 0 0 0 0 0

PTBA 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ASII 1 0 0 0 0 1 1 1 0

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1 0

2009 SMBC 1 1 1 0 1 1 1 1 1

ADRO 1 0 0 0 1 1 1 1 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PTBA 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ASII 1 0 0 0 0 1 1 1 0

PGAS 1 1 1 1 1 1 0 1 1

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1 1

UNTR 1 1 0 0 0 1 1 1 0
130

Ekonomi

Tahun Kode EC1 EC2 EC3 EC4 EC5 EC6 EC7 EC8 EC9

2010 SMBC 1 1 1 0 1 1 1 1 1

UNVR 1 1 1 0 1 1 1 1 1

ADRO 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1 1

MEDC 1 0 0 0 0 0 0 0 0

PTBA 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ASII 1 1 1 1 1 1 0 1 1

PGAS 1 1 1 1 1 1 1 1 1

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1 1

UNTR 1 1 0 0 0 1 1 1 0

2011 SMBC 1 1 1 0 1 1 1 1 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PTBA 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ASII 1 1 1 0 1 1 0 1 1

PGAS 1 1 1 0 1 0 0 1 1
131

Lingkungan
Tahun Kode EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
2008 SMBC
1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0
UNVR
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1
ANTM
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0
MEDC
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1
PTBA
0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
ASII
1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1
TINS
0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0
2009 SMBC
0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1
ADRO
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
ANTM
1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1
PTBA
0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ASII
0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PGAS
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
TINS
1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
UNTR
132

Lingkungan
Tahun Kode EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN EN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0
2010 SMBC
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1
UNVR
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
ADRO
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
ANTM
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
MEDC
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1
PTBA
1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0
ASII
1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
PGAS
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
TINS
1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
UNTR
0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0
2011 SMBC
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
ANTM
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PTBA
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0
ASII
0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
PGAS
133

Ketenagakerjaan

Tahun Kode
LA LA LA LA LA LA LA LA LA LA LA LA LA LA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

2008 SMBC 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0

UNVR 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0

ANTM 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1

MEDC 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0

PTBA 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1

ASII 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0

TINS 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2009 SMBC 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1

ADRO 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PTBA 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0

ASII 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0

PGAS 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

UNTR 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0
134

Ketenagakerjaan

Tahun Kode
LA LA LA LA LA LA LA LA LA LA LA LA LA LA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

2010 SMBC 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

UNVR 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1

ADRO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

MEDC 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0

PTBA 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ASII 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PGAS 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

UNTR 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0

2011 SMBC 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PTBA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ASII 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1

