Anda di halaman 1dari 29

FUNGSI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN


BERWIBAWA

OLEH

NAMA : DYNA MASYFUFAH

NPM : 16.01.0022.P-IH

DOSEN PENGASUH : YANDI, SH. MH.

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM


YAYASAN PERGURUAN TINGGI BANGKA
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

I.a Latar Belakang


Menurut Plato penyelenggaraan pemerintahan yang baik ialah yang didasarkan pada
pengaturan hokum merupakan salah satu alternative yang baik dalam penyelenggaraan
negara. Hukum Administrasi Negara dapat dijadikan instrument untuk terselenggaranya
pemerintahan yang baik penyelenggaraan pemerintahan lebih nyata dengan Hukum
Administrasi Negara.
Fungsi hukum administrasi negara dalam menciptakan penyelenggaraan pemerintahan
yang baik dan berwibawa memang sangat dibutuhkan. Salah satu agenda pembangunan
nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda
tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, antara lain:
keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, menjunjung tinggi supremasi hukum,
dan membuka partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian dan
keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu
diperlukan langkah-langkah kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem
ketatalaksanaan; kualitas sumber daya manusia aparatur; dan sistem pengawasan dan
pemeriksaan yang efektif.

I.b Tujuan Penulisan


a. Mengetahui Fungsi Hukum Administrasi Negara dalam pelaksanaan pemerintahan.
b. Mengetahui kebijakan pemerintah dalam upaya penyelenggaraan pemerintah yang
baik dan berwibawa
c. Melengakapi tugas matakuliah Hukum Administrasi negara

I.c Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang saya kaji dalam makalah ini adalah

2
1. Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik
dan Berwibawa.
2. Apa sajakah kedudukan Hukum Administrasi Negara yang dilihat dari segi
kemanfaatannya.

I.d Metode Penulisan


Adapun metode penulisan yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah
dengan mengumpulkan materi-materi yang berkaitan dengan pokok bahasan, dimana materi-
materi tersebut kami dapatkan dari berbagai media seperti, buku-buku rujukan, artikel-
artikel, dan melalui media jaringan internet.

BAB II
PEMBAHASAN

3
Hukum Administrasi Negara dapat dijadikan instrument yuridis oleh pemerintah
dalam rangka melakukan pengaturan, pelayanan, dan perlindungan bagi masyarakat.
Adapun inti hakikat Hukum Administrasi Negara adalah untuk memungkinkanadministrasi
negara dapat menjalankan fungsinya dan melindungi administrasi negara dari melakukan
perbuatan yang salah menurut hokum.
Fungsi Hukum Administrasi Negara yang melihat negara dalam keadaan bergerak,
pada hakikatnya bertujuan mengatur lembaga kekuasaan / pejabat atasan maupun bawahan
dalam melaksanakan peranannya berdasarkan Hukum Tata Negara, yaitu :
a. Menciptakan peraturan peraturan yang berupa ketentuan ketentuan abstrak yang
berlaku umum.
b. Menciptakan ketentuan ketentuan yang berupa ketentuan konkrit untuk subyek
tertentu, di bidang :

1) Bestuur, yang berbentuk : perizinan, pembebanan, penentuan status atau kedudukan,


pembuktian, pemilikan dalam penggandaan dan pemeliharaan perlengkapan
administrasi.
2) Politie, mencakup proses pencegahan dan penindakan.
3) Rechtspraak, mencakup proses pengadilan, arbitrase, konsiliasi dan mediasi.
Kegiatan penciptaan ketentuan ketentuan abstrak yang berlaku umum tercermin
dalam kegiatan Pembentukan Undang Undang, Peraturan Pemerintah serta Peraturan
Menteri atau Keputusan Menteri.
Kegiatan menciptakan ketentuan ketentuan konkrit untuk subyek tertentu,
tercermin dalam kegiatan : pemberian ijin penyimpangan jam kerja, ijin pemutusan
hubungan kerja dan ijin mempekerjakan wanita pada malam hari. Demikian pula penentuan
status terlihat dalam kegiatan pemberhentian buruh oleh P4P. Kegiatan pembuktian dapat
dilihat dari pendaftaran serikat buruh pada Departemen Tenaga Kerja.
Kegiatan pengawasan dalam arti pencegahan, tercermin dalam ketentuan
keselamatan kerja, ketentuan upah minimum dan sebagainya. Sedangkan kegiatan
pengawasan dalam arti penindakan, tercermin dalam ketentuan yang mencantumkan
ancaman sanksi pidana / administratif. Kegiatan peradilan di sini, tercermin dalam

4
mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan yang dikenal arbitrase wajib ( pemerintah
mempunyai peranan yang penting ).

II.a Permasalahan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik


Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat. Hal tersebut
terkait dengan tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan.
Demikian pula, masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek
KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur negara merupakan
cerminan dari kondisi kinerja birokrasi yang masih jauh dari harapan.
Banyaknya permasalahan birokrasi tersebut di atas, belum sepenuhnya teratasi baik
dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal, berbagai faktor seperti demokrasi,
desentralisasi dan internal birokrasi itu sendiri, masih berdampak pada tingkat kompleksitas
permasalahan dan dalam upaya mencari solusi lima tahun ke depan. Sedangkan dari sisi
eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi juga akan kuat berpengaruh
terhadap pencarian alternatif-alternatif kebijakan dalam bidang aparatur negara.
Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan desentralisasi telah membawa dampak pada
proses pengambilan keputusan kebijakan publik. Dampak tersebut terkait dengan, makin
meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik; meningkatnya
tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain transparansi,
akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum; meningkatnya tuntutan
dalam pelimpahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan.
Demikian pula, secara khusus dari sisi internal birokrasi itu sendiri, berbagai
permasalahan masih banyak yang dihadapi. Permasalahan tersebut antara lain adalah:
pelanggaran disiplin, penyalahgunaan kewenangan dan masih banyaknya praktek KKN;
rendahnya kinerja sumber daya manusia dan kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan
(organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan yang belum memadai;
rendahnya efisiensi dan efektifitas kerja; rendahnya kualitas pelayanan umum; rendahnya
kesejahteraan PNS; dan banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai
dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan.
Bagian dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi (e-
Government) merupakan tantangan tersendiri dalam upaya menciptakan pemerintahan yang

5
bersih, baik dan berwibawa. Hal tersebut terkait dengan makin meningkatnya ketidakpastian
akibat perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi dengan cepat;
makin derasnya arus informasi dari manca negara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya
dan terjadinya kesenjangan informasi dalam masyarakat (digital divide).
Perubahan-perubahan ini, membutuhkan aparatur negara yang memiliki kemampuan
pengetahuan dan keterampilan yang handal untuk melakukan antisipasi, menggali potensi
dan cara baru dalam menghadapi tuntutan perubahan. Di samping itu, aparatur negara harus
mampu meningkatkan daya saing, dan menjaga keutuhan bangsa dan wilayah negara. Untuk
itu, dibutuhkan suatu upaya yang lebih komprehensif dan terintegrasi dalam mendorong
peningkatan kinerja birokrasi aparatur negara dalam menciptakan pemerintahan yang bersih
dan akuntabel yang merupakan amanah reformasi dan tuntutan seluruh rakyat Indonesia.

II.b Sasaran Penyelenggaraan Kebijakan Negara


Secara umum sasaran penyelenggaraan negara adalah terciptanya tata pemerintahan
yang baik, bersih, berwibawa, profesional, dan bertanggungjawab, yang diwujudkan dengan
sosok dan perilaku birokrasi yang efisien dan efektif serta dapat memberikan pelayanan
yang prima kepada seluruh masyarakat.
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, secara khusus sasaran yang ingin dicapai
adalah:
1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran
(jajaran) pejabat yang paling atas;
2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih,
efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel;
3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga
negara, kelompok, atau golongan masyarakat;
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik;
5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak bertentangan
peraturan dan perundangan di atasnya.

II.c Arah Kebijakan

6
Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan negara dalam
mewujudkan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa, maka kebijakan
penyelengaraan negara diarahkan untuk:
1) Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-
praktik KKN dengan cara:
a. Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) pada semua
tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua kegiatan;
b. Pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku KKN sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
c. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan sinergi
pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat;
d. Peningkatan budaya kerja aparatur yang bermoral, profesional, produktif dan
bertanggung jawab;
e. Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan;
f. Peningkatan pemberdayaan penyelenggara negara, dunia usaha dan masyarakat dalam
pemberantasan KKN.
2) Meningkatkan kualitas penyelengaraan administrasi negara melalui:
a. Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara
lebih memadai, efektif, dengan struktur lebih proporsional, ramping, luwes dan
responsif;
b. Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat
dan lini pemerintahan;
c. Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur agar lebih
profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang
terbaik bagi masyarakat;
d. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan
prestasi;
e. Optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan e-Government, dan dokumen/arsip
negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan.
3) Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dengan:

7
a. Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar, pelayanan umum dan
pelayanan unggulan;
b. Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mencukupi kebutuhan dirinya,
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan;
c. Peningkatan tranparansi, partisipasi dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan
sebaran informasi

II.d Program-Program Pembangunan


II.d.1 Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik
Program ini bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, profesional,
responsif, dan bertanggungjawab dalam menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan pelaksanaan prinsip-prinsip
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik;
2. Menerapkan nilai-nilai etika aparatur guna membangun budaya kerja yang mendukung
produktifitas kerja yang tinggi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan
negara khususnya dalam rangka pemberian pelayanan umum kepada masyarakat.

II.d.2 Program Peningkatan Pengawasan Aparatur Negara


Program ini bertujuan untuk menyempurnakan dan mengefektifkan sistem
pengawasan dan audit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur negara
yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1. Meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaan pengawasan dan audit internal,
eksternal, dan pengawasan masyarakat;
2. Menata dan menyempurnakan kebijakan sistem, struktur kelembagaan dan prosedur
pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan dan terakunkan;
3. Meningkatkan tindak lanjut temuan pengawasan secara hukum;
4. Meningkatkan koordinasi pengawasan yang lebih komprehensif;
5. Mengembangkan penerapan pengawasan berbasis kinerja;

8
6. Mengembangkan tenaga pemeriksa yang profesional;
7. Mengembangkan sistem akuntabilitas kinerja dan mendorong peningkatan
implementasinya pada seluruh instansi;
8. Mengembangkan dan meningkatkan sistem informasi APFP dan perbaikan kualitas
informasi hasil pengawasan; dan
9. Melakukan evaluasi berkala atas kinerja dan temuan hasil pengawasan.

II.d.3 Program Penataan Kelembagaan Dan Ketatalaksanaan


Program ini bertujuan untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan
manajemen pemerintahan pusat, pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/ kota
agar lebih proporsional, efisien dan efektif.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1. Menyempurnakan sistem kelembagaan yang efektif, ramping, fleksibel berdasarkan
prinsip-prinsip good governance;
2. Menyempurnakan sistem administrasi negara untuk menjaga keutuhan NKRI dan
mempercepat proses desentralisasi;
3. Menyempurnakan struktur jabatan negara dan jabatan negeri;
4. Menyempurnakan tata laksana dan hubungan kerja antar lembaga di pusat dan antara
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota;
5. Menciptakan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan efisien; dan
6. Menyelamatkan dan melestarikan dokumen/arsip negara.
II.d.4 Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur
Program ini bertujuan untuk meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas sumber
daya manusia aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan
dan pembangunan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1. Menata kembali sumber daya manusia aparatur sesuai dengan kebutuhan akan jumlah
dan kompetensi, serta perbaikan distribusi PNS;
2. Menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur
terutama pada sistem karier dan remunerasi;

9
3. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur dalam pelaksanaan tugas dan
tanggungjawabnya;
4. Menyempurnakan sistem dan kualitas penyelenggaraan diklat PNS;
5. Menyiapkan dan menyempurnakan berbagai peraturan dan kebijakan manajemen
kepegawaian; dan
6. Mengembangkan profesionalisme pegawai negeri melalui penyempurnaan aturan etika
dan mekanisme penegakan hukum disiplin.

II.d.5 Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik


Program ini bertujuan untuk mengembangkan manajemen pelayanan publik yang
bermutu, tranparan, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut dan adil kepada seluruh
masyarakat guna menujang kepentingan masyarakat dan dunia usaha, serta mendorong
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha.
2. Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dalam setiap proses
pemberian pelayanan publik khususnya dalam rangka mendukung penerimaan keuangan
negara seperti perpajakan, kepabeanan, dan penanaman modal;
3. Meningkatkan upaya untuk menghilangkan hambatan terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik melalui deregulasi, debirokratisasi, dan privatisasi;
4. Meningkatkan penerapan sistem merit dalam pelayanan;
5. Memantapkan koordinasi pembinaan pelayanan publik dan pengembangan kualitas
aparat pelayanan publik;
6. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan publik;
7. Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat;

10
8. Mengembangkan partisipasi masyarakat di wilayah kabupaten dan kota dalam
perumusan program dan kebijakan layanan publik melalui mekanisme dialog dan
musyawarah terbuka dengan komunitas penduduk di masing-masing wilayah; dan
9. Mengembangkan mekanisme pelaporan berkala capaian kinerja penyelenggaraan
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota kepada publik.

II.d.6 Program Peningkatan Sarana Dan Prasarana Aparatur Negara


Program ini bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi
pemerintahan secara lebih efisien dan efektif serta terpadu.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan; dan
2. Meningkatkan fasilitas pelayanan umum dan operasional termasuk pengadaan,
perbaikan dan perawatan gedung dan peralatan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan keuangan negara.

II.d.7 Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan


Dan Kepemerintahan
Program ini bertujuan untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas pimpinan dan
fungsi manajemen dalam penyelenggaraan kenegaraan dan kepemerintahan.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:


1. Menyediakan fasilitas kebutuhan kerja pimpinan;
2. Mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi kantor kenegaraan dan
kepemerintahan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan, belanja
modal, dan belanja lainnya;
3. Menyelenggarakan koordinasi dan konsultasi rencana dan program kerja kementerian
dan lembaga;

11
4. Mengembangkan sistem, prosedur dan standarisasi administrasi pendukung pelayanan;
dan
5. Meningkatkan fungsi manajemen yang efisien dan efektif.

BAB III
PENUTUP

III.a Kesimpulan
Dalam mewujudkan suatu pemerintahan yang baik, HAN sangat dibutuhkan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Fungsi HAN dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menciptakan peraturan peraturan yang berupa ketentuan ketentuan abstrak yang
berlaku umum.
b. Menciptakan ketentuan ketentuan yang berupa ketentuan konkrit untuk subyek
tertentu, di bidang :
1) Bestuur, yang berbentuk : perijinan, pembebanan, penentuan status atau kedudukan,
pembuktian, pemilikan dalam penggandaan dan pemeliharaan perlengkapan
administrasi.
2) Politie, mencakup proses pencegahan dan penindakan.
3) Rechtspraak, mencakup proses pengadilan, arbitrase, konsiliasi dan mediasi.

Diharapkan dengan penegakan Hukum Administrasi Negara dengan baik maka, upaya
mewujudkan dan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan berwibawa
akan dapat terlaksana dengan baik pula yaitu melalui pengawasan lembaga peradilan,
pengawasan masyarakat dan pengawasan melalui lembaga ombudsman. Serta penerapan
asas asas umum pemerintahan yang baik

12
III.b Saran
a. Agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan baik, maka sebaiknya
pengawasan lembaga peradilan, masyarakat, dan lembaga ombudsmen dilakukan
dengan efektif. Disamping itu pemerintah sebaiknya memperhatikan dan
menerapkan asas asas umum pemerintahan yang baik ( algemene beginselen van
behorlijk bestuur).

b. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat


kesalahan dan kekurangan disana-sini baik dari segi penulisan,
penyusunan dan materi yang penulis sajikan. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulis guna
menjadi bahan introveksi makalah penulis selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia pustaka Utama : Jakarta.
2005
Inu Kencana Syafiie, Ilmu Administrasi Publik. Rineka Cipta : Jakarta. 1999
Nike K.Rumokoy , Tinjauan Terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam
Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan, Vol.XVIII 2010
Luthfi Effendi, SH. M. Hum., Pokok Pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publishing,
:Malang. 2004
Diktat Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara.
www.Google.com
www.Wekipedia.co.id

14
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya disertai dengan usaha yang
sungguh sungguh sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas individu guna memenuhi
tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara pada semester III yang diasuh oleh Bapak Yandi, S.H,
M.H.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga tugas ini
dapat diselesaikan sesuai dengan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Kemuja, 13 Januari 2017

Dyna Masyfufah

15
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR 16

DAFTAR ISI.2

BAB 1 PENDAHULUAN 17

A. LATAR BELAKANG..2
B. TUJUAN PENULISAN..2
C. RUMUSAN PENULISAN...3
D. METHODOLOHI PENULISA3

BAB II PEMBAHASAN.4

A. PERMASALAHAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG


BAIK.5
B. SASARAN PENYELENGGARAAN KEBIJAKAN NEGARA6
C. ARAH KEBIJAKAN7
D. PROGRAM PROGRAM PEMBANGUNAN..8

BAB III PENUTUP.13

A. SIMPULAN . 13
B. SARAN 13

16
DAFTAR PUSTAKA15

PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH

OLEH PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI WUJUD HAK

MENGUASAI NEGARA

A. Latar Belakang

Bertitik tolak dari alinea ke-empat Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945,terkandung makna tujuan yang dikehendaki dari adanya Pemerintahan Negara

Indonesia, yaitu meliputi melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah daerah

Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial. Pemenuhan tujuan sebagaimana dikemukakan di atas, memberikan

konsekuensi adanya usaha yang harus dilakukan oleh Pemerintahan Indonesia untuk

mewujudkannya. Usaha tersebut salah satunya dapat dilihat dari adanya pengaturan ketentuan

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa Bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Ketentuan ini mengindikasikan palaksanaan

penguasaan negara atas bumi dan air dan kekayaan alam yang ada di Negara Indonesia ini

diarahkan kepada usaha terciptanya manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Oleh karenanya pengelolaan dan pemanfaatan terhadap bumi, air, dan kekayaan alam ini

harus dilakukan secara efektif, rasional dan terpadu merupakan dasar konsep pembangunan

berkelanjutan yang telah ditentukan oleh

17
Negara Indonesia. Keterkaitan hak menguasai oleh negara dengan peruntukan sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat, sesungguhnya akan menimbulkan kewajiban kepada negara:

Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air), serta hasil yang didapat (kekayaan

alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi dan air
dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung
oleh rakyat.Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak
mempunyai kesempatan, atau kehilangan haknya atas kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya.Kewajiban dan tanggung jawab negara yang timbul sebagai akibat dari penguasaan bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tidak hanya berlaku secara internal ke dalam
wilayah negara.

Pada saat yang bersamaan tanggung jawab negara timbul, apabila akibat dari aktifitas

negara terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya berpengaruh atau
berdampak terhadap wilayah (masyarakat/warga) negara lain. Implementasi tanggung jawab
negara terhadap perlindungan lingkungan hidup akan sangat ditentukan oleh arah dan
kebijakan pengelolaan lingkungan hidup baik dalam kerangka nasional maupun global.

Adanya situasi dan kondisi sebagaimana dikemukakan di atas, menuntut adanya

posisi penting dari hukum untuk mengatur setiap kepentingan yang berkaitan dengan

pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam, sehingga dengan pengaturan tersebut

diharapkan akan menjamin terjaganya keseimbangan dan keadilan, karena sesungguhnya


fungsi hukum mampu memantapkan sistem untuk menjaga pelbagai keseimbangan:

Keseimbangan antara kepentingan individu.

Keseimbangan antara kepentingan individudengan masyarakat.

Keseimbangan antara pemerintah dengan yang diperintah.

Keseimbangan kepentingan antara generasi masa kini dengan generasi,

mendatang.

Empat keseimbangan di atas, idealnya akan menjadi tolok ukur dalam

menentukan capaian dari realisasi pelaksanaan hukum itu sendiri.

Oleh karenanya ketika Undang-Undang Dasar 1945 melalui ketentuan Pasal 33

18
ayat (3) telah menyatakan secara tegas hubungan hukum antara negara dengan bumi, air,

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, pertanyaan yang muncul adalah

apakah ketentuan yang demikian ini akan dapat memenuhi tercapai empat keseimbangan

sebagaimana yang dikemukakan di atas? Disadari bahwa analisis terhadap bumi, air, dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya akan menjadi kupasan analisis yang sangat

luas.

Oleh karenanya untuk membatasi ruang lingkup analisis maka penelitian ini

membatasi hanya terhadap tanah yang merupakan bagian dari bumi. Pilihan terhadap

tanah sebagai dasar analisis, sesungguhnya didasarkan atas perti

persoalan tanah ini dalam tataran praktik akan secara langsung berkaitan dengan

kepentingan masyarakat itu sendiri dan kepentingan pemerintah dalam wujud upaya

pembangunan. Pada masyarakat maka tanah diperlukan dalam rangka pengembangan

hidup dan upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya tersebut, sedangkan disisi lain

Pemerintah juga memerlukan tanah tersebut dalam rangka kegiatan pembangunan serta

upaya peningkatan investasi swasta yang bertujuan untuk peningkatan perekonomian dan

kesejahteraan masyarakat. Y. Wartaya Winangun, menyatakan bahwa fungsi dan peran

tanah dalam berbagai sektor kehidupan manusia memiliki tiga aspek yang sangat

strategis, yaitu aspek ekonomi, politik, dan hukum, dan aspek sosial.

Aspek-aspek tersebut merupakan isu sentral yang paling terkait sebagai satu

kesatuan yang terintegrasi dalam pengambilan proses kebijakan hukum pertanahan yang

dilakukan oleh Pemerintah. Lebih lanjut dalam tataran praktik, diketahui bahwa tanah

sebagai wujud yang bersentuhan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan

pemerintah, pemanfaatan tanah kerap menimbulkan persoalan-persoalan berkaitan

19
dengan peruntukkannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pemerintah tersebut.

Artinya, disatu sisi masyarakat sangat membutuhkan tanah tersebut dalam rangka

pelaksanaan aktivitas kegiatan hidup dan keberlanjutan hidupnya, namun demikian di sisi

lainnya, Pemerintah juga memerlukan tanah tersebut dalam rangka pelaksanaan

pembangunan yang telah direncanakannya sebagai wujud pelayanan publik. Kondisi yang

demikian ini tidak jarang menjadi konflik kepentingan mana yang akan diutamakan.

Adanya konflik kepentingan antara kehendak untuk memberikan pengaturan dan

peruntukkan secara tegas dalam pemanfaatan hak atas tanah tersebut sesungguhnya

merupakan realisasi dari adanya pengaturan Hak Menguasai Negara ini. Terhadap

pemanfaatan hak atas tanah yang dipergunakan oleh Negara dalam rangka pelaksanaan

pembangunan dan realisasi pelaksanaan pemerintahan yang ada, kemudian melahirkan

adanya istilah Hak Pakai dan Hak Pengelolaan atas Tanah, yang kesemuanya melekat

pada Negara, termasuk dalam hal ini melekat pada Pemerintah Daerah. Terhadap hak

pakai, maka hak ini melekat sepanjang tanah-tanah tersebut hanya digunakan untuk

kepentingan instansi itu sendiri, sedangkan terhadap hak pengelolaan maka tanah-tanah

tersebut selain dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri, dimaksudkan juga

untuk dapat diberikan dengan sesuatu kepada pihak ketiga, yang dilakukan melalui

bentuk sewa, kerja sama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah, dan bangun

serah guna. Realisasi dari wujud hak pengelolaan sebagaimana dikemukakan di atas,

apabila dilihat pada Penjelasan Pasal 44 Undang-Undang Pokok Agraria, dimana

dinyatakan bahwa Negara tidak dapat menyewakan tanah, karena Negara bukan Pemilik

Tanah, maka dengan demikian terdapat pertentangan apabila wujud pengelolaan

sebagaimana dikemukakan di atas, memberikan hak pada Daerah untuk melakukan

20
tindakan sewa sebagai wujud dari Hak Pengelolaan tersebut. Peraturan Pemerintah

Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah telah memberikan

pengaturan yang tegas berkaitan dengan pengelolaan barang milik daerah tersebut,

termasuk dalam hal ini berkaitan dengan pengelolaan hak atas tanah. Namun demikian

tentu pengaturan yang demikian ini harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi dan ruh yang dikehendaki melalui Undang-Undang Dasar 1945 tentang

Hak Menguasai Negara tersebut.Dalam tataran praktis, kerapkali juga ditemukan bahwa

Hak Pengelolaan ini kerap menimbulkan persoalan berkaitan dengan kriteria atau

persyaratan untuk dilakukannya peralihan hak yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah

kepada pihak ketiga dalam bentuk sewa, kerjasama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun

guna serah, dan bangun serah guna. Dengan dalih agar tanah dapat dikelola atau

menghasilkan pemanfaatan lebih baik, Pemerintah Daerah kerapkali memberikan hak

kepada pihak ketiga untuk melakukan pengelolaan tanah yang ada.

Persoalan yang muncul adalah ketika tanah yang dialihkelolakan tersebut ternyata

tidak memberikan kontribusi yang besar bagi Pemerintah Daerah dalam rangka menjadi

sumber pendapatan asli daerah. Terlebih ketika peluang peralihan hak pengelolaan

tersebut dilakukan secara tertutup, semakin memungkinkan terjadinya persoalan hukum

dalam pengalihan hak tersebut.Lebih lanjut, ketika peralihan hak pengelolaan tersebut

yang dilakukan oleh Pihak Ketiga untuk dikemudian hari menimbulkan sengketa dengan

Pemerintah Daerah, tentu akan menimbulkan pertanyaan berkaitan dengan mekanisme

penyelesaian hukumnya, apakah dimungkinkan diselesaikan melalui hukum publik atau

akan diselesaikan melalui hukum privat? Identifikasi yang demikian tentu harus diberikan

pengaturan secara jelas mengingat posisi dari Pemerintah Daerah tersebut selain dianggap

21
sebagai penguasa juga merupakan subjek hukum. Berdasarkan uraian di atas, maka

peneliti tertarik untuk menganalisis persoalan-persoalan yang telah dikemukakan tersebut

untuk kemudian disusun dalam bentuk disertasi yang berjudul: Pengaturan Hak

Pengelolaan Atas Tanah oleh Pemerintah Daerah sebagai Wujud Hak Menguasai

Negara.

Bertitik tolak dari uraian yang telah disampaikan di atas, maka permasalahan yang

adalah sebagai berikut:

- Bagaimana konstruksi Hukum hak pengelolaan atas tanah yang diselenggarakan oleh

Pemerintah Daerah sebagai wujud hak menguasi negara..

- Bagaimanakah kriteria ideal dalam melakukan peralihan hak pengelolaan atas tanah

kepada pihak ketiga yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah?

- Bagaimanakah penyelesaian hukum terhadap persoalan hukum yang timbul dari akibat

adanya peralihan hak pengelolaan atas tanah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah

kepada pihak ketiga?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan atas tiga permasalahan pokok sebagaimana dikemukakan

sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan

menganalisis:Kontruksi hukum pengelolaan atas tanah yang diselenggarakan oleh

Pemerintah Daerah;Kriteria ideal dalam melakukan peralihan hak pengelolaan atas tanah

kepada pihak ketiga yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah;Penyelesaian hukum

terhadap persoalan hukum yang timbul dari akibat adanya peralihan hak pengelolaan atas

tanah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada pihak ketiga.

D. Kegunaan Penelitian

22
Penelitian dengan tema fungsi sosial terhadap pemanfaatan hak atas tanah ini

diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:Secara teoritis, hasil penelitian

ini diharapkan dapat menemukan kerangka teori yang dapat memperkaya wawasan

terhadap pengembangan Ilmu Hukum, khususnya Hukum Agraria yang membahas

tentang hak pengelolaan atas tanah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.Secara

praktis, penelitian ini berguna untuk menemukan landasan konkrit sebagai pedoman

dalam menyusun peraturan perundang-undangan dibidang hukum agraria berkaitan

dengan hak pengelolaan atas tanah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

E. Kerangka Pemikiran

1. Prinsip Konstitusionalitas

Peristilahan konstitusi berasal dari perkataan constitution yang mempunyai

pengertian yang lebih luas daripada Undang-Undang Dasar. Hal ini disebabkan, karena

istilah konstitusi mempunyai bagian yang tertulis yang dinamakan Undang-Undang

Dasar dan bagian yang tidak tertulis yang disebut konvensi.

Terhadap istilah Undang-Undang Dasar, maka diketahui bahwa istilah ini

merupakan terjemahan dari perkataan Belanda, grondwet. Dalam kepustakaan Belanda,

selain grondwet juga digunakan istilah constitutie. Kedua istilah itu menurut Sri

Soemantri M., mempunyai pengertian yang sama, sebab selain konstitusi tertulis

(geschreven constitutie, written constitution) juga dikenal Undang-Undang Dasar tidak

tertulis (ongeschreven constitutie, unwritten constitution). Dengan demikian, baik

Undang-Undang Dasar maupun konstitusi terdiri atas bagian yang tertulis dan bagian

yang tidak tertulis.

