Anda di halaman 1dari 35

SKENARIO V

Infeksi Jamur di Rongga Mulut


Oleh: drg. Nuzulul Hikmah, M. Biomed

Seorang perempuan usia 50 tahun datang ke klinik Penyakit Mulut


RSGM dengan keluhan sakit pada sudut mulut kanan dan kiri sejak 7 hari yang
lalu dan belum pernah pernah diobati. Sebelumnya pasien sering mengalami sakit
yang sama dan biasanya dapat sembuh sendiri tanpa diobati. Pasien juga merasa
tidak nyaman karena air ludahnya sering terkumpul pada sudut mulut saat
aktivitas bicara. Riwayat kesehatan umum baik. Pemeriksaan ekstra oral pada
sudut mulut kanan dan kiri terdapat fisur dengan kedalaman 3mm, warna
kemerahan, mudah berdarah, disertai krusta disekitar lesi dan sakit. Pada bibir atas
dan bawah terdapat deskuamasi multiple dan tidak sakit. Pemeriksaan intra oral
pada dorsum lidah menunjukkan plak putih dapat dikerok, batas tidak jelas, tepi
kemerahan, dan tidak sakit. Gigi 17, 16, 26, 27, 35, 36, 37, 45, 46, dan 47 hilang;
karies kompleks pada gigi 15 dan 25; resesi gingival disertai dengan kalkulus
pada gigi 31, 32, 33, 41, 42, dan 43. Dokter menduga lesi pada sudut mulut
berkaitan dengan lesi pada dorsum lidah dan melakukan pemeriksaan smear pada
dorsum lidah untuk pemeriksaan mikrobiologi jamur. Hasil pemeriksaan
mikrobiologi menunjukkan bahwa spora dan hifa positif.

1
STEP I
IDENTIFYING UNFAMILIAR WORDS

Deskuamasi Multiple
Deskuamasi merupakan pengelupasan lapisan paling luar dari suatu
jaringan, contohnya kulit. Multiple menandakan lapisan yang terkelupas lebih dari
satu lapisan. Epitel terluar dari kulit tersebut mengelupas dalam beberapa layer.
Normalnya, kulit akan mengalami penggantian kulit untuk menggantikan kulit
yang lama dengan kulit yang baru.

Krusta
Krusta adalah onggokan cairan darah, nanah, kotoran, dan obat yang
sudah mengering diatas permukaan kulit misal impetigo krustosa. Krusta dapat
berwarna hitam, merah atau coklat.

Pemeriksaan Smear
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi suatu
mikroorganisme, pengambilannya dilakukan secara hapusan dari sampel pasien
dan diamati di bawah mikroskop.

Fisur
Kulit yang retak seperti luka iris, epidermis meluas ke dermis
membentuk seperti cekungan.

2
STEP II
RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang menyebabkan sakit tersebut dapat sembuh tanpa diobati?


2. Apakah gigi yang hilang dan karies dapat mempengaruhi infeksi dari
jamur?
3. Bagaimana hubungan infeksi pada lesi sudut mulut dan lesi dorsum lidah?
4. Apa pengertian dan klasifikasi infeksi jamur di rongga mulut?
5. Apa penyebab terkumpulnya air ludah di sudut mulut?
6. Apa diagnose yang tepat pada pasien?
7. Bagaimana mekanisme infeksi jamur di rongga mulut?
8. Apa pemeriksaan untuk infeksi jamur selain pemeriksaan smear?

3
STEP III
BRAINSTORMING

1. Apa yang menyebabkan sakit tersebut dapat sembuh tanpa diobati?


Pasien sembuh karena system imun dalam tubuhnya yang
meningkat, sehingga agen infeksius dapat dilemahkan, namun bila
system imun menurun, maka agen infeksius akan menyerang lagi
dan menyebabkan infeksi, ini karena agen infeksius yang
merupakan jamur candida albicans bersifat pathogen oportunistik.
Selain system imun yang membaik, oral hygiene yang diperbaiki
keadaannya menyebabkan flora normal kembali normal dan infeksi
jamur di rongga mulut menurun sehingga dapat terjadi proses
repairing.
Kemungkinan yang lain dalam penyembuhan tanpa obat adalah
menurunnya vilurensi dari agen infeksius dari jamur. Seperti
diketahui virulensi dari jamur adalah hifa yang dimilikinya, saat
system imun kita meningkat dimungkinkan untuk merusak hifa
dari jamur sehingga faktor vilurensinya dapat dihilangkan.

2. Apakah gigi yang hilang dan karies dapat mempengaruhi infeksi dari
jamur?
Gigi yang hilang menyebabkan kadar produksi saliva menurun.
Saliva yang merupakan salah satu faktor pertahanan imun di
rongga mulut, membantu menjaga kesehatan rongga mulut dengan
self-cleansingnya. Jika produksi dari saliva tersebut turun, maka
jamur dapat menginvasi lebih parah. Selain itu, gigi yang hilang
menyebabkan terbentuknya lipatan di sudut bibir yang
menyebabkan penyebaran infeksi itu menjalar ke sudut bibir.
Gigi yang karies menyebabkan pH di rongga mulut turun, yaitu
kondisi asam. Jamur yang merupakan agen infeksius suka pada
lingkungan asam sehingga pertumbuhan jamur meningkat.

4
3. Bagaimana hubungan infeksi pada lesi sudut mulut dan lesi dorsum
lidah?
Lesi di sudut mulut merupakan penjalaran dari lesi di dorsum lidah
(intra oral). Awalnya, infeksi terjadi di dalam intra oral(dorsum lidah).
Jamur tersebut berkolonisasi membentuk spora dan pseudohifa, dimana
pseudohifa adalah faktor virulensi. Pseudohifa berkembang menjadi hifa
dan menyebar ke mukosa bukal sampai ke sudut mulut.
Jamur terus bertumbuh dan menyebar ke mukosa dan sampai ke
sudut mulut dikarenakan oleh system imun tubuh yang tidak mampu
menekan laju pertumbuhan dari jamur dan tidak adanya penanganan dari
obat anti jamur untuk membantu melawan dari jamur tersebut. Di sudut
mulut akhirnya terbentuk lesi, ini karena terkumpulnya saliva di daerah
tersebut akibat dari lipatan karena kehilangan gigi. Sudut mulut yang
selalu basah merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan jamur
sehingga terbentuk lesi di sana.

4. Apa pengertian dan klasifikasi infeksi jamur di rongga mulut?


Pengertian: infeksi jamur di rongga mulut adalah adanya invasi dari
jamur pada daerah intro oral yang disebabkan oleh tidak seimbangnya
mikro flora normal dalam rongga mulut sehingga pertumbuhan jamur
berlebihan dan menjadi patogen.
Klasifikasi:
Jamur sistemik: penyebaran infeksi jamur secara hematogen
melalui organ sistemik tubuh.
Jamur subkutan: penyebaran infeksi jamur secara subkutan di
bawah kulit.
Jamur oportunistik: jamur yang sebenarnya adalah mikro flora
normal di rongga mulut namun dapat menjadi patogen dan menjadi
agen infeksius.
Jamur superfisialis: penyebaran infeksi jamur di bagian luar kulit.

5
5. Apa penyebab terkumpulnya air ludah di sudut mulut?
Sebagai perlawanan terhadap infeksi jamur yang terdapat di sudut
mulut.
Karena terdapat fissure pada sudut bibir.
Hilangnya gigi yang berfungsi membatasi lidah dan saliva,
sehingga saliva keluar dari rongga mulut ke sudut mulut yang
membentuk lipatan.

