Anda di halaman 1dari 35

BAB I

KASUS BANGSAL NEUROLOGI


RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. K
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : jln. Serma legiman rt.10 kel. legok
Pekerjaan : IRT
MRS : 9 juni 2014

Datar Masalah
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1. Penurunan Kesadaran 9 Juni 2014 Hipertensi 1 Tahun yang
lalu
2. Kaku kuduk 9 juni 2014

2.1 DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 22 Januari 2014)


1. Keluhan utama : Pasien Tidak sadar 1 hari SMRS.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : Kepala
Onset : Kepala sakit, sakitnya berdenyut dan terus menerus reda setelah di beri obat
anti nyeri kemudian kambuh kembali.
Kualitas : Kesadaran menurun menyebabkan pasien tidak bisa bicara dan
bergerak.
Kuantitas: Kesadaran yang menurun menyebabkan pasien hanya bisa
berbaring ditempat tidur.
Kronologis: Pasien di bawa oleh keluarga ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher
jambi dengan keluhan mengalami tidak sadar kan diri 1 hari SMRS.

1
2 hari SMRS pasien mengalami demam tinggi kemudian pasien sempat berobat ke
puskesmas terdekat kemudian diberikan obat penurun panas. Namun selama 3 hari
minum obat keadaan demam os turun. Kemudian 1 hari sebelum masuk rumah sakit,
demam os kembali meningkat. Menurut keluarga os, saat demam tinggi, os sempat
kejang diseluruh anggota tubuhnya dengan lama kejang < 10 menit. Setelah itu, os
menjadi sukar untuk diajak berkomunikasi. os mengeluh sakit kepala, kepala terasa
berdenyut dan sakitnya terus-terusan dan Saat demam os mengeluh adanya mual dan
muntah setiap kali habis makan. Os juga mengeluh adanya muntah sebanyak 1 kali
setelah os makan.Tidak mengeluh yang menyemprot. Kurang lebih 2 hari yg lalu os
mulai buang-buang air, encer dengan ampas , berwarna kuning tanpa lendir dan darah,
BAK normal. batuk lama (-), batuk darah (-).

Gejala penyerta : mual (+), muntah (+)


Faktor memperberat: Kejang
Faktor memperigan : (-)

3. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit yang sama sebelumnya di sangkal
Riwayat penyakit hipertensi (+), sejak 1 tahun lalu, pengobatan tidak
terkontrol
Riwayat kontak dengan penderita TBC (-)
Riwayat TBC (-)
Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal

4. Riwayat penyakit keluarga


a. Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti
pasien.
b. Riwayat TBC disangkal
c. Hipertensi disangkal
d. Diabetes melitus disangkal

2
5. Riwayat social, ekonomi, pribadi
Pasien seorang perempuan. Merupakan anak ke- 2 dari 6 bersaudara. Pasien sudah
menikah dan mempunyai 4 orang anak. Sehari hari pasien tidak bekerja. Pasien
berobat menggunakan BPJS.

2.2 DATA OBYEKTIF


1. Status Present (9 Juni 2014)
Kesadaran : Koma, GCS: 3 E:2 M:1 V: 1
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 102 x/menit
Suhu : 41,5oC
Respirasi : 38x/menit

2. Status Internus
Kepala : Mata : CA-/-, SI -/-,
Pupil : isokor, refleks cahaya (+)
Leher : Kelenjar thyroid tidak membesar, KGB tidak membesar, tidak ada
deviasi trakhea
Dada : Simetris, tidak ada retraksi
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC V, 2 jari medial LMC sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V, 2 jari medial LMC sinistra,
tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas SIC II LPS sinistra
Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra
Batas kanan atas SIC II LPS dextra
Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra
Auskultasi : BJ I/II reguler, bising (-), gallop (-), murmur (-)
Paru :
Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
Palpasi : fokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Paru kanan sonor = paru kiri
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan whezzing (-/-),
Ronkhi (-/-)

3
Perut : Inspeksi : datar, luka operasi (-), darm contur (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), tak teraba massa, hepar lien tidak
teraba
Perkusi : tymphani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) N
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-)

3. Status Psikitus
Cara berpikir : Sulit dinilai
Perasaan hati : Sulit dinilai
Tingkah laku : Sulit dinilai
Ingatan : Sulit dinilai
Kecerdasan : Sulit dinilai

4. Status neurologikus
a. Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (+)
Pulsasi : (-)

b. Leher
Sikap : Lurus
Pergerakan :-
Kaku kuduk : (+)
c. Susunan Saraf Pusat
Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius)
Subjektif Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Dengan Bahan - -

N. II (Optikus)
Visus Sulit Dinilai Sulit Dinilai

4
Lapangan penglihatan Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Melihat warna Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Fundus Okuli Sulit Dinilai Sulit Dinilai

N. III (Okulomotorius)
Sela mata Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Ptosis Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Pergerakan bola mata: Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Strabismus Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Nistagmus Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Eksoftalmus Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Pupil; besarnya 3 mm 3 mm
Bentuknya bulat isokor bulat isokor
Reflek thd sinar + +
Reflek konsensual - -
Reflek konvergensi - -
Melihat kembar Sulit Dinilai Sulit Dinilai