Dengan mengingat hubungan kausal antara negara dan konstitusi atau Undang-

23
Undang Dasar, maka menurut Sri Soemantri M., tidak ada negara yang tidak mempunyai

konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Bahkan dalam banyak kasus, konstitusi atau

Undang-Undang Dasar itu sudah ditetapkan lebih dahulu sebelum negaranya berdiri.

J.C.T Simorangkir mengemukakan pandangannya tentang konstitusi atau Undang-

Undang Dasar sebagai berikut :

Undang-Undang Dasar dipandang mempunyai fungsi membatasi kekuasaan dari

penguasa dan menjamin hak-hak dari yang dikuasai;Undang-Undang Dasar

mencerminkan keadaan masyarakat/negara yang memiliki Undang-Undang Dasar

praktis, penelitian ini berguna untuk menemukan landasan konkrit sebagai pedoman

dalam menyusun peraturan perundang-undangan dibidang hukum agraria berkaitan

dengan hak pengelolaan atas tanah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

E. Kerangka Pemikiran

1. Prinsip Konstitusionalitas

Peristilahan konstitusi berasal dari perkataan constitution yang mempunyai

pengertian yang lebih luas daripada Undang-Undang Dasar. Hal ini disebabkan, karena

istilah konstitusi mempunyai bagian yang tertulis yang dinamakan Undang-Undang

Dasar dan bagian yang tidak tertulis yang disebut konvensi.

Terhadap istilah Undang-Undang Dasar, maka diketahui bahwa istilah ini

merupakan terjemahan dari perkataan Belanda, grondwet. Dalam kepustakaan Belanda,

selain grondwet juga digunakan istilah constitutie. Kedua istilah itu menurut Sri

Soemantri M., mempunyai pengertian yang sama, sebab selain konstitusi tertulis

24
(geschreven constitutie, written constitution) juga dikenal Undang-Undang Dasar tidak

tertulis (ongeschreven constitutie, unwritten constitution). Dengan demikian, baik

Undang-Undang Dasar maupun konstitusi terdiri atas bagian yang tertulis dan bagian

yang tidak tertulis.

Dengan mengingat hubungan kausal antara negara dan konstitusi atau Undang-

Undang Dasar, maka menurut Sri Soemantri M., tidak ada negara yang tidak mempunyai

konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Bahkan dalam banyak kasus, konstitusi atau

Undang-Undang Dasar itu sudah ditetapkan lebih dahulu sebelum negaranya berdiri.

J.C.T Simorangkir mengemukakan pandangannya tentang konstitusi atau Undang-

Undang Dasar sebagai berikut :

Undang-Undang Dasar dipandang mempunyai fungsi membatasi kekuasaan dari

penguasa dan menjamin hak-hak dari yang dikuasai;Undang-Undang Dasar

mencerminkan keadaan masyarakat/negara yang memiliki Undang-Undang Dasar

itu;Undang-Undang Dasar memberi petunjuk, memberi arah ke mana negara yang

memiliki Undang-Undang Dasar itu akan dibawa;Undang-Undang Dasar mempunyai

fungsi sebagai dasar perundang-undangan selanjutnya;Undang-Undang Dasar mencakup

hasil perjuangan bangsa/negara yang bersangkutan di masa silam serta memuat cita-cita

hukumnya. Undang-Undang Dasar itu memuat ketentuan-ketentuan pokok bagi bangsa

bernegara yang bersangkutan.Suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar menurut Carl

Schmit merupakan keputusan politik yang tertinggi.

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila negara-negara pada umumnya

mengakui supremasi konstitusi. Dalam rangka melihat apakah dalam suatu negara dianut

supremasi konstitusi di atas segala peraturan perundang-undangan atau tidak, dapat

25
dilihat dari cara mengubah konstitusinya, apakah diperlukan prosedur lebih berat

daripada pembuatan undang-undang, atau tidak.

Di samping itu, untuk melihat ada-tidaknya supremasi konstitusi juga dapat

dilihat dari cara bagaimana menjaga agar semua peraturan perundang-undangan dalam

negara itu sesuai atau tidak bertentangan dengan ketentuan-kententuan yang terdapat

dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Di negara-negara federasi, diperlukan satu

badan di luar badan legislatif yang berhak menguji apakah suatu undang-undang

bertentangan atau tidak dengan konstitusi. Di Amerika Serikat, wewenang itu terletak di

tangan Mahkamah Agung.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, supremasi konstitusi dianut. Oleh karena

itu kedudukan UUD 1945 merupakan hukum perundang-undangan yang tertinggi.