6. Apa diagnose yang tepat pada pasien?


Intra oral: dari skenario diketahui bahwa pada dorsum lidahnya
menunjukkan plak putih yang dapat dikerok, batas tidak jelas, kemerahan,
tapi tidak sakit, dan dari pemeriksaan smear yang dilakukan menunjukkan
hifa yang positif, sehingga diagnose yang dapat ditarik dari pemeriksaan
tersebut adalah positif infeksi oleh jamur candida albicans dengan
penyakit candidiasis pseudomembran akut.
Ekstra oral: dari scenario juga disebutkan bahwa terdapat fisur pada mulut
kanan dan kiri pasien dengan kedalaman 3mm, warna kemerahan,
mudah berdarah, terdapat krusta, dan terasa sakit, sehingga dapat
diperkirakan pasien mengalami penyakit angular cheilitis.

7. Bagaimana mekanisme infeksi jamur di rongga mulut?


Aposisi: jamur masuk ke rongga mulut.
Stabilisasi: jamur berusaha membentuk koloni. Tergantung pada
pengaruh nutrisi, temperature, saliva, dan pH.
Adhesi: dinding sel jamur melekat. Terdapat dua cara yaitu spesifik
dan non spesifik. Spesifik yaitu ligan dari jamur berikatan dengan
reseptor host. Non spesifik yaitu ikatan antara kutub elektrostatik
dan ikatan van der waals.
Kolonisasi: jamur berkembang biak membentuk spora dan
pseudohifa.

6
Invasi: pseudohifa berkembang menjadi hifa dan berpenetrasi ke
dalam epithelium host untuk merusaknya.

8. Apa pemeriksaan untuk infeksi jamur selain pemeriksaan smear?


Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan histopatologis anatomi(HPA)
Pemeriksaan serologi

7
STEP IV
MAPPING

Etiologi Host Lingkungan

(Jamur) (Rongga Mulut)

Faktor

Predesposisi
Respon Imun

Patogenesis

Angular Cheilitis

Pemeriksaan

Tanda Klinis

8
STEP V
LEARNING OBJECTIVE

1) Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui etiologi dan faktor


predesposisi infeksi jamur di rongga mulut. (Khususnya angular cheilitis)
2) Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui respon imun terhadap
infeksi jamur di rongga mulut.
3) Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui patogenesis infeksi jamur
di rongga mulut. (Serta terbentuknya fissure, krusta, dan angular cheilitis)
4) Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui klasifikasi infeksi jamur di
rongga mulut.
5) Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pemeriksaan untuk infeksi
jamur di rongga mulut.
6) Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tanda klinis dari infeksi
jamur di rongga mulut.

9
STEP VI
BELAJAR MANDIRI

10
STEP VII
REPORTING GENERALIZATION

LO 1 : ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDESPOSISI


Etiologi:
1. Jamur Candida albican
Candida merupakan jamur golongan khamir, yang membentuk sel ragi dan
hifa semu. Di dalam tubuh manusia Candida hidup sebagai saprofit, dan dapat
berubah menjadi patogen bila terdapat faktor resiko seperti menurunnya imunitas,
gangguan endokrin, terapi antibiotik dalam jangka waktu lama, perokok dan
khemoterapi. Perubahan Candida dari saprofit menjadi patogen menyebabkan
penyakit yang disebut kandidiasis atau kandidosis. Sebagai saprofit Candida dapat
ditemukan pada kulit, saluran genital, saluran napas bagian atas dan saluran
pencernaan termasuk rongga mulut.
Rongga mulut bukan lingkungan yang homogen untuk pertumbuhan
Candida, karena ada perbedaan lokasi seperti daerah palatum, gingival, dorsum
lidah, permukaan gigi dan pipi. Selain itu rongga mulut juga memiliki peran
biologis yang mendukung pertumbuhan komunitas mikroba yang berbeda.
Umumnya Candida ditemukan dalam bentuk sel ragi. Prevalensi Candida pada
rongga mulut orang sehat berkisar antara 2-71%.
Keberadaan Candida dalam rongga mulut terjadi melalui beberapa tahapan
yaitu akuisisi Candida dari lingkungan, stabilitas pertumbuhan, perlekatan dan
penetrasi Candida dalam jaringan. Pertumbuhan dipengaruhi oleh kemampuan
melekat (adesi) pada sel epitel mukosa dan perangkat virulen Candida yang
bersifat imunosupresif sehingga jamur dapat bertahan terhadap mekanisme
eliminasi hospes. Adesi merupakan interaksi antara sel epitel hospes dengan sel
jamur, yang dapat terjadi secara spesifik maupun non-spesifik dan merupakan
langkah awal pertumbuhan, kolonisasi dan kemudian infeksi. Adesi sel Candida
terjadi pada beberapa tipe sel hospes seperti epitel, endotel dan fagosit. Perangkat
virulensi Candida meliputi kemampuan mengubah bentuk dari ragi menjadi
pseudohifa atau hifa, formasi biofilm dan enzim hidrolitik seperti proteinase

11
aspartil dan fosfolifase. Faktor tersebut memberikan kontribusi dalam
menimbulkan dan mempertahankan infeksi. Stabilitas pertumbuhan dan
perlekatan Candida dalam rongga mulut dipengaruhi oleh jumlah saliva yang
dapat mempengaruhi kemampuan pengikatan Candida pada permukaan epitel. pH
saliva yang rendah dapat meningkatkan pertumbuhan dan kolonisasi Candida.
Candida akan memproduksi mannoprotein bila terdapat glukosa. Mannoprotein
dibentuk pada lapisan permukaan yang diketahui dapat meningkatkan daya adesi.
Keberadaan bakteri dalam rongga mulut dapat menurunkan pertumbuhan dan
kolonisasi Candida karena kompetisi untuk melekat pada sel epitel dan untuk
mendapatkan makanan. Immunitas selular mempengaruhi pertumbuhan dan
perubahan bentuk Candida dari sel ragi menjadi hifa.
Isolasi spesies Candida yang paling banyak dalam rongga mulut adalah
Candida albicans. Beberapa spesies lain juga diisolasi dalam jumlah yang lebih
sedikit yaitu, Candida tropicalis, Candida glabrata, Candida krusei, Candida
parapsilosis, Candida guilliermondii, Candida lusitaniae dan Candida
dubliniensis.

Faktor predesposisi:
1. Defisiensi Nutrisi
Defisiensi nutrisi atau malnutrisi disebabkan oleh faktor primer dan atau
sekunder. Faktor primer disebabkan bila susunan makanan seseorang salah dalam
kualitas dan/ kuantitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan,
kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, pengetahuan akan nutrisi yang
kurang, kebiasaan makan yang salah dan sebagainya.
Faktor sekunder meliputi faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak
sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi. Penyebab terjadinya
defisiensi nutrisi sekunder bukan dari faktor ekonomi, misalnya faktor-faktor yang
menyebabkan terganggunya pencernaan, seperti gigi-geligi yang tidak baik,
kelainan struktur saluran cerna dan kekurangan enzim. Faktor sekunder juga dapat
berupa kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji atau makanan siap saji. Dari
segi finansial, makanan makanan siap saji dianggap memiliki prestise tinggi,

12
namun makanan makanan siap saji sangat rendah nutrisi dan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan anak. Angular cheilitis dapat disebabkan oleh karena
beragam defisiensi nutrisi. Defisiensi zat besi dan vitamin B merupakan penyebab
terjadinyaangular cheilitis Makanan yang mengandung gizi yang seimbang adalah
makanan yang mengandung prinsip empat sehat dan lima sempurna. Orang tua
mempunyai peranan besar dalam mengatur pola makan anak. Mereka harus
memastikan bahwa anak-anakmereka mendapat gizi yang cukup dari makanan
yang dikonsumsinya. Orang tua harus menanamkan kepada anak tentang betapa
pentingnya pola makan yang sehat bagi tubuh manusia. Makanan apa saja yang
harus dikonsumsi anak dan yang tidak boleh dikonsumsi harus ditanamkan sejak
dini kepada anak agar ketika di sekolah atau bermain, anak tidak mengkonsumsi
jajanan yang tidak sehat.