PGAS 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
135

Hak Asasi Manusia


Tahun Kode
HR1 HR2 HR3 HR4 HR5 HR6 HR7 HR8

2008 SMBC 0 0 0 1 1 1 1 0

UNVR 1 1 0 1 1 1 1 0

ANTM 0 1 1 0 1 1 0 0

MEDC 0 0 0 0 0 0 0 0

PTBA 0 0 0 0 1 1 1 0

ASII 0 1 0 0 0 0 0 0

TINS 0 0 0 1 1 1 1 0

2009 SMBC 1 1 0 1 1 1 1 1

ADRO 0 0 0 0 0 0 0 0

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1

PTBA 0 0 0 0 1 0 0 0

ASII 0 1 0 0 0 0 0 0

PGAS 1 0 0 1 0 0 1 0

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1

UNTR 0 0 0 0 1 0 0 0
136

Tahun Hak Asasi Manusia


Kode
HR1 HR2 HR3 HR4 HR5 HR6 HR7 HR8

2010 SMBC 1 1 0 1 1 1 1 1

UNVR 1 1 1 1 1 1 1 1

ADRO 1 1 1 1 1 1 1 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1

MEDC 0 0 0 0 0 0 0 0

PTBA 0 0 0 1 1 1 1 1

ASII 0 1 0 1 1 1 1 1

PGAS 0 0 1 1 1 1 1 1

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1

UNTR 0 0 0 0 0 0 0 0

2011 SMBC 1 1 1 1 1 1 1 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1

PTBA 1 1 1 1 1 1 1 1

ASII 0 1 0 1 1 1 1 1

PGAS 0 0 1 1 1 1 1 1
137

Kemasyarakatan
Tahun Kode
SO1 SO2 SO3 SO4 SO5 SO6 SO7 SO8

2008 SMBC 1 0 0 0 0 0 0 0

UNVR 1 1 1 1 1 1 0 0

ANTM 1 0 0 1 1 0 0 0

MEDC 1 0 0 0 0 0 0 0

PTBA 1 0 1 1 0 0 0 0

ASII 1 0 0 0 0 0 0 0

TINS 0 1 1 1 1 1 1 1

2009 SMBC 1 1 1 1 1 1 0 1

ADRO 1 0 0 0 0 0 0 0

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1

PTBA 1 0 0 1 1 0 0 0

ASII 1 0 0 0 0 0 0 0

PGAS 0 1 1 1 0 1 0 0

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1

UNTR 1 0 0 0 0 0 0 0
138

Kemasyarakatan
Tahun Kode
SO1 SO2 SO3 SO4 SO5 SO6 SO7 SO8

2010 SMBC 1 1 1 1 0 1 0 1

UNVR 0 1 1 1 0 0 1 0

ADRO 1 1 1 1 1 1 1 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1

MEDC 1 0 0 0 0 0 0 0

PTBA 0 1 1 1 1 1 0 0

ASII 1 1 1 1 1 0 1 0

PGAS 0 1 1 1 0 1 0 0

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1

UNTR 1 0 0 0 0 0 0 0

2011 SMBC 1 1 1 1 0 1 0 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1

PTBA 1 1 1 1 1 1 1 1

ASII 1 1 1 0 1 0 0 0

PGAS 1 1 1 1 1 1 0 0
139

Tanggung jawab Produk


Tahun Kode
PR1 PR2 PR3 PR4 PR5 PR6 PR7 PR8 PR9

2008 SMBC 0 0 0 0 1 0 0 0 0

UNVR 1 1 1 0 1 1 0 0 1

ANTM 1 0 1 0 1 0 0 0 0

MEDC 0 0 0 0 0 0 0 0 0

PTBA 0 0 1 0 1 0 0 0 0

ASII 0 0 0 0 1 0 0 0 0

TINS 0 1 0 1 1 0 1 0 1

2009 SMBC 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ADRO 0 0 0 0 0 0 0 0 0

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PTBA 1 1 0 0 0 0 0 1 0

ASII 0 0 0 0 1 0 0 0 0

PGAS 0 0 1 0 1 0 0 1 1

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1 1

UNTR 0 0 0 0 1 0 0 0 0
140

Tanggung jawab Produk


Tahun Kode
PR1 PR2 PR3 PR4 PR5 PR6 PR7 PR8 PR9

2010 SMBC 1 1 1 1 1 1 1 1 1

UNVR 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ADRO 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1 1

MEDC 0 0 0 0 0 0 0 0 0

PTBA 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ASII 0 1 1 0 1 1 0 0 0

PGAS 0 1 1 1 1 0 0 1 1

TINS 1 1 1 1 1 1 1 1 1

UNTR 0 0 0 0 1 0 0 0 0

2011 SMBC 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ANTM 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PTBA 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ASII 1 1 1 0 1 1 0 1 0