N. IV (Troklearis)
Pergerakan bola mata
(kebawah keluar) Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Sikap bulbus Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Melihat kembar Sulit Dinilai Sulit Dinilai

N. V (Trigeminus)
Membuka mulut Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Mengunyah Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Menggigit Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Reflek kornea Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Sensibilitas wajah Sulit Dinilai Sulit Dinilai

N. VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata
(lateral): Sulit Dinilai Sulit Dinilai

5
Sikap bulbus Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Melihat kembar Sulit Dinilai Sulit Dinilai

N. VII (Fascialis)
Mengerutkan Dahi Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Menutup mata Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Memperlihatkan gigi Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Bersiul Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Perasaan lidah (depan) Sulit Dinilai Sulit Dinilai

N. VIII (Vestibulo-cochlearis)
Detik arloji Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Suara berbisik Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Test Weber Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Test Rinne Sulit Dinilai Sulit Dinilai

N. IX (Glosofaringeus)
Perasaan Lidah (blkg) Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Sensibilitas faring Sulit Dinilai Sulit Dinilai

N. X (Vagus)
Arkus faring simetris simetris
Berbicara Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Gangguan menelan Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Reflek muntah + +

N. XI (Accesorius)
Memalingkan kepala Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Mengangkat bahu Sulit Dinilai Sulit Dinilai

N. XII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Tremor lidah Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Atropi papil Sulit Dinilai Sulit Dinilai

6
Artikulasi Sulit dinilai Sulit dinilai
Disatria Sulit Dinilai Sulit Dinilai

d. Badan dan Anggota Gerak


a. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi simetris simetris
Duduk Sulit Dinilai Sulit Dinilai

Sensibilitas
Taktil Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Nyeri Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Thermi Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Diskriminan Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Lokalis Sulit Dinilai Sulit Dinilai

Reflek
Reflek kulit perut atas Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Reflek kulit perut tengah Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Reflek kulit perut bawah Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Reflek kremaster Sulit Dinilai Sulit Dinilai
b. Anggota Gerak atas
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Kekuatan Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Tonus Eutonus Eutonus
Trofi Eutropi Eutropi
Sensibilitas
Taktil Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Nyeri Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Thermi Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Diskriminan Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Lokalis Sulit Dinilai Sulit Dinilai

7
Refleks
Biseps (+) (+)
Triseps (+) (+)
Radius (+) (+)
Ulna (+) (+)
Hoffman-Tromner (-) (-)

c. Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Kekuatan Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Tonus Eutonus Eutonus
Trofi Eutropi Eutropi

Sensibilitas
Taktil Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Nyeri Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Thermi Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Diskriminan Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Lokalis Sulit Dinilai Sulit Dinilai

Refleks
Patella (+) (+)
Achilles (+) (+)
Babinsky (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Rosolimo (-) (-)
Mendel-Bechtrew (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Test Laseque (-) (-)

8
Test Kernig (+) (+)
Test Leg 1 (-) (-)
Test Leg 2 (-) (-)
Test Patrick- Tidak dilakukan Tidak dilakukan
kontra patrick

e. Koordinasi, Gait, Keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dapat dinilai
Test Romberg : Tidak dapat dinilai
Disdiadokinesis : Tidak dapat dinilai
Ataksia : Tidak dapat dinilai
Rebound phenomen : Tidak dapat dinilai
Dismteria : Tidak dapat dinilai

f. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

g. Alat Vegetatif
Miksi : Terpasang kateter
Defekasi : Normal

h. Test Tambahan
Test Nafziger : (-)
Test Valsava : (-)

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Darah rutin : (Tanggal 9 Juni 2014)
- WBC : 24,7 103/mm3 (3.5-10.0)
- RBC : 4,87 106/mm3 (3.80-5.80)
- HGB : 14,0 g/dl (11.0-16.5)

9
- HCT : 43,7 % (35.0-50.0)
- PLT : 242 103/mm3 (150-390)
- PCT : .208 % (.100-.500)
- GDS : 313 mg/dl

b. Kimia Darah (9 Juni 2014)


Faal Hati
- SGOT : 64 U/L (<40)
- SGPT : 73 U/L (<41)

Faal Ginjal
- Ureum : 98,9 mg/dl (15-39)
- Kreatinin : 1,7 mg/dl (0.9-1.1)

c. Pemeriksaan Elektrolit
- Natrium : 140,75 mmol/L (135-148)
- Kalium : 3.58 mmol/L (3.5-5.3)
- Chlorida : 116,89 mmol/L (98-110)
- Calsium : 0,98 mmol/L (1.12-1.23)

