Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap
moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga
komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan
tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.
Bagan dibawah ini merupakan bagan kterkaitan ketiga kerangka pikir ini.
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut
adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan
mesin yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon
sesuatu (Kertajaya, 2010).
Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau
moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang
relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan
generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga
untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the
deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita
secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan
karakter secara optimal.
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat
tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan, metode
pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman.
Sebelum kita membahas topik ini lebih jauh lagi saya akan memberikan data dan fakta berikut:
Kini setelah membaca fakta diatas, apa yang ada dipikran anda? Cobalah melihat lebih ke atas
sedikit, lebih tepatnya judul artikel ini. Yah, itu adalah usulan saya untuk beberapa kasus yang
membuat hati di dada kita terhentak membaca kelakuan para pejabat Negara.
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah
dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia
dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita
dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan
rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya
ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia
pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di
Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung
jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain
yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh
emotional quotient.
Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang
duduk dikursi penting pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola
roda perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik
dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka,
maka mereka mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?
Dari sudut pandang psikologis, saya melihat terjadi penurunan kulaitas usia psikologis pada
anak yang berusia 21 tahun pada tahun 20011, dengan anak yang berumur 21 pada tahun 2001.
Maksud usia psikologis adalah usia kedewasaan, usia kelayakan dan kepantasan yang berbanding
lurus dengan usia biologis. Jika anak sekarang usia 21 tahun seakan mereka seperti berumur 12
atau 11 tahun. Maaf jika ini mengejutkan dan menyakitkan.
Walau tidak semua, tetapi kebanyakan saya temui memiliki kecenderungan seperti itu. Saya
berulangkali bekerjasama dengan anak usia tersebut dan hasilnya kurang maksimal. Saya tidak
kapok ber ulang-ulang bekerja sama dengan mereka. Dan secara tidak sengaja saya
menemukan pola ini cenderung berulang, saya amati dan evaluasi perilaku dan karakter mereka.
Kembali lagi ingat, disekolah pada umumnya tidak diberikan pendidikan untuk mengatasi
persaingan pada dunia kerja. Sehingga ada survey yang mengatakan rata-rata setelah sekolah
seorang anak perlu 5-7 tahun beradaptasi dengan dunia kerja dan rata-rata dalam 5-7 tahun
tersebut pindah kerja sampai 3-5 kali. Hmm.. dan proses seperti ini sering disebut dengan proses
mencari jati diri. Pertanyaan saya mencari diri itu didalam diri atau diluar diri? saya cocoknya
kerja apa ya? Coba kerjain ini lah lalu kalau tidak cocok pindah ke lainnya. Kenapa tidak
diajarkan disekolah, agar proses anak menjalani kehidupan di dunia yang sesungguhnya tidak
mengalami hambatan bahkan tidak jarang yang putus asa karena tumbuh perasaan tidak mampu
didalam dirinya dan seumur hidup terpenjara oleh keyakinannya yang salah.
Baiklah kembali lagi ke topik, Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-
sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta
keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa
membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan
yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa
kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab,
tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi
kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa
Indonesia, sanggup?
Theodore Roosevelt mengatakan: To educate a person in mind and not in morals is to educate a
menace to society (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral
adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)
Mewujudkan Pendidikan Karakter Yang Berkualitas
Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat menjanjikan bagi menjawab persoalan
pendidikan di Indonesia. Namun dalam tataran praktik, seringkali terjadi bias dalam
penerapannya. Tetapi sebagai sebuah upaya, pendidikan karakter haruslah sebuah program yang
terukur pencapaiannya. Bicara mengenai pengukuran artinya harus ada alat ukurnya, kalo alat
ukur pendidikan matematika jelas, kasih soal ujian jika nilainya diatas strandard kelulusan
artinya dia bisa. Nah, bagaimana dengan pendidikan karakter?
Jika diberi soal mengenai pendidikan karakter maka soal tersebut tidak benar-benar mengukur
keadaan sebenarnya. Misalnya, jika anda bertemu orang yang tersesat ditengah jalan dan tidak
memiliki uang untuk melanjutkan perjalananya apa yang anda lakukan? Untuk hasil nilai ujian
yang baik maka jawabannya adalah menolong orang tersebut, entah memberikan uang ataupun
mengantarnya ke tujuannya. Pertanyaan saya, apabila hal ini benar-benar terjadi apakah akan
terjadi seperti teorinya? Seperti jawaban ujian? Lalu apa alat ukur pendidikan karakter?
