bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang
pencemar.
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses
dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi
limbah.
b. Fitoremediasi
Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris phytoremediation; kata ini
sendiri tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton (=
tumbuhan) dan remediation yang berasal dari kata Latin remedium ( =menyembuhkan,
dalam hal ini berarti juga menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau
menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik Fitoremedasi
juga merupakan penggunan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan
Metoda ini pertama kali dipacu oleh kebocoran reaktor nuklir di Chernobyl Rusia
pada tahun 1986, beberapa peneliti Amerika dan Ukraina telah melakukan penelitian terhadap
kemampuan tanaman jenis Indian mustard untuk meminimalkan kandungan unsur cesium dan
stronsium dalam tanah yang telah terpapar oleh senyawa radioaktif. Sedangkan di Iowa AS,
para peneliti mencoba pohon poplar untuk menurunkan kandungan senyawa pestisida jenis
atrazine yang terpapar di dalam tanah dan air tanah. Keuntungan paling besar dalam
penggunaan fitoremediasi adalah biaya operasi lebih murah bila dibandingkan pengolahan
konvensional lain seperti insinerasi, pencucian tanah berdasarkan sistem kimia dan energi
yang dibutuhkan. Prinsip dasar dari teknologi fitoremediasi ini adalah memulihkan tanah
terkontaminasi, memperbaiki sludge, sedimen dan air bawah tanah melalui proses
Proses dalam teknologi fitoremediasi ini berjalan secara alami dengan enam tahapan
proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan / pencemar
disekitarnya.
sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga Hyperacumulation.
Akar tumbuhan menyerap polutan dan selanjutnya ditranslokasi ke dalam organ tumbuhan.
Proses ini adalah cocok digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik. Spesies tumbuhan
yang dipakai adalah sejenis hiperakumulator misalnya pakis, bunga matahari dan jagung.
kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Proses ini telah dibuktikan dengan
menanam bunga matahari pada kolam yang mengandung zat radioaktif. Di dalam sistem
hidroponik, sistem perakaran telah secara nyata dapat dipergunakan untuk menjelaskan
metode rhizofiltrasi. Kontaminan di dalam air, setelah kontak dengan akar akan diabsorpsi
dan kemudian tumbuhan dipanen akarnya hingga menjadi jenuh terhadap kontaminan. Akar
tumbuhan mengadsorpsi atau presipitasi pada zone akar atau mengabsorpsi larutan polutan
sekitar akar ke dalam akar. Spesies tumbuhan yang fungsional adalah rumput air seperti
Phytostabilization, yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak
mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil) pada
akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media. Proses ini akan mengurangi
mobilisasi kontaminan dan mencegah berpindahnya ke air tanah atau udara. Teknik ini dapat
digunakan untuk meningkatkan penutupan tajuk oleh tumbuhan yang toleran terhadap jenis
(3) pengikatan bahanbahan organik ke dalam bagian lignin tanaman. Proses ini secara
tipikal digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik. Spesies tumbuhan yang biasa
d. Merupakan cara remediasi yang paling aman bagi lingkungan karena memanfaatkan
tumbuhan.
beberapa kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah kemungkinan akibat yang timbul bila
tanaman yang telah menyerap polutan tersebut dikonsumsi oleh hewan dan serangga.
Dampak negatif yang dikhawatirkan adalah terjadinya keracunan bahkan kematian pada
hewan dan serangga tau terjadinya akumulasi logam pada predator-predator jika mengosumsi
tanaman yang telah digunakan dalam proses fitoremediasi. Selain itu, membutuhkan waktu
yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar dan
2. Metode Pembuangan Limbah B3 dengan cara Sumur Dalam/ Sumur Injeksi (Deep
Weel Injection)
Metoda ini yaitu dengan cara memompakan limbah tersebut melalui pipa ke lapisan
yang dalam, di bawah lapisan-lapisan ait tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara
teoritis, limbah B3 ini akan terperangkap di lapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah
maupun air. Sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadi kebocoran atau korosi pipa, atau
Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi kontroversi dan masih
diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek yang mungkin ditimbulkan. Data
menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilakukan
pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980.
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat sebagai
salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid hazardous wastes). Pembuangan
limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi
geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat
limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak
dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan
lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisan
impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah tidak
dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah. Tidak
semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa jenis limbah
dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi penerima limbah. Hal
tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang dapat mengalami presipitasi,
memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi, bersifat asam kuat atau basa kuat,
bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan viskositas yang lebih rendah daripada
cairan alami dalam formasi geologi. Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan
mengenai pembuangan limbah B3 ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada
mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:
Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi secara vertikal
keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu dengan sumber air tanah.. Sebelum
limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di atas, limbah telah
3. Incineration
pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90%
(volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem
pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk
padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan
energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian
besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat.
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari
sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple
chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut,
rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan