Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit,
yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel
neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan
kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam
adalah tipe kejang yang paling sering terjadi pada anak. Walaupun telah dijelaskan oleh
bangsa Yunani, baru pada abad ini kejang demam dibedakan dengan epilepsy. 1
Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi. Kejang
didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat dilihat sebagai
kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan
sensoris, atau disfungsi autonom.1

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering


dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab
demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran
pencernaan.1,2

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi
serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.2

Kejadian kejang demam kerap kali terjadi di Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit untuk itu kita sebagai dokter harus memahami dan mampu untuk melakukan
penegakkan diagnosis, penatalaksanaan dan mampu mencegah akan terjadinya
komplikasi terhadap kegawatdaruratan kejang demam.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.2 Kejang
demam menurut definisi International League Against Epilepsy (ILAE) adalah kejang
yang terjadi pada anak-anak di atas usia satu bulan karena demam dan bukan karena
penyakit infeksi system saraf pusat, tidak ada riwayat kejang pada saat neonatus, atau
riwayat kejang tanpa factor penyebab. Definisi lain menurut American Academy of
Pediatrics menyatakan bahwa kejang demam adalah kejang pada anak sekitar usia 6
bulan sampai tahun yang terjadi saat demam yang tidak terkait dengan kelainan
intracranial, gangguan metabolic, atau riwayat kejang tanpa demam.3

2.2 Epidemiologi

Kejadian di Amerika Serikat antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang


demam sebelum usianya yang ke 5. Sekitar 1/3 dari mereka paling tidak mengalami 1
kali rekurensi, kejadian ini serupa di Eropa. Kejadian di negara lain berkisar antara 5
sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hong Kong, dan 0.5-
1.5% di China. Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada anak laki-
laki.

2.3 Klasifikasi

a. Kejang demam sederhana dengan manifestasi :1


i. Singkat (berlangsung kurang dari 15 menit)
ii. Kejang tonik klonik
iii. Terjadi hanya sekali dalam jangka waktu 24 jam, tidak ada tanda kejang
fokal, dan dapat berhenti spontan.
3

b. Kejang demam komplek dengan manifestasi :


i. Berdurasi lebih lama (lebih dari 15 menit)
ii. Bersifat fokal
iii. Multiple (berulang dalam penyakit demam yang sama selama periode 24
jam).

2.4 Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam
sering disebabkan virus saluran pernafasan atas, roseola, otitis media akut, infeksi
saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang
tinggi, kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.

Jadi pada kenaikan suhu tubuh dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun ion Natrium melalui membrane tadi, dengan akibat terjadi nya lepas muatan
listrik. Lepasnya muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membrane
sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah
kejang.

2.5 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal,
membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl.
Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Perbedaan potensial membran sel neuron disebabkan oleh : 4
4

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran


listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan


metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada
5

seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang. 4

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 380C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. 4

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permebealitas kapiler dan timbul
edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. 4

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan


kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga
6

terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.4

Berdasarakan referensi lain, mekanisme kejang yang tepat belum diketahui,


tampak ada beberapa faktor fisiologis yang menyebabkan perkembangan kejang.
Untuk memulai kejang, harus ada kelompok neuron yang mampu menimbulkan
ledakan discharge (rabas) yang berarti dan sistem hambatan GABAergik. Perjalanan
discharge (rabas) kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps glumaterik.5

Bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi neurotransmiter asam amino


(glutamat, aspartat) dapat memainkan peran dalam menghasilkan eksistasi neuron
dengan bekerja pada reseptor sel tertentu. Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari
daerah kematian neuron dan bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron
dan bahwa daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitabel
baru yang dapat menimbulkan kejang. Misalnya, lesi pada lobus temporalis (termasuk
glioma tumbuh lambat hematoma, gliosis, dan malformasi arteriovenosus)
menyebabkan kejang. Dan bila jaringan abnormal diambil secara bedah.5

Kejang mungkin berhenti. Lebih lanjut, konvulsi dapat ditimbulkan pada


binatang percobaan dengan fenomena membangkitkan. Pada model ini, stimulasi otak
subkonvulsif berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan konvulsi berulang
(misal, amigdala) akhirnya menyebabkan terjadinya epilepsi pada manusia pasca
cedera otak. Pada manusia telah diduga bahwa aktivitas kejang berulang-ulang dari
lobus temporalis normal kontralateral dengan pemindahan stimulus melalui korpus
kallosum.5

Kejang adalah lebih lazim pada bayi dan binatang percobaan imatur. Kejang
tertentu pada populasi pediatri adalah spesifik umur (misal spasme infantil) , yang
menunjukkan bahwa otak yang kurang berkembang lebih rentan rerhadap kejang
spesifik daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa. Faktor genetik menyebabkan
setidaknya 20% dari semua kasus epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi
7

kromosom beberapa epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi kromosom beberapa


epilepsi famili telah dikenali, termasuk konvulsi neonatus benigna (20q), epilepsi
mioklonik juvenil (6p), dan epilepsi mioklonik progresif (21q22.3), Adalah amat
mungkin bahwa dalam waktu dekat dasar molekular epilepsi tambahan, seperti epilepsi
rolandik benigna dan kejang-kejang linglung, akan dikenali. Juga diketahui bahwa
substansia abu-abu memegang peran integral pada terjadinya kejang menyeluruh.5