PGAS 1 1 1 1 1 0 0 1 1
141

Total Item
Tahun Kode Nilai CSR Index CSR
CSR

2008 SMBC 23 78 0.294871795

UNVR 51 78 0.653846154

ANTM 47 78 0.602564103

MEDC 17 78 0.217948718

PTBA 53 78 0.679487179

ASII 19 78 0.243589744

TINS 54 78 0.692307692

2009 SMBC 58 78 0.743589744

ADRO 34 78 0.435897436

ANTM 78 78 1

PTBA 41 78 0.525641026

ASII 19 78 0.243589744

PGAS 34 78 0.435897436

TINS 78 78 1

UNTR 19 78 0.243589744
142

Total Item
Tahun Kode Nilai CSR Index CSR
CSR

2010 SMBC 61 78 0.782051282

UNVR 62 78 0.794871795

ADRO 78 78 1

ANTM 78 78 1

MEDC 14 78 0.179487179

PTBA 69 78 0.884615385

ASII 58 78 0.743589744

PGAS 64 78 0.820512821

TINS 78 78 1

UNTR 19 78 0.243589744

2011 SMBC 62 78 0.794871795

ANTM 78 78 1

PTBA 78 78 1

ASII 60 78 0.769230769

PGAS 63 78 0.807692308
143

9. Summarize

a
Case Summaries

Ukuran Profil Dewan Leverage


No. Emiten Profitabilitas CSR
Perusahaan Perusahaan Komisaris Keuangan

1 SMCB 2670 10,06 1 7 192,67 0,2949

2 UNVR 3384 77,64 1 5 109,60 0,6538

3 ANTM 2605 16,97 1 5 26,43 0,6026

4 MEDC 2131 38,22 1 5 168,44 0,2179

5 PTBA 3163 42,71 1 5 50,74 0,6795

6 ASII 116038 27,78 1 10 121,41 0,2436

7 TINS 4405 14,60 1 4 1,72 0,6923

8 SMCB 2528 12,33 1 8 54,36 0,7436

9 ADRO 6004 25,03 1 5 142,44 0,4359

10 ANTM 2523 7,42 1 5 21,45 1,000

11 PTBA 3172 47,84 1 5 40,21 0,5256

12 ASII 126700 25,17 1 10 100,28 0,2436

13 PGAS 1622 48,95 1 5 124,88 0,4359

14 TINS 4559 9,15 1 6 9,40 1,000

15 UNTR 15656 27,58 1 8 75,51 0,2436


144

Ukuran
Ukuran Profil Leverage
No. Emiten Profitabilitas Dewan CSR
Perusahaan Perusahaan Keuangan
Komisaris

16 SMCB 2622 7,94 1 8 34,60 0,7821

17 UNVR 5749 83,72 1 4 115,00 0,7949

18 ADRO 6242 11,88 1 3 118,27 1,000

19 ANTM 2778 17,57 1 4 28,29 1,000

20 MEDC 1981 10,57 1 6 186,15 0,1795

21 PTBA 3113 31,55 1 5 35,83 0,8846

22 ASII 145154 29,13 1 11 109,85 0,7436

23 PGAS 1837 41,32 1 5 112,49 0,8205

24 TINS 4126 22,56 1 6 9,72 1,000

25 UNTR 18786 24,00 1 6 83,88 0,2436

26 SMCB 2751 14,02 1 8 45,48 0,7949

27 ANTM 2876 18,08 1 6 41,27 1,000

28 PTBA 3100 37,79 1 6 40,93 1,000

29 ASII 168703 27,79 1 11 102,43 0,7692

30 PGAS 1805 34,53 1 5 80,26 0,8077

Total N 30 30 30 30 30 30 30

a. Limited to first 200 cases.


145

10. Output Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

UKuran Perusahaan 30 1.622 168.703 22.292,77

Profitabilitas 30 7,42 83,72 28,1300

Profile Perusahaan 30 0 1 .93

Ukuran Dewan Komisaris 30 3 11 6.23

Leverage Keuangan 30 1,72 192,67 79,4663

CSR 30 ,18 1,00 ,6611

Valid N (listwise) 30
146

11. Output Regresi

Regression
b
Variables Entered/Removed

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 Leverage Keuangan,
Profil Perusahaan,
Ukuran Dewan
. Enter
Komisaris,
Profitabilitas, Ukuran
a
Perusahaan

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: CSR

b
Model Summary

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate

a
1 .680 .462 .351 ,22994

a. Predictors: (Constant), Leverage Keuangan, Profile Perusahaan, Ukuran


Dewan Komisaris, Profitabilitas, UKuran Perusahaan

b. Dependent Variable: CSR


b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

a
1 Regression 1.092 5 .218 4.130 .008

Residual 1.269 24 .053

Total 2.361 29

a. Predictors: (Constant), Leverage Keuangan, Profile Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris,


Profitabilitas, UKuran Perusahaan
147

a
Coefficients

Unstandardized Standardized Collinearity


Coefficients Coefficients Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 1.238 .295 4.194 .000

UKuran
1.488E-6 .000 .247 .915 .369 .308 3.251
Perusahaan

Profitabilitas .000 .003 -.012 -.075 .941 .814 1.229

Profile Perusahaan -.009 .174 -.008 -.052 .959 .935 1.070

Ukuran Dewan
-.052 .037 -.386 -1.403 .174 .296 3.375
Komisaris

Leverage Keuangan -.003 .001 -.637 -4.020 .001 .893 1.120

a. Dependent Variable:
CSR

Uji Autokorelasi

Runs Test

Unstandardized Residual

a
Test Value .08079
Cases < Test Value 15
Cases >= Test Value 15
Total Cases 30
Number of Runs 13
Z -.929
Asymp. Sig. (2-tailed) .353
a. Median
148

Uji Normalitas

NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual
N 30
a
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .20918365
Most Extreme Differences Absolute .197
Positive .106
Negative -.197
Kolmogorov-Smirnov Z 1.077
Asymp. Sig. (2-tailed) .196
a. Test distribution is Normal.

Uji Glejser (Heterokedastisitas)

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) .223 .129 1.733 .096

UKuran Perusahaan 1.279E-6 .000 .604 1.802 .084

Profitabilitas .000 .001 -.042 -.202 .842

Profile Perusahaan .064 .076 .161 .839 .410

Ukuran Dewan Komisaris -.017 .016 -.365 -1.070 .295

Leverage Keuangan .000 .000 -.110 -.558 .582

a. Dependent Variable: CSR

Anda mungkin juga menyukai