2. Diabetes melitus
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang disebabkan karena
kelainan metabolic karbohidrat, baik secara herediter maupun didapat, sebagai
akibat kekurangan insulin yang relative atau absolute. Etiologi dari penyakit DM
adalah ditandai dengan adanya hiperglikemia kronis dengan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein karena kerusakan pada sekresi dan
kerja insulin.
Kelainan neurologis (neuropati) terjadi karena adanya kerusakan nervus
peripheral yang disebabkan penyakit pada nervus itu sendiri atau manifestasi dari
penyakit sistemik maupun karena trauma. Nervus peripheral adalah jalur koneksi
dari otak ke sumsum tulang belakang menuju ke seluruh tubuh dan memiliki jalur
dari sumsum tulang belakang dan tersusun membentuk garis di tubuh (dermatom).
Gangguan neuropati dapat terjadi pada penderita DM yang telah lama dan tidak
terkontrol pada lansia. Hati memproduksi glukosa yang dialirkan dalam darah dari
makanan yang dikonsumsi. Glukosa dalam bentuk karbohidrat yang diresorbsi
tubuh diambil dari ikatan kompleks molekul karbohidrat makanan berfungsi
sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi. Hormon yang berperan penting
dalam penyakit DM adalah hormone insulin yang dipoduksi oleh pankreas.

13
Insulin mengolah glukosa dalam sel-sel sasaran yaitu sel dalam hati, otot, dan
jaringan lemak.

Jenis-jenis Diabetes Mellitus


Prediabetes adalah keadaan dimana kadar glukosa darah melebihi batas
normal namun kurang dari standar batas ukuran DM, namun kemungkinan besar
akan menjadi DM jika tidak ada kontrol yang baik terhadap kadar gula darah.
Secara garis besar DM terbagi atas dua tipe, yaitu:

1. Diabetes Mellitus Tipe 1.


Keadaan dimana tubuh tidak memproduksi insulin, sehingga suntikan
insulin diperlukan untuk bertahan hidup hal ini bertujuan untuh mencegah
terjadinya ketoasidosis, koma, hingga kematian. Tipe ini biasanya muncul dimulai
sejak masa anak-anak atau remaja karena adanya kerusakan sel beta pankreas,
namun untuk penderita pada usia yang lebih tua dikarenakan kerusakan pankreas,
penyakit sistemik, operasi pengangkatan pankreas, ataupun kegagalan progresif
dari sel beta pankreas.

2. Diabetes Mellitus Tipe 2.


Salah satu penyakit dengan prevalensi tertinggi di Indonesia adalah DM
tipe 2 dan terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini umumnya terjadi pada negara
berkembang karena pertumbuhan jumlah penduduk, penuaan, kelebihan berat
badan (obesitas), diet serta pola hidup tidak sehat. DM tipe 2 adalah penyakit yang
menyebabkan meningkatnya kadar gula dalam darah oleh karena sensivitas insulin
menurun yang mengganggu transport glukosa dari pembuluh darah ke seluruh
tubuh terutama pada sel hati dan otot.

Salah satu akibat dari diabetes melitus pada rongga mulut adalah
xerostomia. Xerostomia sendiri adalah keluhan subyektif pada pasien berupa
adanya rasa kering dalam rongga mulutnya akibat adanya penurunan produksi
daliva (hiposalivasi) dan atau perubahan komposisi saliva. Xerostomia merupakan

14
term konvensional yang digunakan untuk keluhan subyektif pasien terhadap mulut
kering, tetapi hiposalivasi merupakan kondisi obyektif tentang penurunan sekresi
saliva. Walaupun sebagian besar pasien xerostomia mengalami hiposalivasi tetapi
sebagian tidak demikian. Di lain sisi pasien yang dalam pengukuran mengalami
hiposalivasi tetapi tidak mengeluhkan adanya xerostomia.
Saliva diproduksi oleh kelenjar parotis, submandibularis, sublingualis serta
ratusan kelenjar saliva minor yang terdistribusi di seluruh bagian rongga mulut.
Setiap harinya kelenjar-kelenjar saliva ini diperkirakan menghasilan 1 liter/hari.
Laju aliran saliva diatur oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Pada diabetes
melitus dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskular, yaitu neuropati. Salah satu
komplikasi neuropati adalah gangguan saraf simpatis dan parasimpatis, dimana
akan berakibat pada penurunan sekresi saliva dan terjadinya keluhan mulut kering.
Parasimpatis menginervasi lebih banyak pada watery secretion dan saraf
simpatik lebih banyak menginervasi viscous saliva. Sensasi mulut kering
disebabkan adanya perubahan komposisi saliva pada saat ini stimulasi saraf
simpatis lebih dominan selama periode ini. Selain itu gejala mulut kering ini juga
disebabkan oleh dehidrasi mukosa rongga mulut dimana output kelenjar saliva
minor dan mayor menurun serta lapisan saliva yang melapisis mukosa oral
berkurang.
Sebetulnya mekanisme patogenesis antara DM dan perubahan fungsi
kelenjar saliva hingga saat ini belum jelas. Dehidrasi sebagai hasil dari
hiperglikemia yang lama sebagai konsekwensi dari poliuria merupakan penyebab
utama xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva pada pasien DM. Dehidrasi saja
tidak dapat menyebabkan perubahan fungsi kelenjar saliva. Infiltrat limfositik
yang terlihat pada jaringan kelenjar saliva labial mengindikasikan bahwa jaringan
kelenjar saliva merupakan target suatu proses autoimun yang sama dengan
pancreas.
Degenerasi yang terus menerus pada jaringan kelenjar saliva akan
menyebabkan 10-25% terjadinya hipofungsi dan gangguan komposisi saliva. DM
tipe I dan II dapat menyebabkan pembesaran bilateral yang asimtomatik pada

15
kelenjar parotis dan kadang-kadang kelenjar submandibularis yang biasa disebut
sialosis diabeti.
Xerostoimia yang timbul akibat penyakit diabetes mellitus dapat
menyebabkan pH pada rongga mulut menjadi rendah dan system pertahanan
dalam rongga mulut menurut akibatnya menyebabkan infeksi jamur Candida (
candidiasis) dapat berkembang dengan baik. Oral candidiasis sendiri merupakan
infeksi jamur Candida dan utamanya disebabkan oleh spesies Candida Albicans
yang sebetulnya adalah flora normal mulut namun mampu menyebabkan infeksi
oportunistik pada keadaan tertentu, artinya jamur itu akan bersifat patogen jika
ada kesempatan, misalnya ketika system pertahanan tubuh kita mengalami
penurunan dan didukung oleh oral hygine yang buruk maka pertumbuhan candida
albican akan mengalai pertumbuhan yang pesat dan menjadi pathogen dalam
rongga mulut sehingga menimbulkan infeksi jamur yaitu candidiasis.