Observasi atau pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki. Misalnya,
mengamati seorang siswa di kelas selama pelajaran tertentu, tentunya siswa tersebut tidak tahu
saat dia sedang di observasi. Nah, kita dapat menentukan indikator jika dia memiliki perilaku
yang baik saat guru menjelaskan, anggaplah mendengarkan dengan seksama, tidak ribut dan
adanya catatan yang lengkap. Mudah bukan? Dan ini harus dibandingkan dengan beberapa
situasi, bukan hanya didalam kelas saja. Ada banyak cara untuk mengukur hal ini, gunakan
kreativitas anda serta kerendahan hati untuk belajar lebih maksimal agar pengukuran ini lebih
sempurna.
Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut
memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan Moral Choice
(keputusan moral) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang
praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom
(kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang. Menurut Helen Keller (manusia buta-
tuli pertama yang lulus cum laude dari Radcliffe College di tahun 1904) Character cannot be
develop in ease and quite. Only through experience of trial and suffering can the soul be
strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved.
Selain itu pencanangan pendidikan karakter tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu
jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar dan
dirasakan, yang mana banyak persoalan muncul yang di indentifikasi bersumber dari gagalnya
pendidikan dalam menyuntikkan nilai-nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya
sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga
menciptakan insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni
intelligence plus character that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter
adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Konsep
karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktekan. Mulailah
dengan belajar taat dengan peraturan sekolah, dan tegakkan itu secara disiplin. Sekolah harus
menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di
sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga
pendidik dan kependidikan di sekolah dalam keseharian kegiatan di sekolah.
Di sisi lain, pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pemangku
kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah dan juga
masyarakat luas. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun
kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus diantara ketiga
stakeholders terdekat dalam lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga dan masyarakat.
Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara stakeholder lingkungan
pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan
keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus
lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di
sekolah yang memperkuat siklus pembentukan tersebut. Di samping itu tidak kalah pentingnya
pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter
dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan
penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab (1996;
321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara
pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada
kini dan disini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.
Ingin mewujudkan pendidikan karakter yang berkualitas? Maka kuncinya sudah dipaparkan
diatas, ada alat ukur yang benar sehingga ada evaluasi dan tahu apa yang harus diperbaiki,
adanya tiga komponen penting (guru, keluarga dan masyarakat) dalam upaya merelaisasikan
pendidikan karakter berlangsung secara nyata bukan hanya wacana saja tanpa aksi. Ingat,
Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata,
tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur.
Dan yang terpenting adalah praktekan setelah informasi tersebut di berikan dan lakukan dengan
disiplin oleh setiap elemen sekolah.
http://www.pendidikankarakter.com/mewujudkan-pendidikan-karakter-yang-berkualitas/
http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/
PENDAHULUAN
. A. KARAKTER
- Karakter adalah watak atau tabiat yaitu sifat batinmanusia yang mempengaruhi segenap
pikiran dan tingkah lakuyang membedakan sseorang dari yang lainnya.2. Menurut
megawangi ( 2007) karakter (watak) adalah istilahyang diambil dari bahasa Yunani yang
berarti tomark(menandai), yaitu menendai tindakan atau tingkah lakuseseorang.3.
Koesma(2007) mendefinisikan karakter sebagai kondisidinamis struktur antropologis
individu, yang tidak mau sekedarberhenti atas determinasi kodratinya,melainkan juga
usahahidup untuk menjadi semakin integral mengatasi determinasialam dalam dirinya
sebagai proses penyempurnaan dirinyaterus menerus.
- DcRoche dkk.(1999) membedakan antarakarakter personal dengan karakter sipil, yaitu
:a). Karakter Personal : akumulasi dari sifat-sifat kebaikan yang mempengaruhi seseorang
untuk bertindak benar, mencerminkan moralitas, menjadi pribadi yang baik, berbudi
luhur.b). Karakter Sipil : meliputi nilai-nilai baik personal di atas ditambah nilai-nilai
seperti menghormati hukum dan otoritas pemerintah, bertanggung jawab, jujur,adil dan
ikut terlibat dalam kegiatan masyarakat.