2.4 RINGKASAN
S : Seorang perempuan, berusia 65 tahun, dibawa oleh keluarganya ke RSUD Raden
Mattaher Jambi dengan keluhan: Pasien di bawa oleh keluarga ke Rumah Sakit Umum
Raden Mattaher jambi dengan keluhan mengalami tidak sadar kan diri 1 hari SMRS.
2 hari SMRS pasien mengalami demam tinggi kemudian pasien sempat berobat ke
puskesmas terdekat kemudian diberikan obat penurun panas. Namun selama 3 hari
minum obat keadaan demam os turun. Kemudian 1 hari sebelum masuk rumah sakit,
demam os kembali meningkat. Menurut keluarga os, saat demam tinggi, os sempat
kejang diseluruh anggota tubuhnya dengan lama kejang < 10 menit. Setelah itu, os
menjadi sukar untuk diajak berkomunikasi. os mengeluh sakit kepala, kepala terasa
berdenyut dan sakitnya terus-terusan dan Saat demam os mengeluh adanya mual dan
muntah setiap kali habis makan. Os juga mengeluh adanya muntah sebanyak 1 kali
setelah os makan.Tidak mengeluh yang menyemprot. Os juga mengeluh adanya muntah
sebanyak 1 kali setelah os makan.Tidak mengeluh yang menyemprot. Kurang lebih 2
10
hari yg lalu os mulai buang-buang air, encer dengan ampas , berwarna kuning tanpa
lendir dan darah, BAK normal. batuk lama (-), batuk darah (-).

O : Compos mentis, GCS: 3


TD : 140/90 mmHg
Nadi : 102x/menit
RR : 38 x/menit.
Suhu : 41,5 oC
A:
Diagnosa Klinis : Penurunan Kesadaran
Diagnosa Topis : Meningen,Parenkim Otak
Diagnosa Etiologi : Susp. Meningoensefalitis
Susp. Meningitis Bakterial

Tx :
Medikamentosa:
O2 10 L/menit
Pasang NGT
IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Ranitidin 3 x 50 mg
inj. Ceftriaxone 2x 2gr
inj.Metronidazol 3x500mg
Pemberian neuroprotektor Inj. Citicolin 2 x 500 mg
Parasetamol Fles 3x1500mg
Anjuran: - CT-Scan Kepala
- EKG
- GDS ulang
Mx :
Pantau tanda-tanda vital
Keseimbangan elektrolit dijaga
Pemeriksaan gula darah dan pemantauan hipertensi

Ex : Beri penjelasan kepada keluarga dan pasien mengenai keadaan pasien


dan penatalaksanaannya.

11
2.5 PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad Malam
- Quo ad fungsionam : dubia ad malam
- Quo ad sanam : dubia ad malam

2.6 RIWAYAT PERKEMBANGAN


1. Rawat hari ke-I (10 Juni 2014)
S : Tidak sadar
O : TD : 140/90 mmHg T : 41,2oC N : 101x/menit RR : 37x/menit
A : Susp. Meningoensefalitis
P : Medikamentosa:
O2 10 L/menit
Pasang NGT
IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Ranitidin 3 x 50 mg
inj. Ceftriaxone 2x 2gr
inj.Metronidazol 3x500mg
Pemberian neuroprotektor Inj. Citicolin 2 x 500 mg
Parasetamol Fles 3x1500mg
Anjuran: - CT-Scan Kepala
- EKG
- GDS ulang
Pasien meninggal pukul 21.00 wib

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Lapisan Meningea Kranium


Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh
homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh.
Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran
motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya. Otak dilindungi oleh Kranium,
Meningea/selaput otak dan LCS (Liquor CerebroSpinal). Meningea terdiri atas 3 lapisan,
yaitu:
1) Duramater
Luar : melapisi tengkorak

Gambar 1 Anatomi lapisan meningea kranium


Dalam : membentuk falk serebri, falk serebelli, tentorium serebellin. Membentuk sinus
sagitalis/longitudinalis superior dan inferior.

13
Gambar 2 Anatomi lapisan meningea kranium
2) Arakhnoid : Terdapat granulasi arackhnoid, dilalui LCS
3) Piamater : Melekat pada otak / sumsum tulang.

Gambar 3 Anatomi lapisan meningea kranium(6)

LCS (Liquor Cerebro Spinal) berada pada rongga-rongga otak (ventrikel) di dalam
ruang subarakhnoid, diproduksi oleh plexus khoroid. Pada sumsum tulang berada di kanalis
sentralis & ruang subarakhnoid. Sifat bening, alkali, tekanan 60 140 mm air. Berfungsi
sebagai buffer, bantalan fisik, nutrisi jaringan syaraf. Pemeriksaan LCS dilakukan dengan
punksi Lumbal (VL 1-2) dan punksi fontanel.

14
2.2 Definisi Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi
yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common
pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran
menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh
fungsi tubuh2. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang
digunakan di klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan
koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat
pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow.

Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif


Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera
(aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar
maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk, mata
tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat
menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap
sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau
suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik hanya berupa gerakan
mengelak terhadap rangsang nyeri.
Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara
kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang apapun
tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun reaksi
motorik.

Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif


Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan
Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai
tertinggi 15.

15
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

Klasifikasi Penurunan Kesadaran


Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan
fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan
kelainan fokal.

Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk


1. Gangguan iskemik
2. Gangguan metabolik
3. Intoksikasi
4. Infeksi sistemis
5. Hipertermia
6. Epilepsi

16
Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak
3. Radang otak

Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal


1. Tumor otak
2. Perdarahan otak
3. Infark otak
4. Abses otak

Bahaya Penurunan Kesadaran


Adapun kondisi yang segera mengancam kehidupan terdiri atas peninggian
tekanan intrakranial, herniasi dan kompresi otak dan meningoensefalitis/ ensefalitis.

Patofisiologi Penurunan Kesadaran


Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan
ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun
mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS
dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan
mengakibatkan menurunnya kesadaran.

17
2.3 MENINGITIS
Definisi
Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput otak (meningens)
yang terdiri dari piamater, arachnoid, dan duramater yang disebabkan oleh bakteri, virus,
riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.

Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
1. Meningitis bakterial :
a. Bakteri non spesifik : meningokokus, H. influenzae, S. pneumoniae,
Stafilokokus, Streptokokus, E. coli.
b. Bakteri spesifik : M. tuberkulosa.
2. Meningitis virus : Enterovirus, Virus Herpes Simpleks tipe I (HSV-I), Virus
Varisela-zoster (VVZ).
3. Meningitis karena jamur.
4. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.

Klasifikasi
Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak sebagai berikut :
1. Meningitis purulenta
Radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medulla spinalis.
Penyebabnya adalah bakteri non spesifik, berjalan secara hematogen dari sumber
infeksi (tonsilitis, pneumonia, endokarditis, dll.)

18
2. Meningitis serosa
Radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti
lues, virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.

Patogenesis
a. Meningitis bakteri
Meningitis bakteri merupakan salah satu infeksi serius pada anak-anak. Infeksi ini
berhubungan dengan komplikasi dan risiko kematian.
Etiologi dari meningitis bakterial pada neonatus yaitu pada periode 0 28 hari.
Bakteri menyebabkan meningitis pada neonatus apabila terpapar dengan flora pada
gastrointestinal dan genitourinarius ibu. Contohnya: streptococcus, E. coli, klebsiella. E.coli
merupakan penyebab kedua tersering pada meningitis neonatus.
Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen yang masuk
melalui celah subarachnoid. Mikroorganisme masuk ke cerebral nervous system melalui 2
jalur potensial. Bakteri masuk kedalam kavitas intrakranial melalui sirkulasi darah atau
berasal dari infeksi primer pada nasofaring, sinus, telinga tengah, sistem kardiopulmonal,
trauma atau kelainan kongenital daripada tulang tengkorak. Frekuensi terbanyak berasal dari
sinusitis. Organisme juga dapat menginvasi meningens dari telinga tengah. Meningitis yang
diikuti terjadinya otitis media merupakan proses bakteriemia, walaupun bukan kongenital
atau adanya posttraumatic fistula pada tulang temporal yang mensuplai akses ke CSS.

b. Meningitis Virus
Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui saluran pencernaan
disebabkan oleh Enterovirus, pada membran mukosa disebabkan oleh campak, rubella, virus
varisela-zoster (VVZ), Virus herpes simpleks (VHS), atau dengan penyebaran hematogen

19
melalui gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus melakukan multiplikasi dalam aliran
darah yang disebut fase ekstraneural, pada keadaan ini febris sistemik sering terjadi.
Propagasi virus sekunder terjadi jika menyebar dan multiplikasi dalam organ-organ. VHS
mencapai otak dengan penyebaran langsung melalui akson-akson neuron.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh ; (1) Invasi langsung dan perusakan jaringan
saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2) Reaksi hospes terhadap antigen virus secara
langsung, sedangkan respons jaringan hospes mengakibatkan demielinasi dan penghancuran
vascular serta perivaskuler.
Pada pemotongan jaringan otak biasanya dapat ditemukan kongesti meningeal dan
infiltrasi mononukleus, manset limfosit dan sel-sel plasma perivaskuler, beberapa nekrosis
jaringan perivaskuler dengan penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai stadium
termasuk pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan. Tingkat
demielinisasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan akson, terutama dianggap
menggambarkan ensefalitis pascainfeksi atau alergi.

Manifestasi Klinis

1. Gejala-gejala yang terkait dengan tanda-tanda non spesifik disertai dengan


infeksi sistemik atau bakteremia meliputi, demam, anoreksia, ISPA, mialgia,
arthralgia, takikardia, hipotensi dan tanda-tanda kulit seperti; ptechie, purpura, atau
ruam macular eritematosa. Mulainya tanda-tanda tersebut diatas mempunyai dua
pola dominan yaitu :
- Akut / timbul mendadak berupa ; manifestasi syok progresif, DIC, penurunan
kesadaran cepat, sering menunjukkan sepsis akibat meningokokus dan pada akhirnya
menimbulkan kematian dalam 24 jam.
- Sub akut berupa ; timbul beberapa hari, didahului gejala ISPA atau gangguan GIT
yang disebabkan oleh H.influenza dan Streptokokus.