Aktivitas kejang elektrografi menyebar dalam substansia abu-abu,


menyebabkan peningkatan pada ambilan 2 deoksiglukosa pada binatang dewasa, tetapi
ada sedikit atau tidak ada aktivitas metabolik dalam substansia abu-abu bila binatang
imatur mengalami kejang. Telah diduga bahwa imaturitas fungsional substansia abu-
abu dapat memainkan peran pada peningkatan substansia abu-abu dapat memainkan
peran pada peningkatan kerentanan kejang otot imatur. Lagipula, neuron pars retikulata
substansia abu-abu (substantia nigra pars reticulata (SNR) sensitif-asam gama
aminobutirat (GABA) memainkan peran pada pencegahan kejang. Agaknya bahwa
saluran aliran keluar substansia abu-abu mengatur dan memodulasi penyebaran kejang
tetapi tidak menyebabkan mulainya kejang. Penelitian eksitabilitas neuron, mekanisme
hambatan tambahan, pencairan mekanisme non-sipnapsis perambatan kejang dan
kelainan seseptor GABA.5

2.6 Gambaran Klinis2,3,6

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,


berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak
tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh
hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
8

Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari
30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat
kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam
kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung
lebih dari 30 menit.

Gejalanya berupa:

a. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-
tiba)
b. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada
anak-anak yang mengalami kejang demam)
c. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik)
d. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
e. Lidah atau pipinya tergigit
f. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
g. Inkontinensia (mengompol)
h. Gangguan pernafasan
i. Apneu (henti nafas)
j. Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang, biasanya:

a. akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih
b. terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
c. mengantuk
d. linglung (sementara dan sifatnya ringan)
9

2.7 Diagnosis1,2,4

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan - 5 tahun. Kejang
disertai demam pada bayi kurang dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
saat demam, tidak termasuk dalam kejang demam.

- Kejang didahului oleh demam

- Pasca kejang anak sadar kecuali kejang lebih dari 15 menit

- Pemeriksaan punksi lumbal normal

Pengamatan kejang tergantung pada banyak faktor, termasuk umur penderita,


tipe dan frekuensi kejang, dan ada atau tidak adanya temuan neurologis dan gejala yang
bersifat dasar. Pemeriksaan minimum untuk kejang tanpa demam pertama pada anak
yang lainnya sehat meliputi glukosa puasa, kalsium, magnesium, elektrolit serum dan
EEG. Peragaan discharge (rabas) paroksismal pada EEG selama kejang klinis adalah
diagnostik epilepsi, tetapi kejang jarang terjadi dalam laboratorium EEG. EEG normal
tidak mengesampingkan diagnosis epilepsi, karena perekaman antar-kejang normal
pada sekitar 40% penderita. Prosedur aktivasi yang meliputi hiperventilasi, penutupan
mata, stimulasi cahaya, dan bila terindikasi, penghentian tidur dan perempatan
elektrode khusus (misal hantaran zigomatik), sangat meningkatkan hasil positif,
discharge (rabas) kejang lebih mungkin direkam pada bayi dan anak daripada remaja
atau dewasa.

Memonitor EEG lama dengan rekaman video aliran pendek dicadangkan pada
penderita yang terkomplikasi dengan kejang lama dan tidak responsif. Monitor EEG
ini memberikan metode yang tidak terhingga nilainya untuk perekaman kejadian
kejang yang jarang diperoleh selama pemeriksaan EEG rutin. Tehnik ini sangat
10

membantu dalam klasifikasi kejang karena ia dapat secara tepat menentukan lokasi dan
frekuensi discharge (rabas) kejang saat perubahan perekaman pada tingkat yang sadar
dan adanya tanda klinis. Penderita dengan kejang palsu dapat dengan mudah dibedakan
dari kejang epilepsi sejati, dan tipe kejang (misal, kompleks parsial vs menyeluruh)
dapat lebih dikenali dengan tepat, yang adalah penting pada pengamatan anak yang
mungkin merupakan calon untuk pembedaan epilepsi.

Peran skenning CT atau MRI pada pengamatan kejang adalah kontroversial.