Sebagai hukum perundang-undangan yang tertinggi, validitas UUD 1945 menurut Bagir

Manan tidak dapat didasarkan pada suatu kaidah hukum tertentu. UUD 1945 tidak

bersumber pada kaidah hukum, melainkan pada norma dasar (Grundnorm, Basicnorm).

Dengan demikian, keabsahan atau validitas UUD 1945 tergantung pada keabsahan

Grundnorm.

Grundnorm ini adalah suatu norma yang tidak dapat dideduksikan lagi dari

sumber lainnya, suatu norma awal yang keberadaannya dan kesahannya diasumsikan

(vorausgesetze atau presupposed), dan bukan merupakan bagian dari hukum positif,

tetapi merupakan sumber (yang berada di luar) dari hukum positif.

Mendasarkan pada kedudukan dari konstitusi dalam suatu negara tersebut, maka

diketahui bahwa prinsip konstitusionalitas atau prinsip supremasi konstitusi

mengisyaratkan, agar setiap pembentukan peraturan perundang-undangan berikut materi

26
muatannya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi atau Undang-Undang Dasar.

Secara formal-institusional, prinsip ini dijamin dengan adanya lembaga pengujian

peraturan perundang-undangan. Prinsip konstitusionalitas dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan memberikan sumber validitas bagi keberlakuan suatu

peraturan perundang-undangan. Ini disebabkan, karena:Undang-Undang Dasar sesuatu

negara adalah induk dari segala peraturan perundang-undangan dalam negara yang

bersangkutan. Undang-Undang Dasar atau konstitusi merupakan aturan pokok yang

menentukan jenis-jenis peraturan manakah yang seharusnya ada, instansi mana yang

berwenang membuatnya, mengubahnya, serta memberikan landasan hukum untuk

berlakunya;

Kedudukan Undang-Undang Dasar atau konstitusi dalam negara bersifat

fundamental, oleh sebab itu maka dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan letak

Undang-Undang Dasar atau konstitusi berada di puncak piramida, sedangkan ketentuan-

ketentuan yang lain berada di bawahnya;

Oleh sebab letak Undang-Undang Dasar atau konstitusi dalam sistem hierarkhi

peraturan perundang-undangan itu berada di puncak piramida, maka ia memiliki derajat

tinggi.

2. Hak Menguasai dari Negara dan Hak-hak Atas Tanah Hak

Menguasai Dari Negara Pada masa ini Negara diharapkan untuk ikut berperan

aktif melaksanakan upaya-upaya untuk membangun kesejahteraan masyarakatnya dengan

cara mengatur kehidupan ekonomi dan sosial. Negara diharapkan harus mampu

mengatasi ketidakmerataan distribusi kekayaan di kalangan rakyat, gagasan ini disebut

Welfare StateatauNegaraKesejahteraan

27
Bertitik tolak dari konsep Negara hukum tersebut, maka Negara Indonesia dalam

konstitusinya secara tegas menyatakan dirinya sebagai Negara hukum yaitu dalam Pasal

1 ayat (3) Perubahan Ketiga UUD 1945, yang menyatakan bahwa: Negara Indonesia

adalah Negara hukum. Hal ini membuktikan bahwa sistem Negara hukum merupakan

pilihan sadar Bangsa Indonesia, dan sebagai Negara hukum tentunya dalam kehidupan

Negara kita akan berlaku apa yang dinamakan rule of law.

Sebagai konsekuensinya, maka segala tindakan yang dilakukan oleh Negara

maupun yang dilakukan oleh warga negaranya harus senantiasa tunduk pada hukum,

termasuk pula dalam hal penguasaan terhadap tanah. Penguasaan atas tanah di Negara

Indonesia diatur dalam UUPA. Dalam UUPA dikenal asas Penguasaan oleh Negara yang

disebut Hak menguasai dari Negara. Hak menguasai dari negara adalah sebutan yang

diberikan UUPA kepada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret antara negara

dan tanah Indonesia.

Hak menguasai dari Negara meliputi semua tanah dalam wilayah Republik Indonesia,

baik tanah-tanah yang tidak atau belum maupun yang sudah dihaki dengan hak-hak

perorangan.

Hak menguasai dari Negara bersumber dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang

menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hak

menguasai dari Negara tersebut tidaklah diartikan sebagai kepemilikan Negara atas bumi

dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Apabila dihubungkan dengan hak

ulayat, maka dapat dinyatakan bahwa hak menguasai tanah dari negara ini semacam hak

ulayat yang diangkat pada tingkatan yang tertinggi yaitu, meliputi seluruh wilayah

28
Republik Indonesia.

Lebih lanjut, hak menguasai dari Negara sebagai yang dikemukakan di atas diatur dalam

Pasal 2 UUPA, yang bunyinya sebagai berikut :Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat

(3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air

dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu, pada

tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi seluruh rakyat;Hak menguasai

dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :Mengatur dan

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan

ruang angkasa tersebut;Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;Menentukan dan mengatur hubungan-

hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai

29

Anda mungkin juga menyukai