20
2. Tanda-tanda peningkatan TIK dikesankan oleh adanya muntah, nyeri kepala
dapat menjalar ke tengkuk dan punggung, moaning cry, kejang umum, fokal,
twitching, UUB menonjol, paresis, paralisis saraf N.III (okulomotorius) dan N.VI
(abdusens), strabismus, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi,
sikap dekortikasi atau deserebrasi, stopor, koma. Selain tersebut diatas, hal lain yang
juga meningkatkkan TIK dikarenakan :
Peningkatan protein pada CSS :
Karena adanya peningkatan permeabilitas pada sawar otak (Blood Brain
Barier) dan masuknya cairan yang mengandung albumin ke subdural.
Penurunan kadar glukosa dalam LCS :
Karena adanya gangguan transpor glukosa yang disebabkan adanya
peradangan pada selaput otak dan pemakaian gula oleh jaringan otak
Peningkatan metabolisme yang menyebabkan terjadinya asidosis laktat.
3. Tanda Rangsang Meningeal seperti :
Kaku kuduk
Brudzinsky 1 & 2
Kernig sign
Sakit pada leher dan punggung

21
Posisi hiperekstensi pada leher & punggung
Kelainan N.II, III, VI, VII, VIII

Diagnosa
Diagnosa meningitis tergantung dari organisme penyebab yang terisolasi dari darah,
CSS, urin dan cairan tubuh lainnya. Namun terutama berdasar pada pemeriksaan kultur dari

22
cairan serebrospinal. Lumbal punksi dilakukan pada setiap anak dengan kecurigaan
terjadinya sepsis.
Hasil lumbal pungsi, ditemukan hitung leukosit > 1.000/mm3. Kekeruhan CSS
terlihat leukosit pada CSS melampaui 200 400/mm3. Normal pada neonatus hanya 30
leukosit/mm3. Sedangkan pada anak-anak < 5 leukosit/mm.
Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah sel, protein dan
glukosa level. Pada pemeriksaan bakteri dapat ditemukan cairan jernih dengan beberapa sel
mengandung banyak bakteri, yaitu sekitar 80% pada bayi dengan diagnosa meningitis.
Jumlah sel dalam CSS > 60/l dan yang terbanyak adalah sel neutrofil. Konsentrasi protein
yang meningkat dan penurunan glukosa juga dapat ditemukan. Kadar protein normal pada
neonatus dapat mencapai 150 mg/dl, terutama pada bayi prematur. Pada meningitis kadar
proteinnya dapat mencapai beberapa ratus sampai beberapa ribu mg/dl. Kadar glukosanya
kurang dari 40 mg/dl dan 50% lebih rendah dari glukosa darah yang waktu pengambilan
darahnya bersamaan dengan pengambilan likuor.

Skema Meningitis

Bakteri Virus TBC

Warna Keruh Jernih Jernih

Sel
PMN Limfosit Limfosit

Protein
Ringan Tinggi

Glukosa
Normal

Pemeriksaan sediaan apus likuor dengan pewarnaan gram dapat menduga penyebab
meningitis serta diagnosis meningitis dapat segera ditegakkan. Biakan dari bagian tubuh
lainnya seperti aspirasi cairan selulitis atau abses, usapan dari kotoran mata yang purulen,
sekret di umbilikus, dan luka sebaiknya dilakukan pula, mengingat mikroorganisme pada
bahan tersebut mungkin sesuai dengan penyebab meningitis. Pada bayi usia 1 bulan jumlah
leukosit berkisar antara 0-5 sel/mL, banyak kasus pada neonatus ditemukan peningkatan
jumlah leukosit dengan polymorphonuclear (PMN) leukosit lebih dominan. Kultur darah
pada meningitis bakterial mempunyai nilai positif pada 85% kasus neonatus.
Pemeriksaan radiologis yaitu foto dada, foto kepala, bila mungkin CT scan.

23
Penatalaksanaan
Meningitis bakterial :
a. Meningitis pada bayi dan anak dengan sistem imun yang baik, untuk :
S.pneumonia, M.meningitidis dan H.influenza
Cephalosporin generasi III: Cefotaksim 200mg/kgBB/24jam dibagi 4 dosis
atau
Ceftriakson 100mg/kgBB/24jam dosis tunggal atau
Ceftriakson 50mg/kgBB/12 jam
Kombinasi dengan Vankomycin 60mg/kgBB/hari dalam 4 dosis.
Lama terapi antibiotik
S.pneumonia sensitif penisilin: dengan cephalosporin generasi III atau
penicillin IV dosis 300.000 U/kg/24jam dalam 4-6 dosis selama 10-14 hari,
Jika resisten: Vankomycin
N.meningitidis: Penicillin IV u/ 5-7 hari
H.influenza type B tanpa komplikasi:7-10 hari

Meningitis tuberkulosa :
OAT PO atau parenteral
Multi drug treatment dengan OAT (INH, Rifampisin, Pirazinamid)
Bila berat dapat + Etambutol/ Streptomycin
Pengobatan minimal 9 bulan

OAT
INH
Bakteriosid & bakteriostatik
Dosis 10-20mg/kgBB/hari max. 300mg/hari PO
Komplikasi : Neuropati perifer, dpt dicegah dg Piridoksin 25-50mg/hari
INH + Rifampisin : Hepatotoksik

Rifampisin
Bakteriostatik
Dosis 10-20mg/kgBB/hari PO AC
Menyebabkan urin merah
24
Efek samping : Hepatitis, kelainan GIT, trombositopenia

Pirazinamid
Bakteriostatik
Dosis 20-40mg/kgBB/hari PO atau
50-70 mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2-3 dosis PO selama 2 bulan

Etambutol
Bakteriostatik
Dosis 15-25mg/kgBB/hari PO atau
50mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2 dosis PO
Efek samping : Neuritis optika, atrofi optik

o Rehabilitasi: Fisioterapi & penanganan lanjut bila ada komplikasi


o Diet : Tinggi Kalori Tinggi Protein
o Konsultasi dokter spesialis saraf
o Konsultasi bedah saraf (bila ada hidrosefalus)

Meningitis Virus
Istirahat dan pengobatan simptomatis. Likuor serebrospinalis yang dikeluarkan
untuk keperluan diagnosis dapat mengurangi gejala nyeri kepala.