3. Defisiensi Vitamin B3 (Niaci)


Niasin sebesar 6,6 mg NE (Niacin equivalents)/1000 kkal atau 13 mg
dibutuhkan perhari oleh manusia. NE merupakan jumlah niasin yang
diperoleh dalam makanan, termasuk niasin yang secara teori dibuat dari
prekusor asam amino tryptophan. 60 mg tryptophan dapat menghasilkan 1 mg
niasin.
Sumber utama vitamin B3 ialah daging, unggas (ayam, itik) dan ikan
merupakan sumber utama niasin, sama halnya roti dan sereal (biji- bijian)
yang telah diperkaya. Jamur, asparagus dan sayuran hijau merupakan sumber
yang paling baik. Fungsi vitamin ini ialah membentuk Dua Koenzim yang
dibantu oleh NAD dan NADP dibutuhkanuntuk beberapa aktivitas
metabolisme, terutama metabolisme glukosa, lemak dan alkohol. Niasin
memiliki keunikan diantara vit amin B karena tubuh dapat membentuknya
dari asam amino tryptophan. Niasin membantu kesehatan kulit, s istem saraf dan
sistem pencernaan.
Gejala kekurangannya ialah pellagra (penyakit kekurangan niasin),
menunjukkan gejala seperti dermatitis, diare dan dementia. Hal ini meluas di

16
bagian selatan Amerika Serikat pada awal 1900. Gejala kekurangan niasin
lainnya adalah kehilangan nafsu makan, lemah, pusing dan kebingungan
mental. Kulit dapat menunjukkan gejala dermatitis simetrik bilateral
khususnya pada daerah yang terkena sinar matahari langsung.
Keracunan niasin dalam jumlah yang besar dapat menjadi racun pada
sistem saraf, lemak darah dan gula darah. Gejala- gejala seperti muntah, lidah
membengkak dan pingsan dapat terjadi. Lebih lanjut, hal ini dapat berpengaruh
pada fungsi hati dan dapat mengakibatkan tekanan darah rendah.

4. Defisiensi Riboflavin (vitamin B2)


Defisiensi riboflavin (vitamin B2) sering diikuti dengan defisiensi vitamin
B kompleks dikarenakan peranan dalam metabolisme vitamin B6 dan tryptophan,
yang kemudian akan diubah menjadi niacin (vitamin B1). Anak- anak dan wanita
hamil membutuhkan tambahan riboflavin karena vitamin ini penting untuk
pertumbuhan. Berfungsi sebagai pembentukan dua ko-enzim, flavin adenine
dinukleotida dan flavin mononukleotida, terlibat dalam metabolism oksidatif.
Secara umum, defisiensi riboflavin akan menyebabkan membrane mukosa
menjadi kemerahan, angular cheilitis dan glossitis yang berwarna magenta.
Bahan makanan yang mengandung vitamin B2 adalah susu, keju, daging dan
sayuran berwarna hijau.

5. Defisiensi Pyridoxine (vitamin B6)


Ko-enzim vitamin B6 berperan penting dalam metabolism asam
amino, sehingga konsumsi sehari- hari harus sebanding dengan konsumsi protein
karena protein dibuat dari asam amino. Defisiensi pyridoxine (vitamin B6)
menyebabkan cheilosis, glossitis, perubahan seperti seborrhea di sekeliling mulut,
mata, dan hidung. Sering muncul pada pecandu alcohol dan dapat juga terjadi
pada orang yang mengkonsumsi obat tertentu yang merusak metabolisme
vitamin B6 yang termasuk cycloserine, isoniazidm hydralazine,
hydrochloride, kontrasepsi oral, D-penicillamine dan levodopa (jika
dikonsumsi tanpa carbidopa). Bahan makanan yang mengandung vitamin B6

17
adalah kecambah, gandum, hati, ginjal, serealia tumbuk, kacang-kacangan,
kentang dan pisang.

6. Defisiensi Cyanocobalamin (vitamin B12)


Penurunan tingkat vitamin B12 (cyanocobalamin) membuat pasien rentan
terhadap perkembangan angular cheilitis. Hal ini biasanya dikaitkan dengan
malnutrisi, kecanduan alcohol dan anemia. Penyebab lain mencakupreseksi ileum
terminal atau penyakit (biasanya penyakit Crohn), keadaan post gastrectomy,
pancreatitis kronis, diet vegetarian yang ketat, dan infeksi dengan
Diphyllobothriumlatum. Tingkat vitamin B12 berubah oleh cholestyramine,
colestipol, asam p- amino salicylic dan kalium klorida. Kekurangan vitamin B 12
dapat menyebabkan kekurangan darah (anemia), yang sebenarnya disebabkan oleh
kekurangan folat. Tanpa vitamin B12, folat tidak dapat berperan dalam
pembentukan sel- sel darah merah. Gejala kekurangan lainnya adalah sel- sel
darah merah menjadi belum matang (immature) yang menunjukkan sintesis DNA
yang lambat .Kekurangan vitamin B12 dapat juga mempengaruhi system syaraf,
berperan pada regenerasi syaraf peripheral, mendorong kelumpuhan. Selain itu
juga dapat menyebabkan hipersensitif pada kulit. Bahan makanan yang
mengandung vitamin B12 adalah hati, ginjal, jantung, daging, ikan, unggas,
kerang, telur dan susu dan hasil olahannya.

7. Faktor Mekanis
Faktor mekanis dapat terjadi pada orang tua dan anak-anak. Pada orang tua
dapat disebabkan oleh pemakaian gigi tiruan yang tidak pas atau akibat proses
penuaan sedangkan pada anak-anak seperti menjilat sudut bibir, menghisap jari
dan menggunakan dot. Pada orang tua, bila terjadinya kehilangan ketinggian
oklusal disebabkan karena kehilangan gigi atau pasien dengan gigi tiruan yang
tidak pas akan menyebabkan kurangnya dimensi vertikal, dan seterusnya
membentuk lipatan-lipatan pada sudut mulut. Saliva akan berakumulasi pada
lipatan tersebut, menyebabkan lembab dan menyediakan habitat yang sempurna
untuk Candida albicans. (M Miftahullaila ,2010)

18
8. Penderita HIV/AIDS
Pada penderita hiv/aids sitem imun mengalami abnormalitas fungsi
sehingga dapat mengganggu fungsi fagosit terhadap adanya sel-sel jamur. Hal
tersebut dapat menyebabkan peningkatan populasi sel-sel jamur karena tidak
dapat dieliminasi oleh sistem imun. Peningkatan populasi jamur tersebut akan
menginduksi infeksi oleh karena jamur. (Kuswadji, 2004)

9. Obat antibiotik berspektrum luas yang dikonsumsi dalam jangka


waktu yang lama
Obat antibiotik dapat mengeliminasi bakteri-bakteri yang berfungsi
sebagai flora normal rongga mulut. Bakteri-bakteri tersebut secara normal
berkompetisi dengan jamur untuk mendapatkan nutrisi dari rongga mulut. Namun,
apabila bakteri-bakteri tersebut berkurang karena penggunaan antibiotik, maka
sel-sel jamur akan tumbuh pesat. (Kuswadji, 2004)

10. Prothese (gigi palsu)


Pemakaian gigi palsu, khususya jika mengakibatkan rasa sakit dan diiringi
kondisi rongga mulut yang tidak bersih, dapat menjadi substrat bagi pertumbuhan
Candida. Iritasi fisik karena penetrasi terus menerus dapat menyebabkan luka
local yang dapat digunakan sebagai jalan masuk jamur.

11. Perubahan jaringan epitel


Membrane mukosa yang utuh pada rongga mulut berperan sebagai sawar
fisik yang efektif dalam mencegah penetrasi jamur dan bakteri. Ketika terjadi
penurunan laju pergantian sel epitel seperti pada terapi radiasi atau pengobatan
antikanker, maka integritas jaringan epitel mulut melemah. Hal itu mengakibatkan
sel Candida lebih mudah melakukan penetrasi ke epitel rongga mulut.

