LEARNING OBJECTIVE
Sinus cavernous dinamakan demikian karena terdiri dari struktur anyaman, dan
banyak dilalui filamen antar segmen. Sinus cavernous bentuknya tidak teratur, lebih besar di
belakang daripada di depan, dan ditempatkan satu di kedua sisi tulang sphenoid, membentang
dari fisura orbita superior ke puncah bagian padat dari tulang temporal. Pada setiap dinding
medial sinus terdapat arteri karotis internal, disertai dengan filamen pleksus karotid, dekat
dengan arteri adalah N.abducent, di dinding lateral terdapat N.oculomotor, N.troklearis, dan
divisi oftalmikus dan maxillaris dari saraf trigeminal (Sumantra, 2014).
Trombosis sinus cavernous (TSC) adalah pembentukan bekuan darah di dalam sinus
cavernous, dalam rongga di dasar otak yang mengalir darah yang sudah teroksigenasi dari
otak kembali ke jantung. Penyebabnya biasanya dari penyebaran infeksi di hidung, sinus,
telinga, atau gigi. Trombosis sinus cavernous pertama kali ditemukan sebagai komplikasi dari
infeksi epidural dan subdural (Sumantra, 2014).
Sinus cavernous menerima darah dari vena wajah (melalui vena oftalmik superior dan
inferior) serta pembuluh darah serebral sphenoid dan menengah. Vena oftalmika superior dan
inferior pada gilirannya akan kosong ke dalam sinus petrosus inferior, kemudian ke vena
jugularis interna dan sinus sigmoid melalui sinus petrosus superior, ini koneksi yang rumit
dari pembuluh darah karena tidak mengandung katup, darah dapat mengalir ke segala arah
tergantung pada gradien tekanan yang berlaku. Karena sinus cavernous menerima darah
melalui distribusi ini, infeksi dari wajah btermasuk hidung, amandel, dan orbit dapat
menyebar dengan mudah dengan rute ini. . Sinus cavernous, dengan lokasi yang strategis dan
banyak hubungan vaskular langsung dan tidak langsungh, sangat rentan terhadap trombosis
septik dari hidung, wajah, amandel, gigi dan telinga. Organisme yang paling sering
ditemukan adalah Staphylococcus aureus (35%), Streptococcus pneumoniae dan
Streptococcus spesies lain (Sumantra, 2014).
Anamnesa:
Pasien umumnya memiliki sinusitis atau infeksi diwajah bagian tengan selama 5-10
hari
Presentasi klinis biasanya akibat obstruksi vena serta gangguan pada saraf kranial
yang dekat sinus kavernosa
Sakit kepala adalah gejala presentasi yang paling umum dan biasanya mendahului
demam, edema periorbital, dan tanda-tanda saraf kranial. Sakit kepala biasanya berat,
meningkat secara progresif dan biasanya terlokalisasi pada daerah yang diinervasi
oleh cabang oftalmik dan maksilaris dari saraf kranial
Pasien mengeluh sakit orbital dan kepenuhan disertai dengan edema periorbital dan
gangguan visual
Bila berkembang cepat, pasien akan mengalami perubahan status mental termasuk
kebingungan, mengantuk dan gangguan kesadaran
Penunjang:
MRI kepala dan orbita, dilakukan dengan dan tanpa kontras. A) sisi aksial tampak
sinusitis luas. B) Tampak penebalan pada sinus cavernosus dengan ruang abses.
2)Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan macam-macam
perawatan kasus infeksi odontogen.
a b c d
e f
Gambar 10. (a,b) Anestesi lokal (c) incisi (d) hemostat (e) rubber drian (f) penyembuhan
e. Abses Facial
(a) Abses Fossa Caninna
Insisi drainase dilakukan secara intraoral pada lipatan mucobuccal (sejajar
dengan tulang alveolar), di daerah kanin (Gambar 11). Sebuah hemostat
kemudian dimasukkan ditempatkan pada sedalaman akumulasi purulen
sampai terjadi kontak dengan tulang, sedangkan jari telunjuk dari tangan
nondominan meraba-raba margin infraorbital. Selanjutnya, rubber drain
ditempatkan, yang distabilkan dengan jahitan pada mukosa.
Indikasi:
Waktu yang tepat: pada saat pus sudah terakumulasi pada jaringan lunak, apabila
terdapat bengkak pada pasien.
Sudah ada fluktuasi pada saat palpasi
Pada suatu abses yang berkembang dari suatu inflamasi serous yang keras ketahap
penanahan yang lunak
Ukuran abses terus bertambah besar
Suhu tetap meningkat
Leukosit meningkat
Kontraindikasi:
Pada penanganan abses tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan insisi atau drainase. Yang
perlu diperhatikan adalah kedalaman abses dalam menentukan perawatan menggunakan
anastesi umum atau general. Penggunaan anastesi umum pada kasus abses besar yang
ekstrim dan memerlukan debridement serta irigasi lebih dalam serta abses pada area yang
sulit dijangkau.
Penggunaan penisilin di dalam klinik antara lain adalah ampisilin dan amoksisilin. Absorbsi
ampisilin oral seringkali tidak cukup memuaskan sehingga perlu peningkatan dosis. Absorbsi
amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin. Dengan dosis oral yang sama,
amoksisilin mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada
ampisilin, sedangkan masa paruh eleminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan
ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedangkan amoksisilin tidak
(Ganiswara, 1995). Namun, akhir-akhir ini penggunaan metronidazole sangat populer dalam
perawatan infeksi odontogen. Metronidazole tidak memiliki aktivitas dalam melawan bakteri
aerob, tetapi efektif terhadap bakteri anaerob (Mahmood & Mahmood, 2005).
Cara-cara drainase
Untuk abses-abses seperti gingival abses, submucous abses, palatinal abses, lingual
abses, submental abses, subkutan abses dapat dipilih cara pemberian dengan anastesi
lokal, sedangkan plegmon dasar mulut mutlak diperlukan general anastesi (Pederson,
1996).
Abses-abses yang letaknya lebih dalam sebaiknya dikerjakan di rumah sakit dan di
bawah anastesi umum. Sedangkan abses-abses yang dangkal seperti abses submukosa,
abses palatinal, dan abses sublingual dapat dikerjakan di bawah anastesi lokal, yaitu
anastesi infiltrasi. Anastetikum tidak diberikan pada daerah abses karena pertimbangan,
Arahkan pisau scalpel ke pusat abses dengan arah vertikal kemudian dimasukkan ke dalam
rongga abses kemudian ditarik keluar. Sehingga terbentuklah portal drainase. Untuk abses
yang agak besar portal ini dapat diperlebar dengan memasukkan ujung kocker dalam
keadaan tertutup. Apabila sudah masuk kedua bagian ujung kocker dibuka hingga nanah
dapat keluar dan terkuras habis. Kemudian diirigasi dengan larutan garam fisiologis. Drain
dipasang apabila memang diperlukan. Pada insisi abses perlu diperhatikan struktur anatomis
penting seperti nervus, mentalis, nervus palatinus mayor, nervus nasopalatinus, duktus
submandibularis (Pederson, 1996).
a. anamnesa
perlu diketahui riwayat penyakit mengenai onset, lamanya, kemungkinan lokal infeksi
primer, intensitas penyakit, adanya kambuh ulang dari infeksi serupa, serta perawatan yang
dialami, perlu juga ditanyakan kemungkinan adanya gejala sistemik.
b. pemeriksaan klinik
meliputi pemeriksaan ekstraoral dan intraoral berupa inspeksi, palpasi, dan perkusi.
c. diagnosa diambil berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinik.
d. penatalaksaan kasus
perawatan infeksi odontogenik meliputi :
1. perawatan medik. Berupa pemberian antibiotik yang adekuat dan tepat untuk meredakan
infeksinya, analgesik dan antiperetik untuk rasa sakit, dan demam.
2. perawatan pembedahan. Evakuasi pus dengan cara insisi dan drainase merupakan tindakan
yang sangat ampuh untuk tindakan infeksi odontogenik.
3. perawatan gigi penyebab. Gigi penyebab perlu di ekstraksi, namun ada kontraversi
mengenai waktu pencabutan. Ada sebagian ahli berpendapat pencabutan di fase akut
berpotensi menyebabkan infeksi dan memperberat keadaan pasien. Sedangkan, kelompok
ahli lain berpendapat bahwa pencabutan pada stadium akut justru akan terjadi drainase pus
dan menyebabkan penyembuhan dini.
4. perawatan suportif. Penderita dengan infeksi odontogen dapat mengalami penurunan daya
tahan tubuh karena rasa sakit dan pembengkakan. Rasa sakit menyebabkan penderita tidak
dapat beristirahat dengan cukup dan kekurangan asupan nutrisi. Oleh karena itu pasien di
anjurkan untuk makan-makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
e. post operatif
f. monitoring dan control
setelah penderita mendapatkan perawatan intensif bedah dan antibiotik, lakukan evaluasi
hasil perawatan dengan mengawasi keadaan penderita, umumnya penderita diperiksa kembali
setelah dua hari perawatan, bilamana terapi berhasil biasanya penderita mengalami
penurunan rasa sakit dan pembengkakan yang signifikan. Bilamna hasil perawatan tidak
menunjukkan perbaikan, perlu diperhatikan kembali, apakah drainase cukup memadai,
apakah gigi sudah dapat diekstraksi, apakah insisi yang sebelumnya tidak dapat dilakukan
sudah dapat dilakukan.
Tabel 1. Perbandingan antibiotik spektrum sempit dan luas
Spektrum Sempit Spektrum Luas
Infeksi odontogen simpel Infeksi odontogenik komplek
Penicilin Amoxicilin
Clindamycin Amoxicilin + clavulanic acid
Metronidazole Azitrhomycin
Tetracyclin
Mixofloxacin
Marzuki, H dan Gede, I. 2014. Trombosis Sinus Cavernosus. Surabaya: Jurnal Ilmiah
Kedokteran Vol.3 No.1 Edisi Maret.
Ganiswara, G., S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru. Jakarta.
Mahmood, MHS. & Mahmood, SSA. 2005. Odontogenic Neck Infections. The
Journal of Teachers Association
Pederson, Gordon W; Alih Bahasa drg. Purwanto, drg.Basoeseno. 1996. Buku Ajar
Praktis Bedah Mulut. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Karasutisna, Tis dkk. 2001.Buku Ajar Ilmu Bedah Mulut. Infeksi Odontogenik.
Bandung: FKG Universitas Padjadjaran.
Topazian, Richard, G, Morton H, Goldberg. 1994. Oral and Maxillofacial Infections.
Philadelphia: W.B Saunders Company
Pedersen, Gordon W, D.D.S, M.S.D. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta:
EGC.
Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Greece: School of Dentistry Universty of Athens