- PENDIDIKAN KARAKTERHaynes, dkk (2001). Mendefinisikan,pendidikan karakter
adalah gerakannasional untuk menciptakan sekolah-sekolah yang membantu
perkembanganbudi pekerti, tangguang jawab dankepedulian anak-anak muda
denganketeladanan dan pengajaran karakter yangbaik berlandaskan pada nilai-nilai
universalyang disepakati bersama
- De Roche,dkk (1999) mendefinisikan pendidikankarakter adalah sebuah upaya komuitas,
dalamhalk ini keluarga dan sekolah sebagai pemegangperan utama, dalam mendidik
anak-anak danremaja dengan nilai-nilai kepribadian dankewarganegaraan yang membuat
merekamenjadi pribadindan warga negara yang baikCovey (1997), Taburlah Gagasan,
tuailahperbuatan. Taburlah perbuatan, tuailahkebiasaan,Taburlah kebiasaan, tuailah
karakter.Taburlah karakter, tuailah nasib.
- Ada tiga komponen Pendidikan Karakter :1. Moral Knowing/Pengetahuan tentang
Moral2. Moral Feeling/Perasaan tentang Moral3. Moral Acting/Perbuatan Moral
- Moral Knowing adalah hal yang penting untuk diajarkan, terdiri dari enam hal, yaitu :a)
Moral awareness(kesadaran moral)b) Knowing moral values(mengetahui nilai- nilai
moral)c) Perspective taking(mengambil sudut pandang)d) Moral reasoning
(pertimbangan moral)e) Decision making(membuat keputusan)f) Self knowledge
(mengenal diri sendiri)
- Moral Feeling adalah adalah aspek perasaan yang harus ditanamkan. Ada 6 hal yang
merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi
manusia berkarakter :a) Conscience (nurani)b) Self esteem (percaya diri)c) Empathy
(merasakan penderitaan orang lain)d) Loving the good (mencintai kebenaran)e) Self
control (mampu mengontrol diri)f) Humality (kerendahan hati)
BAB II PENTINGNYAPENDIDIKAN KARAKTER
. A. Makna Pendidikan Karakter Dengan mencermati uraian tentang pengertian dan tujuan
pendidikan di dalam keluarga dan sekolah, akan terlihat bahwa pendidikan keluarga dan sekolah
sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pendidikan karakter. Atau pendidikan nilai juga
bertujuan agar peserta didik menjadi warga negara yang baik.
Pendidikan karakter merupakan prosespembudayaan dan pemanusiaan. Pendidikankarakter akan
mengantarkan warga belajardengan potensi yang dimilikinya dapatmenjadi insan-insan yang
beradab, dengantetap berpegang teguh pada nilai-nilaikemanusiaan, nilai-nilai kehambaan
dankekhalifahan.
Dalam konteks keindonesiaan pendidikan karakter adalah proses menyaturasakan sistem nilai
kemanusiaan dan nilai-nilai budaya indonesia dalam dinamika kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Pendidikan karakter bangsa merupakan suatu proses pembudayaan
dan transformasi nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya bangsa (indonesia) untuk
melahirkan insan atau warga negara yang berperadaban tinggi, warga negara yang berkarakter.
Dengan demikian, Pendidikan Karaktersebenarnya sebagai upaya kembali kehakikat pendidikan
yang sesungguhnya.Dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003tentang sisdiknas bahwa
pendidikannasional berfungsi mengembangkankemampuan dan membentuk watak
sertaperadaban bangsa yang bermartabatdalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa,
bertujuan untukmengembangkan potensi peserta didikagar menjadi manusia yang beriman
danbertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Paradigma Pendidikan Karakter di Indonesia Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penetapan pendidikan karakter untuk semua tingkat
pendidikan , dari SD- Perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas, Pembentukan karakter perlu
dilakukan sejak usia dini, jika sudah terbentuk maka tidak akan mudah mengubah karakter
seseorang.
Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia , bisa dimaklumi sebab selama
ini dirasakan, proses pendidikan dirasakan belum berhasil membangun manusia Indonesia yang
berkarakter. Bahkan banyak yang menyebut pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan
sekolah/sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan
moralnya lemah.
Budayawan Mochtar Lubis (1977), memberikan deskripsi karakter bangsa Indonesia dengan
sangat negatif.Mochtar Lubis mendeskripsikan ciri-ciri umum manusia Indonesia sebagai berikut
Hipokratik Enggan bertanggung jawab Berjiwa Feoda Percaya Takhayul Lemah karakter
Cenderung Boros Suka jalan pintas
Pendidikan Karakter adalah perkara besar.Ini masalah bangsa yang sangat serius.Bukan urusan
Kementerian Pendidikansemata. Presiden, menteri, anggota DPR,dan para pejabat lainnya harus
memberiteladan. Jangan minta rakyat hidupsederhana , hemat BBM, tapi rakyat dananak didik
dengan jelas melihat parapejabat sama sekali tidak hidupsederhana
http://www.slideshare.net/VazaIenstinc/pendidikan-karakter-12232034
BAB I
PENDAHULUAN
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan,
pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama
menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang
hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1).
Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli.
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis
menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian
ketrampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem
solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan
berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Review yang dilakukan dari 56 literatur tentang strategi pengajaran ketrampilan berpikir pada
berbagai bidang studi pada siswa sekolah dasar dan menengah menyimpulkan bahwa beberapa
strategi pengajaran seperti strategi pengajaran kelas dengan diskusi yang menggunakan
pendekatan pengulangan, pengayaan terhadap materi, memberikan pertanyaan yang
memerlukan jawaban pada tingkat berpikir yang lebih tinggi, memberikan waktu siswa berpikir
sebelum memberikan jawaban dilaporkan membantu siswa dalam mengembangkan
kemampuan berpikir. Dari sejumlah strategi tersebut, yang paling baik adalah
mengkombinasikan berbagai strategi. Faktor yang menentukan keberhasilan program
pengajaran ketrampilan berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan
berpengaruh terhadap peningkatan ketrampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan
harapan yang diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program
yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Penulis menilai strategi belajar kelas lebih sesuai pada pengajaran tingkat dasar dan
menengah seperti hasil-hasil penelitian yang dilaporkan pada. Pada pendidikan tingkat lanjut
mahasiswa dipersiapkan untuk dapat belajar lebih mandiri sebagai modal yang diperlukan pada
saat bekerja. Merka juga melaporkan bahwa strategi pengajaran yang diarahkan melalui
komputer (CAI) mempunyai hubungan positif terhadap perkembangan intelektual dan
pencapaian prestasi. Strategi tersebut dapat menjadi pilihan dalam pendidikan tinggi, sehingga
mahasiswa dapat mengatur cara belajarnya secara mandiri.
Strategi pengajaran berpikir kriti s pada program sarjana kedokteran yang dilakukan di Melaka
Manipal Medical College India adalah dengan memberikan penilaian menggunakan pertanyaan
yang memerlukan ketrampilan berpikir pada level yang lebih tinggi dan belajar ilmu dasar
menggunakan kasus klinik untuk mata kuliah yang sudah terintegrasi menggunakan blok yang
berbasis pada sistem organ. Setelah kuliah pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus klinik serta
sejumlah pertanyaan yang harus dijawab beserta alasan sebagai penugasan. Jawaban
didiskusikan pada pertemuan berikutnya untuk meluruskan a danya kesalahan konsep dan
memperjelas materi yang belum dipahami oleh mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa
mahasiswa pada program tersebut menunjukkan prestasi yang lebih baik dalam mengerjakan
soal-soal hapalan maupun soal yang menuntut jawaban yang memerlukan telaah yang lebih
dalam. Mahasiswa juga termotivasi untuk belajar (Abraham RR., et al., 2004)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi
kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan,
mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran merupakan bentuk berpikir yang
perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan,
mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua
keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga
merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala
menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa
disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan
rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis,
mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir yang
ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah
kesimpulan atau penilaian.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis yaitu
proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau
konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan
tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi,
yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1).
Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis harus
memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah
dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Berpikir yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis. Ketertiban berpikir
dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General Education Iniatives. Menurutnya, berpikir kritis
ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan keputusan yang sementara,
memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar
dalam menilai sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam
pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985: 54), berpikir kritis adalah cara
berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan
apa yang harus diyakini dan dilakukan.
1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap kondisi yang
ada.
2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan konsekuensi yang
logis.
3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks Berpikir
kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah, disiplin, terkontrol, dan korektif
terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan kemampuan komunikasi efektif dan
metode penyelesaian masalah serta komitmen untuk mengubah paradigma egosentris dan
sosiosentris kita.Saat kita mulai untuk berpikir kritis, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan
disini, yaitu
4. Mulailah dengan berpikir apa dan kenapa, lalu carilah arah yang tepat untuk jawaban dari
pertanyaan tersebut.
10. Mengevaluasi kembali hasil pemikiran kita untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis ini adalah kejelasan
(clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian (precision) relevansi (relevance), logika
berpikir yang digunakan (logic), keluasan sudut pandang (breadth), kedalaman berpikir (depth),
kejujuran (honesty), kelengkapan informasi (information) dan bagaimana implikasi dari solusi
yang kita kemukakan (implication).
Dasar-dasar ini yang pada prinsifnya perlu dikembangkan untuk melatih kemampuan berpikir
kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana menyeimbangkan aspek-aspek pemikiran yang
ada di atas menjadi sesuatu yang sistemik dan mempunyai dasar atau nilai ilmiah yang kuat.
Selain itu, kita juga perlu memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat dalam diri manusia
karena hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.
Sebagaimana fitrahnya, manusia adalah subjek dalam kehidupan ini. Artinya manusia akan
cenderung berpikir untuk dirinya sendiri atau disebut sebagai egosentris. Dalam proses berpikir,
egosentris menjadi hal utama yang harus kita hindari. Apalagi bila kita berada dalam sebuah tim
yang membutuhkan kerjasama yang baik. Egosentris akan membuat pemikiran kita menjadi
tertutup sehingga sulit mendapatkan inovasi-inovasi baru yang dapat hadir. Pada akhirnya, sikap
egosentris ini akan membawa manusia ke dalam komunitas individualistis yang tidak peka
terhadap lingkungan sekitar. Bukan menjadi solusi, tetapi hanya menjadi penambah masalah.
Semakin sering kita berlatih berpikir kritis secara ilmiah, maka kita akan semakin berkembang
menjadi tidak hanya sebagai pemikir kritis yang ulung, namun juga sebagai pemecah masalah
yang ada di lingkungan
2.3 Indikator berfikir kritis
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15)
secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
a. Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat
terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek
terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan
berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
b. Kriteria (criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana
maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen
dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda.
Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi,
keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika
yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c. Argumen (argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir
kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
b). Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
c). Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi,
meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai
pertimbangan.
d). Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi
pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
e). Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan
orang lain.
Indikator-indikator tersebut dalam prakteknya dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan
atau terpisah-pisah hanya beberapa indikator saja.
Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek perilaku
yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Menurut beberapa definisi yang diungkapkan
terdahulu, terdapat beberapa kegiatan atau perilaku yang mengindikasikan bahwa perilaku
tersebut merupakan kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis. Angelo mengidentifikaasi lima
perilaku yang sistematis dalam berpikir kritis. Penilaku tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut.
a. Keterampilan Menganalisis
b. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru.
Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah
kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga
mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu
memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru
(Walker, 2001:15).
d. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan
berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan
penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987:
44).
Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir
kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-
aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan
dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat
Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran keterampilan berpikir
kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: Sejauh manakah siswa mampu
menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya.
Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang
digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau
situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut
(Eider dan Paul, 2001: 1).
a. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai
tuntas?; Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?; Berikanlah ilustrasi
dan contoh-contoh!.
Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat
membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian,
maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.
Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem
pendidikan di Indonesia? Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami betul
apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi,
Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah
mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka
berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?.
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: Apakah
pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?; Bagaimana cara mengecek
kebenarannya?; Bagaimana menemukan kebenaran tersebut? Pernyataan dapat saja jelas,
tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, Pada umumnya anjing berbobot lebih dari
300 pon.
c. Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan
ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. Apakah pernyataan
yang diungkapkan sudah sangat terurai?; Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?.
Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya
Aming sangat berat (kita tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500
pon!)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan
pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan
pertanyaan berikut: Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?;
Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?. Permasalahan dapat saja
jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan. Contohnya: siswa sering
berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya.
Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi,
usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e. Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan
kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah
dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah
pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi
jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan, Katakan tidak.
Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan
terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal,
sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
f.Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan
itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain
dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah pernyataan
tersebut menurut Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan,
ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita
mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya
menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g. Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep yang
benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak
lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar
adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama
lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan
mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir
dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang,
maka hal tersebut tidak logis
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kami merasa pada makalah ini kami banyak kekurangan, karena kurangnya referensidan
pengetahuan pada saat pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun pada pembaca agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.
http://marizaumami.wordpress.com/2010/06/15/makalah-berfikir-kritis/
Berpikir Kritis
Definisi
Berpikir kritis dapat muncul kapan pun dalam peroses penilaian, keputusan, atau penyelesaian
masalah secara umum. Kapan pun seseorang berusaha untuk mengetahui apa yang perlu
dipercaya, apa yang perlu diketahui alasannya. Proses pengolahannya melalui usaha dan
reflektif seperti membaca, menulis, berbicara dan mendengar. Semua dapat dilakukan secara
kritis.