12. Kelainan endokrin


Menurunnya hormone tertentu merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya kandidiasis mulut, seperti diabetes mellitus, hipotiroidisme,

19
hipoparatiroidisme, hipoadrenalisme, dan penyakit Addison. Pada pasien diabetes
asimtomatik ditemukan peningkatan pertumbuhan Candida dalam rongga mulut
dibandingkan individu sehat.

13. Gangguan immunitas


Imunitas selular dan humoral merupakan bagian yang terpentig dalam
melindungi rongga mulut. Penurunan imunitas akan menyebabkan Candida yang
bersifat saprofit menjadi patogrn. Infeksi Candida sering ditemukan pada individu
yang mengalami gangguan sistem imun seperti usia yang terlalu muda atau usia
lanjut, infeksi HIV dan keganasan.

14. Perokok
Penelitian menunjukkan bahwa merokok tidak memberikan dampak pada
jumlah Candida secara signifikan. Penelitian lain melaporkan bahwa merokok
dapat meningkatkan jumlah Candida secara signifikan dari 30% menjadi 70%.
Pada perokok terjadi perubahan local pada epitel yang menyebabkan terjadinya
kolonisasi Candida.

15. Glukosa
Salah satu penyebab kolonisasi adalah keberadaan karbohidrat dalam
jumlah yang besar. Glukosa merupakan bahan dasar pembentukan mannoprotein
pada dinding sel Candida yang dapat meningkatkan daya adesi dan produksi asam
yang menurunkan pH rongga mulut.

16. Efek Kemoterapi


Kemoterapi dapat menimbulkan efek samping terhadap rongga
mulut, hal ini dikarenakan sel epitel rongga mulut sensitif terhadap obat
kemoterapi. Salah satu efek samping dari kemoterapi terhadap rongga mulut
adalah kandidiasis. Kejadian kandidasis oral karena kemoterapi dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu efek kemoterapi terhadap sumsum tulang yang nantinya
akan mengakibatkan infeksi jamur pada rongga mulut, kemudian faktor perlekatan

20
Kandida terhadap epitel mukosa mulut pasien, dan faktor dari pasien itu sendiri
yang meliputi keadaan saliva pasien (Epstein, 1984).
Efek kemoterapi terhadap sumsum tulang dapat menimbulkan infeksi pada
rongga mulut. Seperti yang telah diketahui bahwa obat kemoterapi bekerja dengan
membunuh sel-sel penyebab kanker yang diproduksi oleh sumsum tulang, namun
yang dibunuh tidak hanya sel ganas, sel normal yang sedang diproduksi oleh
sumsum tulang juga diganggu pertumbuhannya. Aktivitas obat kemoterapi
terhadap sumsum tulang tersebut dapat menurunkan sistem imun pasien, karena
sel-sel yang berguna dalam pertahanan imun tubuh dirusak oleh obat kemoterapi
tersebut, termasuk sel-sel darah yang akhirnya dapat menimbulkan
trombositopenia, leukopenia dan neutropenia. Leukopenia adalah keadaan dimana
leukosit dalam nilai dibawah 10.000 mm3 , sehingga dalam keadaan kurang
leukosit, tubuh akan lebih mudah diserang infeksi, salah satunya berupa infeksi
jamur (Epstein, 1984).

LO 2 : RESPON IMUN
Imunitas nonspesifik
Jamur, spora, maupun enzim diproduksi oleh sel-sel jamur yang
masuk ke dalam membran mukosa mulut akan memicu terjadinya proses
inflamasi. Sel-sel imun nonspesifik yang terhadap adanya infeksi jamur
adalah neutrofil dan makrofag. Netrofil dapat melepas bahan fungisidal
seperti ROI dan enzim lisosom yang berfungsi memakan jamur untuk
nantinya akan dieliminasi secara intraselular. Enzim yang diproduksi oleh
jamur dapat menghambat produksi sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag
dan merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi makrofag.
(Sutanto, 2008)
Imunitas spesifik
Jamur yang masuk ke dalam tubuh akan mendapat respon melalui
respon imun nonspesifik yang nantinya akan berlanjut ke sistem imun
spesifik apabila jamur tidak berhasil dielimiasi. Pada sistem imun spesifik,
IgM dan IgG diproduksi sebagai respon terhadap infeksi jamur. Respon

21
cell-mediated immune (CMI) adalah protektif karena dapat menekan
reaktivasi infeksi jamur oportunistik. Respon imun yang terjadi terhadap
infeksi jamur merupakan kombinasi pola respon imun terhadap
mikroorganisme ekstraseluler dan respon imun intraseluler. Respon imun
seluler dilakukan sel T CD 4 dan CD 8 yang bekerja sama untuk
mengeliminasi jamur. Dari subset sel T CD 4, respon Th 1 merupakan
respon protektif. (Sutanto, 2008)

Tahap yang paling pertama dari aktivasi sistem imun terhadap


jamur adalah tahap pengenalan molekul permukaan yang khas antara sel
imun (makrofag) dengan jamur. Jamur yang masuk ke dalam jaringan
tubuh host dapat dikenali melalui struktur Pathogen Associated Molecular
Patterns (PAMPS) khas yang tidak dimiliki oleh organisme lain. Makrofag
akan mengenali struktur PAPMS melalui Pattern Recognition Receptor
(PRRs) yang spesifik. Terdapat 2 bentuk PPRs yaitu bentuk yang melekat
pada permukaan sel serta bentuk yang disekresikan. PPRs yang melekat
pada permukaan sel imun antara lain Toll like receptors (TLRs), Mannan
binding lectin (MBL) dan C-type lectin receptor/ CLR (dectin-1). PPRs
yang terdapat dalam bentuk sekresi antara lain surfactant proteins A dan D
(SP-A and SP-D).
PPRs yang spesifik akan mengenali stuktur yang terdapat pada
permukaan dinding sel jamur. TLR merupakan kelas mayor PRRs yang
berperan penting dalam respon imun terhadap jamur. Dua subtipe TLR
yang berperan penting dalam proses ini antara lain TLR2 dan TLR4. TLR2
berperan penting untuk mengenali struktur zimosan, fosfolipomanan serta
glukuronoksilomanan (GXM) pada dinding sel jamur. TLR4 berperan
penting untuk mengenali struktur glukoronoksilomanan dan O-linked
mannan. Dectin-1 akan mengenali struktur -glucan sedangkan ketiga
bentuk PRRs yang tersekresi (SP-A, SP-D dan MBL) akan mengenali
gugus karbohidrat pada permukaan jamur.

22
Pengenalan antara PRRs dengan struktur PAMPS akan
menginduksi berbagai proses imun dalam rangka mengeliminasi patogen.
Pengenalan PAMPS melalui dektin-1 , TLR2, dan TLR4 akan
meningkatkan pembentukan sitokin proinflamatori tumor necrotic factor-
/ TNF-.

LO 3 : PATOGENESIS
Faktor diet mempunyai peranan besar dalam pemeliharaan kesehatan
kulit,serta mempunyai pengaruh dalam etiologi dan terapi penyakit kulit
tertentu.Perubahan pasokan nutrisi yang menurun,walaupun hanya sedikit dapat
memberikan efek pada kulit.Keadaan defisiensi nutrisi menyebabkan keutuhan
jaringan epitell berkurang .Mucocutan junction merupakan daerah peralihan
antara kulit dan mukosa mulut dengan epitel mukosa yang lebih tipis disbanding
epitel kulit sehingga menyebabkan area ini rentan terhadap terjadniya infeksi
(angular cheilitis) (Birnbaum, 2009)
Proses terjadinya angular cheilit ispada awalnya jaringan mucocutan di
sudut-sudut mulut menjadi merah,lunak dan berulserasi .Selanjutnya fisura-fisura
eritematosa menjadi dalam dan melebar beberapa cm dari sudut mulut ke kulit
sekitar bibi atau berulserasi dan mengenai mukosa bibir dan pipi dalam bentuk
abrasi linear.Infeksi keadaan kronis ditandai dengan adanya nanah dan jaringan
granulasi.Ulkus seringkali menimbulkan keropeng yang terbelah dan berulserasi
kembali selama fungsi mulut yang normal .Akhirnya dapat timbul nodula-nodula
granulomatosa kecil berwarna kuning coklat.(Langlais RP dan Craig SM,2000)
Tahap Akuisisi
Tahap akuisisi adalah mesuknya sel jamur ke dalam rongga mulut. Dalam
rongga mulut dengan kolonisasi, Candida dapat ditemukan dengan konsentrasi
300-500 sel/ml. Candida dalam saliva dapat berperan sebagai media transmisi.
Tahap Stabilisasi Pertumbuhan
Tahap stabilisasi pertumbuhan adalah keadaan ketika Candida yang telah
masuk melalui akuisisi dapat menetap, berkembang, dan membentuk poulasi
dalam rongga mulut. Hal itu berkaitan erat dengan interaksi antara sel jamur

23
dengan hospes. Pertumbuhan Candida dalam rongga mulut dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu saliva, bakteri rongga mulut, glukosa.
Tahap Adhesi
Tahap adhesi dimulai saat dinding sel jamur melekat. Terdapat dua cara
yaitu spesifik dan non spesifik. Spesifik yaitu ligan dari jamur berikatan
dengan reseptor host. Non spesifik yaitu ikatan antara kutub elektrostatik
dan ikatan van der waals. Khitin adalah suatu bagian dari dinding jamur
yang aktif dalam tahap adhesi,
Tahap Invasi
Pada tahap invasi, jamur berkembang biak membentuk spora dan
pseudohifa. Pseudohifa berkembang menjadi hifa dan berpenetrasi ke
dalam epithelium host untuk merusaknya.

Patogenesis Terbentuknya Fisure dan Krusta.


Adanya fissure dan Krusta, memang dapat di pengaruhi beberapa
factor predisposisi seperti hilangnya gigi posterior yang akan menurunkan
dimensi vertical sehingga sudut bibir tampak menurun, penurunan sudut
mulut dapat menyebabkan akumulasi saliva, dimana saat itu menjadi suatu
kebiasaan kita tanpa kita sadari kita akan sering menjilat sudut mulut
dengan lidah, dan dapat menimbulkan suatu trauma. Sudut mulut yang
basah akan dikeringkan oleh angin dan sinar matahari lalu akan kembali
basah, terjilat dan berulang seperti itu, menimbulkan suatu bentukan celah
seperti fissure yang juga dapat mengiritasi lebih lanjut.
Terbentuknya krusta di awali dengan adanya bakteri yang masuk
kedalam rongga mulut, bakteri tersebut akan berproliferasi sehingga
berkoloni lebih banyak. Lama kelamaan bakteri tersebut dapat menyebar
ke jaringan lain atau mukosa lainnya dan menyerang dermoglein 1,
dermoglein adalah antigen Pemfigus Vulgaris yang merupakan penyakit
kronis autoimun mukokutan. Saat terjai penyerangan tersebut, epidermis
menjadi renggan dan terbentuk rongga antara stratum korneum dan
stratum granulosum, rongga atau celah tersebut akan dimasuki neutrohil

24
sehingga terisi cairan dan bisa menjadi lebih besar, lama kelamaan
vesikula tersebut dapat pecah dan mulai mongering disebut dengan krusta.

LO 4: KLASIFIKASI
Secara klinis ditemukan 4 macam kandidiasis di dalam rongga mulut yang
merupakan infeksi superfisial yang biasanya disebabkan oleh Candida albicans :
1. Acute Pseudomembranous Candidiasis (Kandidiasis pseudomembranosa)
Kandidiasis pseudomembranosa secara umum diketahui sebagai thrush,
yang merupakan bentuk yang sering terdapat pada neonatus. Ini juga dapat terlihat
pada pasien yang menggunakan terapi kortikosteroid atau pada pasien dengan
imunosupresi. Kandidiasis pseudomembran memiliki presentasi dengan plak putih
yang multipel yang dapat dibersihkan. Plak putih tersebut merupakan kumpulan
dari hifa. Mukosa dapat terlihat eritema. Ketika gejala-gejala ringan pada jenis
kandidiasis ini pasien akan mengeluhkan adanya sensasi seperti tersengat ringan
atau kegagalan dalam pengecapan (Jurnal Kandidiasis Oral).
Plak atau bercak putih seperti cotton wool / gumpalan susu yang
dikelilingi warna kemerahan, biasanya terletak di mukosa bukal, mukosa labial,
gingiva, dan lidah. Lunak, melekat pada mulut,. Terasa sakit, rasa terbakar /
kering, dan perubahan rasa. Dapat dikerok, meninggalkan daerah lecet kemerahan,
terasa perih dan mudah berdarah (Lewis, 1994).

25
2. Acute Erythematous Candidiasis (Kandidiasis atropik)
Kandidiasis atropik ditandai dengan adanya kemerahan difus, sering
dengan mukosa yang relatif kering. Area kemerahan biasanya terdapat pada
mukosa yang berada dibawah pemakaian seperti gigi palsu. Hampir 26% pasien
dengan gigi palsu terdapat kandidiasis atropik.(Jurnal Kandidiasis Oral).
Bercak merah yang halus pada dorsal lidah, bagian tengah. Selain pada
lidah terjadi inflamasi dapat terjadi pada bibir dan mukosa pipi. Selalu
memberikan keluhan sakit. Kadang tampak adanya inflamasi pada bibir, disertai
angular cheilitis. Sensasi terbakar dengan kehilangan difus papila filiformis dorsal
lidah yang kemerahan. Mulut terbakar, rasa tidak enak / sakit pada tenggorokan
selama atau setelah terapi antibiotik spektrum luas.(Lewis, 1994).

3. Chronic Erythematous Candidiasis / Denture Stomatitis (Kandidiasis


eritematosa)
Banyak penyebab yang mendasari kandidiasis eritematosa. Lesi secara
klinis lesi timbul eritema. Lesi sering timbul pada lidah dah palatum. Berlainan
dengan bentuk kandidiasis pseudomembran, penderita kandidiasis eritematosa
tidak ditemui adanya plak-plak putih. Tampilan klinis yang terlihat pada
kandidiasis ini yaitu daerah yang eritema atau kemerahan dengan adanya sedikit
perdarahan di daerah sekitar dasar lesi. Hal ini sering dikaitkan terjadinya keluhan
mulut kering pada pasien. Lesi ini dapat terjadi dimana saja dalam rongga mulut,

26
tetapi daerah yang paling sering terkena adalah lidah, mukosa bukal, dan palatum.
Kandidiasis eritematosa dapat diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu :
Tipe 1 : inflamasi sederhana terlokalisir atau pinpoint hiperemia.
Tipe 2 : eritematosa atau tipe sederhana yang umum eritema lebih tersebar
meliputi sebagian atau seluruh mukosa yang tertutup gigi tiruan.
Tipe 3 : tipe granular (inflamasi papila hiperplasia) umumnya
meliputi bagian tengah palatum durum dan alveolar ridge.
Eritema difus pada palatum atau mukosa penyangga gigi tiruan, tidak
terasa sakit, sering disertai angular cheilitis. Biasanya terdapat pada orang yang
menggunakan gigi tiruan, yang tidak dapat menjaga oral hygiene. Hal ini
dikarenakan pH yang rendah, lingkungan yang anaerob, dan oksigen yang sedikit
menyebabkan kandida dapat tumbuh dengan cepat. Saliva yang mengandung sIgA
dan albumin, amylase, lysozyme, high molecular weight mucin (MGI) tidak dapat
mencapai permukaan mukosa (Jurnal Kandidiasis Oral).

4. Chronic Hyperplastic Candidiasis (Kandidiasis hiperplastik)


Kandidiasis hiperplastik dikenal juga dengan leukoplakia kandida.
Kandidiasis hiperplastik ditandai dengan adanya plak putih yang tidak dapat
dibersihkan. Lesi harus disembuhkan dengan terapi antifungal secara rutin. Ciri-
ciri dari kandidiasis hiperplastik adalah lesi putih cekat, keras, dan kasar. Tidak

27
dapat dikerok karena invasi hifa sampai lebih dalam dari permukaan mukosa atau
kulit. Biasanya terletak di mukosa bukal kiri atau kanan terutama bagian anterior,
bibir, dan lidah. Paling sering diderita oleh perokok (Jurnal Kandidiasis Oral).

1. Glositis Rhomboid Median


Merupakan bentuk lanjutan atau varian kandidiasis hiperplastik kronis.
Pada bagian tengah permukaan dorsal lidah terjadi atrofi papilla.

2. Kheilosis candida
Sinonim perleche, angular cheilitis, angular stomatitis.Khas ditandai
eritema, fisura, maserasi dan pedih pada sudut mulut. Biasanya pada mereka
yang mempunyai kebiasaan menjilat bibir atau pada pasien usia lanjut
dengan kulit yang kendur pada komisura mulut dan karena hilangnya dimensi
vertical pada 1/3 bawah muka karena hilangnya susunan gigi atau pemasangan
gigi palsu yang jelek dan oklusi yang salah. Penyakit ini dihubungkan dengan
kandidiasis atrofi kronis karena pemakaian protesa.

3. Black Hairy Tongue


Di tandai dengan hipertrofi papilla lidah (khas), mungkin invasi
sekunder candida albicans dari papilla filiformis hipertrofi pada sisi dorsum
lidah.

28
LO 5: PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui keadaan lesi termasuk durasi,
perawatan sebelumnya, dan rekurensi jika ada. Selain itu, anamnesis juga penting
untuk mendapatkan informasi dengan menanyakan langsung pada pasien tentang
riwayat penyakit sistemik seperti anemia, penyakit diabetes mellitus, pemakaian
obat-obatan dan alergi.

2. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis dilakukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat
dengan observasi langsung lesi yang ditandai dengan eritema dan fisur pada sudut
mulut pasien. Pemeriksaan intra oral juga dilakukan untuk melihat kehilangan gigi
dan pemakaian gigi tiruan yang tidak adekuat yaitu gigi tiruan dengan tinggi
dimensi vertikal yang berkurang.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikrobiologi pada lesi dapat membantu dalam menentukan
jenis mikroorganisme yang menyebabkan lesi tersebut. Pada beberapa kasus juga
dianjurkan swab dan smear dari gigi tiruan yang dipakai oleh pasien untuk
mengidentifikasikan mikroorganisme yang terlibat karena kebanyakan etiologi
yang menyebabkan angular cheilitis pada pemakaian gigi tiruan adalah kandida.
Pemeriksaan hematologi diperlukan untuk mendiagnosis angular cheilitis yang
disebabkan oleh anemia defisiensi besi dengan cara mengukur jumlah serum besi
atau ferritin, dan serum vitamin B12.

4. Tes Diagnostik Laboratorium


Pemeriksaan mikroskopik (Direct Microscopic Assesment) : Dahak,
eksudat, trombus, darah dan sebagainya dapat diperiksa dengan sediaan apus yang
diwarnai dengan wet mounts, gram, Giemsa, Periodic Acid Shift (PAS) untuk
mencari elemenelemen jamur yaitu pseudohifa dan sel-sel bertunas (budding yeast

29
cell) yang karakteristik untuk candida. Konsentrasi yang dibutuhkan untuk
mendeteksi candida pada sediaan apus darah adalah 1-5 x 107 colony-forming
units (CFU)/ml, batasan ini dapat diturunkan sampai 1-5 x 105 CFU/ml. jika
mikroskop dikhususkan untuk mencari jamur.Kerokan kulit atau kuku diletakkan
pada tetesan kalium hidroksida 10%. Dengan cara pemeriksaan ini dapat
membantu menegakkan diagonosis dengan lebih cepat. Kerokan kulit atau kuku
diletakkan pada tetesan kalium hidroksida 10% (Brooks, 2007)
Kultur : semua bahan termasuk kultur darah, kultur spesimen biposi,
aspirasi, kultur dari permukaan yang terlibat, urin, luka operasi, drainase luka,
cairan peritoneum, sputum, specimen bronchoalveolar lavage (BAL) atau cairan
cerebrospinal. Isolasi Candida dari kulit, urin, luka, sputum atau spesimen feses
tidak bersifat diagnostik, tetapi pertumbuhan spesies Candida dari spesimen yang
steril (darah, cairan serebrospinal) hampir selalu bersifat diagnostic (Brooks,
2007).
Semua bahan dibiak pada agar Sabauraud pada suhu kamar dan pada suhu
37c; koloni-koloni khas diperiksa untuk adanya sel-sel dan pseudomiselium yang
bertunas. Pembentukan klamidokonidia Candida albicans pada agar tepung jagung
atau perbenihan lain yang menyuburkan konidia merupakan tes diferensiasi yang
penting.5 Diagnosis infeksi Candidiasis invasif secara historis bergantung pada
hasil kultur, tetapi pada kultur darah hanya ditemukan angka positif kurang dari
50% dengan hasil otopsi yang positif . Teknik terbaru dengan sistem kultur
otomatis dan monitor secara terus menerus, contoh dengan BACTEC sistem dan
dengan metode sentrifugasi lisis telah secara bermakna meningkatkan kemampuan
untuk mendeteksi candidemia. Candida albicans biasanya tumbuh dalam jangka
waktu 3 hari.
Metode yang paling umum untuk mengidentifikasi spesies Candida adalah
tes untuk isolat Candida albicans, karena organisme ini yang paling banyak
ditemukan tumbuh dari sampel klinik. Tes-tes ini merupakan tes yang sederhana
dan cepat, termasuk :
Profil asimilasi karbohidrat yang memungkinkan untuk mengidentifikasi
sampai level spesies