25
Pengobatan simptomatis
Menghentikan kejang :
o Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis rektal
suppositoria, kemudian dilanjutkan dengan :
o Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau
o Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis

Menurunkan panas :
o Antipiretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari
o Kompres air hangat/biasa

Pengobatan suportif
Cairan intravena
Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.

ENSEFALITIS VIRUS
Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang proses peradangannya jarang terbatas
pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai selaput otak, maka dari itu lebih tepat
bila disebut meningoensefalitis. Manifestasi utama meningoensefalitis virus terdiri dari
konvulsi, gangguan kesadaran (acute organic brain syndrome), hemiparesis, paralisis
bulbaris (meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar dan nyeri serta kaku kuduk.
Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari bentuk yang paling ringan sampai dengan
yang parah sekali seperti koma dan kematian. Ensefalitis dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, riketsia dan virus, tetapi yang terutama virus dan bakteri.

Etiologi
Ensefalitis virus di bagi dalam 3 kelompok :
1) Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes
simpleks, virus influenza, ECHO, Coxsackie dan virus arbo
2) Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya

26
3) Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi
penyakit virus yang sudah dikenal, seperti rubeola, varisela, herpes zoster,
parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa dan vaksinasi.

Manifestasi Klinis
Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering
mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut
sebagai meningo-ensefalitis. Manifestasi utama meningo-ensefalitis adalah konvulsi,
gangguan kesadaran (acute organic brain syndrome), hemiparesis, paralisis bulbaris
(meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar, nyeri, dan kaku kuduk.

1. Infeksi ringan:
- demam
- nyeri kepala
- nafsu makan yang memburuk

27
- lemah

2. Infeksi berat:
- demam tinggi
- nyeri kepala yang berat
- mual dan muntah
- kekakuan leher
- disorientasi dan halusinasi
- gangguan kepribadian
- kejang
- gangguan berbicara dan mendengar
- lupa ingatan
- penurunan kesadaran sampai koma

3. Tanda-tanda yang bisa dilihat adalah:


- muntah
- ubun-ubun mencembung
- menangis yang tidak berhenti

Secara umum, gejala ensefalitis dibagi menjadi tiga (trias):


- tanda infeksi, baik akut maupun subakut: panas
- kejang-kejang
- kesadaran menurun

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, titer antibodi terhadap
virus, pemeriksaan cairan otak: limfosit, monosit meningkat, kadar protein meninggi ringan,
kadar glukosa normal, kultur virus bila mungkin, EEG dan CT-Scan bila mungkin. Pada
ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes simpleks tipe I, gambaran EEG khas berupa aktivitas
gelombang tajam periodik di temporal dengan latar belakang fokal/difus.

Penatalaksanaan
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menurunkan demam dan mencegah kejang.
Kortison diberikan untuk mengurangi edema otak. Pengobatan antivirus diberikan pada

28
ensefaltis virus yang disebabkan herpes simpleks atau varisela zoster yaitu dengan
memberikan asiklovir 10 mg/kgBB intravena, 3 kali sehari selama 10 hari, atau 200 mg tiap 4
jam per oral. Bila kadar hemoglobin (Hb) turun hingga 9 d/dl, turunkan dosis hingga 200 mg
tiap 8 jam. Bila Hb kurang dari 7 g/dl, hentikan pengobatan dan baru diberikan lagi setelah
Hb normal kembali dengan dosis 200 mg per 8 jam.

ENSEFALITIS SUPURATIF AKUT

Etiologi
Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. coli, M.
tuberculosa dan T. pallidum. Tiga bakteri yang pertama merupakan penyebab ensefalitis
bakterial akut yang menimbulkan pernanahan pada korteks serebri sehingga terbentuk abses
serebri. Ensefalitis bakterial akut sering disebut ensefalitis supuratif akut.

Patogenesis
Pada ensefalitis supuratif akut, peradangan dapat berasal dari radang, abses di dalam
paru, bronkiektasis, empiema, osteomielitis tengkorak, fraktur terbuka, trauma tembus otak
atau penjalaran langsung ke dalam otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis.
Akibat proses ensefalitis supuratif akut ini akan terbentuk abses serebri yang biasanya
terjadi di substansia alba karena perdarahan di sini kurang intensif dibandingkan dengan
substansia grisea. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema
dan kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan nanah. Fibroblas sekitar
pembuluh darah bereaksi dengan proliferasi. Astroglia ikut juga dan membentuk kapsul. Bila
kapsul pecah, nanah masuk ke ventrikel dan menimbulkan kematian.