Hasilnya pada penggunaan rutin tindakan ini pada penderita dengan kejang tanpa
demam pertama dan pemeriksaan neurologis normal adalah dapat diabaikan. Pada
pemeriksaan anak dengan gangguan kejang kronis, hasilnya adalah serupa. Meskipun
sekitar 30% anak ini menunjukkan kelainan struktural (misal atrofi korteks setempat
atau ventrikel dilatasi), hanya sedikit sekali manfaat dari intervensi aktif sebagai akibat
dari skenning CT dengan demikian, skenning CT atau MRI harus dicadangkan untuk
penderita yang pemeriksaannya neurologis abnormal. Kejang sebagian yang lama,
tidak mempan dengan terapi antikonvulsan, defisit neurologis setempat, dan bukti
adanya kenaikan tekanan intrakranial merupakan indikasi untuk pemeriksaan
pencitraan saraf.

Pemeriksaan CSS terindikasi jika kejang berkemungkinan terkait dengan


proses infeksi, perdarahan subaraknoid, atau gangguan demielinasi. Uji metabolik
spesifik digambarkan pada seksi mengenai kejang neonatus dan status epileptikus.

2.8 Diagnosis Banding


Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak
menyingkirkan meningitis, dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu
pertimbangan pungsi lumbal.1,3

Adapun diagnosis banding kejang pada anak dan bayi adalah gemetar, apnea
dan mioklonus nokturnal benigna. Kejang pada anak merupakan suatu gejala dan
11

bukan suatu penyakit. Gangguan primer mungkin terdapat intrakranium atau


ekstrakranium. Berbagai penyakit intra serebral dan gangguan metabolik yang juga
dapat menyebabkan kejang antara lain :3

1. Kelainan intrakranium

- Meningitis

- Ensefalitis

- Infeksi subdural dan epidural

- Abses otak

- Trauma kepala

- Cytomegalic inclusion disease

2. Gangguan metabolik

- Hipoglikemi

- Defisiensi vitamin B-6

- Gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia, porfiria

- Keracunan

3. Epilepsi

Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam


etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala, akibat
lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif.
12

2.9 Pemeriksaan Penunjang

a. Fungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis.Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0.6 %-6.7 %. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas.oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:

1. Bayi kurang dari 12 bulan

2. Bayi antara 12-18 bulan

3. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

b. Elektroensefalografi

Pemeriksaan ensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang


atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy pada pasien kejang demam.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan demam kejang yang tidak
khas,misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang
demam fokal.EEG terindikasi untuk kejang demam atipik atau pada anak yang berisiko
untuk berkembang epilepsy. Kejang demam atipik meliputi kejang yang
menetapselama lebih dari 15 menit,kejang berulang selama beberapa jam atau hari dan
kejang setempat.

c. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT- Scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,tidak rutin dan hanya
atas indikasi seperti:(2,3)
13

1. Kelainan neurologic fokal yang menetap(hemiparesis)

2. Paresis nervus VI

3. Papil edema

2.9 Penatalaksanaan1,2,6

1. Segera diberikan diezepam intravena dosis rata-rata 0,3mg/kg 10 kg = 10 mg

Bila kejang tidak berhenti tunggu 15 menit atau diazepam rektal dosis 10 kg
= 5mg/kg dapat diulangi dengan dosis/cara yang sama.

Kejang berhenti berikan dosis awal fenobarbital

- neonatus =30 mg IM
- 1 bln-1 thn=50 mg IM
- >1 thn=75 mg IM

Pengobatan rumat

- 4 jam kemudian.
- Hari I+II = fenobarbital 8-10 mg/kg dibagi dlm 2 dosis.
- Hari berikutnya = fenobarbital 4-5 mg/kg dibagi dlm 2 dosis

Bila diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal
selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.

2. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya

3. Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan
bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali
kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB
14

4. Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit)
dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.

Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:

a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera


dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2
4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan
glukosa 10 % sebanyak 60 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca glukosa
hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan
bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara
intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral
setiap sebelum minum susu.
b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk
larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4
(IV) sebanyak 2 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia
umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti
hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama
untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi
metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi
sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg,
kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.

Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas


kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat
mencegah kejang berikutnya.

Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan


mempengaruhi pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium
benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.
15

2.10 Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung faktor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga


2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari
akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya
terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-
3% saja.6
16

BAB III

PENUTUP

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Infeksi
virus saluran pernafasan atas, roseola, otitis media akut, infeksi saluran cerna dan
infeksi saluran kemih adalah penyebab kejang demam yang paling sering.

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan


yaitu: memberantas kejang secepat mungkin, penatalaksanaan kegawatdaruratan,
memberikan penatalaksanaan rumat, mencari dan mengobati etiologi. Dengan
penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan akan mencegah
terjadinya komplikasi.
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetomenggolo TS. Kejang Demam. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S,


penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: BP IDAI. 1999
2. Pusponegoro HD dkk, Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2006
3. American Academy of Pediatric. Committee on Quality improvement,
subcommittee on Febrile Seizures. America: Pediatrics Jurnal: 2008
4. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC. 2000
5. http://www.medical-academia.com/2014/08/makalah-kejang-demam.html di akses
: 20 Agustus 2017
6. Hassan Ruspeno, et all. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II. Ed.11. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007

Anda mungkin juga menyukai