30
Tes germ tube yang bergantung pada kemampuan Candida albicans
untuk memproduksi germ tube pada serum.
Waktu yang dibutuhkan untuk identifikasi spesies Candida dapat
diperpendek dengan pendekatan ini, yaitu :
Menggunakan media agar yang memungkinkan untuk mendiferensiasi
spesies Candida dari warna koloni. Metode molekular yaitu Candida albicans
Peptide Nucleic Acid Fluorescence in situ Hybridization (PNA FISH) tes yang
memungkinkan identifikasi yang sangat cepat (2,5jam) untuk membedakan
spesies Candida albicans dari spesies non albicans dari botol kultur darah. Tes ini
sangat sensitif dan spesifik, diluar dari sistem kultur darah atau formula kaldu
yang digunakan. Dengan tes ini dapat menghemat biaya karena hasil dapat
diperoleh lebih cepat dan terapi antijamur dapat menjadi lebih spesifik.
Serologi : Ekstrak karbohidrat Candida kelompok A memberikan reaksi
presipitin yang positif dengan serum pada 50% orang normal dan pada 70% orang
dengan kandidiasis mukokutan. Pada kandidiasis sistemik, peningkatan titer
antibodi terhadap Candida dapat ditemukan melalui macam-macam tes,misalnya
aglutinasi, presipitasi gel, imunonoassay enzim, imunoelektroforesis. Deteksi
antigen spesifik Candida pada serum (free mannan) memungkinkan dengan
menggunakan reaksi aglutinasi dengan partikel lateks yang terikat dengan antibodi
monoclonal (Brooks, 2007).
Tes serologi terbaru yaitu dengan (1,3)-beta-D glucan. Dimana beta-D
glucan adalah komponen yang penting dari dinding sel Candida dan dapat di
deteksi dan di kuantifikasi pada aliran darah pasien dengan candidiasis
hematogen. Pemeriksaan komponen enzim ini dilakukan secara serial (2 kali
seminggu), hasilnya cepat dengan angka sensitivitas dan spesifisitas 70% dan
87%. Keterbatasan tes ini adalah hasil yang negatif semu pada pasien dengan
hiperbilirubinemia, hipertrigliserida dan hasil yang positif semu pada manipulasi
sampel yang berlebihan, terpapar pada pembalut atau material lain yang
mengandung glucan, bacteremia gram positif, hemolisis, hemodialisis dengan
membrane selulose dan terapi dengan imunoglobulin atau albumin secara
intravena. Tes harus dikerjakan dengan manipulasi sampel yang seminimal

31
mungkin dan dua buah serial yang positif untuk mendapatkan hasil tes yang
positif sejati.
Histopatologi : keuntungan yang utama dari pemeriksaan ini adalah cepat,
biaya rendah, identifikasi presumtif dari jamur yang spesifik dan demonstrasi dari
reaksi jaringan. Tetapi kalau tidak menggunakan teknik spesial, misal
imunofluoresen atau organisme nya memiliki struktur yang unik, sulit untuk
melakukan diagnosis histopatologi. Pewarna histologi yang digunakan untuk
visualisasi jamur termasuk Gomori methenamine silver (GMS) dan PAS, GMS
lebih disukai karena dapat mewarnai elemen jamur lebih efisien dari yang lainnya.
Hematoxylin dan eosin (H&E) sangat berguna untuk visualisasi respon tubuh
inang tetapi tidak dapat mewarnai kebanyakan jamur. Sehingga GMS dan H&E
biasanya digunakan bersamaan untuk melihat komponen jamur dan reaksi
jaringan.

LO 6: TANDA KLINIS
Secara umum angular cheilitis mempunyai simtom utama bibir kering, rasa
tidak nyaman, adanya sisik-sisik dan pembentukan fisur yang diikuti dengan rasa
terbakar pada sudut mulut. Yang paling sering sebagai daerah eritema dan udema
yang berbentuk segitiga pada kedua komisura atau dapat berupa atropi, eritema,
ulser, krusta dan pelepasan kulit sampai terjadi eksudasi yang berulang. Reaksi
jangka panjang, terjadi supurasi dan jaringan granulasi. Kadang-kadang lesi dapat
menyeliputi vermilion ke kulit dalam bentuk fisur atau garis lurus yang dalam
berasal dari sudut mulut disebut rhagades, dalam bentuk yang lebih parah
terutama pada pemakaian protesa.
Angular cheilitis yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B kompleks
berbeda dari lesi lain. Ketika terjadi penurunan kadar riboflavin dalam tubuh,
dapat terlihat dari tanda-tanda fisik terutama didaerah mulut, bibir dan hidung.
Dimana bibir terinflamasi dan terjadi maserasi disertai dengan adanya retak retak
dan berkembangnya lesi pada sudut mulut. Lesi disudut mulut ini akan meluas
kearah lateral dari mukosa pipi dan biasanya lokasinya bilateral. Dasal lesi basah
dan mengalami maserasi, terlihat juga fisur vertical halus pada batas vermillion

32
bibir dan pada daerah kulit yang berdekatan. Biasanya pada permukaan lesi tidak
di jumpai inflamasi.

33
KESIMPULAN

Etiologi Angular cheilitis yaitu jamur Candida albicans dengan berbagai


faktor predisposisi seperti diabetes melitus defisiensi nutrisi, defisiensi Vitamin
B3 (Niaci), defisiensi Riboflavin (vitamin B2), defisiensi Pyridoxine (vitamin
B6), defisiensi Cyanocobalamin (vitamin B12), faktor mekanis, penderita
HIV/AIDS , obat antibiotik berspektrum luas yang dikonsumsi dalam jangka
waktu yang lama, prothese (gigi palsu), perubahan jaringan epitel, kelainan
endokrin, gangguan immunitas, perokok, glukosa, efek kemoterapi.
Sel-sel imun nonspesifik yang berperan terhadap adanya infeksi jamur
adalah neutrofil dan makrofag. Selain itu sistem imun spesifik, IgM dan IgG
diproduksi sebagai respon terhadap infeksi jamur. Patogenesis angular cheilitis
yaitu dalam beberapa tahap:
Tahap Akuisisi
Tahap Stabilisasi Pertumbuhan
Tahap Adhesi
Tahap Invasi
Secara klinis ditemukan 4 macam kandidiasis di dalam rongga mulut yang
merupakan infeksi superfisial yang biasanya disebabkan oleh Candida albicans :
1. Acute Pseudomembranous Candidiasis (Kandidiasis pseudomembranosa)
2. Acute Erythematous Candidiasis (Kandidiasis atropik)
3.Chronic Erythematous Candidiasis / Denture Stomatitis (Kandidiasis
eritematosa)
4. Chronic Hyperplastic Candidiasis (Kandidiasis hiperplastik)
Pemeriksaannya yaitu anamnesis, pemeriksaan Klinis, pemeriksaan
penunjang yaitu dengan tes diagnostik laboratorium. Secara umum tanda klinis
angular cheilitis yaitu mempunyai simtom utama bibir kering, rasa tidak nyaman,
adanya sisik-sisik dan pembentukan fisur yang diikuti dengan rasa terbakar pada
sudut mulut.

34
DAFTAR PUSTAKA

LanglaisRP dan Craig SM.2003. Atlas Berwarna : Kelainan Rongga Mulut yang
Lazim.1st ed. Jakarta:Hipokrates
Birnbaum, Warren. 2009. Diagnosis Kelainan dalam Mulut : Petunjuk bagi
Klinisi/Penulis. Jakarta : EGC
Decker RT. 2006.Oral manifestation of nutrient deficiencies. ADA Journal
2006;65:355-361
Kuswadji. 2004. Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Sutanto. 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI.
A. Akpan & R. Morgan. 2002. Oral Candidiasis. Postgrad Med J 2002;78:455
459
Komariah, Ridhawati Sjam. 2012. Kolonisasi Candida dalam Rongga Mulut.
Jakarta: Universitas Indonesia. Vol XXVIII No.1
Shoham, S., and Levitz, S.M., 2005. The immune response to fungal infections.
British Journal of Haematology. 129: 569582.
Brooks G. F, Carrol K.C., Butel J.S., Morse S.A., 2007. Medical Microbiology
24th ed. Mc Graw Hill.

35

Anda mungkin juga menyukai