Manifestasi Klinis
Secara umum, gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun. Pada ensefalitis supuratif akut yang berkembang menjadi abses serebri ,
akan timbul gejala-gejala sesuai dengan proses patologik yang terjadi di otak. Gejala-gejala
tersebut ialah gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial
yaitu nyeri kepala yang kronik progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran
menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis
tergantung pada lokasi dan luas abses.

29
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ensefalitis supuratif akut adalah
pemeriksaan yang biasa dilakukan pada kasus-kasus infeksi lainnya. Di samping itu dapat
juga dilakukan pemeriksaan elektroensefalogram (EEG), foto Rontgen kepala, bila mungkin
CT-Scan otak, atau arteriografi. Pungsi lumbal tidak dilakukan bila terdapat edema papil.
Bila dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal maka dapat diperoleh hasil berupa
peningkatan tekanan intrakranial, pleiositosis polinuklearis, jumlah protein yang lebih besar
daripada normal, dan kadar klorida dan glukosa dalam batas-batas normal.

Diagnosis Banding
Pada kasus ensefalitis supuratif akut diagnosis bandingnya adalah neoplasma,
hematoma subdural kronik, tuberkuloma, hematoma intraserebri.

Penatalaksanaan
Pada ensefalitis supuratif akut diberikan ampisilin 4 x 3-4 g dan kloramfenikol 4 x 1 g
per 24 jam intravena, selama 10 hari. Steroid dapat diberikan untuk mengurangi edema otak.
Bila abses tunggal dan dapat dicapai dengan cara operasi sebaiknya dibuka dan dibersihkan
tetapi bila multiple, yang dioperasi ialah yang terbesar dan mudah dicapai.

Prognosis
Prognosis ensefalitis supuratif akut buruk karena angka kematian mencapai 50%.

ENSEFALITIS SIFILIS

Patogenesis
Pada sifilis, yang disebabkan kuman Treponema pallidum, infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium
yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik. Melalui kelenjar limfe, kuman diserap darah
sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi
susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar di seluruh korteks serebri dan bagian-
bagian lain susunan saraf pusat.

Manifestasi Klinis

30
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu gejala-gejala neurologis dan gejala-
gejala mental. Gejala-gejala neurologis itu diantaranya adalah kejang-kejang yang dating
dalam serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin menurun, sering
dijumpai pupil Argyl-Robertson. Nervus optikus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir
timbul gangguan-gangguan motorik yang profresif.
Gejala-gejala mental yang dijumpai ialah timbulnya proses demensia yang progresif.
Intelegensia mundur perlahan-lahan yang pada awalnya tampak pada kurang efektifnya kerja,
daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu, pasien kemudian
tak acuh terhadap pakaian dan penampilannya, tak acuh terhadap uang. Pada sebagian timbul
waham-waham kebesaran, sebagian menjadi depresif, lainnya maniakal.

Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus-kasus ensefalitis sifilis, perlu dilakukan pemeriksaan tes serologik darah
(VDRL, TPHA) dan cairan otak. Cairan otak menunjukkan limfositosis, kadar protein
meningkat, IgG, IgM meninggi, tes serologis positif. Scan otak dapat dilakukan bila dicurigai
ada komplikasi hidrosefalus.

Penatalaksanaan
Terapi dengan medikamentosa yaitu:
1. Penisilin parenteral dosis tinggi
Penisilin G dalam air:
12 24 juta unit/hari intravena dibagi 6 dosis selama 14 hari, atau
Penisilin prokain G:
2,4 juta unit/hari intramuskular + Probenesid 4 x 500 mg oral selama 14 hari
Dapat ditambahkan Benzatin penisilin G: 2,4 juta unit, intramuscklar, selama 3
minggu
2. Bila alergi penisilin:
Tetrasiklin: 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau
Eritromisin: 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau
Kloramfenikol: 4 x 1 gram intravena selama 6 minggu, atau
Seftriakson: 2 gram intravena/ intra muskular selama 14 hari.