Berpikir kritis sangat penting agar dapat menggunakan potensi pikiran secara optimal sehingga
menjadi pembaca yang cermat dan penulis kreatif.
Dari uraian ini kita mengetahui bahwa secara umum, berpikir kritis merupakan sebuah cara
mengatasi permasalahan kehidupan.
Proses berpikir kritis bermula dari ilmu pengetahuan. Semua dimulai dengan mengetahui
serta meningkatkan pemahaman mengenai topik yang sedang dipikirkan. Contoh, jika kita
berpikir mengenai bagaimana cara memperbaiki mesin, kita pasti memerlukan pengetahuan
mengenai cara kerja mesin dan sumber permasalahan sehingga terjadi kerusakan.
Pada proses ini erjadi usaha meningkatkan pemahaman. Yang terjadi dalam proses ini adalah
seseorang mengerti tentang apa yang dipikirkannya. Jika tidak memahami apa yang kita
pikirkan, maka kita sesungguhnya tidak dapat memikirkannya secara efektif.
Langkah berpikir kritis adalah menerapkan pikiran ke dalam tindakan atau aplikasi. Jika kita
tidak dapat mengaplikasikan pemikiran dan pengetahuan pada kehidupan nyata, menerapkannya
untuk hal yang bermanfaat bagi kehidupan, maka sesungguhnya kita belum mengetahui dengan
benar mengenai pentingnya memikirkan suatu. Karena prinsip ini maka kemampuan berpikir
yang ideal adalah dikuatkan dengan kemampuan memanfatkan atau merealisasikan pikirkan ke
dalam bentuk tindakan.
Jika langkah pemikiran seperti ini dapat dilalui, maka keterampilan lanjutan yang perlu
ditingkatkan adalah menganalisis topik pemikiran. Menganalisis berarti membagi atau
memecah informasi ke dalam kategori dan sub kategori. Memilih dan memilah berbagai hal
yang masuk ke dalam bagian yang lebih penting sehingga dapat mengelompokan berdasarkan
ciri yang sejenis, misalnya bagian penting dan kurang penting, bagian yang kuat atau yang
lemah, atau mengelompokan dengan pendekatan yang lainnya.
Langkah terakhir berpikir kritis adalah berkir sintesis. Ini adalah langkah dalam mengorganisir,
menyusun konsep, menggubah (menyusun), dan menciptakan hal baru yang anda kembangkan
dari yang sudah ada.
Semula banyak orang bersepkat bahwa puncaknya berpikir kritis adalah evaluasi. Lihat kembali
produk pikiran akhir yang kita hasilkan.. Jika kita menyukainya, maka tuntaskan. Jika tidak,
kembali ke langkah awal dengan sasaran dan tujuan yang berbeda. Ingatlah, jangan
menyelesaikan sesuatu yang anda tidak sukai karena akhirnya tidak akan menghasilkan
pemikiran atau penerapan yang anda sukai,. Jika suka maka lanjutkan untuk menggunakannya.
Perlu kita perhatikan bahwa sejalan dengan semakin tingginya nilai peradaban manusia, maka
kemampuan berpikir level evaluasi ternyata tidak menjadi pemuncak, kini ditegaskan puncaknya
kemampuan berpikir terletak pada kecakapan mengubah pikiran menjadi karya yang kreatif yang
berguna untuk membangun kehidupan yang lebih baik, itulah yang disebut dengan berpikir
kreatif.
Model berpikir yang dijelasakan ini hanya merupakan salah satu model yang menggambarkan
tahap-tahap berpikir kritis yang digunakan dalam pentahapan dalam ranah kognitif seperti yang
dijelaskan Bloom. Tentu banyak cara lain yang dapat kita pilih.
Langkah langkah sederhana ini telah dideskripsikan dalam beberapa tahap seperi yang
dijelaskan oleh Wolcott dan Lynch. Jika proses ini digunakan di sekolah , maka siswa memulai
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dengan mengikuti langkah-langkah pnegembangan
pada setiap tahap seperti di bahwa ini, mulailah dari langkah 1, lanjutkan pada langkah 2 dan
terus mengikuti langkah selanjutnya.