31
BAB III
ANALISIS

Pada laporan ini diajukan kasus pasien perempuan usia 65 tahun yang dibawa
keluarganya ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan penurunan kesadaran. Keluhan
ini terjadi secara mendadak sejak 1 hari sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat trauma
kepala, riwayat hipertensi, diabetes mellitus disangkal,TBC disangkal. Dari informasi
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh proses
intrakranial tetapi bukan yang bersifat neurovaskuler dan proses ekstrakranial (metabolik)
dapat dieksklusi tetapi harus dikonfirmasi dahulu dengan pemeriksaan fisik maupun
laboratorium. Sebelum mengalami penurunan kesadaran pasien mengalami perubahan
perilaku menjadi agresif dan perubahan status mental (bicara inkoheren). Pasien juga
mengalami gejala-gejala lain seperti demam yang tinggi, mual, Muntah, nyeri kepala, dan
Kejang. Gejala-gejala tersebut memberikan dugaan kuat diagnosis ke arah proses intrakranial.
Pada pemeriksaan fisik umum kesadaran menurun dengan GCS E2M1V1, tekanan darah
140/90 mmHg dan tanda vital lain dalam batas normal, kulit kering dan hangat, tidak
ditemukan ikterik pada sklera, serta thoraks dan abdomen dalam batas normal. Pada
pemeriksaan neurologis ditemukan tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk dan Kernig
sign serta pada sistem motorik . Refleks fisiologis dalam batas normal dan tidak ditemukan
adanya refleks patologis. Hasil pemeriksaan fisik mengkonfirmasi diagnosis banding yang
telah disusun dari hasil anamnesis yaitu penurunan kesadaran yang disebabkan oleh proses
intrakranial berupa inflamasi pada pada meningen (ditemukan tanda rangsang meningeal) dan
parenkim otak (penurunan kesadaran).
Ensefalitis, yang merupakan proses inflamasi pada parenkim otak, dapat menimbulkan
disfungsi neuropsikologis difus dan/atau fokal. Meski terutama melibatkan parenkim otak,
meningen atau selaput otak juga sering terlibat sehingga dikenal istilah meningoensefalitis.
Bakteri, jamur, dan proses autoimun dapat menyebabkan ensefalitis, tetapi pada kebanyakan
kasus etiologinya adalah virus. Insiden ensefalitis di Amerika Serikat adalah 1 kasus per
200.000 penduduk dengan virus herpes simpleks (HSV) menjadi penyebab tersering dari
ensefalitis. Pendekatan diagnosis etiologis terutama dilakukan untuk dapat membedakan
secara klinis ensefalitis biasa yang disebabkan oleh virus yang tergolong ke dalam arbovirus
dengan dua macam ensefalitis virus yang dapat diberikan terapi seperti ensefalitis herpes
simpleks, yang bersifat sporadik dan letal pada neonatus dan populasi umum, dan ensefalitis

32
varicella-zoster yang insidennya lebih sedikit dan terutama letal pada pasien
immunocompromised .
perubahan perilaku dan kepribadian, dengan penurunan derajat kesadaran;
kaku kuduk, fotofobia, dan letargi;
kejang general atau fokal;
kebingungan atau amnesia;
Gejala lain termasuk nyeri kepala dan gejala-gejala rangsang meningeal.
Pada pemeriksaan fisik dicari tanda-tanda yang mendukung infeksi virus. Tanda-tanda
ensefalitis dapat bersifat difus maupun fokal, termasuk:
perubahan status mental dan/atau kepribadian (paling seirng)
tanda-tanda fokal seperti hemiparesis, kejang fokal, dan disfungsi autonom
gangguan motorik
ataksia
gangguan nervus kranialis
disfagia
tanda rangsang meningeal (biasanya lebih tidak khas apabila dibandingkan dengan
meningitis)
disfungsi sensorimotor unilateral.

CT scan dengan atau tanpa kontras dilakukan sebelum pungsi lumbal untuk mencari
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, hidrosefalus obstruktif, atau efek massa. CT
scan juga membantu dalam diagnosis diferensial. Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih
baik dibandingkan CT scan kepala untuk menunjukkan kelainan pada perjalanan awal
penyakit.

Pada pasien ini pemeriksaan penunjang laboratorium menunjukkan leukositosis yang tinggi
terlalu tinggi (24.700/mm3), kadar elektrolit klorida yang meningkat (116,89 mmol/L), dan
GDS 313 mg/dl meningkat, Faal hati SGOT 64 U/L dan SGPT 73 U/L serta Ureum 98,9
mg/dl dan Kreatinin : 1,7 mg/dl .
Pada CT scan tanpa kontras terlihat gambaran normal. Jumlah leukosit yang tinggi konsisten
dengan infeksi virus (bakterial).
Komplikasi yang dapat terjadi pada ensefalitis adalah kejang, syndrome of
inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH), peningkatan tekanan intrakranial,
dan koma. Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda telah terjadinya komplikasi tersebut.
33
Pada pasien ini pengobatan yang diberikan berupa cairan rumatan NaCl 0,9% 20 tts
sekaligus untuk mengoreksi hiponatremia dan hipokloremia, antibiotik Ceftriaxone injeksi 2
x 1 gram (iv) sebagai terapi antimikroba empiris, inj. Metronidazol 3x500mg mengatasi
kuman anaerob, Citicholine injeksi 2 x 250 mg (iv) sebagai neuroprotektan, dan Ranitidine
injeksi 3 x 50 mg (iv) mencegah stress ulcer.
Prognosis tergantung dari virulensi virus dan variabel-variabel terkait dengan status
kesehatan pasien, seperti usia yang ekstrim, status imunitas, dan gangguan neurologis yang
sudah ada sebelumnya. Hasil yang buruk dapat diantisipasi pada bayi berusia kurang dari 1
tahun dan orang dewasa yang lebih dari 55 tahun.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in


Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7.
2. George D dkk .2009.Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit
Saraf.EGC:Jakarata.hal:37-54.
3. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in :
www.emedicine.com.
4. Caroline. MENINGO ENCEFALITIS TBC. FK TRISAKTI.JAKARTA: 2010
5. Lazoff M, Hemphill RR, Pritz T. 2001. Encephalitis. (Online).
http://emedicine.medscape.com/article/791896-overview.
6. A. Sihotang F.MENINGOENSEFALITIS. RSUD A Wahab
Sjahranie.Samarinda: 2011.

35

Anda mungkin juga menyukai