Tentukan masalah yang mungkin dihadapi siswa baikyang secara langsung dengan bahan
pelajaran atau tugas yang terkait dengan kondisi atau situasi pribadi. Koran atau sumber
informasi dari internet merupakan salah satu sumber masalah yang ada di kehidupan nyata yang
sangat beragam. Pilih objek yang dapat siswa lihat relevansi atau keterkaitannya.
Contoh Umum
Seorang guru biologi dapat mengajukan masalah mengenai kloning manusia atau pembuatan
bendungan untuk meningkatkan kelangsungan hidup ikan. Kedua topik tersebut bisa
mengundang beragam jenis pendapat dan dapat dijawaban dengan fakta-fakta pendukung yang
ada. Informasi tentang itu dapat dilihat dari berbagai faktor, di antaranya kebijakan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah, penelitian dari pihak akademisi, laporan LSM lingkungan hidup,
dan sebagainya.
Tujuan pelatihan bukan untuk menemukan jawaban yang tepat, tetapi lebih kepada melatih
proses berpikir kritis untuk mengembangkan kemampuan menemukan berbagai kebenaran
sebagai alternatif. Memilih alternatif terbaik dan paling sedikit kemungkinan dampak negatif
yang ditimbulkannya.
Siswa selanjutnya diminta untuk memutuskan apa yang pertama kali mereka pikirkan, mereka
harus mengungkapkan pula argumennya, mengapa hal itu penting untuk menjadi bahan
pemikiran awal, siswa perlu mendukung argumentasinya dengan mencari pandangan dan bukti-
bukti lain. Akhirnya mereka harus memenutuskan alternatif mana yang paling logis untuk
diterapkan, pendapat mana yang paling tepat menurut mereka.
Masalah yang mendasari cara berpikir kritis sangat bergantung pada jenis pelajaran. Pendidik
dapat mengarahkan siswa untuk melengkapi aktivitas dan menetapkan pendapat mereka pada
saat awal pelajaran. Kemudian, sebagai materi tambahan, pendapat, dan pandangan dirangkum
selama proses pengajaran. Ssiswa juga diminta untuk menjawab pertanyaan yang sama di akhir
pelajaran untuk menentukan apakah semua jawaban dapat mereka kembangkan secara kritis.
7. Kembangkanlah kosakata yang tepat untuk penyampaian dan pengertian ide yang lebih baik
Latihan
Siswa perlu merumuskan satu jawaban yang tepat dari masalah yang dihadapinya. Untuk itu,
siswa membutuhkan panduan berpikir secara sistematis. Guru menyediakan informasi
mengenai berbagai pendekatan atau sudut pandang terhadap masalah. Juga dapat menyediakan
perangkat pertanyaan untuk membantu siswa melewati setahap demi setahap.Penugasan juga
dapat dilakikan secara terpisah, satu kali penugasan dimulai dengan Level 1 atau dapat juga
berupa satu semester panjang yang dimulai dengan level 1 dan berlanjut ke langkah yang lebih
tinggi dengan mengumpulkan serta membagi informasi secara bersama-sama di antara para
siswa.
Empat Pertanyaan. Wolcott dan Lynch menyarankan untuk memulai pertanyaan sebagai berikut
kepada para siswa :
3. Apakah memungkinkan untuk menguji? Apakah pendapat kalian benar ? Jika iya, bagaimana
caranya ? Jika tidak, mengapa begitu ?
Langkah utama penugasan dapat dimulai dengan menentukan butir-butir penugasan yang
berpotensi penting dalam memandu siswa melewati tiap langkahnya berpikir kritis seperti contoh
di bawah ini:
Siswa mungkin memiliki ketidaknyamanan dengan proses ini karena mereka berusaha
memikirkan jawaban yang diharapkan pembimbing. Penting agar dipertimbangkan dalam hal ini
pendidik tidak perlu memberikan peringkat nilai, tetapi bagaimana cara mereka menjawab butir-
butir yang ada dan bagaimana mereka mampu menjawab masing-masing pertanyaan yang ada
yang ujungnya adalah mereka menentukan solusi alternatif yang menurut pertimbangan mereka
paling logis.
Keunggulan sekolah pada prinsipnya ditentukan oleh dua hal utama yaitu efektivitas
pengembangan keterampilan siswa berpikir kritis dan pengembangan penguasaan ilmu
pengetahuan. Integrasi antara keduanya menghasilan prestasi.
http://gurupembaharu.com/home/berpikir-kritis/